• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Komponen Dinamika Struktur Tegakan (DST)

Untuk menduga besarnya rekrutmen digunakan Persamaan [4] dan [5] yang dikembangkan oleh Buongiorno dan Michie (1980) serta Michie dan Buongiorno (1984) dengan menggunakan peubah tegakan sebagai peubah penduga, yaitu jumlah pohon total dan jumlah luas bidang dasar total. Penduga parameter regresi linier berganda pada Persamaan [4] (P4LR) ditentukan dengan metode sesuai dengan pemenuhan asumsi yang mendasari regresi linier berganda, sedangkan pada Persamaan [4] (P5LR) selain dengan metode seperti pada P4LR, juga dengan metode “seemingly unrelated regression”, yaitu secara serentak bersama-sama ai dan bi (P5SUR).

Tabel 7 Dugaan parameter persamaan regresi penduga rekrutmen Koefisien regresi

Metode Kelompok jenis β

0 β1 β2 a1 Fhitung Sig. R² D 13,73** (2,89) -1,27* (0,53) 0,08* (0,03) --- 3,34 0,04 0,074 P4LR ND -3,26 (4,55) 1,02 (0,61) 0,06** (0,02) --- 22,5 0,00 0,422 D 6,67* (2,57) 0,64 (0,41) -0,004 (0,08) 0,72** (0,20) 93,48 0,00 0,825 P5LR ND -3,99* (1,83) -0,61 (0,60) 0,20** (0,08) 0,73** (0,08) 1552,19 0,00 0,988 D 8,07** (2,38) -0,12 (0,57) 0,076 (0,08) 0,64** (0,18) --- 0,00 0,739 P5SUR ND -3,19 (3,54) -2,00** (0,73) 0,37** (0,10) 0,57** (0,14) --- 0,00 0,912 Keterangan : D = dipterocarpaceae; ND = nondipterocarpaceae P4LR = Persamaan [4] dengan linear regression biasa P5LR = Persamaan [5] dengan linear regression biasa P5SUR = Persamaan [5] dengan SUR

* berpengaruh nyata (α = 0,05) ** berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) Sig. = p-value (H0 diterima bila Sig. ≥α)

Dari hasil penduga rekrutmen dengan metode P4LR) pada KJD diketahui bahwa rekrutmen berkurang 1,27 pohon ha-1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 m² ha-1 luas bidang dasar, namun bertambah sebesar 0,08 pohon ha-1 per 3 tahun untuk setiap peningkatan 1 pohon ha-1 (Tabel 7). Kecenderungan hubungan seperti itu sesuai dengan Michie & Buongiorno (1984) yang menyatakan bahwa rekrutmen berbanding terbalik dengan luas bidang dasar tetapi berbanding lurus dengan jumlah pohon. Kesesuaian ini juga terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode P5LR pada KJN dan P5SUR baik pada KJN maupun KJD. Namun, pola hubungan seperti itu tidak terjadi pada penduga rekrutmen dengan metode P4LR pada KJN dan metode P5LR pada KJD. Ketidakkonsistenan tersebut mungkin karena data yang ada atau model regresi yang digunakan belum cukup bisa menjelaskan fenomena rekrutmen yang sebenarnya terjadi di alam. Hal tersebut ditunjukan oleh relatif besarnya nilai galat baku pada beberapa dugaan parameter persamaan regresinya (Tabel 7), sehingga beberapa nilai koefisien tersebut tidak nyata pada tingkat keyakinan 95%. Selain karena keterbatasan model,

39

ketidakkonsistenan tanda pada koefisien regresi dan adanya hubungan yang tidak nyata tersebut mungkin juga terjadi karena rekrutmen dalam tegakan merupakan suatu proses yang acak (Buongiorno et al. 1995).

