• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau

V. PEMBAHASAN

5.3. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan (Sasi)

5.3.3. Kinerja Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau

Untuk menganalisa kinerja sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau, digunakan empat indikator yaitu efisiensi, keberlanjutan sosial, keberlanjutan sumberdaya dan pemerataan.

a. Indikator Efisiensi

Efisiensi disebut juga produktifitas, sehingga semakin tinggi produktifitas semakin baik suatu rezim. Untuk itu dalam proses penilaian efisiensi sasi teripang di Negeri Porto dilihat dari 4 indikator kinerja efisiensi yaitu : pengambilan keputusan secara bersama, kemudahan dalam menjangkau sumberdaya, pengawasan terhadap sasi sekarang ini, kepatuhan terhadap peraturan. Untuk indikator pertama yaitu keterlibatan pemerintah desa, kelembagaan adat dan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang sasi, terlihat bahwa untuk Negeri Porto, termasuk dalam kategori sedang, karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, hal ini terlihat dengan adanya kekecewaan masyarakat ketika diterapkan sistem lelang/kontrak daerah pasang surut untuk

pemodal yang berasal dari luar desa/negeri Porto, sehingga masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan baik. Sebaliknya untuk Desa Warialau, termasuk dalam kategori tinggi, karena segala keputusan tentang sasi, masyarakat dilibatkan sejak awal yaitu dalam pertemuan antara pemerintah desa, lembaga adat dan masyarakat. Berbedanya indikator pertama ini didasarkan juga karena dengan adanya perubahan sistem pemerintahan, sehingga adanya pengurangan kewenangan lembaga adat pada saat sistem sentralisasi dan Negeri Porto merupakan desa /negeri yang mengalami sedikit perubahan tersebut, berbeda dengan Desa Warialau yang tetap mempertahankan pranata adatnya yaitu sasi dengan baik, meskipun terjadi perubahan sistem pemerintahan desa. Beberapa penyebab utama masyrakat Desa Warialau masih mempertahankan sistem adatnya karena adanya anggapan bahwa sasi merupakan amanat nenek moyang yang harus terus dijaga, dan sistem pemerintah desa yang masih mengadopsi sistem pada saat rezim adat, dimana marga-marga tertentu yang masih tetap dihormati dalam masyarakat yang memegang pemerintahan di desa. Selain itu juga mobilitas dan pembangunan desa masih rendah, sehingga pengaruh terhadap sistem adat ini masih rendah.

Untuk indikator efisiensi kedua yaitu kemudahan dalam menjangkau sumberdaya, Negeri Porto termasuk dalam kategori rendah karena untuk menjangkau sumberdaya dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit dan sarana yang dipakai yaitu motor tempel dan perahu sampan, sedangkan Desa Warialau termasuk kategori sedang karena hanya ditempuh waktu kurang dari 20 menit, sumberdaya teripang terdekat sudah dapat terjangkau (khususnya lokasi penelitian). Sasi teripang di Desa Warialau merupakan sasi satu pulau, namun untuk lokasi penelitian hanya berada di depan pemukiman penduduk, sehingga tidak membutuhkan waktu yang relatif lama.

Indikator efisiensi ketiga yaitu pengawasan terhadap sasi sekarang ini di Negeri Porto rendah, karena lebih dari satu minggu baru dilakukan pengawasan, meskipun berdasarkan aturan kewan, bahwa satu minggu sekali, dilakukan pengawasan , namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu, luasnya area pengawasan sedangkan sarana yang dimiliki sangat minim serta kurang didukung oleh partisipasi masyarakat, selain

itu dengan meningkatnya kebutuhan ekonomi dalam keluarga maka tanggung jawab untuk menambah penghasilan keluarga sehingga menyebabkan kepala keluarga yang kadang berprofesi sebagai kewan dan keanggotaannya harus lebih mengutamakan kepentingan keluarga daripada melakukan pengawasan dan lainnya. Hal ini cukup berbeda dengan Desa Warialau karena pengawasan secara tidak langsung juga dilakukan oleh masyarakat setempat, sehingga masih tetap ada kontrol masyarakat, hal ini cukup membantu lembaga adat dalam melaksanakan tugas pengawasan. Umumnya lembaga adat di Desa Warialau masih tetap merasa tugas ini sebagai amanat dari nenek moyang, serta untuk kelestarian sumberdaya sehingga ketaatan pelaksanaan pengawasan masih tinggi yang dilakukan satu-tiga hari bersamaan dengan aktifitas yang dilakukan sebagai nelayan. Yang menjadi kendala pengawasan yaitu luas area pengawasan, sehingga tidak dapat mengontrol nelayan ilegal dari Sulawesi yang melakukan pencurian dengan menggunakan peralatan yang modern.

