• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korosi Temperatur Tinggi

Dalam dokumen Bahan Ajar Korosi (Halaman 78-91)

KOROSI LINGKUNGAN

5.4. Korosi Temperatur Tinggi

Andaikan pikiran semua orang besar di dunia digabung menjadi satu, dan biarkan gabungan yang dahsyat ini meregangkan syaraf sampai batas kemampuannya; biarkan bumi dan langit diljelajahinya; biarkan bukit dan ngarai ditelusurinya; yang akan ditemukan hanyalah penyebab makin beratnya logam yang teroksidasi di udara. (jean rey: 1630)

Bab-bab sebelum ini telah mendefinisikan korosi sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir selalu mengandung air. Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun elektrolit cair tidak ada; sehingga tidak mengherankan bila proses tersebut sering disebut korosi kering. Namun demikian, definisi tentang korosi yang telah digunakan selama ini tidak berubah; begitu pula penjabaran proses korosi melalui persamaan.

Barang kali proses korosi paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen di udara. (walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, peranannya tidak penting ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih dominan. Pada temperatur tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium, alumunium, titanium, molibdenum, dan tungsten; tetapi reaksi-reaksi ini di luar cakupan pembahasan kita) kendati reaksi dengan oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuan di massa lampau mengalami kesulitan

dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi-reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan-paduan modern telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks sekali.

Oksigen mudah bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang dibutuhkan untuk menghasilkan laju oksidasi yang terjadi bagi perekayasa. Mungkin sangat bervariasi untuk logam-logam yang berada pada temperatur yang sama.temperatur lingkungan sehari-hari, dan kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula yang di udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak mendatangkan masalah. Pada temperatur tinggi, laju oksidasi logam-logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen rekayasa mengalami kontak langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu yang lama, pada temperatur sedikit di bawah 480oC, selama proses penggilingan dan pengepresan panas terhadap baja lunak (proses yang berlangsung pada sekitar 900oC), laju oksidasi cukup besar untuk menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill scale), yang tidak berfungsi sebagai pelindung.

Sebelum pengendalian temperatur dalam proses-proses perlakuan panas mencapai kecanggihan seperti pada masa sekarang ini, temperatur lempengan atau batangan baja sering diukur dari warna-warni yang berkembang pada permukaannya selama perlakuan panas itu berlangsung. Caraini ternyata cukup teliti, untuk kenaikan setiap 10oC antar 230oC dan 280oC, warna logam berubah menurut urutannya adalah: gading pucat, gading tua, cokelat, ungu kecoklatan, ungu, dan ungu tua. Logam baja tampak kebiruan pada temperatur 300oC. Sampai berkembangan motor turbin gas untuk pesawat terbang modern yang dimulai dengan motor Whittle dalam tahun 1973, penggunaan logam-logam dan paduan-paduan untuk perekayasaan di lingkungan temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah pemilihan bahan. Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir tahun 1800-an dan digunakan oleh Parson pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoprasian tidak terlalu tinggi sehingga bahan-bahan yang sudah ada masih dapat digunakan. Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sesudah perang dunia kedua secara dramatik mengubah situasi tersebut karena pengoperasian temperatur yang lebih tinggi .

Kondisi pengoperasian kian menjadi tinggi: bahan-bahan yang dibutuhkan adalah yang mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000oC, masih ditambah tingkat tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi,sehingga menuntut dikembangkannya golongan paduan baru yang disebut paduan super (superalloys). Bahan dasar paduan-paduan ini kebanyakan adalah nikel; walaupun ada juga kelompok-kelompok yang menggunakan bahan dasar besi dan kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada

turbin-Baja masih menjadi bahan utama untuk penggunaan dalam turbin-turbin gas, walaupun persentasenya telah turun karena tergeser oleh paduan-paduan super dan paduan-paduan titanium. Peran serta paduan-paduan alumunium dalam pengembangan turbin gas kecil. Bab ini akan memberikan pembahasan singkat tentang prilaku logam-logam dalam temperatur tinggi dan lingkungan-lingkungan tidak mengandung air.