Ketidakkonsistenan seperti ini juga terjadi pada persamaan rekrutmen dengan Metode II dan Metode III hasil penelitian Michie & Buongiorno (1984) pada hutan campuran di Wisconsin dan Michigan. Persamaan rekrutmen juga tidak bisa diperoleh oleh Mendoza & Setyarso (1986) pada hutan alam produksi di Kalimantan Selatan karena tidak ada hubungan yang nyata antar peubah penyusun modelnya.

Penduga nilai proporsi pohon tetap (ai) dan proporsi pohon tambah tumbuh (bi)

pada masing-masing kelas diameter (KD) untuk setiap kelompok jenis (KJ), ditentukan dengan menggunakan 4 (empat) metode, seperti yang telah diuraikan dalam Bab Metode Penelitian. Persamaan penduga nilai proporsi pohon tetap (ai) dan proporsi

pohon tambah tumbuh (bi) dengan menggunakan Metode I (Met-1), disajikan pada

Tabel 9; sedangkan nilai proporsi pohon tetap (ai) dan proporsi pohon tambah tumbuh

(bi) dengan Metode II, III dan IV (Met-2, Met-3 dan Met-4), diringkas dalam Tabel 9.

Dari Tabel 8a diketahui bahwa persamaan penduga proporsi tambah tumbuh pada KJD menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata (p-value < 0,05) untuk KD15 (kelas diameter 15,0-19,9), KD40, dan KD50 dengan koefisien determinasi (R²) berkisar 8,9-15,9%, sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata (p-value > 0,05). Persamaan penduga proporsi tetap pada KJD juga menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD15, KD40, dan KD50 dengan R² berkisar 9,9-15,6% (Tabel 8b), untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata.

Persamaan penduga proporsi tambah tumbuh pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata pada KD15, KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 7,7-14,9% (Tabel 8c), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata. Persamaan penduga proporsi tetap pada KJN menunjukkan pengaruh peubah bebas yang nyata untuk KD20, KD25, KD30, dan KD35 dengan R² berkisar 8,1- 19,9% (Tabel 8d), sedangkan untuk KD lainnya pengaruh peubah bebas tidak nyata.

Keseluruhan persamaan penduga proporsi tambah tumbuh dan tetap baik pada KJD maupun KJN memiliki R² kurang dari 50%, dengan kisaran 1,6-15,9% (tambah tumbuh KJD); 0,2-15,6% (tetap KJD); 2,8-14,9% (tambah tumbuh KJN); dan 0,2-19,9% (tetap KJN). Bervariasi atau lebarnya rentang nilai R² tersebut menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST mungkin bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ. Bahkan pada KD-KD tertentu peubah-peubah

bebas yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan contoh yang ada, belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap proporsi tambah tumbuh ataupun proporsi tetap baik pada KJD maupun KJN.

Hasil penelitian Krisnawati (2001) pada hutan alam bekas tebangan tanah kering di Kalimantan Tengah, menunjukan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 20,1-37,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari kerapatan pohon, luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 11,8-29,3%. Hasil kajian Labetubun et al. (2004) di Maluku Utara menunjukan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar dan diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 10,7-14,6% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter pohon menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 12,4-29,6%. Lin et al. (1996), dalam penelitiannya pada hutan “northern hardwood“ di Wisconsin USA, mendapatkan bahwa persamaan penduga tambah tumbuh yang disusun sebagai fungsi dari luas bidang dasar, diameter dan diameter kuadrat menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 9-12% dan persamaan penduga mortalitas yang disusun sebagai fungsi dari diameter dan diameter kuadrat menghasilkan koefisien determinasi dalam kisaran 3-9%. Suhendang (1998) menyatakan bahwa untuk data yang berasal dari alam, nilai R² yang rendah dapat dipengaruhi oleh karena tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati maupun non hayati dan interaksi di antara faktor-faktor tersebut.

