• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

D. Kromatografi Lapis Tipis Densitometri

1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan campuran

dengan menggunakan suatu plat fase diam yang nantinya fase diam tersebut akan

secara seragam tersebar diatas permukaan plat tersebut yang kemudian fase gerak

akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh gaya kapiler pada

pengembangan menaik (ascending) atau karena gaya gravitasi pada

pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Perbedaan antara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan kromatografi

kolom dalam hal ini kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah teknik utama

dalam pemisahan analit daripada fenomena fisik dalam hal ini adalah adsorbsi dan

partisi.

Pada KLT, fase diam terdiri dari lapisan tipis yang mengandung silika

gel atau serbuk selulosa yang bersifat inert dan rigid. Pada KLT terdapat banyak

variasi dari material pelapis, namun yang sering digunakan adalah silika gel.

Silika gel merupakan adsorben yang penyebarannya seragam diatas plat yang

banyak digunakan untuk KLT.

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan jika:

b. Senyawa yang dianalisis memiliki kepolaran tinggi, sedang maupun

kepolaran rendah atau ionic.

c. Sampel yang akan dianalisis harus secara berkelanjutan.

d. Sampel yang akan dianalisis dapat merusak kolom dari kromatografi cair atau

kromatografi gas (Deinstrop, 2007).

2. Fase Diam

Fase diam yang sering digunakan adalah silika gel. Silika gel yang

digunakan diberi pengikat dengan tujuan memberikan kekuatan pada lapisan.

Biasanya telah ditambahkan oleh industri sehingga tidak perlu ditambahkan

sendiri, diberi nama dengan logo silika gel G (Sastrohamidjojo, 2005). Struktur

dari silika gel adalah sebagai berikut

Gambar 3. Struktur silika gel (Braithwaite dan Smith, 1999)

Lapisan ketebalan adsorben yang dianjurkan adalah antara 150 - 250 µm,

setelah dikeringkan semalam pada udara biasa atau pada pengeringan oven pada

suhu 1050C selama 30 menit lalu siap untuk digunakan sebagai fase diam dalam metode KLT (Vogel, 1989). Pemanasan ini dilakukan untuk mengaktivasi silika

yang akan digunakan sehingga silika tersebut dapat digunakan dengan baik

sebagai fase diam. Dengan ini diharapkan air yang menutupi silika dapat hilang

Gambar 4. Interaksi hidrogen antara gugus silanol dengan air membentuk lapisan air multilayer (Wall, 2005)

Fase diam yang dijual dipasaran memiliki tata nama yang berbeda-beda.

Tata nama lempeng KLT yang dijual di pasaran adalah sebagai berikut ini

Tabel I. Tata nama lempeng KLT (Gandjar dan Rohman, 2007)

Singkatan / simbol Arti

Sil Produk mengandung silika gel seperti Anasil G Pengikat (lapisan halus) gipsum (CaSO4. H2O)

F atau UV Ditambahkan bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi mangan

254 dan 366 Setelah simbol F atau UV, untuk menunjukkan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforisensi yang ditambahkan

3. Fase Gerak

Fase gerak merupakan salah satu bagian yang penting dalam analisis

pemisahan senyawa menggunakan KLT karena polaritas dari fase gerak dapat

menentukan pemisahan. Oleh karena itulah perlu dilakukan pencarian terhadap

komposisi dan jenis fase gerak yang digunakan sehingga dapat memberikan

pemisahan yang baik. Fase gerak tersebut bisa didapatkan dari pustaka mengenai

senyawa yang akan dianalisis baru kemudian di optimasi lagi komposisinya agar

mendapat hasil pemisahan yang baik. Dapat berupa senyawa tunggal atau

Tabel II. Nilai Indeks Polaritas Pelarut Menurut Snyder,et al. (1997)

Pelarut Indeks

Polarits

Nilai Eluotopik UVcut off

(nm)