Oksida-Oksida Logam

Oksida-oksida logam (serta senyawa-senyawa lain seperti sulfida dan halida)dapat dibagi menjadi dua golongan, oksida yang mantap pada rentang temperatur tinggi dan oksida yang tidak mantap. Apabila oksida logam yang tidak mantap dipanaskan, oksida itu mengurai untuk melepaskan logam bersangkutan dan mengendapkannya ke permukaan logam. Perak oksida mengurai diatas 100oC, air raksa(II)oksida mengurai di atas 500oC, dan kadmium oksida dalam rentang temperatur 900-1000oC. Saat ini, oksida yang tidak mantap sedikit manfaatnya bagi perekayasa. Ahli kimia pada awal peradaban manusia, khusunya stahl, telah mendalilkan teori yang salah, yaitu bahwa logam kehilangan suatu zat yang disebut flogiston dan membentuk oksida logam atau kalks(calx):

Logam - flogistonoksida logam Stahl antara lain mengatakan bahwa:

Flogiston lebih ringan dari udara dan bila bergabung dengan zat lain, berusaha mengangkat zat itu sehingga beratnya berkurang. Akibatnya, bila suatu zat kehilangn flogiston, beratnya kan bertambah.

Dalam tahun 1780-an, Lavoisier menggunakan penguraian air raksa oksida untuk membuktikan bahwa teori flogiston untuk oksidasi tidak dapat dipertahankan lagi. Ia memanaskan air raksa sampai menjelang titik didihnya (357oC) dalam sebuah wadah yang tersekat rapat, dan memperlihatkan bahwa kurang dari 20% udara diserapoleh air raksa. Sesudah mengumpulkan raksa merah oksida dan memanaskan sampai sekitar 500oC, ia menguraikan oksida yang tidak mantap tersebut untuk mendapatkan suatu volume gas sebanyak udara yang hilang dalam percobaan sebelumnya.Pertambahan berat raksa sesudah pembentukan oksidanya sama dengan berat oksigen yang diserap dari udara. Dengan cara ini, dapat menyimpulkan bahwa mekanisme oksidasi adalah

Logam + oksigen  oksida logam

Golongan oksida mantap yang jauh lebih besar dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok: kelompok yang anggota-anggotanya mudah menguap pada temperatur rendah, dan kelompok yang biasanya tetap tinggal pada permukaan logam, kecuali bila dihilangkan secara fisik atau secara kimia.

Oksida yang mudah menguap tersebut terbentuk pada permukaan logam. Tetapi, segera berubah menjadi gas. Akibatnya permukaan logam yang tetap reaktif itu terus mengalami proses oksidasi sampai logam habis sama sekali.laju reaksi tersebut tidak menurun, bahkan

biasanya bertambah bila temperatur meningkat. Molibdenum adalah contoh klasik untuk kelompok ini. Di udara bebas logam ini teroksidasi dengan laju cukup tinggi bila temperatur lebih dari 300oC. Pada permukaannya terbentuk dua lapisanMoO3. Di atas 500oC MoO3 mulai menguap, dan pada sekitar 770oC laju penguapan sama dengan laju oksidasi.peningkatan temperatur lebih lanjut akan membuat logam cepat sekali habis. Efek yang timbul semakin dahsyat ketika MoO3 mulai memasuki fase leleh pada temperatur lebih dari 815oC.

Oksida yang mantap dan tidah mudah menguap diharapkan akan tetap tinggal pada permukaan logam dan semua oksida semacan itu diduga akan melindungi logam dibawahnya. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian. Laju oksidasi bergantung pada beberapa faktor, tiga diantaranyaadalah:

1. Laju difusi reaktan melalui selaput oksida

2. Laju pemasokan oksigen ke permukaan luar oksida 3. Nisbah volume molar oksida terhadap logam

Proses dengan laju paling lambat pada setiap temperatur merupakan laju yang mengandalikan korosi. Pada umumnya, laju korosi akan menurun begitu selaput oksida menebal.

