Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya (Yayuk et al., 1990). Kriteria makanan yang biasa dipilih S.oryzaesebagai bahan makanan dipengaruhi oleh kekerasan endosprema, kandungan protein,
amilosa, lemak, ukuran granula, kerapatan kulit, dan kekerasan biji-bijian.Kadar air juga mempengaruhi ketahanan hidup dari Sitophilus oryzae (Harahap, 2011). Oleh karena itu, uji
korelasi ini akan menguji secara statistik hubungan parameter-parameter resistensi beras dengan kandungan protein, kandungan lemak, dan kadar air awal beras. Hasil uji korelasi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan S.oryzae.
Parameter Protein Lemak Kadar Air
Nt 0.744** 0.841** 0.879** D -0.272 -0.602 -0.763 ID * 0.583 0.799** 0.879 Rm ** 0.673* 0.837** 0.890 Kapasitas Multiplikasi ** 0.681* 0.841** 0.885 Persen Kehilangan Bobot
**
0.630 0.728* 0.921
Persen Biji Berlubang
**
0.731* 0.809** 0.880**
Keterangan : *) korelasi signifikan**)korelasi sangat signifikan
Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 15b dan 15e, faktor varietas beras berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap kandungan protein dimasing-masing varietas beras pecah kulit dan beras sosoh. Pada lampiran 15a, juga didapatkan informasi bahwa penyosohan pada pada beras pecah kulit, menurunkan kandungan protein beras sosoh. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan protein beras pecah kulit pada semua varietas, rata-rata 6.86%. Sedangkan setelah mengalami proses penyosohan menjadi beras sosoh, kandungan proteinnya menurun menjadi 6.22%.
Kandungan protein dari terendah ke tertinggi berturut-turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, danMamberamo. Kandungan protein tertinggi dimiliki oleh beras varietas Mamberamo dan kandungan protein terendah dimiliki oleh beras varietas Inpari 13. Tingginya kandungan protein tersebut memiliki korelasi positif dengan total populasi, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Artinya, semakin tinggi kandungan protein, akan semakin mendukung perkembangan S.oryzae dari segi ketersediaan nutrisi. Masson et al., (1997), menyatakan bahwa kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral yang tinggi, dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan S.oryzae. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode
perkembangannya juga akan lebih singkat (Sukarna, 1977).
Sementara itu, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan antara kadar protein lima varietas beras dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen kehilangan bobot. Hal tersebut dapat terjadi karena bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga kondisi lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta
karakteristik fisik beras.Jika dibandingkan dengan penelitian Bekon dan Fleurat-Lessard (1992) serta Mebarkia (2010), penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda, karena pada penelitian sebelumnya
29
tersebut, jumlah F1 yang keluar, berkorelasi positif dengan kapasitas multiplikasi dan persen susut bobot. Hal ini didukung oleh penelitian Barney et al.,(1991) yang menyatakan bahwa, makin tinggi
kadar abu, lemak dan protein, akan menyebabkan loss grain yang tinggi pula.
Sedangkan pada kadar lemak, analisis ragam pada Lampiran 16b dan 16d, juga menunjukkan hasil bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap perbedaan kadar lemak pada lima varietas beras. Pada Lampiran 16a, diketahui bahwa kadar lemak pada beras pecah kulit sebesar sebesar 4.49 %, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dengan beras sosoh yang hanya sebesar 1.77 %. Menurut Soedarmono dan Sedaoetama (1977), lembaga mengandung kadar lemak, protein, dan thiamin yang tinggi. Selain itu, pada embrio, pericarp, dan aleuron juga terdapat komponen lain
yang dapat memacu perkembangan S.oryzae, yaitu vitamin B1, B2, fosfor dan zat besi sehingga
dalam memilih makanannya, S.oryzae cenderung memilih beras pecah kulit dibandingkan beras
sosoh (Esmay et al., 1979). Pada biji-bijian yang mengandung banyak lemak, seiring dengan
lamanya masa simpan, lemak akan teroksidasi dan menyebabkan lepasnya komponen volatil yang dapat mengundang atau mengusir serangga hama gudang (Nawrot et al., 1995 dan Trematerraet al.,
1998). Lemak, asam lemak dan sterol dibutuhkan serangga untuk persediaan energi dan perkembangan sayap. Beberapa jenis serangga menggunakan lemak murni seperti asam linoleik dan asam linolenik. Namun, karena proses penyosohan, menyebabkan hilangnya bagian embrio tersebut, maka kadar lemaknya pun munurun drastis. Kandungan lemak dari terendah ke tertinggi berturut- turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Mamberamo dan Ciherang. Tingginya kandungan lemak tersebut berkorelasi positif dengan persen kehilangan bobot, total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Namun, lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan.Sama seperti halnya protein, bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga, kondisi
lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta karakteristik fisik beras.
