• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Keterampilan Berpikir Kreatif

1. Kreativitas

Kreativitas pada awalnya dipahami sebagai sesuatu yang langka, sehingga hanya orang-orang tertentu yang memiliknya yaitu orang yang diyakini telah mendapatkan anugerah Tuhan. Menurut James Evan (dalam Hamzah dkk., 2014:105) hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh teori Spekulatif tentang kreativitas. Disebut Spekulatif karena tidak didasari oleh kerangka keilmiahan yang memadai. Menurut teori ini kreativitas dipandang sebagai:

a. Inspirasi ilahi

b. Sebuah bentuk kegilaan

c. Sebuah bentuk intuisi yang sangat dikembangkan

d. Sebuah manifestasi dari daya kreatif yang melekat dari dalam diri sendiri

e. Sebuah daya kosmis yang berpusat pada alam

Kreativitas pada awalnya sulit didefinisikan sehingga jarang ditirukan definisinya. Sulitnya menemukan definisi kreativitas, antara lain dikemukakan oleh Semiawan, dkk. (dalam Hamzah dkk., 2014:105), bahwa kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin dirumuskan secara tuntas. Nampak bahwa kreativitas itu berupa potensi seseorang yang masih sulit didefiniskan. Tetapi dengan berkembangnya penelitian di bidang kepribadian dan majunya teknologi, kreativitas tidak dianggap lagi sebagai milik orang-orang terpilih tetapi dimiliki oleh semua orang sebagai potensi yang dapat dikembangkan. Snyder dan Mulcahy (dalam Hamzah dkk., 2014:106), dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas dapat ditingkatkan, yaitu melalui pengaktifan beberapa bagian otak lewat magnetisme. Dengan adanya perhatian para ahli terutama para psikolog, muncullah beberapa teori tentang kreativitas antara lainnya; (a) teori

Asosiasionisme, dan (b) teori Neopsikoanailisis. Sebagai potensi pribadi yang dapat dikembangkan, maka kreativitas seseorang berbeda dengan kreativitas orang lain, sebab tidak ada individu yang sama.

Teori Asosiasionisme, didasarkan pada azas bahwa pikiran merupakan asosiasi ide, diperoleh dari pengalaman, sesuai dengan hukum. Sedangkan Teori Neopsikoanalisis meninjau kreativitas sebagai hasil dari pikiran prasadar ketimbang pikiran tak sadar.

Prasadar merupakan sumber kreativitas karena kebebasannya mengumpulkan, membandingkan, dan mengatur kembali ide-ide. Dari kedua teori ini dapat dipahami bahwa kreativitas itu adalah asosiasi ide-ide yang diperoleh melalui pengalaman sebagai hasil pikiran prasadar.

Urban, mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan mencipta sesuatu yang baru, tidak biasa dan mengejutkan, sebagai pemecahan atas suatu masalah. Sebagai pemecah masalah, Parnes (dalam Hamzah dkk., 2014:107) memperbaiki pemecahan masalah Osborn, menyatakan enam langkah pemecahan masalah kreatif yaitu:

a. Penemuan kekacauan, yaitu kesadaran adanya tantangan, perhatian dan kesempatan di dalam sistem itu, dan menyeleksi sasaran yang penting.

b. Penemuan fakta, adalah mengumpulkan sebanyak mungkin informasi untuk memahami kekacauan itu.

c. Penemuan problem, adalah rumusan seperangkat kondisi sekarang, gejala-gejala, penyebab-penyebab, dan kejadian-kejadian yang menggerakkan seperangkat problem.

d. Penemuan ide, adalah penemuan teknik-teknik yang tepat mengatasi problem.

e. Penemuan penyelesaian, adalah penggunaan teknik sampai didapatkan hasil pemecahan.

f. Penemuan penerimaan, adalah perumusan rencana tindakan untuk melaksanakan hasil pemecahan masalah.

Dari pendapat Parnes ini, kreativitas menuju pada upaya seseorang memecahkan masalah dan menemukan inovasi dari pemecahan masalah tersebut.

2. Berpikir

Berpikir menurut pemahaman umum manusia adalah hal esensi menyangkut kemanusiannya. Esensi, karena berpikir inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan berpikir manusia dapat menemukan hal-hal baru sehingga secara ekologi dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Berpikir menjadi hal utama penyebab manusia terhindar dari kepunahan sampai saat ini. Setiap situasi, setiap perubahan dan setiap keadaan manusia senantiasa berada pada posisi pengendali. Manusia menjadi penentu arah perubahan dan pengendali alam lingkungannya.

Berpikir itu terkait dengan kerja-kerja otak manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Koestler (dalam Hamzah dkk., 2014:110) setelah meneliti fungsi otak, ia menemukan teori berpikir Bisosiatif. Menurut teori Bisosiatif, belahan otak kanan manusia lebih bersifat lateral (ke samping) dan divergen sedangkan belahan otak kiri, vertikal dan konvergen. Teori Bisosiatif mengandung arti bahwa setiap persoalan tertentu dapat dikaitkan dengan persoalan dari bidang lain yang merupakan suatu ekspresi kreatif. Teori Bisosiatif, memberikan

informasi penting mengenai kerja belahan-belahan otak, walaupun demikian, sebagai suatu sistem, maka belahan-belahan otak tidak mungkin bekeja sendiri-sendiri.