Nisbah molar volume oksida yang terbentuk terhadap volume logam yang tekorosi karena memproduksi oksida adalah faktor yang paling penting dalam menentukan laju korosi untuk rentang waktu yang lama. Jika M adalah massa molekul oksida yang kerapatannya D, maka volume yang ditempati oleh 1 mol oksida itu adalah M/D. Jika m adalah massa logam dalam massa M oksida, dan kerapannya adalah d, maka volume logam yang telah berubah menjadi oksida adalam m/d. Tabel memuat nisbah-nisbah (M/D) ÷ (m/d) untuk sejumlah logam. Apabila volume oksida lebih kecil ketimbang logam, jadi Md/mD < 1, seperti pada litium, kalsium, dan magnesium, oksida akan teregang pada permukaan logam sehingga selaput itu berpori dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Prosews oksidasi terus berjalan dengan laju linier terhadap waktu.

logam Li Ca Mg Al Ni Zr Cu

Md/mD 0,57 0,64 0,81 1,28 1,52 1,56 1,68

logam Ti Fe U Cr Mo W

Md/mD 1,73 1,77 1,94 1,99 3,42 3,35

Tabel 1. Harga-harga nisbah volume oksida yang diproduksi terhadap volume logam yang dikonsumsi dalam proses pembentukan oksida.

Jika volume oksida lebih besar daripada volume logam asalnya, yaitu Md/mD < 1, maka kita boleh yakin bahwa oksida itu sinambung dan berfungsi sebagai pelindung. Dalam kasus alumunium, misalnya, inilah yang terjadi, kendatipun demikian komplikasi lain mungkin saja timbul. Seringkali, tegangan dalam yang bersifat komprehensif berkembang dalam oksida ketika oksida itu menebal. Kalau tegangan yang berkembang itu kecil, retak-retak atau

cacat-dalam oksida terus meningkat ketika lapisan itu semakin tebal. Oleh sebab itu, bila lajuoksidasi kecil untuk waktu yang lama, tegangan kompresif yang terbentuk dalam selaput oksida yang tipis hanya cukup untuk menjaga agar selapur pelindung itu kompak dan melekat erat. Meskipun dengan laju lambat sekali, selaput itu tetap menebal sampai akhirnya tingkat tegangan mampu menyebabkan antarmuka putus secara spontan dan laju korosi tiba-tiba melonjak. Ini merupakan salah satu jenis korosi bobolan (breakaway corrision) yang akan dibahas lebih lanjut.

Gambar 5.3. Empat kaidah laju oksidasi, pembentukan oksida yang mantap, tidak mudah menguap menyebabkan perubahan berat yang linier, parabolik atau logaritmik. Sedangkan pembentukan oksida mudah menguap menyebabkan kehilangan berat yang linier terhadap

waktu.

Oksida logam-logam yang membentuk lapisan oksida mantap dan tidak mudah menguap dengan disertai peningkatan berat sampel yang cukup sederhana untuk diukur di labolatorium. Laju penebalan lapisan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yang contohnya tampak pada gambar . (hilangnya berat sejalan dengan waktu bila oksida yang mudah menguap terbentuk) dalam persamaan berikut, y= tebal oksida , t = waktu, dan c1 hingga c5 adalah tetapan-tetapan.

Pertumbuhan parabolik

Apabila selaput oksida tetap lekat ke permukaan logam dan menjadi penghalang yang homogen terhadap difusi ion-ion logam atau ion-ion oksida melalui selaput itu, laju pertumbuhan oksida berbanding terbalik dengan tebal sesaat (instantaneous thickness):

dy/dt = c1/y

kalau persamaan di atas diintegrasi kita akan mendapatkan y2=c1t

(apabila t = 0, y = 0 : karena itu tetapan integrasi tidak diperlukan)logam-logam yang teroksidasi dengan laju parabolik biasanya dicirikan dari oksidanya yang tebal dan lekat. Contoh logam-logam ini adalah kobalt, nikel, tembaga, dan tungsten, walaupun seperti pada contoh lain, mungkin mengikuti hukum laju yang berbeda, tergantung dari kondisi percobaan. Pertumbuhan garis lurus

Dalam hal ini laju oksidasi konstan terhadap waktu: dy/dt = c2

yang bila diintegrasi menghasilkan y = c2t

pertumbuhan garis lurus atau linier terjadi bila mana oksida tidak mampu merintangi masuknya oksigen ke permukaan logam, sebagaimana terjadi bila oksida yang terbentuk dari volume logam tertentu terlalu kecil untuk menyalut seluruh permukaannya. Jika oksida retak atau terkelupas akibat besarnya tegangan dalam, maka pola pertumbuhan yang terjadi adalah tipe parabolik yang bila diamati secara keseluruhan akan tampak linier. Perilaku seperti ini disebut paralinier. Ini bisa terjadi bila siklus temperatur cukup untuk membentuk perbedaan-perbedaan kontraksi dan ekspansi antara logam oksida yang membuat oksida terlepas dari logam.

