• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik yang Timbul Setelah Koperasi Valusere Mandiri Permasalahan koperasi Valusere menjadi semakin rumit pada

proses penyerahan dan pengelolaan secara mandiri oleh anggota koperasi Valusere. Hal ini disebabkan oleh kurangnya manajemen pengelolaan hasil usaha, kecemburuan dari anggota masyarakat yang tidak terlibat didalam koperasi, kecurigaan antara sesama anggota koperasi. Sehingga LSM Haburas memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh anggota koperasi Valusere.

Persoalan manajemen pengelolaan hasil usaha. Setelah koperasi Valusere memperoleh keuntungan dari usaha yang dikelola bersama, maka mereka masih kurang kapasitas dalam mengelola hasil yang diperoleh tersebut. Dalam hal ini para anggota koperasi binggung untuk membagikan hasil pendapatan yang mereka peroleh tersebut. Sebab pada awalnya baik LSM Haburas maupun masyarakat yang tergabung dalam anggota koperasi tidak membayangkan bahwa usaha yang mereka kelola tersebut bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Pada awal usaha tersebut pendapatan yang diperoleh masih minim, tetapi setelah berjalan beberapa bulan maka pendapatan yang diperoleh terus meningkat dan terjadi di luar dugaan. Berdasarkan laporan dari para anggota koperasi kepada LSM Haburas pada tahun 2009 bahwa terkadang pendapatan yang diperoleh dari koperasi Valusere bisa mencapai $ 40.000 per tahun atau dikonversikan ke kurs rupiah menjadi Rp. 520.000.000 per tahun.

Dari hasil pendapatan yang mereka peroleh membawa juga permasalahan baru bagi anggota koperasi sendiri, karena sudah ada pendapatan dan keuntungan maka mulai terjadi kecurigaan antara sesama anggota. Dengan demikian, maka LSM Haburas harus kembali ke Tutuala untuk mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan

yang mereka hadapi serta LSM Haburas dituntut untuk membantu masyarakat dalam hal memfasilitasi anggota koperasi untuk mendiskusikan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang dapat digunakan untuk menggikat seluruh anggota koperasi dalam menjalangkan usaha mereka. Setelah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dibuat maka semua anggota mulai sadar dan mengerti untuk bekerjasama mengelola usaha yang dimiliki bersama tersebut.

LSM Haburas melakukan pendampingan bagi masyarakat lokal melalui koperasi Valusere sejak tahun 2003 sampai dengan 2008. LSM Haburas merasa bahwa sudah saatnya untuk melepaskan anggota koperasi Valusere mengelola usaha secara mandiri. Dengan demikian pada tahun 2008 LSM Haburas berencana untuk melakukan serah terima kegiatan pariwisata kepada koperasi Valusere untuk mengelola usaha mereka tanpa ada campur tanggang dari pihak LSM Haburas. Akan tetapi pada saat mau melakukan serah terima, terjadi satu permasalahan lagi di kelompok Valusere, di mana terdapat beberapa orang Tutuala yang tidak setuju dengan kegiatan tersebut untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh kecemburuan sosial yang terjadi dari masyarakat yang tidak terlibat dalam koperasi Valusere. Usaha yang telah berjalan tersebut mendatangkan keuntungan bagi anggota koperasi. Masyarakat yang tidak ikut dalam kelompok koperasi Valusere memiliki pemikiran bahwa usaha tersebut adalah milik LSM Haburas. Orang-orang Tutuala yang tidak terlibat didalam anggota koperasi menjadi tidak senang dengan penghasilan yang diperoleh dari hasil kegiatan pariwisata tersebut.

Permasalahan menjadi rumit dan masyarakat lokal saling memberikan ancaman untuk saling serang antara kelompok yang tidak terlibat dalam koperasi Valusere dengan anggota kelompok koperasi Valusere. Namun demikian, masyarakat desa Tutuala masih memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat dan adat istiadat yang mengikat mereka masih tinggi sehingga semua permasalahan yang dihadapi tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara adat atau disebut dalam istilah bahasa tetum adalah nahe biti boot. Melalui penyelesaian secara adat,

akhirnya kedua kelompok tersebut saling menerima satu sama lain. Setelah permasalahan tersebut diselesaikan secara adat, pada akhirnya tahun 2008 terjadilah serah terima dari LSM Haburas kepada anggota koperasi Valusere yang dihadiri oleh pihak pemerintah yakni Menteri Muda Urusan Kehutanan dan acara serah terima tersebut berjalan dengan lancar.

Konflik lain yang terjadi di anggota koperasi Valusere setelah mereka mengelola sendiri kegiatan pariwisata di pantai Valu pada tahun 2011. Permasalahan ini terjadi akibat daripada saling mencurigai antara satu anggota dengan anggota yang lainnya serta ada anggota yang tidak masuk kerja juga meminta supaya mendapatkan juga penghasilan yang sama dengan anggota lainnya. Disamping itu, ada sebagian anggota koperasi yang mengusulkan supaya pendapatan yang diperoleh dari usaha penginapan maupun restoran harus dibagikan semuanya, tidak perlu ada simpanan koperasi lagi. Dengan demikian, maka mereka bersama sama memutuskan untuk membagi semua keuntungan yang ada secara merata dan menutup usaha tersebut. Hal ini akhirnya benar benar terjadi, semua anggota melakukan sebuah rapat dan memutuskan untuk membagi semua penghasilan dan modal usaha yang ada kepada para anggota kelompok serta memutuskan untuk menutup usaha tersebut. Dari hasil rapat tersebut mereka melaporkan kepada LSM Haburas bahwa kegiatan pariwisata tersebut telah dibubarkan. LSM Haburas pada saat itu tidak memiliki pilihan lain selain menggikuti tuntutan dari anggota koperasi.