Alumina C18 Silika Gel

Heksana 0,1 0,01 - 0,00 195 Sikloheksana 0,2 0,004 - - 200 Toluena 2,4 0,29 - 0,22 284 Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212 Etil Asetat 4,4 0,58 - 0,48 256 Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330 Metanol 5,1 0,95 1,0 0,7 205 Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190 Dimetilformamida 6,4 - 7,6 - 268 Dimetilsulfoksida 7,2 0,62 - - 268 Air 10,2 - - - 190 4. Penotolan Sampel

Pemisahan yang optimal diperoleh dengan cara menotolkan sampel

dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan

terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan dapat dilakukan

dengan cara manual maupun otomatis dengan instrumen tertentu (Gandjar dan

Rohman, 2007). Misalnya Camag Linomat 5 (Wall, 2005). Volume penotolan

sampel yang digunakan biasanya adalah 0,1-0,5 mm3. Apabila lebih dari itu maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengelusi sampel. Selain itu dapat

membuat bercak yang dihasilkan menjadi melebar (Braithwaite, 1999).

Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan kromatogram

memiliki puncak ganda dan menyebabkan bercak yang menyebar. Jika volume

sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2 10 µL maka penotolan harus dilakukan

terlebih dahulu sebelum kemudian dicelupkan ke dalam fase gerak (Gandjar dan

Rohman, 2007).

5. Pengembangan

Plat yang telah ditotol oleh sampel kemudian dikembangkan dalam

bejana kromatografi yang telah jenuh oleh fase gerak. Tinggi fase gerak dalam

bejana harus di bawah lempeng yang telah ditotol oleh sampel. Bejana

kromatografi harus tertutup dengan rapat saat sedang mengelusi sampel.

Penjenuhan bejana dilapisi dengan kertas saring. ada beberapa macam teknik

melakukan pengembangan yakni menaik (ascending) dan menurun (denscending)

melingkar dan mendatar (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Metode KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi suatu senyawa dalam

campuran (sampel). Parameter yang digunakan adalah nilai Rf. Dua senyawa

dikatakan identik jika memiliki nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT

sama.

Setelah pengembangan sampel akan diperoleh nilai Rf yang

menggambarkan migrasi relatif komponen senyawa terhadap pelarut dan

berhubungan dengan koefisien distribusi komponen (Braithwaite, 1999). Nilai Rf

dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Rf

Dalam analisis kuantitatif dengan metode KLT, nilai Rf diharapkan berada antara

Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara yakni mengukur

bercak secara langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau

dengan menggunakan teknik densitometri. Cara yang kedua adalah dengan cara

mengerok bercak kemudian menetapkan kadar senyawa dalam sampel dengan

metode analisis lain, misalnya metode spektrofotometri. Tetapi terdapat

kelemahan pada cara kedua yakni dapat terjadi kesalahan dalam pemindaian

bercak sehingga kadar yang diukur bukan merupakan kadar sebenarnya (Gandjar

dan Rohman, 2007).

7. Densitometri

Dasar dari densitometri adalah berkas radiasi eletromagnetik dari panjang

gelombang tertentu ( biasanya UV dari 190-800 nm) yang bergerak mendeteksi

bercak analit pada fase diam, di mana fase gerak diletakkan pada suatu wadah

yang digerakan oleh motor. Kromatogram yang terbentuk sangat mirip dengan

yang diperoleh dalam HPLC, biasanya menampilkan serangkaian puncak dengan

baseline(Sastrohamidjojo, 2005).

Densitometri dapat mendeteksi lokasi puncak secara otomatis,

mengoptimasi kondisi pengukuran luas bawah kurva, scanning seluruh totolan

pada plat secara langsung, merekam spektra analit, scanning analit, kompensasi

baseline otomatis untuk menghilangkan sinyal palsu yang disebabkan

oleh interfensi pada plat fase diam, kalibrasi, pelaporan data, dan penyimpanan

data untuk perhitungan kembali (Sherma, 1996). Densitometer memiliki sumber

cahaya, monokromator untuk memilih yang cocok, serta sistem yang dapat

Gambar 5. Alat Densitometri

Dokumen terkait