• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6.1 Pengertian Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)

Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan diklinik IMS mencakup: (a) Melaksanakan kegiatan pencegahan seperti promosi kesehatan mengenai perilaku seks yang aman, (b) Melaksanakan pelayanan yang ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi, (c) Memberikan layanan pemeriksaan dan pengobatan bagi mereka yang telah tertular IMS, (d) Melaksanakan kegiatan penapisan untuk IMS Asintomatic bagi semua populasi yang beresiko secara rutin sedikitnya sekali setiap 3 ( tiga ) bulan, (e) Memberikan layanan konsling, pemeriksaan, dan pengobatan bagi pasangan tetap klin pekerja seks melalui sistem partner notification, (f) Menjalankan sistem monitoring dan surveilens, (g) Memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk mencegah atau mengobati IMS (KPA Nasional, 2005 )

Maksud dan tujuan dari layanan IMS adalah untuk menjalankan fungsi kontrol dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, Pria, Waria, pelanggan PSK, dan pasangan seks tetapnya. (KPA Nasional, 2005).

2.6.2 Standar Minimum Klinik IMS

Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Klinik IMS yang dikembangkan melalui kerjasama Kemenkes RI, USAID dan Family Health International (2007) menyebutkan bahwa struktur di dalam klinik IMS harus mempunyai fungsi seperti hal berikut ini :

a. Ruang tunggu dan registrasi; b. Ruang pemeriksaan;

c. Laboratorium untuk memfasilitasi secepatnya diagnosa dan pengobatan pada pasien, sebaiknya ruang pemeriksaan dan laboratorium berdampingan tetapi dipisahkan dengan sebuah horden atau sekat;

d. Ruang pengobatan dan konseling. Setiap bangunan klinik harus dipelihara dengan baik untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman, aman, dan hygienis. Setiap klinik harus memelihara peralatan kliniknya dalam keadaan bekerja dengan baik. Setiap waktu kewaspadaan universal untuk mencegah penularan infeksi melalui darah dan indikator lain untuk mengendalikan infeksi harus diterapkan.

Standar minimum klinik IMS telah dikembangkan untuk memperbaiki kualitas diagnosis dan pengobatan IMS secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya setiap klinik IMS harus sesuai dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Kegiatan pencegahan seperti promosi kesehatan mengenai perilaku seksual yang aman;

b. Pelayanan ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi; c. Kelompok inti misalnya pekerja seks, IDU;

d. Kelompok “penghubung” pelanggan mereka;

e. Pelayanan yang efektif yaitu pengobatan secepatnya bagi orang dengan gejala IMS;

f. Program penapisan dan pengobatan secepatnya untuk IMS dan yang tanpa gejala pada kelompok resiko tinggi yang menjadi sasaran;

g. Program penatalaksanaan mitra seksual; h. Sistem monitoring dan surveilen yang efektif;

i. Jika sebagai model klinik untuk klinik-klinik yang ada disekitarmya harus berusaha untuk melaksanakan pelayanan klinik IMS yang sama, dengan memberikan pelatihan yang sesuai pada klinik-klinik tersebut,\

j. Bentuk pelayanan IMS dan promosi yang diberikan harus berdasarkan pada pengetahuan dari kelompok sasaran dalam kebiasaannya mencari pengobatan (Kemenkes, USAID, FHI 2007).

2.6.3 Petugas Kesehatan di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)

Setiap klinik harus mempunyai staf yang ramah, client-oriented, tidak menghakimi dan dapat menjaga konfidensialitas atau kenyamanan dan kerahasiaan serta dapat melakukan fungsi-fungsi berikut ini dengan baik yaitu dalam hal :

1) Administrasi klinik, registrasi pasien, pencatatan dan pelaporan;

2) Anamnesis kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, pemeriksaan fisik dan pengobatan;

3) Laboratorium berdasarkan tes diagnostik; 4) Konseling;

5) Memilihara standar klinik untuk penatalaksanaan IMS (Kemenkes RI, USAID, FHI 2007).