Untuk indikator efisiensi keempat yaitu kepatuhan terhadap peraturan, bagi Negeri Porto rendah, karena seluruh nelayan dan masyarakat dapat mencapai daerah sasi atau dapat dikatakan bahwa aktifitas masyarakat tidak dibatasi meskipun masih ada sasi. Hal ini disebabkan karena perubahan sistem pemerintahan dari adat menjadi sentralisasi, sehingga peran kewan dan lembaga adat hilang sehingga menyebabkan sanksi yang mengikat tidak berlaku dan kemudian diaktifkan kembali setelah adanya rezim otonomi daerah. Selain itu adanya kekecewaan masyarakat terhadap sistem kontrak atau lelang yang merupakan kebijakan pemerintah negeri dan terjadinya pembauran dan perubahan sosial ekonomi karena masuknya pendatang dengan berbagai profesi serta keluarnya anak-anak muda ke kota untuk melanjutkan pendidikan yang didukung oleh kondisi dimana rendahnya sosialisasi/informasi tentang sasi kepada generasi muda. Sebaliknya di Desa Warialau kepatuhan terhadap peraturan tinggi karena pengawasan sangat ketat baik oleh lembaga adat, pemerintah negeri dan masyarakat, sehingga tidak ada orang yang dapat mengakses daerah sasi. Semakin tinggi derajat kepatuhan masyarakat, berarti rezim itu semakin efisien salah satu unsur pokok dalam ketaatan atau kepatuhan terhadap aturan tradisional di dasari oleh kepercayaan dan ini penting dalam kelangsungan suatu tradisi.

Semakin tinggi derajat kepatuhan masyarakat, berarti rezim itu semakin efisien salah satu unsur pokok dalam ketaatan atau kepatuhan terhadap aturan tradisional di dasari oleh kepercayaan dan ini penting dalam kelangsungan suatu tradisi. Dengan berkurangnya kepercayaan akan mempengaruhi ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Secara keseluruhan rata-rata indikator efisiensi untuk Negeri Porto termasuk kategori sedang, sedangkan Desa Warialau termasuk kategori tinggi.

b. Indikator Keberlanjutan Sosial

Indikator keberlanjutan sosial terdiri dari lima indikator, yaitu pendapatan setelah adanya sasi, kesejahteraan keluarga, keharmonisan masyarakat, tradisi aksi bersama, dan pembahasan tentang masalah-masalah desa. Untuk indikator keberlanjutan yang pertama yaitu pendapatan setelah adanya sasi, keduanya berada pada nilai sedang yaitu antara Rp.200.000-Rp.500.000/bulan. Untuk penduduk desa Warialau meskipun pendapatannya pada tahun 2006, saat buka sasi bisa mencapai Rp.750.000/bulan, namun bukan merupakan pendapatan tetap, karena waktu buka sasi 3-5 tahun. Selain itu pendapatan penduduk negeri Porto dan desa Warialai tidak seluruhnya berasal dari laut, artinya bahwa meskipun termasuk masyarakat pesisir, namun belum semuanya melihat laut sebagai potensi yang dapat dikelola untuk menambah pendapatan keluarga. Hal ini tergambarkan dari jumlah nelayan di Porto sebesar 2,86% serta 15,42% untuk Desa Warialau. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Novaczeket al(2001) bahwa keberlanjutan ekonomi khususnya tingkat pendapatan masyarakat didesa-desa sasi tidaklah lebih baik dari desa yang tidak disasi.

Indikator keberlanjutan yang kedua yaitu kesejahteraan keluarga berkaitan dengan adanya sasi yaitu dilihat dari rumah yang dimiliki, sehingga dapat dijelaskan bahwa Negeri Porto memiliki tingkat kesejahteraan tinggi karena sebagian besar penduduk telah memiliki rumah permanen, hal ini juga didukung dengan mata pencaharian yang bervariasi dengan pendapatan yang juga bervariasi, sebaliknya di Desa Warialau masuk dalam nilai sedang karena sebagian besar penduduk memiliki rumah semi permanen.

Tingkat keharmonisan masyarakat, merupakan indikator keberlanjutan yang ketiga dimana untuk Negeri Porto termasuk dalam penilaian sedang, artinya

bahwa kadang-kadang terjadi perselisihan, sedangkan Desa Warialau penilaian tinggi karena sangat sulit didapati perselisihan dalam masyarakat. Di Negeri Porto, kadang terjadi perselisihan antar nelayan karena akibat persaingan mendapatkan lokasi melaut karena dirasa semakin sempit dan adanya perbedaan peralatan melaut yang dimiliki. Selain itu juga didukung dengan kebiasaan masyarakat yang suka mengkonsumsi minuman keras sebelum melaut serta lemahnya penegakan aturan oleh aparat desa akibat terjadi perubahan sistem pemerintahan. Sebaliknya di Desa Warialau, sulit terjadinya perselisihan karena masih luasnya daerah penangkapan yang didukung dengan melimpahnya hasil laut dan belum adanya perbedaan peralatan melaut yang menyolok, serta penegakan aturan yang tegas karena lembaga adat tetap melaksanakan fungsinya meskipun terjadi perubahan sistem pemerintahan desa.

Selanjutnya yaitu tradisi aksi bersama, dimana pada Negeri Porto memiliki nilai sedang, sedangkan Desa Warialau nilai tinggi. Perbedaannya terletak pada keterlibatan masyarakat dimana pada Negeri Porto masyarakat tidak dilibatkan sedangkan di Desa Warialau baik masyarakat, lembaga adat maupun pemerintah merupakan satu kesatuan yang selalu dilibatkan bersama dalam semua pengambilan keputusan seperti suatu tradisi atau adat istiadat. Tradisi aksi bersama bisa terlihat dalam kegiatan perikanan seperti bameti (pemungutan kerang), membuat perahu, menjahit jaring, menaikan dan menurunkan perahu setelah melaut. Tradisi aksi bersama ini masih terlihat di Desa Warialau sedangkan di Negeri Porto, setiap kegiatan sudah bersifat individu. Hal yang sama juga terlihat untuk tradisi masohi (bekerja gotong royong) dalam membangun baileo, tempat peribadatan, dan rumah. Kebersamaan pemerintah, tokoh adat, tokoh agama dan masyarakat juga terlihat selama penelitian, dimana pada awal diperkenalkan, diberi penjelasan tentang tujuan kedatangan, serta meminta keputusan untuk mendapatkan ijin pelaksanaan penelitian dan akhir saat akan meninggalkan lokasi, sebaliknya untuk Negeri Porto sulit untuk mengumpulkan ketiga komponen ini secara bersama-sama, sehingga lebih sering dilakukan pendekatan secara individu.

Nilai yang sama yaitu sedang untuk Negeri Porto dan tinggi untuk Desa Warialau juga terlihat dari indikator keberlanjutan sosial yang kelima yaitu

pembahasan bersama masalah-masalah desa. Dalam melakukan pembahasan masalah desa di Negeri Porto yaitu sekali sebulan dan yang terlibat lebih dominan yaitu pemerintah dan lembaga adat, sedangkan untuk Desa Warialau pertemuan diadakan sedikitnya sekali seminggu dan semua komponen masyarakat dilibatkan. Secara keseluruhan rata-rata indikator keberlanjutan sosial untuk Negeri Porto termasuk kategori sedang, sedangkan Desa Warialau termasuk kategori tinggi.

c. Indikator Keberlanjutan Biologi

Indikator keberlanjutan biologi pertama yaitu ukuran teripang, untuk Negeri Porto ukuran teripang cenderung menurun, dimana sebelum tahun 2005, ukuran yang didapatkan biasanya ukuran dengan nilai jual termasuk dalam kategori besar, namun setelah tahun 2005, yang ukurannya menjadi ukuran dengan kategori nilai jual sedang. Untuk Desa Warialau, ukuran relatif stabil. Perbedaan ukuran teripang di kedua lokasi cukup berbeda, hal ini disebabkan karena upaya tangkap di negeri Porto sangat tinggi dan semua ukuran teripang bisa diambil dengan bebas. Sebaliknua di desa Warialau upaya tangkap sangat rendah, karena dibatasi oleh waktu buka sasi, serta hanya ukuran tertentu saja yang dapat diambil.

Indikator keberlanjutan biologi yang kedua yaitu hasil tangkapan sumberdaya. Hasi tangkapan teripang di negeri Porto mengalami penurunan sekitar 33.34-50% setiap tahun serta sulit mendapatkan jenis-jenis yang termasuk kategori tinggi atau relatif mahal. Untuk Desa Warialau ada terjadi sedikit penurunan teripang karena penangkapan ilegal oleh nelayan luar daerah yang menggunakan peralatan modern.

d. Indikator Pemerataan

Indikator pemerataan terdiri dari 3 indikator yaitu kesempatan memanfaatkan sumberdaya, pemerataan hasil, dan kesempatan bagi nelayan lokal. Dari indikator pemerataan yang pertama, terlihat bahwa Negeri Porto dan Desa Warialau memiliki nilai yang tinggi, hal ini disebabkan karena seluruh masyarakat dapat memanfatkan sumberdaya. Selanjutnya untuk indikator yang kedua yaitu pemerataan hasil, Negeri Porto memiliki nilai sedang karena hasil sasi hanya

dibagi untuk pemerintah negeri dan lembaga adat, sedangkan Desa Warialau dibagi untuk pemerintah negeri, lembaga adat dan gereja. Sedangkan indikator pemerataan yang terakhir yaitu kesempatan bagi nelayan lokal kedua lokasi mempunyai nilai yang sama yaitu tinggi, karena nelayan lokal bebas mengakses area sasi, namun disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, seperti untuk area penangkapan ikan yaitu di laut dalam, hanya untuk memancing yang dapat dilakukan di area pasang surut. Dari keseluruhan indikator pemerataan terlihat bahwa kedua lokasi ini mempunyai nilai rata-rata dengan kategori tinggi.

Dari keempat indikator kinerja pelaksanaan sasi teripang di Negeri Porto dan Desa Warialau menunjukan nilai yang berbeda, yaitu nilai sedang untuk Negeri Porto dan tinggi untuk Desa Warialau ( Tabel 22). Dari Tabel 22 ini terlihat bahwa nilai terendah untuk Negeri Porto yaitu kemudahan dalam menjangkau sumberdaya dan pengawasan terhadap sasi sekarang ini. Kedua hal ini mempunyai hubungan dimana salah satu penyebab lemahnya pengawasan juga karena wilayah yang luas, sehingga sulit dipantau.

Tabel 22. Indikator Kinerja Pelaksanaan Sasi Teripang di Negeri Porto dan Desa Warialau

Indikator-Indikator Negeri Porto Desa Warialau I. Indikator Efisiensi

1. Pengambilan Keputusan secara bersama 2. Kemudahan dalam menjangkau sumberdaya 3. Pengawasan terhadap sasi sekarang ini 4. Kepatuhan terhadap peraturan

II. Indikator Keberlanjutan Sosial 1. Pendapatan setelah adanya sasi

2. Kesejahteraan keluarga berkaitan dengan sasi 3. Keharmonisan masyarakat setelah adanya sasi 4. Tradisi aksi bersama

5. Pembahasan tentang masalah-masalah desa III.Indikator Keberlanjutan Sumberdaya 1. Ukuran teripang

2. Hasil tangkapan teripang IV. Indikator Pemerataan

1. Kesempatan memanfaatkan sumberdaya 2. Pemerataan Hasil

3. Kesempatan Bagi Nelayan Lokal

2 1 1 2 2 3 2 2 2 Ukuran mengecil Menurun 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 Relatif stabil Sedikit menurun 3 3 3 Jumlah 25 33 Rata-Rata 2 3

Sumber : Data Lapangan, 2008

Dokumen terkait