Secara umum, dari keseluruhan persamaan pada setiap KD dengan menggunakan Metode I ini, tanda pada nilai koefisien regresi untuk setiap peubah bebas memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan arah hubungan sehingga tanda dari nilai koefisien tersebut tidak dapat ditafsirkan untuk menggambarkan arah hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebasnya. Ketidakkonsistenan arah hubungan tersebut, seperti halnya rentang nilai koefisien determinasi yang lebar, semakin menunjukkan bahwa peranan peubah bebas dalam menerangkan komponen DST kemungkinan bersifat spesifik untuk setiap KD pada masing-masing KJ.

41

Tabel 8 Koefisien regresi penduga proporsi tambah tumbuh dan tetap dengan Metode I

(a) Proporsi tambah tumbuh pada KJD

KD (cm) b0 b1 b2 b3 b4 b5 Fhit. (Sig.) adj. s 15,0–19,9 0,290 0,021 -0,211 0,004 0,015 -0,019 5,22 (0,000) 0,16 0,18 20,0–24,9 0,367 -0,063 0,297 -0,012 0,008 0,017 2,38 (0,077) 0,08 0,24 25,0–29,9 0,365 0,011 -0,098 -0,018 0,008 0,0003 0,88 (0,498) 0,03 0,26 30,0–34,9 0,490 0,037 0,149 -0,111 0,003 -0,004 0,56 (0,730) 0,02 0,30 35,0–39,9 0,371 0,007 0,397 -0,055 0,009 -0,005 0,65 (0,659) 0,02 0,35 40,0–44,9 0,413 -0,033 -0,102 -0,026 0,007 0,054 2,55 (0,031) 0,09 0,31 45,0–49,9 0,441 -0,026 1,376 -0,069 0,005 0,014 0,39 (0,857) 0,02 0,34 50,0–54,9 0,429 -0,079 -0,118 -0,002 0,019 0,047 3,03 (0,013) 0,11 0,37 55,0–59,9 0,212 -0,045 -2,266 0,126 0,007 0,056 0,84 (0,525) 0,04 0,39 (b) Proporsi tetap pada KJD

KD (cm) b0 b1 b2 b3 b4 b5 Fhit. (Sig.) adj. s 15,0–19,9 0,558 0,025 0,037 0,002 -0,012 0,025 3,03 (0,013) 0,10 0,20 20,0–24,9 0,616 0,061 -0,353 0,008 -0,005 -0,024 2,06 (0,073) 0,07 0,25 25,0–29,9 0,546 -0,008 0,280 -0,010 -0,002 -0,005 0,26 (0,935) 0,01 0,26 30,0–34,9 0,447 -0,013 -0,236 0,078 -0,001 0,006 0,58 (0,719) 0,02 0,31 35,0–39,9 0,490 0,011 0,074 0,027 -0,006 0,007 0,16 (0,976) 0,01 0,35 40,0–44,9 0,558 0,021 0,100 0,038 -0,005 -0,061 2,98 (0,014) 0,10 0,30 45,0–49,9 0,507 -0,018 0,113 0,095 -0,006 -0,018 0,50 (0,778) 0,02 0,34 50,0–54,9 0,437 0,058 0,984 0,051 -0,020 -0,058 4,29 (0,001) 0,15 0,39 55,0–59,9 0,644 0,017 -0,284 -0,043 0,001 -0,031 0,48 (0,788) 0,02 0,40 60 up 0,882 0,040 0,433 -0,077 -0,001 0,006 0,05 (0,998) 0,00 0,16 (c) Proporsi tambah tumbuh pada KJN

KD (cm) b0 b1 b2 b3 b4 b5 Fhit. (Sig.) adj. s 15,0–19,9 0,304 -0,014 -0,062 -0,012 0,012 -0,007 2,39 (0,041) 0,08 0,12 20,0–24,9 0,312 -0,021 0,038 -0,030 0,011 -0,009 4,10 (0,002) 0,13 0,13 25,0–29,9 0,249 -0,006 0,311 -0,029 0,007 -0,017 2,70 (0,023) 0,09 0,15 30,0–34,9 0,364 0,024 -0,869 -0,022 0,010 -0,013 3,12 (0,011) 0,10 0,18 35,0–39,9 0,369 -0,040 -0,196 0,018 0,012 -0,025 4,35 (0,001) 0,13 0,20 40,0–44,9 0,362 -0,011 0,021 -0,022 0,002 -0,009 0,78 (0,569) 0,03 0,22 45,0–49,9 0,390 -0,051 -0,135 0,013 0,010 -0,016 0,94 (0,455) 0,04 0,27 50,0–54,9 0,292 -0,062 0,374 0,065 0,012 -0,018 2,11 (0,068) 0,08 0,25 55,0–59,9 0,316 0,004 1,605 -0,090 0,010 -0,008 1,20 (0,315) 0,05 0,32

(d) Proporsi tetap pada KJN

KD (cm) b0 b1 b2 b3 b4 b5 Fhit. (Sig.) adj. s 15,0–19,9 0,706 -0,051 0,154 0,067 -0,009 -0,010 2,25 (0,053) 0,07 0,15 20,0–24,9 0,526 0,026 -0,114 0,055 -0,009 0,028 4,31 (0,001) 0,14 0,14 25,0–29,9 0,684 -0,028 -0,174 0,071 -0,006 0,015 3,27 (0,008) 0,10 0,14 30,0–34,9 0,522 -0,028 0,868 0,059 -0,011 -0,011 2,85 (0,018) 0,10 0,20 35,0–39,9 0,630 0,020 -0,217 0,039 -0,013 0,005 2,53 (0,032) 0,08 0,21 40,0–44,9 0,592 0,043 -0,438 0,0001 -0,006 0,003 0,72 (0,613) 0,03 0,23 45,0–49,9 0,580 0,051 -0,741 0,012 -0,007 -0,0003 1,20 (0,313) 0,04 0,26 50,0–54,9 0,647 0,047 -1,060 -0,017 -0,011 0,009 1,07 (0,380) 0,04 0,28 55,0–59,9 0,673 -0,056 -0,169 0,111 -0,006 -0,007 0,06 (0,998) 0,00 0,36 60 up 0,853 0,017 0,466 -0,047 0,004 0,002 0,51 (0,766) 0,02 0,15 Keterangan :

b0 = koefisien elevasi (intersep)

b1 = koefisien regresi pengaruh X1 (jumlah pohon berdiameter 15 cm up ha-1)

b2 = koefisien regresi pengaruh X2 (jumlah pohon ha-1 pada KD ke-i)

b3 = koefisien regresi pengaruh X3 (jumlah luas bidang dasar (lbds) pohon berdiameter 15 cm up ha-1) b4 = koefisien regresi pengaruh X4 [waktu (tahun) setelah penebangan]

b5 = koefisien regresi pengaruh X5 [ketinggian dari permukaan laut (m)]

Tabel 9 Nilai dugaan proporsi tambah tumbuh (bi) dan tetap (ai) dengan tiga metode

Dipt Non Dipt

Koefisien

Met-2 Met-3 Met-4

Koefisien

Met-2 Met-3 Met-4

a1 0.72 0.64 0.69 a1 0.73 0.57 0.71 (0.20)** (0.18)** (0.03) (0.08)** (0.14)** (0.02) b2 0.22 0.18 0.24 b2 0.10 0.10 0.22 (0.06)** (0.05)** (0.03) (0.05)* (0.04)** (0.02) a2 0.74 0.79 0.60 a2 0.97 0.95 0.67 (0.06)** (0.05)** (0.04) (0.09)** (0.06)** (0.02) b3 0.05 0.07 0.30 b3 0.22 0.31 0.22 (0.03)t (0.03)** (0.04) (0.04)** (0.04)** (0.03) a3 0.85 0.82 0.54 a3 0.70 0.66 0.64 (0.06)** (0.05)** (0.04) (0.08)** (0.08)** (0.02) b4 0.22 0.17 0.34 b4 0.38 0.38 0.23 (0.06)** (0.04)** (0.04) (0.05)** (0.04)** (0.02) a4 0.61 0.67 0.52 a4 0.74 0.71 0.64 (0.09)** (0.06)** (0.05) (0.07)** (0.05)** (0.03) b5 0.61 0.55 0.37 b5 0.14 0.14 0.25 (0.08)** (0.06)** (0.05) (0.05)* (0.04)** (0.03) a5 0.51 0.67 0.64 a5 0.89 0.88 0.70 (0.07)** (0.06)** (0.06) (0.08)** (0.05)** (0.04) b6 0.38 0.26 0.31 b6 0.43 0.32 0.22 (0.07)** (0.05)** (0.06) (0.07)** (0.06)** (0.03) a6 0.65 0.72 0.61 a6 0.54 0.78 0.72 (0.08)** (0.05)** (0.05) (0.09)** (0.06)** (0.04) b7 0.30 0.30 0.34 b7 0.23 0.31 0.23 (0.06)** (0.05)** (0.05) (0.05)** (0.04)** (0.04) a7 0.56 0.61 0.63 a7 0.53 0.48 0.75 (0.10)** (0.09)** (0.06) (0.08)** (0.06)** (0.04) b8 0.36 0.29 0.31 b8 0.31 0.47 0.19 (0.10)** (0.06)** (0.06) (0.09)** (0.06)** (0.05) a8 0.47 0.48 0.63 a8 0.63 0.59 0.71 (0.08)** (0.07)** (0.07) (0.09)** (0.07)** (0.05) b9 0.34 0.48 0.30 b9 0.14 0.13 0.22 (0.09)** (0.07)** (0.07) (0.08)** (0.05)** (0.04) a9 0.54 0.62 0.63 a9 0.68 0.58 0.72 (0.10)** (0.11)** (0.07) (0.09)** (0.06)** (0.06) b10 0.45 0.46 0.31 b10 0.37 0.33 0.19 (0.13)** (0.11)** (0.07) (0.08)** (0.07)** (0.06) a10 1.04 1.03 0.93 a10 1.06 1.06 0.91 (0.04)** (0.04)** (0.03) (0.05)** (0.03)** (0.03)

Keterangan : angka dalam kurung adalah nilai galat baku

* : berpengaruh nyata (α = 5%); ** : berpengaruh sangat nyata (α = 1%)

Berdasarkan nilai-nilai ai dan bi pada Tabel 9, dapat dihitung nilai mortalitas untuk

masing-masing KD pada setiap metode, yaitu dengan formulasi : mi = 1 − ai− bi. Hasil

perhitungan menunjukan bahwa mortalitas bernilai negatif terjadi pada beberapa KD yang dihasilkan Metode II dan III, baik pada KJD maupun KJN (Tabel 10). Mortalitas negatif terjadi karena jumlah proporsi tetap dan tambah tumbuh pada KD yang sama lebih dari satu. Dari simulasi proyeksi ST juga diketahui bahwa proporsi tambah tumbuh dan tetap pada beberapa KD dengan Metode I juga menghasilkan nilai yang negatif. Mortalitas bernilai negatif juga diperoleh dalam hasil penelitian Michie &

43

Buongiorno (1984) menggunakan Metode II dan III. Proporsi tambah tumbuh, tetap dan mortalitas bernilai negatif adalah hal yang tidak dapat diterima, karena tidak logis. Hal yang juga tidak logis dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya proporsi tetap yang nilainya lebih dari satu pada KD terbesar pada Metode II maupun Metode III.