Pertumbuhan garis lurus ini dialami oleh logam yang diproses pada temperatur tinggi. Sebagai contoh adalah besi diatas 1000oC dan magnesium di atas 500oC.

Pertumbuhan logaritmik

Pada temperatur rendah, permukaan logam akan tersalut dengan selaput oksida tipis. Laju difusi menembus selaput inisangat rendah dan sesudah pertumbuhan yang cepat dalam periode awal berlalu, laju penebalan akhirnya menjadi nol. Persamaan untuk laju seperti ini adalah :

y = c3 log (c4t + c5)

contoh logam-logam yang teroksidasi dengan cara seperti diatas adalah magnesium dibawah 200oC dan aluminium dibawah 50oC.

tekanan gas, komposisi logam, bentuk komponen, dan finishing permukaan. Ini merupakan bentuk serangan yang tidak nampak tetapi sering menimbulkan akibat yang dahsyat.

Dari kurva oksidasi yang memperlihatkan perilaku bobolan itu dapat dilihat dalam gambar 5.3. Dalam gambar itu, selama waktu yang cukup lama waktu oksidasi tampaknya menurun, laju-laju pertambahan berat yang rendah disitu juga bisa menggambarkan laju penipisan logam yang dapat terjadi. Tiba-tiba, laju oksidasi meningkat. Sekarang, perilaku yang terjadi dapat dibagi dua, kemungkinan pertama, kurva mengulang pola parabolik yang telah dijalani sejak awal oksidasi, seperti tampak dalam kurva A, sedangkan kemungkinan kedua, laju oksidasi berlanjut dengan lonjakan menurut pola linier disertai tingginya laju penipisan logam, seperti dalam kurva B.

Kasus yang menyangkut korosi bobolan banyak terjadi. Zirkonium misalnya, akan mengalamikorosi bobolan dalam kondisi-kondisi ditemukan di lingkungan air bertekanan tinggi. Sebelum titik bobolan itu dicapai, oksida tersebut berupa selaput berwarna hitam mengkilat yang melekat erat, tetapi sesudah masa peralihan, oksida yang terbentuk berupa tepung putih. Oleh karena itu, zirkonium digunakan dalam reaktor air bertekanan berupa zircaloy 2 sebagai pembungkus batang-batang bahan bakar. Paduan ini mengandung timah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korosi bobolan.

Gambar 5.4. Conto kurva korosi bobolan, pada mulanya, laju oksidasi turun sejalan dengan waktu dan mengikuti kaidah pertumbuhan parabolik. Di titik bobolan (breakawayi), oksida

yang ada tidak lagi melindungi logam melainkan mulai tumbuh secara linier. Di A, oksida baru serupa dengan kerak yang tumbuh diawal proses dan kurva pertumbuhan sekali lagi

mengikuti kaidah parabolik sampai bobolan berulang. Di B, oksida baru tidak lagi melindungi logam sehingga korosi berlanjut menurut kaidah pertumbuhan rektiliner. Pada tahun 1969, dalam pemeriksaan dua tahunan terhadap sebuah reaktor tipe Magnox, orang menjumpai beberapa baut lunak patah. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukan bahwa baut-baut itu gagal akibat peregangan yang ditimbulkan akibat peregangan yang ditimbulkan oleh oksidasi berlebih pada antar muka antar baut, cincin alat, dan mur. Laju pertumbuhan oksida seperti itu tidak teramalkan melalui ekstrapolasi dari data uji labolatorium. Dalam hal ini yang terjadi adalah korosi bobolan. Oksida berpori yang terjadi sesudah bobolan

menempati volume dua kali lebih besar dari logam asalnya dan bisa terus berkembang, bahkan meskipun tegangan komprehesif yang terjadi pada antarmuka-antarmuka akibat pembentukannya semakin besar. Sebagai tindak lanjut, temperatur pengoprasian maksimum pada semua pembangkit tipe Magnox terpaksa diturunkan dengan konsekuensi berkurangnya kapasitas pembangkitan.