Setelah usaha tersebut tidak berjalan lagi maka semua anggota kembali seperti semula, yakni menjadi petani dan beternak serta ada yang menganggur. Namun demikian, menjelang satu atau dua bulan, beberapa anggota merasakan tidak memiliki pendapatan dari sektor lain, akhirnya mereka berkumpul kembali mengadakan diskusi untuk menjalangkan kembali usaha mereka. Orang - orang yang menginginkan untuk melanjutkan usaha tersebut berjumlah 43 orang. Mereka melakukan rapat bersama dan mengutus dua orang ke Dili untuk mengadakan konsultasi dengan LSM Haburas. Maka dengan

senang hati LSM Haburas menerima ide tersebut. LSM Haburas juga sadar bahwa sudah saatnya mereka merasakan bahwa usaha tersebut menjadi milik mereka dan bukan milik LSM atau pihak lain karena sebelumnya mereka tidak merasa memiliki dan hanya merasakan bahwa yang menjadi pemilik dari usaha ini adalah LSM bukan koperasi Valusere. Untuk melanjutkan kembali usaha tersebut, para anggota yang aktif mengumpulkan modal awal sendiri yakni setiap anggota dikenakan biaya sebesar $ 50 setara dengan Rp. 650.000, sebagai modal awal untuk melanjutkan kembali usaha penginapan, restoran dan kios. Anggota koperasi tidak meminta modal dari LSM Haburas untuk membantu usaha mereka, tetapi mereka memiliki inisiatif sendiri untuk mengelola usaha. Anggota koperasi Valusere hanya meminta support ide untuk memfasilitasi dalam rapat dan kesulitan lain yang tidak dapat diselesaikan oleh anggota koperasi Valusere. Dengan demikian para anggota yang awalnya adalah 67 KK akhirnya yang aktif kembali hanyalah 43 kk yang bertahan dengan usaha tersebut sampai sekarang. Semua permasalahan yang dihadapi oleh koperasi valusere akhirnya dapat diselesaikan sendiri oleh anggota koperasi tanpa melibatkan lagi LSM Haburas serta mereka sudah mengelola usaha mereka secara mandiri dan berkembang dengan baik sampai saat ini.

Kesimpulan

LSM Haburas dalam mengembangkan Community Based Tourism bagi masyarakat lokal di Tutuala melalui tiga tahap. Tahapan-tahapan yang dikerjakan dengan masyarakat tersebut antara lain : pertama, tahap di mana mereka mencoba mendalami terlebih dahulu persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada tahap pertama ini juga LSM Haburas melakukan penelitian untuk mengidentifikasi objek wisata dan kehidupan sosial masyarakat lokal di Tutuala. disamping itu LSM Haburas mengidentifikasi konsep-konsep pariwisata bagi masyarakat lokal dan membagi informasi mengenai konsep-konsep tersebut kepada masyarakat lokal di desa Tutuala. pada tahap pertama ini juga LSM Haburas membantu masyarakat lokal untuk membentuk kelompok

koperasi dan pelatihan-pelatihan dasar. Kedua, Tahap kedua adalah tahap di mana LSM Haburas memfasilitasi masyarakat lokal dan melakukan pendampingan untuk membangun atau melakukan konstruksi fisik berupa penginapan, restoran kios dan toilet. Pada tahap ini juga LSM Haburas tetap melakukan capacity building melalui pelatihan dan studi banding. Ketiga, Tahap ke tiga adalah implementasi program usaha pariwisata dan melakukan evalusi. Pada tahap ini juga LSM Haburas masih mengadakan capacity building bagi anggota koperasi Valusere di bidang keuangan, manajemen koperasi.

Dalam kerjasama antara LSM Haburas dengan koperasi Valusere, selain membawa manfaat dan keberhasilan, terdapat juga berbagai masalah yang dihadapi di lapangan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh anggota LSM Haburas dalam menjalangkan program kerja membutuhkan waktu pendampingan yang banyak. Permasalahan yang masih menjadi kendala bagi LSM Haburas pada saat itu antara lain adalah masyarakat belum terbiasa dengan sistem bisnis, masyarakat lokal belum memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai konsep pembangunan pariwisata, terlalu banyak waktu yang dipakai oleh masyarakat dalam kegiatan sosial. Akan tetapi melalui pengalaman dan kerjasama yang baik antara anggota LSM Haburas dengan masyarakat lokal, akhirnya berbagai permasalahan tersebut dapat teratasi dan koperasi tersebut dapat berjalan dengan baik sampai saat ini.

Dokumen terkait