Tabel 10 Mortalitas berdasarkan matriks transisi dengan tiga metode

Mortalitas KJD Mortalitas KJN

Kelas

Diameter Metode2 Metode 3 Metode 4 Metode2 Metode 3 Metode 4

15-19,99 0.039 0.053 0.069 0.122 0.012 0.070 20-24,99 0.214 0.139 0.103 -0.186 -0.260 0.104 25-29,99 -0.070 0.012 0.119 -0.087 -0.037 0.130 30-34,99 -0.218 -0.221 0.115 0.114 0.148 0.101 35-39,99 0.117 0.069 0.047 -0.318 -0.201 0.075 40-44,99 0.057 -0.019 0.048 0.226 -0.091 0.057 45-49,99 0.075 0.109 0.056 0.162 0.049 0.063 50-54,99 0.190 0.036 0.075 0.232 0.285 0.072 55-59,99 0.012 -0.078 0.057 -0.053 0.097 0.085 60 UP -0.041 -0.031 0.071 -0.062 -0.056 0.092

Rata-rata proporsi pohon tambah tumbuh, mati, dan tetap pada setiap KD dan KJ dalam periode waktu 3 tahun yang diperoleh dengan Metode IV disajikan pada Gambar 5. Periode waktu 3 tahun dipilih sesuai dengan Suhendang (1997) yang menyarankan bahwa periode waktu yang optimal untuk pengukuran ulang PUP HABT lahan kering adalah tiap 3 tahun bagi PUP tanpa pemeliharaan.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 10 20 30 40 50 60 70 Kelas Diameter (cm) P rop or si 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 10 20 30 40 50 60 70 Kelas Diameter (cm) Pr opo rs i

Gambar 5 Diagram proporsi tambah tumbuh (฀), tetap (•) dan mati (◊) dengan Metode IV.

Proporsi pohon yang tetap berada dalam KD tertentu untuk semua KD lebih besar dibanding proporsi pohon tambah tumbuh dan proporsi pohon mati, baik pada KJD maupun KJN. Proporsi pohon tetap pada KJN cenderung lebih besar dibanding KJD, sebaliknya proporsi pohon tambah tumbuh pada KJN cenderung lebih kecil dibanding KJD. Proporsi tambah tumbuh, tetap dan mortalitas pada KJD memiliki keragaman antar KD yang lebih tinggi dibanding KJN. Proporsi pohon tambah tumbuh pada KJD berkisar 0,241-0,365 dan pada KJN 0,187-0,254; Proporsi pohon tetap pada KJD berkisar 0,520-0,929 dan pada KJN 0,644-0,908; Proporsi pohon yang mati berkisar 0,047-0,119 pada KJD dan 0,057-0,130 pada KJN.

Hasil penelitian Krisnawati (2001) pada hutan alam 6 tahun setelah tebangan di Kalimantan Tengah, dengan lebar KD 5 cm dan periode pertumbuhan 2 tahun diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,300-0,380 pada KJD dan 0,120-0,260 pada KJN; proporsi tetap berkisar 0,580-0,960 pada KJD dan 0,660-0,900 pada KJN. Rusolono et al. (1997) pada hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Selatan, dengan lebar KD 10 cm dan periode pertumbuhan 2 tahun diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,110- 0,430 pada KJ Meranti dan 0,070-0,300 pada KJ Non Meranti; proporsi tetap berkisar 0,510-0,850 pada KJ Meranti dan 0,700-0,900 pada KJ Non Meranti. Mendoza & Setyarso (1986) pada hutan alam bekas tebangan di Kalimantan Selatan, dengan lebar KD 5 cm dan periode pertumbuhan 2 tahun untuk semua jenis diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,131-0,303 dan proporsi tetap berkisar 0,691-0,970.

Michie & Buongiorno (1984) pada hutan campuan di Wisconsin dan Michigan, dengan lebar KD 5 cm dan periode pertumbuhan 3 tahun diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,190-0,300 dan proporsi tetap berkisar 0,650-0,860. Hao et al. (2005) pada hutan campuran di Changbai Mountain, Northeastern China, dengan lebar KD 4 cm (periode pertumbuhan tidak diketahui) untuk semua jenis diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,136-0,382 dan proporsi tetap berkisar 0,585-0,818. Ingram & Buongiorno (1996) pada hutan dipterocarp campuran dataran rendah di Malaysia, dengan lebar KD 10 cm dan periode pertumbuhan 1 tahun diperoleh proporsi tambah tumbuh berkisar 0,030-0,050 pada KJD dan 0,000-0,002 pada KJN; proporsi tetap berkisar 0,930-0,980 pada KJD dan 0,970-0,980 pada KJN (Lampiran 14)