Karena munculnya masalah pada penggunaan baja lunak, semua baja jenis lain juga diperiksa ulang dan dalam uji-uji korosi yang dipercepat berhasil ditunjukkan bahwa baja dengan 9% Cr juga menderita oksidasi bobolan, walaupun sesudah waktu yang jauh lebih lama. Kendatipun demikian, berdasarkan data yang tersedia kemudian, dapat diperkirakan bahwa pada pipa-pipa ketel akan terjadi kegagalan-kegagalan yang membahayakan. Sesudah penelitian lebih lanjut yang menghasilkan pemahaman lebih lanjut tentang mekanisme oksidasi dan ditunjang basis data yang lebih besar, barulah kondisi pengoprasian dapat ditetapkan untuk mendapatkan umur pakai yang sesuai dengan rancangan.

Mekanisme oksidasi bobolan dalam reaktor-reaktor nuklir tersebut ternyata sangat kompleks. Oksida pelindung yang terbentuk pada baja feritik terdiri dari dua lapis, keduanya dapat ditembus oleh gas karbon dioksida pendingin. Lapisan sebelah dalam terbentuk kristal-kristal kecil yang mengandung kromium dan silikon, jika unsur-unsur ini terdapat dalam baja. Lapisan sebelah luar memiliki struktur kolom dan terbentuk dari magnetit, Fe3O4. Dalam hal ini terjadi kesetimbangan antara karbon dioksida yang merembes masuk dan difusi besi dalam keadaan padat ke luar yang bertindak sebagai pengendali laju. Karbon dioksida mengoksidasi besi, suatu reaksi yang menghasilkan karbon monoksida:

3Fe + 4CO2 Fe3O4 + 4CO Dan diikuti pemisahan karbon :

2CO  CO2 + C

Karbon ini sebagian terlarut ke dalam logam dan sebagian lainnya ke dalam oksida. Apabila kadar karbon pada oksida sebelah dalam mencapai 10% beratnya, kristal-kristal yang menyendiri akan terpisah satu sama lain oleh batas butir berupa selaput karbon. Ini menyebabkan oksida berporidan kehilangan fungsinya sebagai pelindung. Selanjutnya yang terjadi adalah oksida bobolan. Karena rendahnya kelarutan karbon dalam ferit( < 0,01%) sebagian besar karbon masuk ke lapisan oksida pada komponen-komponen baja lunak dan bobolan terjadi sesudah satu hingga lima tahun. Seandainya komponen terbuat dari baja yang mengandung 9% kromium, karbon yang masuk ke dalam logam yang menggumpal sebagai kromium karbida. Ini memungkinkan jauh lebih banyaknya karbon yang diserap oleh logam. Karena itu, lebih lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi karbon kritis yang memungkinkan bobolnya lapisan oksida. Oksidasi pada baja lunak mengikuti kurva B

Bagaimana oksigen dan logam bisa bertemu dalam selaput sehingga oksidasi dapat berlanjut. Seandainya difusi melalui selaput ini tidak terjadi, oksidasi akan berhenti begitu selapis oksida mono-molekuler terbentuk pada seluruh permukaan.

Oksidasi selalu menyangkut perpindahan ion-ion oksigen dari luar menuju logam melalui selaput. Pfeil berhasil membuktikan bahwa mekanisme pertumnbuhan oksida pada besi yang dilapisi kromium.. Sesudah dipanaskan di udara selama beberapa waktu, besi itu tersalut selapis tebal besi oksida. Tetapi, kromium oksida tetap ada, pada permukaan besi oksida atau diantara permukaan besi oksida. Posisi kromium oksida pada permukaaan besi dengan jelas menunjukan bahwa ion-ion besi telah terdifusi keluar untuk membentuk oksida, menembus lapisan kromium oksida, jadi bukannya ion-ion oksida yang telah terdifusi ke arah dalam. Sejak itu orang juga berhasil membuktikan bahwa ion-ion tembaga pun terdifusi ke arah luar ketika membentuk selaput oksida, sedangkan pada zirkonium dan titanium, ion-ion oksida yang bergerak ke dalam untuk bereaksi pada antarmuka logam/oksida.

