• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL Relationship of Physiological Characters with Yield Component and Yield of

Various Types of Rice Cultivars

Abstrak

Percobaan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul telah dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Muara, Bogor pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan 12 padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan. Varietas/galur yang digunakan adalah Rojolele dan Pandan Wangi merupakan varietas unggul lokal (VUL); IR 64 dan Ciherang merupakan varietas unggul baru (VUB); Fatmawati, Cimelati, galur BP 360, dan B11143 merupakan padi tipe baru (PTB); dan Maro, Rokan, SL8-SHS, dan PP1 (hibrida). Hasil percobaan menunjukkan PTB dan hibrida memiliki karakter fisiologi yang lebih baik dibandingkan VUB dan VUL. PTB memiliki laju fotosintesis, laju pertumbuhan relatif (LPR), dan laju asimilasi bersih (LAB) yang tetap tinggi sampai tahap pengisian biji. PTB galur B11143 memberikan hasil tertinggi (7.32 ton gabah kering giling/ha). Hasil yang lebih tinggi disebabkan oleh perbedaan karakter fisiologi. Hasil gabah secara nyata berkorelasi dengan LPR, LAB, kandungan klorofil, dan gula.

Kata kunci : karakter fisiologi, hasil, padi tipe baru, padi hibrida

Abstract

An experiment was conducted at Muara Experimental Station, Indonesian Center for Rice Research, Bogor, from December 2010 until May 2011. The objective of the research was to determine relationship between physiological characters, yield component and yield in various types of rice cultivars. A randomized complete block design with four replications was used. The treatment consisted of 12 rice varieties and lines. Varieties and lines used were as follows Rojolele and Pandan Wangi as local varieties (LV); IR64 and Ciherang as improved new varieties (INV); Fatmawati, Cimelati, BP360, and B11143 as new plant type varieties/lines (NPT); Maro, Rokan, SL8-SHS, and PP1 as hybrid varieties. The results showed that physiological characters of NPT and hybrids were better than those of LV and INV. The physiological characters of NPT were high in photosynthetic rate, crop growth rate (CGR), and net assimilation rate (NAR) which was maintained until seed filling stage. The highest yield was achieved by B11143 lines (7.32 tons GKG/ha). The higher grain yield was caused by differences in physiological characters. The CGR, NAR, chlorophyll and sugar content were positively correlated with yield.

Pendahuluan

Konsep idiotipe bertujuan agar karakter fisiologi mampu mendukung

kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan sink yang lebih besar, sehingga

peningkatan produksi dapat dicapai. Kemampuan source atau sink akan

menentukan potensi hasil padi, dimana source diperkirakan sebagai total energi dari karbohidrat tersedia yang berasal dari proses fotosintesis setelah berbunga dan akumulasi sebelum berbunga (Ishimaru et al. 2005). Strategi pemuliaan diarahkan pada karakter daun tegak, tebal, membentuk huruf V, kapasitas anakan sedang, tinggi tanaman sedang, dan memiliki malai besar (Yuan 2001). Ini meningkatkan kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi dan menghasilkan biomas yang lebih besar (Wu et al. 2008). Dengan karakter tersebut tanaman akan memiliki potensi hasil yang tinggi.

Kajian secara fisiologi dan hubungannya dengan potensi hasil tinggi telah dilakukan pada beberapa padi hibrida super. Katsura et al. (2007) melaporkan varietas Liangyoupeijiu memiliki potensi hasil tinggi dihubungkan dengan karakter tanaman yang memiliki durasi luas daun yang lebih lama, sehingga mampu mengakumulasi biomas yang lebih besar sebelum pembungaan. Wu et al. (2008) menyatakan hasil yang tinggi juga dihubungkan kemampuan tanaman menghasilkan asimilat setelah berbunga yang diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan pada tahap pengisian biji sampai akhir. Selanjutnya dinyatakan durasi luas daun juga penting untuk produksi biomas selain indeks luas daun. Yang et al. (2007) melaporkan bahwa PTB menunjukkan hasil yang tidak lebih tinggi dibanding hibrida antara lain disebabkan oleh rendahnya hasil biomas dan indeks panen.