4.4 Simulasi Proyeksi Struktur Tegakan

Simulasi proyeksi ST dilakukan dengan mencoba komponen DST yang diperoleh dengan ke empat metode. Simulasi proyeksi ST menggunakan komponen DST Metode I menghasilkan jumlah pohon tambah tumbuh dan tetap yang nilainya negatif pada beberapa KD baik pada KJD maupun KJN. Proyeksi beberapa tahun ke depan juga menghasilkan jumlah pohon berdiameter 15 cm ke atas dengan jumlah lebih dari 800 pohon per ha. Sutisna (1997) menyatakan bahwa jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas pada hutan klimaks di Indonesia umumnya berkisar antara 400-600 pohon per ha. Sedangkan Elias (1997) melaporkan bahwa di Kalimatan Timur jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas sebelum penebangan bisa mencapai 746 pohon per ha.

Simulasi proyeksi ST menggunakan komponen DST metode II, III dan IV tidak menghasilkan jumlah pohon tambah tumbuh dan tetap yang nilainya negatif, namun menghasilkan jumlah pohon berdiameter 15 cm ke atas dengan jumlah lebih dari 800

45

pohon per ha dan tidak bisa mencapai ST kondisi tunak (steady state). Bahkan pada Metode II dan III menghasilkan ST yang tidak memenuhi kaidah huruf “J” terbalik yang lazim pada ST hutan alam. Fenomena seperti itu kemungkinan disebabkan karena jumlah proporsi tambah tumbuh dan tetapnya yang lebih dari satu atau rekrutmen berdasarkan model yang cenderung “overestimate”.

Penggunaan nilai rekrutmen yang merupakan rata-rata hitung (konstanta) menghasilkan ST yang berbeda, namun tidak merubah kecenderungan hasil yaitu tetap menghasilkan jumlah pohon tambah tumbuh dan tetap yang nilainya negatif pada Metode I, jumlah pohon berdiameter 15 cm ke atas dengan jumlah lebih dari 800 pohon per ha, tidak bisa mencapai ST kondisi tunak atau ST yang tidak memenuhi kaidah huruf “J” terbalik pada Metode II dan III. Hal ini kemungkinan lebih disebabkan karena jumlah proporsi tambah tumbuh dan tetapnya yang lebih dari satu.

Fenomena yang berbeda ditunjukan oleh hasil simulasi DST menggunakan Metode IV dan nilai rekrutmen yang merupakan rata-rata hitung. Nilai komponen DST dan hasil simulasinya memenuhi keempat kriteria penerimaan di atas, selain itu hasil uji khi kuadrat pembandingan ST dugaan menggunakan Metode IV dengan ST aktual pada rentang proyeksi 15 tahun, dari 9 pembandingan, 6 diantaranya menunjukan ST yang tidak berbeda pada tingkat kepercayaan 99% (Tabel 11). Hasil pengujian khi kuadrat terhadap ST pada kondisi steady state dibandingkan ST old growth forest (Ingram & Buongiorno 1996), menunjukan tidak ada perbedaan pada tingkat kepercayaan 99%.

Tabel 11 Pembandingan ST dugaan (Metode IV) dengan ST aktual pada rentang proyeksi 15 tahun

Dipt Non Dipt All Sp

PUP

χ² p-value Kesimpulan χ² p-value Kesimpulan χ² p-value Kesimpulan 1 16.3 0.060 Tdk Berbeda 14.3 0.113 Tdk Berbeda 20.2 0.017 Tdk Berbeda 2 24.4 0.002 Berbeda 30.8 0.000 Berbeda 41.3 0.000 Berbeda 3 8.0 0.538 Tdk Berbeda 6.1 0.731 Tdk Berbeda 8.4 0.493 Tdk Berbeda

Dokumen terkait