Kadar air, memiliki korelasi sangat signifikan dengan total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, persen kehilangan bobot dan biji berlubang. Namun, kadar air memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan periode perkembangan. Kadar air bahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesesuaian
S.oryzae terhadap biji beras yang diinfestasi. Menurut Masmawati (2007), menyatakan bahwa kadar
air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat tinggi. Kadar air yang tinggi pada beras, menyebabkan tekstur dari beras tersebut lebih lunak, sehingga seranggi lebih mudah memakan biji-bijian tersebut. Pada Lampiran 12a, dapat dilihat kandungan air beras pecah kulit dan beras sosoh sebelum diinfestasi S.oryzae. Pada beras pecah kulit, kandungan air
bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, dan Mamberamo.Sedangkan pada beras sosoh, kandungan air bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, Sintanur dan Ciherang. Semakin tinggi kadar air beras, maka makin sesuai S.oryzae pada beras yang diinfestasi. Semakin
tinggi kadar air beras, juga akan mempercepat periode perkembangan serangga. Hal ini sejalan dengan penelitian Kalshoven (1981), yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan S.oryzae lebih
cepat bila kadar airnya lebih dari 15%. Penelitian selanjutnya oleh John et al.,(1991), bahwa tingkat
mortalitas Sitophilus sp., tinggi mencapai 75%, pada kadar air 9,7%, sedangkan menurut Mas’ud et al.,(1996) laju perkembangan Sitophilus sp., dapat dihambat pada kadar air dibawah 10%. Proses
penyosohan yang membuang komponen nutrisi seperti protein dan lemak termasuk air pada aleuron dan embrio. Semakin tinggi kadar air pada beras, maka akan semakin mendukung perkembangan
S.oryzae. Pada Lampiran 12a, dapat diketahui bahwa kadar air awal beras, sebanding dengan
30
kondisi kadar air yang dibawah 14%. Seperti pada Lampiran 12e. Kadar air beras sosoh yang dibawah 14 %, menunjukkan jumlah populasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beras pecah kulit yang memiki kadar air diatas 14%. Selanjutnya, kadar air akhir beras setelah penyimpanan, akan mengalami peningkatan sebanding dengan jumlah total populasi Sitophilus oryzae yang
menginfestasi masing-masing varietas beras.Kusumaningrum (1997), serangga dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan yang disimpan dan juga dapat meningkatkan suhu secara lokal yang dapat mengakibatkan kerusakan. Meningkatnya kadar air bahan setelah infestasi disebabkan adanya proses respirasi oleh serangga, yang mengurai karbohidrat dengan bantuan oksigen, menjadi karbon dioksida, air dan energi. Sementara itu Hall (1970) menyebutkan bahwa kenaikan kadar air pada bahan pangan yang disimpan dapat disebabkan oleh infestasi serangga, tungau dan kapang, metabolisme dari biji-bijian yang disimpan, serta migrasi air dari lingkungan. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Bedjo (1992), bahwa kadar air awal, suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap tingkat serangan kumbang bubuk. Kalshoven (1981) menyatakan bahwa perkembangan populasi hama beras sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%. John (1991) mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75% pada kadar air 9.7%. Sementara
itu, Mas`ud et al. (1996) mencatat kadar air 6.8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan
populasi Sitophilus zeamais Motsch. Kadar air akhir beras, dapat dilihat pada Lampiran 13.
31
A.
KESIMPULAN
Perbedaan varietas berpengaruh nyata (p<0.05)terhadap parameter-parameter resistensi beras pada Seri I dan Seri II pada masing-masing perlakuan (beras pecah kulit dan beras sosoh). Dalam bentuk beras pecah kulit, yaitu Inpari 13 termasuk varietas dengan daya resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan berturut-turut sebesar 43.67, 28.11, 13.09, 0.34, dan 1.42, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 4.05 % dan 9.05 %. Sementara itu dalam bentuk beras sosoh, varietas Mamberamo termasuk carietas dengan daya
resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan berturut-turut sebesar 22.0, 39.0, 7.95, 0.14, dan
1.15, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 3.25 % dan 7.37 %. Dalam bentuk beras sosoh, parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, , persen kehilangan bobot,
dan persen biji berlubang, varietas Inpari 13 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, , persen kehilangan bobot, dan persen biji
berlubang varietas Mamberamo. Dengan demikian, varietas Inpari 13 dalam bentuk beras sosoh juga termasuk varietas dengan daya resistensi tinggi terhadap serangan Sitophilus oryzae. Selain itu,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyosohan beras pecah kulit menjadi beras sosoh, merubah peringkat ketahanan resistensi beras.
Uji korelasi parameter-parameter resistensi beras (Nt , D, ID, Rm, , %kehilangan bobot dan %biji berlubang) dengan kadar air, kadar protein dan kadar lemakmenunjukkan bahwa kadar air memiliki korelasi dengan semua parameter resistensi. Nilai korelasi kadar air dengan parameter-
parameter resistensi Nt , D, ID, Rm, , % kehilangan bobot dan % biji berlubang berturut-turut
0.879, -0.763, 0.879, 0.890, 0.885, 0.921, 0.880. Protein memiliki korelasi dengan parameter Nt,
Rm, , dan % biji berlubang dengan nilai berturut-turut 0.776, 0.723, 0.731, dan 0.736. Protein tidak
memiliki korelasi dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen kehilangan bobot. Lemak memiliki korelasi positife dengan Nt , ID, Rm, , %susut bobot dan % biji berlubang
dengan nilai berturut-turut 0.841, 0.799, 0.837, 0.841, 0.728 dan 0.809. Lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan.