KOROSI LINGKUNGAN
5.2 Korosi Logam dalam Tanah
Korosi logam dalam tanah adalah korosi logam yang terjadi di lingkungan tanah atau logam terkubur dalam tanah, misalnya pipa distribusi gas dan air min serat minyak bumi.
5.2.1 Penyebab Korosi Logam di lingkungan Tanah
Korosi logam atau sistem perpipaan yang terkubur dalam tanah dapat mengalami korosi akibat
kandungan oksigen yang terlarut di dalam tanah. Jumlah kandungan oksigen semakin meningkat akan menyebabkan kenaikan laju korosi. Umumnya, tanah yang dekat dengan permukaan kandungan oksigennya lebih banyak
pH tanah juga mempengaruhi korosi logam yang terkubur dalam tanah sebab pH tanah yang rendah akan bersifat korsif dan mempercepat laju korosi logam baja
aktivitas bakteri dalam tanah mempengaruhi laju korosi logam karena bakteri hidup berkelompok dan menempel pada pipa membentuk flok sehingga merusak coating dan menyebabkan korosi pada logam.
resistivitas tanah juga mempengaruhi laju korosi logam karena resistivitas tanah di pengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung dalam tanah. Kandungan mineral ini yang akan mempengaruhi terhadap proses korosi logam Berikut merupakan contoh jenis tanah dan sifat korosivitasnya
No Resistivitas tanah (Ohm-Cm) Sifat tanah 1 2 3 4 < 700 700-2000 2000-5000 > 5000 Sangat korosif Korosif Agak korosif Sedikit korosif Hubungan resistivitas dengan jenis tanah adalah sebagai berikut Resistivitas(Ohm Cm) Jenis tanah
300 – 1000 tanah lempung
1000-10 000 tanah pasir
10000-40000 pasir
40000-70000 kerikil
Konsentrasi ion agresif dan komposisi senyawa dalam tanah akan mempengaruhi sifat tanah sehingga mempengaruhi laju korosi logam .Korosivitas tanah bergantung pada kandungan mineral dalam tanah dan ion-ion yang ada di dalamnya. Pupuk yang tersebar di ladang atau sawah atau garam anti pembekuan yang disebar di jalan akan mempengaruhi korosivitas lingkungan. Sebagai contoh kasus .
1) Sejalur pipa baja nirkarat yang ngangkut uap air tertanam dalam tanah dan di suatu tempat bersilangan dengan jalan raya. Pengerjaan pemasangan pipa tidak mengecewakan, kecuali di bagian tepat di bawah kedua tepian jalan. Di sini, garam anti pembekuan yang disebar di badan jalan selama musim dingin telah meresap ke dlam tanah dan menimbulkan peretakan korosi tegangan oleh klorida pada pipa yang panas selama dua tahun.
2) Jalur pipa dalam tanah terbungkus produk korosi yang memasifkan logam sehingga laju korosi lambat
• Menghilangkan oksigen terlarut dalam air tanah dengan oksigen scavanger (hidrazin /sulfit)
• Menambahkan inhibitor alkalis sebagai inhibitor katodik (NaOH atau Na2CO3) • Menambahkan inhibitor anodik kromat /bikromat
• Menambahkan natrium fosfat
• Menghilangkan ion agresif dgn menambahkan CaO (kapur tohor)
• Metode proteksi katodik yang umumnya digunakan pada sistem perpipaan yang terkubur dalam tanah . Metde proteksi katodik umumnya digunakan sebagai proteksi pipa bersama dengan coating agar usi proteksi lebih lama.
5.2.3 Pipa Bawah Tanah di Industri Minyak dan Gas Bumi
Dalam suatu contoh kasus dari perusahaan Korea Gas Corporation (KOGAS) menggunakan pipa-pipa gas yang dilapis dengan polyethylene (APL 5L X-65). Selama instalasi, pipa dilas setiap 12 meter dan diproteksi dengan impressed current (IC) proteksi katodik dengan potensial proteksi –850 mV (vs saturated Cu/CuSO4). Kemudian beberapa tahun dicek kondisi lapis lindung maupun korosi aktif menggunakan pengujian potensial gardien 5. Hasilnya berupa letak-letak coating defect di sepanjang pipa. Kegagalan selanjutnya yaitu adanya disbonded coating area di permukaan pipa yang disebabkan adanya arus proteksi katodik yang berlebihan terekspos. Coating defect dan daerah disbonded coating sangat baik untuk perkembangan mikroba anaerob. Pada disbonded coating area terjadi korosi local (pitting), lubang pit berbentuk hemisspherikal dalam tiap-tiap kelompok. Kedalaman pit 5-7 mm (0,22 – 0,47 mm/year) 4, bentuk pit ini mengindikasikan karakter bakteri reduksi sulfat . 5.3. Korosi Logam akibat Mikroba
5.3.1.Pendahuluan
Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungan, antara lain sebagai akibat aktivitas bakteri. Jenis-jenis bakteri yang korosif antara lain: desulfovibrio desulfuricans, desulhotoculum, desulfovibrio vulgaris, D.salexigens, D. africanus,D. giges, D. baculatus, D. sapovorans, D. baarsii, D. thermophilus, Pseudomonas, Flavobacteriu, Alcaligenes, Sphaerotilus, Gallionella, Thiobacillus. Salah satu bakteri yang paling sering menimbulkan korosi adalah bakteri pereduksi sulfat (SRB = Sulfate Reducing bacteria).SRB menyebabkan korosi karena dapat mereduksi ion SO42- menjadi ion S2- yang selanjutnya akan bereaksi denga ion Fe2+ membentuk FeS sebagai produk korosi. Korosi oleh SRB banyak terjadi pada dasar tangki penampung minyak bejana proses maupun system perpipaan.Proses korosi oleh bakteri biasanya dimulai oleh kolonisasi bakteri pada lengkungan – lengkungan pipa atau alat dan di daerah-daerah lain yang alirannya lambat karena organism lain yang masuk ke dalam pipa dan membentuk endapan. Lama kelamaan endapan ini menjadi deposit yang keras sehingga menjadi tempat yang ideal untuk pertumbuhan bakteri SRB yang anaerob. Hal serupa akan terjadi pada dasar tangki proses maupun pada tangki penampungan. Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh SRB pada umumnya korosi dibawah pengendapan (under Deposit Corrosion).
Karena serangan mikroba terjadi di lingkungan industry yang sangat penting, maka perlu dipikirkan penanggulangannya. Metode penanggulangan yang mungkin adalah : proteksi katodik, penggunaan inhibitor, desinfektan(bioside), pengecatan dengan antifouling. Penanggulangan yang disebutkan akan dibahas pada bab yang lain dalan diktat ini.
5.3.2 Korosi oleh Bakteri Pereduksi Sulfat
Dalam beberapa kasus korosi ditemukan adanya pengaruh bakteri tertentu terhadap proses korosi. Korosi yang disebabkan oleh aktivitas metabolism dari mikroorganisme disebut microbiological corrosion.
Jastrzobski menggolongkan beberapa mikroorganisme yang penting dan banyak berperan pada peristiwa korosi Yaitu:
Bakteri pereduksi sulfat Bakteri Sulfur
Bakteri besi dan mangan
Mikroorganisme yang dapat membentuk film mikrobiologis.
Spesies terpenting dari SRB adalah desulfovibrio desulfuricans. Bakteri ini dapat menimbulkan korosi anaerobic pada besi dan bajaDesulfovibrio desulfuricans adalah bakteri pereduksi sulfat obligat anaerob (masih bisa hidup dengan sedikit O2 asal nutrient cukup tersedia).Jadi bakteri pereduksi sulfat bukan strict anaerob ( tidak bisa hidup dengan adanya O2 sedikitpun).
Klasifikasi bakteri pereduksi sulfat secara matematis SRB termasuk dalam gugus desulfovibrio.Pada umumnya bakteri Janis ini berbentuk tongkat lurus tetapi kadang-kadang juga berbentuk sigmoid atau spirlloid, dengan ukuran 0,5 - 1,5 µm x 2,5 - 10 µm.Morfologi ini dipengaruhi oleh umur dan lingkungannya. Desulfovibrio tergolong bakteri gram negative, tidak membentuk endospora dan mempunyai alat gerak berupa single polar flagella. Bakteri ini termasuk jenis anaerobic obligat, yang mempunyai metabolism tipe respirasi yang memanfaatkan sulfat atau senyawa belerang yang lain sebagai akseptor elektron dan mereduksinya menjadi H2S.
Metabolisme semua organisme yang hidup terdiri dari sejumlah hubungan reaksi kimia, dimana energy dibebaskan dan bahan sel baru disintesa dari reaksi – reaksi yang dikatalisa oleh enzim. Dua golongan yang terpenting adalah enzim pecernaan yang disebut hidrolase dan enzim respirasi yang disebut cytochrome.Pada organisme yang melakukan respirasi secara aerobic, seperti Pseudomonas dan ferrobacter, electron ditransfer dari bahan nutrisi menuju oksigen dengan perantaraan dua cychrome yang masing-masing mengandung sebuah
Cytochrome oxidase bereaksi dengan memindahkan electron dari onfero menghasilkan ion oksida.
4Fe2+ + O2 = 4Fe3+ + 2O
2-Enzim yang teroksidasi kemudian direduksi oleh atom hydrogen dengan bantuan cytochrome hidrogenase
4Fe3+ + 4H = 4Fe2+ + 4H+
Ion hydrogen kemudian bergabung dengan ion oksida membentuk air 4H+ + 2O2- = 2H2O
5.3.3.Mekanisme Korosi oleh SRB
Sharpley berpendapat bahwa jika terdapat bakteri SRB, maka pada anoda akan terjadi reaksi
Fe Fe2+ + 2e
-Reaksi di atas diikuti dengan reaksi yang merupakan aktivitas bakteri SRB
2H+ + SO42- + 4H2 H2S + 4H2O Fe2+ + H2S FeS + 2H+
Permukaan yang tidak mengalami kontak dengan SRB akan berfungsi sebagai katoda. Pada katoda tersebut akan terjadi reaksi
2H2O = 2H+ + 2OH -2H+ + 2e- H2
Elektron pada reaksi katodik di atas didapat dari reaksi di anoda. Ion hydrogen bebas (H+) mempunyai 3 kemungkinan fungsi:
1. Bereaksi dengan elektron membentuk H2 (katoda) 2. Bereaksi dengan gugus hidroksil membentuk air
3. Bereaksi dengan ion sulfat dan molekul hydrogen membentuk hydrogen sulfide Ion besi bebas akan bereaksi sebab tidak dapat tinggal dalam bentuk bebas.
Ada 2 kemungkinan reaksi ion besi bebas : 1. Bereaksi dengan H2S membentuk FeS 2. Bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)2
Jika lingkungan mengandung asam karbonat, maka FeS mungkin bereaksi dengan H2CO3 menghasilkan FeCO3
FeS + H2CO3 = FeCO3 + H2S
Ada kemungkinan juga ferosulfida bereaksi dengan ion hydrogen menghasilkan Fe(OH)2
FeS + OH- + H2O Fe(OH)2 + HS-
Menurut Stephenson dan Strickland, tahap pertama depolarisasi katodik adalah oksidasi hydrogen menjadi air oleh bakteri misalnya hidrogenomonas facilis. Enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah enzim hydrogenase
Hidrogenase
2H2 + O2 2H2O + energy
Mekanisme lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hirogen oleh bakteri adalah
Desulfovibrio desulfuricans
4H2 + SO42- S2- + 4H2O + energy
Gas hydrogen yang terbentuk di katoda berkumpul di dekat permukaan logam membentuk lapisan setebal satu molekul. Lapisan ini menghambat listrik sehingga terjadi polarisasi. Akibatnya reaksi korosi terhenti. Namun bila ada mekanisme yang menarik H2 katodik, maka akan terjadi depolarisasi system dan korosi akan berlanjut. Dalam hal ini bakteri SRB bertindak menarik H2 katodik tersebut sehingga proses korosi berlangsung.Proses korosi ini akan menghasilkan Fe(II), oleh O2 dalam air, senyawa ini akan diubah menjadi Fe(III) yang terlihat sebagai karat.
Selain mekanisme yang sudah disebutkan di atas terdapat mekanisme lain yang dikemukakan oleh S.C Dexter yaitu melibatkan bakteri lain Ferrobacteria atau lebih dikenal sebagai mekanisme pembentukan kantong lender (gelatinous).
Langkah-langkah pembentukan kantong lender: a. Reaksi katodik dalam lingkungan asam
2H+ + 2e 2H
lagi tetap dalam larutan. Ion Fe2+ yang tetap dalam larutan akan teroksidasi oleh ferobakteria menjadi Fe3+ yang kemudian bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)3. c. Lapisan Fe(OH)3 ini tidak tembus O2, sehingga ruangan dibawahnya bersifat
anaerobic dan baik bagi pertumbuhan SRB.
d. Sebagian Fe(OH)3 yang terbentuk bereaksi dengan H2S menghasilkan senyawa-senyawa sulfida dan belerang.
2Fe(OH)3 + 3H2S 2FeS + S + 6H2O
Volume senyawa – senyawa sulfida dan sulfur lebih kecil dari pada Fe(OH)3 sehingga akan terbentuk rongga – rongga pada lapisan Fe(OH)2 yang berisi cairan kehitaman yang berbau H2S
5.3.4 .Pembentukan SO42- dari Siklus Sulfur.
Sulfur tersedia di alam dalam jumlah banyak dalm bentuk Sulfat (batu-batuan) atau gas SO2 di udara.Tanaman dan mikroflora dapat langsung mengasimilasikan senyawa sulfat dan mereduksinya menjadi senyawa- senyawa lain. Sulfur organik dari tanaman akan dikembalikan ke dalam tanah melalui senyawa protein yang proses dekomposisinya oleh mikroflora akan menghasilkan H2S . Dalam keadaan yang aerob , H2S akan siap dioksidasikan oleh bakteri sulfur secara kemosintesa (missal Thiobacillus) menjadi sulfat. Dalam keadaan yanh anaerob, maka bakteri pereduksi sulfat (desulfovibrio) mereduksi senyawa sulfat menjdi H2S, dan ini terjadi sangat sering pada tanah dalam keadaan tergenang air.