Penerapan teknologi budidaya dengan menggunakan padi varietas unggul seperti hibrida dan PTB masih terbatas di tingkat petani. Hal ini disebabkan oleh kendala tidak tercapainya potensi hasil. Informasi tentang karakter fisiologi dan hubungannya dengan hasil pada padi varietas unggul yang telah dilepas di Indonesia masih kurang. Oleh karena itu penelitian tentang karakter fisiologi padi varietas unggul dan hubungannya dengan hasil perlu dilakukan. Informasi ini sangat diperlukan sebagai dasar perbaikan karakter fisiologi dalam program pemuliaan untuk merakit varietas dengan hasil yang lebih tinggi. Informasi

tersebut juga menentukan praktek budidaya yang sesuai karakter tanaman untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil pada padi varietas unggul.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011 di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Analisis karakter fisiologi daun, batang, dan malai dilakukan di Laboratorium Mikroteknik dan analisis karakter fotosintesis dilakukan di Laboratorium Marka Molekuler dan Spektrofotometri UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Metode Percobaan

Padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan diatur dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 12 varietas dan galur yaitu Rojolele dan Pandan Wangi (varietas unggul lokal/VUL); IR64 dan Ciherang (varietas unggul baru/VUB); Fatmawati, Cimelati, galur BP 360, dan galur B11143 (padi tipe baru/PTB); dan varieras Maro, Rokan, SL8-SHS, dan PP1 (Hibrida). Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Setiap unit percobaan adalah petak percobaan dengan ukuran 5 m x 5 m. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati digunakan model matematika sesuai RAK sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + Bj + ∈ij

Yij = respon atau nilai pengamatan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai tengah umum Ti = pengaruh perlakuan ke-i

Bj = pengaruh kelompok ke-j

Pelaksanaan Percobaan

Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah baik. Ukuran petak percobaan (setiap unit percobaan) 5 m x 5 m. Untuk memisahkan antar unit percobaan dibuat pematang lebar 25 cm, sedangkan antar ulangan dibuat pematang dengan lebar 50 cm. Dengan demikian luas seluruh lahan yang digunakan dalam percobaan 23.5 m x 62.5 m atau 1468.75 m2. Bibit hasil persemaian dipindahtanam (transplanting) setelah berumur 21 hari setelah semai, kecuali varietas Rojolele dan Pandanwangi setelah berumur 30 hari setelah semai. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm. Bibit ditanam sebanyak satu bibit/lubang. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, pupuk yang digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-18, dan 100 kg KCl per ha. Pupuk Urea diberikan secara bertahap yaitu sebagai pupuk dasar, pupuk susulan diberikan dua kali yaitu pada umur 21 HST saat anakan aktif dan 40 HST. Pupuk P diberikan semuanya sebagai pupuk dasar, sedangkan pupuk K diberikan sebagai pupuk dasar 50% dan sisanya pada saat umur 40 HST. Pengairan dilakukan tiga hari setelah tanam. Petakan diairi dengan tinggi genangan 3 – 5 cm. Pada saat pemupukan dan penyiangan kondisi tanah macak-macak. Setelah tiga hari pemupukan petakan kembali diairi. Pengairan dihentikan pada saat tanaman telah berumur 10 hari menjelang panen. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara optimal, sedangkan penyiangan dilakukan dengan menggunakan landak dan cara manual pada saat tanaman umur tiga dan lima minggu setelah tanam.

Variabel Yang Diamati

Pengukuran variabel fisiologi dilakukan dengan cara mengambil contoh destruktif dua tanaman contoh setiap perlakuan. Pengambilan contoh tanaman waktu 10 hari setelah tanam sampai tahap pemasakan dengan interval 10 hari. Tanaman hasil destruksi dipisah-pisahkan menjadi berbagai bagian tanaman yaitu akar, batang, daun, dan malai. Semua bagian tanaman tersebut dikeringkan di

dalam oven pada suhu 85o C selama 48 jam hingga mencapai bobot kering

Karakter Produksi Bahan Kering

1. Alokasi bahan kering

a. Bobot kering biomas, diukur dengan menimbang seluruh bagian tanaman. b. Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga.

Fraksi asimilat yang dipartisikan ke masing-masing organ vegetatif (daun, pelepah daun, dan batang) = bobot kering tahap berbunga - bobot kering tahap pemasakan; Bobot kering yang ditranslokasikan = (bobot kering yang berasal dari organ vegetatif/total bobot kering tahap berbunga) x 100% (dihitung menurut metode Wu et al. 2008).

c. Nisbah tajuk-akar (NTA) dengan formulasi : Bobot kering tajuk NTA = --- Bobot kering akar

2. Karakter fisiologi dari bahan kering

a. Indeks luas daun (ILD), menghitung luas daun total tiap rumpun sampel tanaman padi. Pengukuran luas daun menggunakan metode gravimetri, dilakukan dengan interval waktu 10 hari sampai tahap pengisian biji. Indeks luas daun dihitung dengan cara membagi luas daun per rumpun (cm2) dengan jarak tanam (cm2).

b. Laju pertumbuhan relatif (LPR) merupakan kemampuan tanaman

menghasilkan bahan kering per satuan waktu dinyatakan g.g-1 hari-1. Nilai LPR dicari dengan rumus :

ln W2 – ln W1

LPR = --- T2 - T1

c. Laju asimilasi bersih (LAB) merupakan pertambahan bobot kering

tanaman per satuan luas daun per satuan waktu dinyatakan dalam g cm-2 hari-1. Laju asimilasi bersih dicari dengan formulasi :

W2 – W1 ln A2 - ln A1

LAB = --- . --- T2 - T1 A2 - A1

dimana :

A1 : Luas daun pada waktu T1

W1 : Berat kering tanaman pada waktu T1

W2 : Berat kering tanaman pada waktu T2

T1, T2 : periode waktu pengambilan sampel

d. Laju pertumbuhan sink setelah pembungaan. Laju pertumbuhan sink

setelah berbunga dievaluasi sebagai peningkatan dari bobot kering malai per unit dari bobot kering yang ada per unit waktu, diestimasi dari persamaan :

Laju pertumbuhan sink = ( ln W2 – ln W1 ) / T

dimana W1 dan W2 adalah bobot kering malai dan T adalah periode waktu

antara pengambilan sampel dari W1 dan W2.

Karakter Fisiologi Daun, Batang, dan Malai

a. Pengamatan tebal, luas, dan jumlah stomata daun bendera setelah

berbunga dilakukan dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis.

b. Tebal batang bagian bawah dan atas diukur dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis.

c. Karakter malai meliputi tebal leher, bobot kering leher malai, dan

kandungan gula total leher malai dilakukan pada tahap pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

Karakter Fotosintesis

a. Laju fotosintetis bersih pada jenuh cahaya (Pmax) diukur dengan suatu sistem pertukaran gas portable (Li-Cor tipe 6400XT). Pengukuran dilakukan pada fase vegetatif tahap pembentukan anakan aktif, tahap pembungaan, dan tahap pengisian biji. Pengukuran dilakukan antara jam 11.00 dan 14.00 pada daun bendera.

b. Kandungan klorofil diukur menggunakan alat spektrofotometer (Yoshida

et al. 1976), dilakukan pada tahap berbunga dan tahap pengisian biji. c. Kandungan gula dilakukan pada contoh daun, pelepah daun, batang, dan

pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

d. Kandungan pati pada biji pada tahap pengisian biji saat masak susu (10 hari setelah berbunga/HSB) dan masak tepung (20 HSB). Analisis pati dilakukan dengan metode ekstrasi asam perklorat (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

Hasil dan Komponen Hasil

a. Komponen hasil yang diamati meliputi jumlah malai per rumpun, jumlah

gabah per malai, gabah isi, gabah hampa per malai, persentase gabah hampa, bobot 1000 biji.

b. Hasil diamati sebagai gabah kering giling (14% kadar air) dari petak ubinan dengan ukuran petak 2 m x 2 m.

Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan. Apabila sidik ragam nyata, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar varietas. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil. Untuk lebih mengetahui seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter fisiologi terhadap perolehan hasil, maka dilakukan analisis sidik lintas (path-way analysis).

Hasil dan Pembahasan

Hasil Sidik Ragam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas padi unggul yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter fisiologi, komponen hasil, dan hasil kecuali nisbah tajuk-akar pada tahap anakan maksimum dan akumulasi bobot kering. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pada semua variabel pengamatan disajikan pada Lampiran 4.

Karakter Produksi Bahan Kering Alokasi Bahan Kering

Gambar 10 menunjukkan pola bobot kering tanaman pada tahap vegetatif sampai pada tahap pengisian biji. Pola bobot kering untuk VUL cenderung lambat dari awal pertumbuhan hingga 80 HSS, setelah itu meningkat dengan cepat kemudian melandai. Pada VUB, PTB, dan hibrida tahap awal pertumbuhan sampai umur 60 HSS laju pertambahan bobot kering meningkat. Peningkatan yang lebih cepat terjadi pada umur 60 – 80 HSS setelah itu peningkatannya lambat dan akhirnya menurun.

Gambar 10 Pola bobot kering berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul.

Peningkatan yang cepat pada awal pertumbuhan pada VUB, PTB, dan hibrida karena kemampuan pembentukan anakan yang tinggi, sedangkan pada VUL kemampuan pembentukan anakan sedikit sehingga relatif lambat pertambahan bobot keringnya. Waktu penurunan bobot kering pada VUL untuk Rojolele terjadi antara 120 - 130 HSS dan pada Pandan Wangi antara 110 – 120 HSS. Bobot kering VUB, PTB, dan hibrida tampak sama yaitu antara 90 – 100 HSS. Ini berhubungan dengan tahap pemasakan dan terjadinya peluruhan daun sehingga tidak ada lagi pertambahan bobot kering.

Tabel 13 menunjukkan VUL memiliki bobot kering yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum yang berbeda nyata dengan semua varietas, sedangkan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Bobot K ering T anam an (g /rum pun)

Umur Tanaman (Hari Setelah Semai)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP 360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

VUB, PTB, dan hibrida memiliki bobot kering tanaman tidak berbeda nyata. Pada tahap berbunga VUL memiliki bobot kering lebih tinggi dan berbeda dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji hibrida Maro memiliki bobot kering tertinggi tidak berbeda nyata dengan varietas Pandan Wangi, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas IR64, Ciherang, Fatmawati, dan Cimelati memiliki bobot kering yang lebih rendah dibanding varietas lainnya pada tahap pengisian biji.

Tabel 13 Bobot kering tanaman tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur

Bobot kering tanaman (g/rumpun) Anakan

maksimum

Berbunga Pengisian biji

Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang

Padi Tipe Baru

Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 37.04 a 39.05 a 22.67 bc 21.39 bc 20.93 bc 18.59 c 21.00 bc 21.89 bc 23.64 bc 23.08 b 24.65 bc 22.09 bc 69.06 a 67.29 a 51.53 c 53.68 c 52.44 c 51.71 c 52.16 c 54.89 c 62.94 b 60.15 b 59.18 b 58.87 b 74.23 bc 76.26 ab 62.35 g 65.59 f 64.84 fg 64.52 fg 68.74 e 71.37 cde 79.06 a 73.82 bc 72.11 cd 69.19 de

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

VUL memiliki bobot kering yang tertinggi ini karena postur tanaman yang lebih tinggi dan besar. Hibrida memiliki bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB karena karakter jumlah anakan yang banyak menyebabkan terjadinya peningkatan bobot kering yang lebih tinggi. Pada VUB meskipun memiliki kemampuan membentuk anakan yang banyak, tetapi kemampuan menghasilkan bobot kering tidak setinggi hibrida. Karakter panjang dan lebar tiga daun bagian atas yang lebih pendek pada VUB (Tabel 3) menyebabkan akumulasi bobot kering yang rendah. Hasil penelitian Lafarge et al. (2009) juga menunjukkan pembagian bahan kering diantara organ tanaman

pada hibrida lebih efisien daripada inbred selama pertumbuhannya. PTB mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit sehingga kemampuan peningkatan bobot kering juga rendah, namun lebih tinggi dibandingkan VUB. Ini disebabkan PTB memiliki karakter daun yang lebih baik.

Akumulasi dan transportasi bobot kering pada tahap berbunga disajikan pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara varietas pada bobot kering yang diakumulasikan pada daun, pelepah daun, dan batang. Namun demikian persentase bobot kering yang ditranslokasikan dari organ vegetatif pada tahap berbunga ke hasil menunjukkan perbedaan diantara varietas.

Tabel 14 Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga padi varietas unggul

Varietas/Galur

Bobot kering yang berasal dari organ vegetatif Bobot

kering total Bobot kering yang ditranlokasi Daun Pelepah daun Batang Total …….……….(g/rumpun)……… (%) Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang

Padi Tipe Baru

Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 5.06 5.67 5.97 5.73 5.32 5.88 5.35 5.83 7.96 7.54 7.14 7.57 3.07 3.22 3.73 4.18 3.34 3.44 3.13 3.27 4.44 4.18 3.63 3.67 2.80 2.73 2.93 3.39 2.81 2.09 2.61 2.06 3.43 3.18 3.73 3.45 10.93 11.62 12.63 13.30 11.47 11.41 11.08 11.15 15.84 14.90 14.49 14.68 69.06 67.29 51.53 53.68 52.44 51.71 52.16 54.89 62.94 60.15 59.18 58.87 15.83 c 17.20 bc 24.37 a 24.48 a 21.50 abc 21.99 ab 21.24 abc 20.28 abc 25.28 a 24.89 a 24.47 a 24.87 a

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

VUB dan hibrida mentranslokasikan lebih besar bobot kering tahap berbunga yaitu berkisar 24 - 25%, tidak berbeda nyata dengan PTB dan berbeda nyata dengan VUL. VUB dan hibrida memiliki persentase bobot kering lebih tinggi yang ditranslokasikan ke biji. Hal ini karena karakter morfologi tanaman pada VUB dan hibrida mampu mengoptimalkan tipe tanaman menggunakan

energi cahaya untuk fotosintesis sampai pada tahap berbunga. Meskipun PTB memiliki karakter morfologi yang lebih baik, tetapi kemampuan membentuk anakan yang lebih sedikit. Ini menyebabkan translokasi bahan kering yang lebih sedikit yaitu 20 - 21% dibandingkan dengan VUB dan hibrida. Kemampuan translokasi bahan kering yang rendah pada VUL (15 - 17 %) selain disebabkan jumlah anakan yang sedikit juga karakter morfologinya tidak mendukung untuk memanfaatkan energi cahaya, sehingga bahan kering yang dihasilkan rendah. Bahan kering dari biji padi sebagian besar diperoleh dari karbohidrat non srtuktural yang disimpan pada daun dan batang sebelum berbunga dan akan ditransfer pada malai setelah pembungaan (Wu et al. 2008). Dengan demikian pada VUB dan hibrida mempunyai cadangan bahan kering organ vegetatif yang lebih tinggi sampai tahap berbunga.

Nisbah tajuk terhadap akar mengalami peningkatan selama tahap pertumbuhan dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas (Tabel 15). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar tidak berbeda untuk semua varietas, sedangkan pada tahap berbunga dan pengisian biji terdapat perbedaan. Pada tahap berbunga VUB IR64 memiliki nisbah tajuk-akar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji nisbah tajuk-akar pada varietas/galur kelompok VUB, PTB, dan hibrida tidak berbeda nyata.