Oksida-oksida logam sebagian besar merupakan senyawa-senyawa ionik.pada senyawa ini, ion-ion logam dan ion-ion oksida tertera dalam baris-baris beraturan menurut kisi kristal masing-masing. Beberapa oksida yang berlebihan ion-ion logam dan ion-ion itu ditempatkan pada posisi interstisi. Dalam hal ini oksida disebut bahan tipe-n atau tipe pembawa muatan negatif. Sementara itu oksida lain ada yang kekurangan ion-ion logam dan tempat-tempat kosong itu berada di kisikation (ion logam). Oksida ini disebut bahan tipe-p atau tipe pembawa muatan positif. Contoh oksida tipe-n adalah ZnO, CdO, dan Al2O3, sedangkan contoh tipe-p adalah Cu2O, NiO, FeO, dan Cr2O3.

Sekarang mari kita pelajari bagaimana difusi unsur-unsur yang berada dapat terjadi melalui sebuah lapisan seperti Cu2O, yang mungkin diharapkan bertindak sebagi isolator. Gambar 5.4(a) memperlihatkan bagaimana difusi ion-ion tembaga berlangsung. Analisis kimia secara teliti terhadap tembaga (I) oksida menunjukan bahwa ternyata banyak ion tembaga sedikit kurang dari yang diharapkan bila dibandingkan dengan rumus kimianya, Cu2O. Oksida seperti itu disebut oksida tidak stoikiometrik. Dalam struktur kristal, kekosongan atau vacancies terdapat pada sub kisi ion tembaga bermuatan tunggal, tetapi karena secara keseluruhan muatan listrik harus netral, struktur mempunyai ion-ion tembaga bermuatan ganda dalam jumlah yang cukup. Jumlah kekosongan khususnya lebih besar pada antarmuka udara/oksida dibanding pada antarmuka logam/oksida. Adanya gradien konsentrasi kekosongan ini menyebabkan ion-ion tembaga (I) bermigrasi ke arah luar, ke antarmuka udara/oksida dengan gerak langkah demi langkah seperti dalam gambar 4 (a). Sebaliknya, kekosongan akan terdifusi ke arah dalam, yaitu ke antarmuka logam/oksida, karena elektron-elektron bebas tersedia di situ.

Kalu ini merupakan proses satu-satunya, maka logam akan kelebihan elektron. Bagaimanapun, atom-atom oksigen akan menempel dengan sendirinya ke lapisan permukaan, sebagaimana tampak pada gambar 4(b), yang kemudian segera menjadi ion-ion oksida: O2  Cu2+ + e

-Reaksi dalam persamaan diatas diperoleh dengan mengoksidasi ion-ion Cu(I) positif pada permukaan logam sehingga menjadi ion-ion Cu(II):

Cu+  Cu2+ + e-

Gambar 5.5. Diagram skematik untuk mekanisme oksidasi tembaga (a). Difusi ion Cu+ dari logam antarmuka udara/oksida berjat adanya kekosongan kation. (b). Reaksi molekul oksigen

dengan ion-ion tembaga (I) diantar muka udara/oksida. Reaksi sebuah molekul oksigen menyebabkan menyatunya kisi dua ion oksida dan teroksidaninya empat ion tembaga (I) menjadi ion-ion tembaga (II). (c). Difusi muatan pisitif ke arah dalam (elektron ke arah luar)

untuk menetralkan kelebiahn elektron dalam logam.

Elektron-elektron yang ditinggalkan ketika ion-ion Cu+ terdifusi ke luar sekarang dapat terdifusi untuk memulihkan ion=ion Cu(II) ke keadaan sebagai Cu(I). Proses ini terjadi secara berantai yaitu sebuah elektron dari ion tembaga(I) yang bersebelahan terdifusi ke dalam ion tembaga (II) untuk memulihkannya menjadi tembaga (I) kembali :

dengan aliran muatan positif dalam arah yang berlawanan, seperti dalam gambar 5.5 (c). Mekanisme pertumbuhan retak ini dengan demikian menjadi lengkap.

Mekanisme senacam ini hanya berlaku untuk oksida logam-logam yang valensinya bisa berubah-ubah, seoerti tembaga dan besi. Aliminium oksida hanya mempunyai sebuah valensi. Karena itu disebut oksida dengan stoikiometri tetap (fixed). Dalam hal ini, sesuai dengan

Dalam dokumen Bahan Ajar Korosi (Halaman 78-91)