Guilford (dalam Hamzah dkk., 2014:111), membagi kemampuan berpikir dalam tiga kategori; (a) kognitif, (b) produktif, dan (c) evaluatif. Kemampuan berpikir produktif dibagi menjadi dua, yaitu; (a) konvergen, dan (b) divergen. Pemikiran konvergen bergerak menuju jawaban tertentu atau konversional, sebaliknya pemikiran divergen bergerak ke berbagai arah, tidak menuju ke jawaban yang tersedia. Menurutnya pemikiran konvergen terfokus pada penyelesaian tepat-tunggal, sedangkan berpikir divergen dapat menghasilkan berbagai penyelesaian. Berpikir konvergen dan divergen merupakan hasil kerja belahan-belahan otak. Berpikir konvergen adalah cara berpikir yang menghasilkan satu jawaban tepat, sedangkan berpikir divergen menghasilkan beberapa kemungkinan jawaban untuk tiap persoalan. Jelaslah bahwa berpikir divergen memberikan ruang yang lebih longgar atas pemunculan ide-ide kemungkinan jawaban setiap permasalahan, maka berpikir divergen disinonimkan dengan berpikir kreatif.

3. Berpikir Kreatif

Menurut Schwartz (dalam Hamzah dkk., 2014:113) ia mendefiniskan berpikir kreatif adalah menemukan cara baru yang lebih

baik untuk mengerjakan segala sesuatu. MacKinnon menyatakan tiga syarat penting dari berpikir kreatif yaitu;

a. melibatkan respon atau gagasan yang baru, b. dapat memecahkan persoalan secara realistis, dan c. mempertahankan insight yang orisinil.

Kebaruan, realistis, dan orisinalitas menjadi syarat penting dalam berpikir kreatif.

Sebagai bentuk pemikiran, berpikir kreatif berusaha menghasilkan sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang telah ada dalam pikiran seseorang melalui sebuah proses. Proses berpikir ini menurut teori Walls ada empat tahap yaitu: (a) persiapan, (b) inkubasi, (c) iluminasi, dan (d) verifikasi. Tahap persiapan, yaitu tahap bepikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya atau berdiskusi dengan orang lain. Tahap inkubasi atau pengeraman, yaitu tahap berpikir kreatif dengan seakan-akan melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapi. Tahap iluminasi adalah tahap berpikir kreatif dengan munculnya gagasan baru sebagai pemecah masalah. Dalam tahap ini muncul pikiran atau gagasan yang dapat digunakan sebagai dasar pemacah masalah atau pandangan baru yang dibutuhkan untuk membuka wawasan. Tahap verifikasi adalah tahap berpikir kreatif berupa pengujian atau pengembangan atas ide

atau kreasi baru. Pada tahap ini akan diperolah apakah gagasan yang ditelorkan dapat dilaksanakan atau tidak.

Akbar dkk. (dalam Hamzah dkk., 2014:114), menyebutkan lima ciri berpikir kreatif:

a. Berpikir lancar, yaitu; (1) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, (2) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan (3) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

b. Berpikir luwes, yaitu; (1) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, (2) melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda, (3) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda, dan (4) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.

c. Berpikir rasional, yaitu; (1) mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik, (2) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan (3) membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

d. Merinci atau mengelaborasi, yaitu; (1) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan (2) menambah atau merinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.

e. Menilai, yaitu; (1) menentukan patokan penilaian sendiri dan dapat menentukn kebenaran pertanyaan, rencana atau tindakan, (2)

mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, dan (3) dapat melaksanakan gagasannya.

Definisi konseptual dari berpikir kreatif adalah suatu bentuk pemikiran untuk menemukan jawaban, metode atau cara-cara yang baru dalam menanggapi suatu persoalan untuk memecahkan masalah. Sedangkan menurut Geoffrey Rawlinson (1989:11) berpikir kreatif merupakan upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak berhubungan. Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan keterampilan berpikir kreatif adalah suatu upaya atau bentuk pemikiran untuk menemukan jawaban dan cara-cara baru untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang tidak berhubungan.

4. Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif

Aspek/ciri-ciri berpikir kreatif dinyatakan Akbar dkk. (dalam Hamzah dkk.: 2014) sebagai berikut:

a. Kelancaran berpikir diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan segudang ide. Mencetuskan banyak gagasan dalam pemecahan masalah; memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu pertanyaan; memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; bekerja lebih cepat; dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.

b. Keluwesan berpikir menggambarkan kemampuan seseorang individu untuk mengubah perangkat mentalnya ketika keadaan

memerlukan untuk itu, atau kecenderungan untuk memandang sebuah masalah secara instan dari berbagai perspektif. Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan bervariasi; dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda; dan menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda.

c. Rasional berpikir, artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.

d. Elaborasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan sebuah obyek tertentu. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain; dan menambahkan atau memperici suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut.

e. Menilai, dapat menemukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah; dapat mencetuskan gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat melaksanakannya dengan benar; dan mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.

f. Imajinatif merupakan kemampuan untuk membentuk berbagai bentuk dan mencerminkan berbagai variasi pikiran/mental atau konsep pemikiran berbagai hal tentang orang, tempat, sesuatu dan situasi yang tidak nyata.

g. Keaslian berpikir, memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan; dan membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. h. Menghadapi tantangan, berpikir kreatif dipakai untuk

mengembangkan kemampuan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan.

i. Ingin tahu, individu dengan potensi kreatif mempunyai hasrat ingin tahu, bersikap terhadap pengalaman baru. Orang yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kuat, ia mempertanyakan segala sesuatu dan mempertahankan rasa ingin tahu mereka.

j. Berani mengambil resiko, sifat ini berhubungan ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang belum jelas, baik itu situasi, masalah, jawaban dan lain-lain.

k. Menghargai, pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai dan menghargai sebuah kejujuran. l. Memiliki prinsip, memiliki keyakinan dan menggunakan keadilan

sesuai dengan prinsip masing-masing.

Dokumen terkait