Nisbah tajuk-akar varietas Rojolele paling rendah berbeda nyata dengan semua varietas/galur, sedangkan Pandan Wangi berbeda nyata dengan VUB dan PTB (kecuali BP360). Nisbah tajuk-akar mempunyai kepentingan fisiologis karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan. Nisbah ini dikendalikan secara genetik dan juga dipengaruhi oleh lingkungan (Gardner et al. 1991). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar pada semua varietas tidak berbeda. Pada tahap tersebut pertumbuhan akar meningkat sejalan meningkatnya pertumbuhan tajuk dan akar belum bersaing dengan organ lainnya. Pada tahap berbunga dan pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajuk- akar dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas. Ini disebabkan oleh berkurangnya peningkatan pertumbuhan akar dan meningkatnya pertumbuhan tajuk.

Tabel 15 Nisbah bobot kering tajuk-akar pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur

Nisbah bobot kering tajuk-akar Anakan

maksimum

Berbunga Pengisian biji

Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang

Padi Tipe Baru

Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 4.40 4.61 4.45 4.32 4.20 3.88 4.04 4.17 3.87 4.29 4.26 4.16 4.73 d 5.91 c 9.18 a 8.50 ab 7.37 b 7.92 b 7.50 b 7.55 b 7.30 b 7.26 b 7.28 b 7.48 b 7.82 c 9.48 bc 14.78 a 14.07 a 13.95 a 13.90 a 11.90 ab 14.73 a 12.09 ab 11.06 ab 12.83 ab 12.98 ab

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Dari tahap berbunga ke tahap pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajuk-akar. Ini disebabkan oleh pertumbuhan akar berkurang dengan terbentuknya organ sink (biji), sehingga translokasi asimilat lebih diarahkan ke sink baru. Hibrida memiliki peningkatan nisbah tajuk-akar yang lebih rendah dibandingkan dengan VUB dan PTB. Hibrida memiliki sistem perakaran yang lebih kuat yang dapat memperluas aktivitas perakaran (Satoto dan Suprihatno 2008). Peningkatan nisbah tajuk-akar yang tinggi pada VUB karena VUB memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang.

Karakter Fisiologi dari Bobot Kering Tanaman Indeks Luas Daun

Gambar 11 menunjukkan pola peningkatan dan penurunan ILD pada awal pertumbuhan hingga tahap pengisian biji pada padi varietas unggul. Pola peningkatan pada VUB, PTB, dan hibrida sama yaitu terjadi peningkatan pada 40 – 60 HSS dan lebih tinggi pada 60 – 70 HSS kemudian melandai dan selanjutnya terjadi penurunan pada 80 HSS. Pada VUL peningkatan terjadi sampai umur 90

HSS untuk Pandan Wangi dan 100 HSS untuk Rojolele kemudian melandai dan menurun.

Pada gambar tampak bahwa ILD tertinggi pada VUL terjadi pada 100 HSS untuk Pandan Wangi dan 110 HSS untuk Rojolele, pada VUB, PTB, dan hibrida terjadi pada umur 70 HSS. Pencapaian ILD tertinggi pada umur tersebut karena tanaman memasuki tahap berbunga. Hal ini sesuai pernyataan Horie (2001) bahwa ILD maksimum terjadi pada nilai 6 mendekati pembungaan. Hibrida memiliki pola peningkatan ILD yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB, sedangan VUL memiliki peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan hibrida. Tingginya ILD pada padi bukanlah menjadi tujuan karena padi memiliki ILD optimal antara 4 - 7 (Yoshida 1981).

Gambar 11 Indeks luas daun berdasarkan umur padi varietas unggul.

Tabel 16 menunjukkan perbedaan nilai ILD pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji yang berbeda diantara varietas. VUL memiliki ILD yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji dan berbeda nyata dengan semua varietas. Nilai ILD varietas dalam setiap kelompok cenderung sama. VUB dan PTB memiliki nilai ILD yang rendah pada tahap pengisian biji.

Nilai ILD yang lebih tinggi pada VUL ini dapat disebabkan karakter daunnya yang panjang dan lebar, dan memiliki umur yang lebih panjang. Hibrida memiliki ILD lebih tinggi dibanding VUB dan PTB pada tahap berbunga maupun

Dokumen terkait