• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil BMI

Nisbah bagi hasil merupakan porsi atau bagian yang menjadi hak mudharib dan bank pada proses distribusi bagi hasil yang penetapannya disepakati pada awal kontrak. Pihak yang memiliki modal (shahibul mal) biasanya memiliki persentase bagi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan pihak yang mengelola modal (mudharib). Alasannya, pihak pemilik modal adalah pihak yang menanggung secara penuh jika terjadi kerugian usaha yang dijalankan oleh mudharib. Akan tetapi, penentuan presentase berdasarkan bilangan tertentu bukanlah suatu keharusan karena pada prinsipnya besaran nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak pada awal kontrak. Namun demikian, tindakan berupa penentuan bilangan persentase nisbah di awal kontrak lebih baik dilakukan guna menghindari kesalah-pahaman.

Berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah yang dinyatakan oleh Karim (2004), metode yang digunakan BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan mudharabah adalah metode penetapan nisbah bagi hasil berdasarkan keuntungan (profit sharing) dan pendapatan (revenue sharing). Penggunaan salah satu metode tersebut ditentukan berdasarkan tingkat risiko usaha yang akan dibiayai. Jika risiko usaha besar, maka nisbah bagi hasil ditetapkan berdasarkan perhitungan keuntungan. Sebaliknya, jika risiko usaha kecil, maka nisbah ditetapkan berdasarkan perhitungan pendapatan.

Penetapan metode profit sharing pada usaha yang bersiko tinggi merupakan salah satu sifat bank syariah yang menjunjung tinggi nilai keadilan dalam memberikan pembiayaan kepada mudharib. Dengan metode profit sharing, biaya-biaya yang terjadi selama usaha berjalan ditanggung oleh pihak bank. Sehingga, hal ini tidak memberatkan mudharib dalam mengembalikan dana pembiayaan kepada bank. Konsekuensinya, bank

syariah berani menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang relatif kecil dibandingkan dengan persentase nisbah untuk mudharib.

Adapun dalam menetapkan metode revenue sharing pada usaha yang berisiko rendah, bank lebih mengedepankan sifat prudent (hati-hati) dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah. Metode ini ditetapkan oleh bank untuk menghindari biaya-biaya tidak terduga (non-controllable cost) yang tidak dilaporkan mudharib secara transaparan. Dengan demikian, biaya- biaya tidak terduga atau seluruh biaya yang terjadi selama usaha berjalan tersebut ditanggung oleh mudharib. Konsekuensinya, bank syariah bisa menetapkan persentase nisbah bagi hasil untuknya yang lebih besar daripada untuk mudharib.

Sebagian besar (99%) pembiayaan mudharabah di BMI Cabang Bogor sampai bulan September 2006 disalurkan kepada usaha kecil berupa koperasi pada suatu lingkungan organisasi tertentu (perusahaan, instansi, atau lembaga). Hanya sebesar satu persen pembiayaan mudharabah disalurkan kepada usaha skala mengengah. Usaha koperasi dalam kasus ini memiliki risiko bisnis yang relatif kecil karena sebagian besar koperasi memiliki pemasukan yang tetap dari anggota yang juga merupakan pegawai atau karyawan dalam organisasi tersebut. Pemasukan tetap yang dimaksud berasal dari gaji anggota koperasi yang memiliki kewajiban kepada koperasi berupa pinjaman atau kewajiban lainnya. Sehingga, 99 persen metode yang digunakan BMI Cabang Bogor dalam menetapkan nisbah bagi hasil adalah metode revenue sharing.

Kesepakatan dalam menetapkan nisbah bagi hasil terjadi setelah proses tawar-menawar atau negosiasi dilakukan olah kedua pihak. Pada BMI Cabang Bogor, proses tawar menawar dalam menetapkan nisbah bagi hasil selalu dilakukan sebelum kedua pihak melakukan pengikatan (akad atau kontrak) suatu pembiayaan. Besarnya nisbah bagi hasil yang ditawarkan bank ditentukan berdasarkan metode penetapan nisbah bagi hasil yang disesuaikan dengan kondisi usaha mudharib. Sedangkan nisbah bagi hasil mudharib ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang dimilikinya.

Penetapan persentase nisbah bagi hasil produk pembiayaan mudharabah pada umumnya dilakukan dengan memperhitungkan dua faktor, yaitu referensi marjin keuntungan yang ditetapkan oleh Tim Asset and Liabilities Committe (ALCO) dan perkiraan tingkat keuntungan usaha mudharib yang dibiayai bank syariah tersebut (Tabel 9).

Tabel 9. Komponen Kriteria Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah

Referensi Marjin Keuntungan Perkiraan Keuntungan Usaha Mudharib

1. Direct Competitor’s Market Rate 2. Indirect Competitor’s Market

Rate

3. Expected Competitive Return for Investors

4. Acquiring Cost 5. Overhead Cost

1. Perkiraan penjualan usaha 2. Perkiraan lama Cash to Cash

Cycle

3. Perkiraan biaya langsung 4. Perkiraan biaya tidak langsung 5. Perkiraan Delayed Factor Sumber: Karim, 2004

Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan kembali menjadi lima kriteria dengan atributnya masing-masing berdasarkan pertimbangan peneliti dengan tujuan agar mudah untuk dilakukan analisis. Lima kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1). Tingkat Marjin Bagi Hasil Bank Syariah (TBBS)

Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Direct Competitor’s Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain:

a. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata perbankan syariah (BRPS) b. Tingkat marjin bagi hasil rata-rata beberapa bank syariah (BRBS) c. Tingkat marjin bagi hasil bank syariah tertentu (BBST)

2). Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional (TBBK)

Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Indirect Competitor’s Market Rate. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain:

a. Tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional (SRPK) b. Tingkat suku bunga rata-rata beberapa bank konvensional (SRBK) c. Tingkat suku bunga bank konvensional tertentu (SBKT)

3). Perkiraan Marjin Keuntungan Usaha Mudharib (PMKU)

Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Penjualan, Perkiraan Biaya Langsung, dan Perkiraan Biaya Tidak Langsung Usaha Mudharib. Atribut yang juga merupakan unsur pembentuk marjin keuntungan ini antara lain terdiri dari:

a. Perkiraan volume penjualan usaha (TVP) b. Perkiraan fluktuasi harga produk (TFH) c. Perkiraan laba bersih usaha (TLB) d. Perkiraan harga pokok penjualan (THPP) 4). Jangka Waktu Pembiayaan (JWP)

Kriteria ini merupakan representasi dari kriteria Perkiraan Lama Cash to Cash Cycle dan Perkiraan Delayed Factor. Atribut yang dimiliki oleh kriteria ini antara lain:

a. Perkiraan lama proses produksi barang atau jasa (TLPB) b. Perkiraan lama persediaan barang (TLSB)

c. Perkiraan lama piutang dagang (TLP) d. Perkiraan Delayed Factor

5). Bagi Hasil yang Diharapkan Investor/Deposan (BHI)

Kriteria ini merepresentasikan kriteria Expected Competitive Return for Investors, Acquiring Cost, dan Overhead Cost bagi bank syariah. Atribut dari kriteria ini antara lain:

a. Nisbah bagi hasil untuk nasabah investor/deposan (PBHI) b. Biaya langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga (BLD)

c. Biaya tidak langsung untuk mendapatkan dana pihak ketiga (BTLD)

Dokumen terkait