• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Lingkungan Biofisik Batam

II. TINJAUAN PUSTAKA

3. Sintesis Prioritas

4.1.2.2. Kondisi Lingkungan Biofisik Batam

Jumlah penduduk dan kegiatan industri yang berkembang pesat meningkatkan kebutuhan air. Kendala utama penyediaan air bersih adalah adanya keterbatasan sumber air yang tersedia, dan ketergantungan pada besar kecilnya curah hujan Kota Batam yang ditampung melalui waduk. Sistem jaringan air bersih Kota Batam ditangani oleh PT. Adhya Tirta Batam dengan jangkauan yang masih terbatas. Pemenuhan air bersih oleh penduduk lainnya dipenuhi dengan pembuatan sumur gali atau sumber mata air dan air hujan. Penggunaan air ledeng merupakan persentase terbesar dari sumber air minum di Kota Batam (sekitar 43,12%), sumur (34,04%), pompa (3,65%), dan mata air (1,12%). Beberapa

78 waduk yang menjadi sumber air minum di Batam disajikan pada Tabel 10. Kapasitas pengolahan air dari waduk yang ada sebagaimana disajikan pada Tabel 10 menunjukkan masih rendah untuk dapat diolah sebagai sumber air baku minum.

Tabel 10. Waduk dan kapasitas pengolahan air baku

No Waduk Lokasi Volume (m3 Kapasitas

Pengolahan (l/t)

) Keterangan

1 Sei Harapan P. Batam 8.000.000 210 Beroperasi 2 Muka Kuning P. Batam 13.400.000 310 Beroperasi

3 Sei Ladi P. Batam 8.800.000 240 Beroperasi

4 Baloi P. Batam 200.000 30 Beroperasi

5 Nongsa P. Batam 700.000 60 Beroperasi

6 Duriangkang P. Batam 62.000.000 3.000 Beroperasi

7 Sei Tembesi P. Batam 6.650 1.000 Rencana

8 Sei Rempang P. Rempang 3.273.000 232 Belum Beroperasi 9 Rempang

Utara/Sei Cia

P. Rempang 8.200.000 275 Tahap Studi awal Sumber : PT. ATB Tahun 2006

Ketersediaan air untuk konsumsi juga berkurang akibat pencemaran oleh industri, dan rumah tangga. Berdasarkan hasil analisis sifat fisika dan kimia sampel air waduk yang diambil menunjukkan secara umum bahwa kualitas air waduk wilayah Kota Batam telah mengalami pencemaran yang mengakibatkan penurunan kualitas air (Bapedalda Kota Batam, 2007). Data Bapedalda Kota Batam (2007) juga menunjukkan bahwa sebagian waduk yang selama ini menjadi sumber air baku minum tercemar akibat limpasan limbah yang bersumber dari kegiatan industri dan rumah tangga, misalnya yang terjadi di Waduk Duriangkang, Waduk Sei Ladi, dan Waduk Sei Harapan. Penurunan kualitas sumber air baku di waduk tersebut terutama tercemar oleh bakteri colliform, Pb, dan Zn yang melebihi baku mutu air minum (Bapedalda Kota Batam, 2007). Ketiga unsur pencemar tersebut mengindikasikan bahwa pencemaran air yang terjadi bersumber dari limbah rumah tangga dan industri. Selain itu, banyaknya kegiatan perumahan bahkan kegiatan rumah sakit yang disinyalir belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), yang membuang limbah domestik, limbah medis serta limbah MCK tanpa diolah terlebih dahulu penyebab tingginya kadar

E.Coli dan Coliform di beberapa waduk. Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pembuangan limbah yang berasal dari kegiatan permukiman dan jasa lainnya seperti hotel dan perdagangan sangat memperngaruhi kualitas air waduk

79 di Kota Batam. Keberadaan bakteri E.Coli dan Coliform juga teridentifikasi di atas baku mutu, Dengan demikian, konsumsi air bersih tanpa melalui pengolahan lebih dahulu dapat membahayakan kesehatan manusia (Bapedalda Kota Batam, 2007).

Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktifitas pembangunan di Kota Batam, menimbulkan timbunan sampah. Peningkatan ini tidak diiikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana persampahan yang menjadi salah satu sumber pencemaran di Kota Batam. Terbatasnya lahan dan kurang memadainya pengelolaaan di tempat pembuangan akhir (TPA) Punggur adalah permasalahan yang dihadapi oleh Pemkot Batam. Permasalahan pada umumnya disebabkan oleh biaya operasional yang sangat tinggi untuk pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan lebih lanjut. Anggaran yang terbatas menyebabkan pemerintah daerah tidak dapat membangun TPA yang memperhatikan aspek sanitasi dan lingkungan (sanitasi landfill) sehingga sampah dibuang di tanah secara terbuka (open dumping), sehingga sanitasi landfill tidak dapat dilaksanakan sebagaimana syarat pengelolaan sampah. Disamping itu, budaya masyarakat untuk mensegregasi sampah dan merubah pola hidup menambah permasalahan sampah di Kota Batam. Pada tahun 2005 Kota Batam menghasilkan sampah sejumlah 164.353,510 ton dan hingga bulan November 2006 jumlah sampah mencapai 143.775 ton (Bapedalda kota Batam, 2007).

Seiring dengan laju pembangunaan yang pesat dan bertambahnya investasi di bidang industri dan jasa, maka jumlah limbah B3 (hazardous waste) di Kota Batam juga meningkat yang dihasilkan dari kegiatan sektor industri, rumah sakit, dan rumah tangga. Sampai tahun 2007 di KPB Batam terdapat 267 perusahaan penghasil limbah B3, sedangkan perusahaan pengangkut limbah B3 hanyalah 18 perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa limbah B3 yang dihasilkan belum banyak dikelola dengan baik.

Kualitas air laut di perairan Batam dipengaruhi oleh kegiatan reklamasi pantai, buangan limbah domestik dan industri yang dibawa aliran sungai ke arah lautan di pesisir Batam. Bapedalda Batam (2007) menunjukkan bahwa beberapa parameter kualitas air, seperti BOD, Ammonia, dan TSS di atas baku mutu air laut; juga teridentifikasi logam (Cd, Cr, Mn, Fe, Zn, Ni, Cu, dan Na) sehingga diprediksikan

80 akan berdampak terhadap ekosistem di perairan. Kualitas air di tiga pelabuhan, yaitu Pelabuhan Sekupang, Sagulung, dan Batu Ampar sebagaimana disajikan pada Tabel 11 sampai dengan Tabel 13 menunjukkan hasil masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Parameter kualitas air di tiga pelabuhan yang diambil contoh airnya menunjukkan bahwa kualitas air umumnya masih di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh gelombang laut yang membawa bahan limbah dari daratan.

Kerusakan hutan di Kota Batam disebabkan oleh perubahan fungsi untuk pembangunan pusat jasa dan pemukiman, pembalakan liar, serta kebakaran hutan. Degradasi hutan menimbulkan akibat lanjutan yang berpengaruh bagi kehidupan masyarakat dan memperluas kawasan kritis hutan. Peningkatan kebutuhan lahan untuk kegiatan perumahan dan komersial telah banyak mengalihfungsikan hutan lindung sebagaimana disajikan pada Tabel 14.

Tabel 11. Parameter kualitas air di Pelabuhan Sekupang

Parameter Unit Hasil Baku Mutu Metode *)

- Odor - : Odorless Odorless Visual

- Oil Layer - : Nil Nil Visual

- Total Suspended Solid mg/lt : 2.00 80.00 APHA-2540-D

- Temperature °C : 26.2 Nature APHA-2550-B

- pH - : 7.70 7.0 - 8.50 APHA-4500-H+

- Salinity %0 : 32.40 Nature APHA-2520-B

- Ammonia (NH3-N) mg/lt : < 0.04 0.3 APHA-4500-NH3-F - Sulfide (H2S) mg/lt : < 0.01 0.03 APHA-4500-S-D - Phenolic mg/lt : < 0.001 0.002 APHA-5530-D

- Detergent LAS as MBAS mg/lt : < 0.05 1 APHA-5540-C

- Oil & Grease mg/lt : < 0.20 5 APHA-5520-E

- Mercury (Hg) mg/lt : < 0.0001 0.003 APHA-3500-Hg-B

- Cadmium (Cd) mg/lt : < 0.001 0.01 APHA-3500-Cd-B

- Copper (Cu) mg/lt : < 0.02 0.05 APHA-3500-Cu-B

- Lead (Pb) mg/lt : < 0.008 0.05 APHA-3500-Pb-B

- Zinc (Zn) mg/lt : < 0.01 0.01 APHA-3500-Zn-B

*) Standard Method APHA-AWWA, 21st edition 2005; Pengujian sampel air dilakukan di Laboratorium PT. Sucofindo, Batam (Desember - 2005)

81 Tabel 12. Parameter kualitas air di Pelabuhan Sagulung

Parameter Unit Hasil Baku Mutu Metode *)

- Odor - : Odorless Odorless Visual

- Oil Layer - : Positive Nil Visual

- Total Suspended Solid mg/lt : 6.00 80.00 APHA-2540-D

- Temperature °C : 26.20 Nature APHA-2550-B

- pH - : 7.60 7.0 - 8.50 APHA-4500-H+

- Salinity %0 : 32.30 Nature APHA-2520-B

- Ammonia (NH3-N) mg/lt : < 0.04 0.3 APHA-4500-NH3-F

- Sulfide (H2S) mg/lt : < 0.01 0.03 APHA-4500-S-D

- Phenolic mg/lt : < 0.001 0.002 APHA-5530-D

- Detergent LAS as MBAS mg/lt : < 0.05 1 APHA-5540-C

- Oil & Grease mg/lt : < 0.21 5 APHA-5520-E

- Mercury (Hg) mg/lt : < 0.0001 0.003 APHA-3500-Hg-B

- Cadmium (Cd) mg/lt : < 0.001 0.01 APHA-3500-Cd-B

- Copper (Cu) mg/lt : < 0.02 0.05 APHA-3500-Cu-B

- Lead (Pb) mg/lt : < 0.008 0.05 APHA-3500-Pb-B

- Zinc (Zn) mg/lt : < 0.02 0.01 APHA-3500-Zn-B

*) Standard Method APHA-AWWA, 21st edition 2005;

Pengujian sampel air dilakukan di Laboratorium PT. Sucofindo, Batam (Desember – 2008)

Tabel 13. Parameter kualitas air di Pelabuhan Batu Ampar

Parameter Unit Hasil Baku Mutu Metode *)

- Odor - : Odorless Odorless Visual

- Oil Layer - : Nil Nil Visual

- Total Suspended Solid mg/lt : 36.00 80.00 APHA-2540-D

- Temperature °C : 26.30 Nature APHA-2550-B

- pH - : 7.40 7.0 - 8.50 APHA-4500-H+

- Salinity %0 : 32.40 Nature APHA-2520-B

- Ammonia (NH3-N) mg/lt : < 0.04 0.3 APHA-4500-NH3-F

- Sulfide (H2S) mg/lt : < 0.01 0.03 APHA-4500-S-D

- Phenolic mg/lt : < 0.001 0.002 APHA-5530-D

- Detergent LAS as MBAS mg/lt : < 0.05 1 APHA-5540-C

- Oil & Grease mg/lt : < 0.13 5 APHA-5520-E

- Mercury (Hg) mg/lt : < 0.0001 0.003 APHA-3500-Hg-B

- Cadmium (Cd) mg/lt : < 0.001 0.01 APHA-3500-Cd-B

- Copper (Cu) mg/lt : < 0.02 0.05 APHA-3500-Cu-B

- Lead (Pb) mg/lt : < 0.008 0.05 APHA-3500-Pb-B

- Zinc (Zn) mg/lt : < 0.01 0.01 APHA-3500-Zn-B

*) Standard Method APHA-AWWA, 21st edition 2005;

82 Tabel 14. Perubahan hutan lindung di KPB Batam (Bapedalda Batam, 2007)

No Kawasan Hutan Sk. Menteri Kehutanan

Luas

(ha) Pengalihan fungsi

Perubahan luas (ha) 1 Hutan Wisata

Muka Kuning No.427/KPTS-II/1992 2065,00

Perubahan, komersial, kawasan

OR,

525,00 2 Hutan Lindung

Bukit Dangas No.428/KPTS 128,00 executive housing 8,00 3 Hutan Lindung

Sei Harapan No.428/KPTS 738,00 Fasilitas umum - 4 Hutan Lindung

Tiban No.428/KPTS 1770,00

Perumahan Tiban Selatan dan muka

kuning

150,00 5 Hutan Lindung

Sei Ladi No.428/KPTS 59,37 Top view garden 2,00 6 Hutan Lindung

Tanjung Piayu No.719/KPTS 289,76 Perumahan -

7 Hutan Lindung

Batu Ampar I No.719/KPTS 79,00 Perumahan 79,00 8 Hutan Lindung

Batu Ampar II No.719/KPTS 158,00

Open space,

perumahan 75,00 9 Hutan Lindung

Batu Ampar III No.719/KPTS 243,00 Turis, golf 243,00 10 Hutan Lindung

Nongsa I No.202/KPTS 308,40 Pariwisata/golf 30,00 11 Hutan Lindung

Nongsa II No.202/KPTS 142/95 Pariwisata/golf 125,00 12 Hutan Lindung

Baloi No.202/KPTS 119/60

Perumahan

komersial, TPU 50,00 13 Hutan Lindung

Duri Angkang No.202/KPTS 6.075,00

Komersial,

perumahan, TPA 300,00

Jumlah 12.176,08 1.587,00

Perubahan alih fungsi tersebut berdampak terhadap keberlanjutan wilayah Batam. Kawasan hutan lindung di Batam selama ini berfungsi sebagai daerah resapan air bagi sumber air di wilayah tersebut. Keterbukaan lahan (land exposure) yang makin tinggi meningkatkan laju erosi dan menyebabkan terjadinya pendangkalan di waduk, misalnya pendangkalan waduk Sei akibat daerah tangkapan Bukit Tiban dialihfungsikan menjadi perumahan. Untuk itu Pemerintah Kota Batam telah mengalokasikan kawasan tangkapan air berupa hutan lindung di sekitar waduk yang dialokasikan seluas 1.959 ha atau 1,89% dari luas daratan Kota Batam yang saat ini telah mengalami penurunan dalam kualitas dan daya dukungnya. Hal ini disebabkan pembuangan limbah yang tidak terkontrol, pembangunan rumah liar, pembakaran hutan, perambahan hutan di sekitar dan di dalam kawasan tangkapan air. Selain kawasan hutan lindung areal ruang terbuka hijau banyak yang dialihfungsikan untuk penggunaan lain. Luas areal ruang

83 terbuka hijau kota secara keseluruhan di Kota Batam mencapai 11.584,85 ha atau 11,16% dari daratan Kota Batam. Perubahan alih fungsi lahan tersebut dapat meningkatkan laju erosi dan hilangnya unsur hara tanah (Bapedalda kota Batam, 2007). Adanya pelanggaran terhadap peruntukan lahan berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan di Pulau Batam Tabel 15. menunjukkan beberapa indikator lingkungan Kota Batam sebagai wilayah yang belum berkelanjutan yang disarikan dari uraian sebelumnya.

Tabel 15. Indikator lingkungan di Kota Batam

No

Indikator Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Keterangan

1 Sumberdaya Air •Kuantitas pasokan air di Batam berubah akibat penurunan luas kawasan lindung yang dialihfungsikan untuk perumahan dan komersial;

•Kualitas air menurun akibat pembuangan limbah industri dan perumahan

2 Sampah rumah tangga

•Sampah rumah tangga belum tertangani dengan baik, karena teknologi dan fasilitas pengolahan sampah belum memadai; 3 Limbah B3 •Jumlah limbah B3 lebih besar dari kapasitas industri pengolah

limbah B3 yang ada di Batam, sehingga diindikasikan masih banyak limbah B3 yang tidak diolah dan dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan lebih dulu;

4 Air laut •Pembuangan limbah domestik, industri, reklamasi lahan dibuang ke laut dan menimbulkan pencemaran air laut;

5 Alih fungsi kawasan hutan lindung

•Perubahan ekosistem hutan lindung yang menurunkan fungsi resapan air hutan lindung dan meningkatkan keterbukaan lahan