• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kronologis dan Dasar Hukum Kebijakan Program Raksa Desa

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kronologis dan Dasar Hukum Kebijakan Program Raksa Desa

Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, disamping karena adanya

perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 juga

memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti Ketetapan

MPR Nomor: IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam

tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK dan

Mahkamah Agung dan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia Nomor: 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI

untuk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh

Presiden, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.

Sejalan dengan amanat Tap MPR tersebut serta adanya perkembangan

dalam peraturan perundang-undangan dibidang Keuangan Negara yaitu Undang-

undang Nomor 17 tahun 2003 tantang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor

1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15

Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan

Negara serta Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, menyebabkan terjadinya perubahan dalam sistem

pengelolaan keuangan negara.

Di dalam Undang-undang mengenai Keuangan negara, terdapat penegasan

dibidang pengelolaan keuangan yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan

negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan kekuasaan

pengelolaan keuangan negara dari Presiden sebagian diserahkan kepada

Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk mengelola

keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan

daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan

pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Gubernur/Bupati/Walikota

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah ataupun penyusunan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban

keuangan daerah melekat dengan pengaturan pemerintahan daerah sebagaimana

diamanatkan pada pasal 194 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Sejalan dengan dinamika perubahan pengelolaan keuangan daerah baik

mekanisme dan prosedurnya sebagaimana diuraikan di atas, maka prinsip utama

yang perlu ditekankan dalam perbaikan konsepsi pengelolaan keuangan daerah ke

depan adalah mendudukan kembali makna dari prinsip pengelolaan keuangan atau

anggaran publik yaitu ”apa yang menjadi kewajiban dari masyarakat (pajak atau

retribusi dan aspek pembebanan lainnya) akan menjadi hak bagi pemerintah, dan

apa yang menjadi kewajiban pemerintah (pelayanan umum dan kesejahteraan

masyarakat) akan menjadi hak bagi masyarakat”. Jadi dengan prinsip ”dari rakyat

untuk rakyat” akan menjadi spirit hidup atau jiwa dari semua kebijakan

pengelolaan keuangan publik yang ditopang oleh akuntabilitas, transparansi, dan

profesionalisme yang menjadi dasar bagi keberhasilan pengelolaan keuangan atau

anggaran daerah yang tentunya hal tersebut akan mendukung citra dan

kredibilitas pemerintahan daerah dimata masyarakatnya.

Pada hakekatnya pemberian kekuasaan di bidang pengelolaan keuangan

daerah merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan cita-cita

pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menjamin pemerintahan daerah dapat

menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dalam koridor

perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi saat ini serta perspektif ke

berpijak yang komprehensif dengan memperhatikan permasalahan keuangan

secara umum serta praktek-praktek permasalahan pengelolaan keuangan daerah

yang terjadi. Pemahaman dan implementasi atas permasalahan lingkup

pengelolaan keuangan daerah akan menjadi dasar dalam menetapkan arah

kebijakan dan strategi pelaksanaan selanjutnya.

Prioritas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang

menjadi prioritas adalah peningkatan peran pemerintah dalam penghormatan dan

perlindungan hak-hak dasar masyarakat miskin, pemantapan dan penajaman

berbagai upaya pemenuhan hak-hak dasar khususnya melalui program penciptaan

lapangan kerja dan usaha, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan serta

pemenuhan kebutuhan pangan, pengembangan sistem informasi manajemen,

memperkuat sistem monitoring dan evaluasi serta asistensi kepada pemerintah

daerah dalam penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan hak dasar rakyat

merupakan keharusan untuk dilaksanakan.

Secara nasional arah kebijakan penanggulangan kemiskinan tahun 2006

diarahkan pada berbagai regulasi dan pengembangan program yang memiliki

dampak luas terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan

pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan tindak kekerasan serta partisipasi

dalam kehidupan sosial politik. Selain itu untuk mendukung pemenuhan hak-hak

dasar rakyat miskin secara bertahap, kebijakan penanggulangan kemiskinan

diarahkan pada perwujudan keadilan dan kesetaraan gender, dan pengembangan

Sejalan dengan arah kebijakan penanggulangan kemiskinan, maka perlu

menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oleh karenanya

pemerintah berupaya untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi dengan

agenda utamanya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang profesional,

partisipatif, berkepastian hukum, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas,

bersih dan bebas KKN, peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan

aspirasi masyarakat. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, kebijakan

penyelenggaraan negara diantaranya diarahkan untuk meningkatkan keberdayaan

masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan melalui (1) Peningkatan

kualitas pelayana n publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan

pelayanan unggulan. (2) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat

mencukupi kebutuhan dirinya, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

mengawasi jalannya pemerintahan. (3). Peningkatan transparansi, partisipasi dan

mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Pembangunan adalah usaha yang

dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan guna meningkatkan kondisi

yang lebih baik, terwujudnya kehidupan masyarakat yang berdaulat, mandiri,

memiliki daya saing, berkeadilan, sejahtera, maju serta memiliki kekuatan moral

dan etika yang baik. Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat di masa yang akan

datang tidak terlepas dari tuntutan dan tantangan yang diartikulasikan kedalam

visi dan misi serta strategi Jawa Barat yang akseleratif tahun 2003-2008.

Dalam rangka mewujudkan visi ”Akselerasi Peningkatan Kesejahteraan

Masyarakat Guna Mendukung Pencapaian Visi Jawa Barat 2010”, perlu dilakukan

daerah yang efektif dan efisien. Pendekatan pembangunan daerah yang bertumpu

pada pembangunan manusia merupakan suatu landasan untuk mewujudkan visi

yang sudah ditetapkan. Pembangunan manusia adalah pemb angunan yang

berpusat pada manusia yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari

pembangunan bukan sebagai alat pembangunan.

Dalam Rencana Strategis Propinsi Jawa Barat 2003-2010 dinyatakan

bahwa indikator pencapaian visi Jawa Barat adalah Indeks Pembangunan Manusia

yang pada tahun 2010 diharapkan mencapai nilai 80. Pengertiannya adalah Jawa

Barat pada tahun 2010 dapat mensejajarkan kualitas pembangunan manusianya

pada kelompok daerah kategori sejahtera.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengamanatkan bahwa Pemerintah

Propinsi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat. Pada dasarnya

kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat bukan hanya merupakan tugas

Pemerintah Propinsi, namun juga merupakan tugas Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Desa, dunia usaha dan masyarakat.

Dengan kata lain semua stakeholder pembangunan harus bersama -sama dan

bersinergis memikul tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat.

Mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukan tugas yang ringa n, apalagi

bilamana terjadi kendala atau hambatan dalam teknis pelaksanaannya seperti

belum stabilnya faktor keamanan, belum pulihnya kondisi perekonomian nasional,

dan faktor lainnya. Dengan mencermati hal-hal tersebut maka perlu dilakukan

upaya terobosan yang tepat untuk mempercepat pencapaian sasaran melalui

Jawa Barat tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2001,

Pemerintah Propinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada Desa dan

menetapkan kebijakan untuk mengarahkan pembangunan berbasis IPM ke desa

melalui program yang disebut Program Raksa Desa. Dengan asumsi jika IPM desa

meningkat maka akan meningkatkan IPM Kecamatan, dan jika IPM Kecamatan

meningkat maka akan meningkatkan IPM Kabupaten . Selanjutnya dengan

meningkatnya IPM Kabupaten maka akan meningkatkan IPM Propinsi Jawa

Barat.

2.4. Arah dan Mekanisme Program Raksa Desa

Dokumen terkait