2.6.4 Pengelolaan Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS)

Pengelolaan klinik infeksi menular seksual (IMS) mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu :

1. Pengelolaan Syndrom yang Disempurnakan (Enhanced Syndromic Management)

Semua klinik harus dapat menerapkan “Pengelolaan Syndrom yang disempurnakan” untuk IMS yang mencakup:

(a) Anamnesis kesehatan seksual yang baik;

(b) Pemeriksaan fisik yang benar dan adekuat (termasuk spekulum dan pemeriksaan bimanual dari saluran reproduksi pasien wanita, dan pemeriksaan rektum jika ada indikasi);

(c) Pemeriksaan laboratorium yang secepatnya, supaya hasil pemeriksaan tersedia sebelum pasien meninggalkan klinik;

(d) Pengobatan segera, langsung dan tepat, konseling dan tindak lanjutnya bagi setiap pasien.

2. Standar Pengobatan

Semua klinik harus mengelola IMS menurut “Prosedur Tetap Penatalaksanaan Penderita Penyakit Menular Seksual dengan Pendekatan Sindrom dan Laboratorium‟ yang diterbitkan oleh PPM&PLP (2004), atau terbitan revisi lanjutannya.

3. Obat-obatan dan bahan habis pakai

Semua klinik harus tetap menjaga adanya pengadaan obat-obatan utama yang dibutuhkan untuk pengobatan IMS yang tepat (seperti dalam „standar pengobatan‟), atau memiliki akses untuk obat-obatan ini melalui apotik setempat atau sumber lainnya. Pengadaan obat-obatan ini di klinik harus dijaga dengan seksama untuk memastikan adanya persediaan yang cukup dan berkesinambungan. Semua obat-obatan dan bahan habis pakai harus disimpan dengan tepat dan tidak melampui tanggal kadaluwarsanya. Semua klinik yang memberikan pengobatan antibiotik, khususnya melalui injeksi. intramuskular,

harus mempunyai perlengkapan yang cukup dan siap untuk menangani reaksi alergi atau anafilaktik.

4. Peralatan Klinik.

Setiap klinik harus menjaga agar peralatan klinik dalam keadaan bekerja dengan baik (Kemenkes RI, USAID dan FHI, 2007).

2.6.5 Strategi Dasar Intervensi Khusus untuk Klinik IMS di Indonesia Strategi dasar intervensi khusus untuk klinik IMS di Indonesia, dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini :

1. Kurangi waktu infektifitas untuk mencegah penularan dan komplikasi lebih lanjut melalui deteksi dini (penemuan kasu) dan pengobatan.

Tindakan intervensi yang dilakukan diantaranya yaitu :

(a) Penemuan kasus secara aktif melalui penapisan, pengawasan dan notifikasi pasangan;

(b) Memperbaiki akses yang efektif pada perawatan medis mencakup biaya, mutu, lokasi dan wakt;

(c) Meningkatkan kepekaan terhadap IMS dengan memperbaiki pengetahuan tentang gejala dan kebiasaan untuk mencari perawatan kesehatan;

(d) Enhanced Syndromic Management dari IMS misalnya memperpendek atau hilangkan waktu tunggu antara kunjungan keklinik IMS sampai pengobatan IMS.

2. Kurangi terkenanya infeksi dari orang yang rentan jika terpapar dengan mengurangi efisiensi penularan perpaparan.

Tindakan intervensi yang dilakukan diantaranya yaitu : (a) Tingkatkan penggunaan kondom;

(b) Kurangi praktek seksual yang beresiko misalnya hubungan seks melalui anal tanpa perlindungan;

(c) Kurangi faktor pendamping yang kritis misalnya obati IMS untuk mengurangi HIV;

(d) Promosi kebersihan alat genital misalnya mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual.

3. Kurangi paparan dari orang yang rentan terhadap orang yang terinfeksi melalui modifikasi perilaku dari orang yang rentan, orang yang diketahui tekena infeksi dan perilaku orang yang berpotensi untuk terkena infeksi.

Tindakan intervensi yang dilakukan antara lain yaitu :

(a) Promosikan penundaan kegiatan seksual atau mengurangi angka pertukaran pasangan;

(b) Promosikan tes secara meluas seperti konseling dan tes HIV secara sukarela;

(c) Kembangkan dan promosikan pesan media dengan target orang yang terkena atau berpotensi terkena infeksi untuk melindungi pasangannya; (d) Promosikan kesehatan dan kebersihan alat genital;

(e) Kurangi paparan pada masyarakat yang melakukan seksual beresiko sangat tinggi dan ciptakan upaya-upaya pencegahannya (Kemenkes RI, USAID, FHI 2007).

Dokumen terkait