• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TI JAUA PUSTAKA

2.3 Teknik Produksi dan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel

2.3.5 Kualitas biodiesel dan faktor faktor yang mempengaruh

Indonesia telah menyusun Standar Nasional Indonesia untuk kualitas biodiesel (SNI 04 7182 2006). Standar ini disusun dengan memperhatikan standar sejenis yang sudah berlaku di luar negeri seperti ASTM D6751 di Amerika Serikat dan EN 14214:2002 (E) untuk negara Uni Eropa. Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metode uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada

S-I 04+7182+2006

No Parameter Satuan Nilai Metoda Uji

1 Massa jenis pada 40oC kg/m3 850 890 ASTM D 1298

2 Viskositas kinematik pada

40oC

Mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0 ASTM D 445

3 Angka setana Min.51 ASTM D 613

4 Titik nyala (mangkok tertutup) oC Min.100 ASTM D 93

5 Titik kabut oC ASTM D 2500

6 Korosi lempeng tembaga (3

jam pada 50 oC)

Maks. No.3

ASTM D 130

7 Residu karbon

dalam contoh asli

dalam 10% ampas distilasi

% massa

Maks.0,05 Maks.0,30

ASTM D 4530

8 Air dan sedimen % vol Maks 0,05 ASTM D 2709

ASTM D 1796

9 Suhu distilasi 90% oC Maks. 360 ASTM D 1160

10 Abu tersulfatkan % massa Maks.0,02 ASTM D 874

11 Belerang ppm m (mg/kg) maks.100 ASTM D 5453 ASTM D 1266 12 Fosfor ppm m (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12 55

13 Angka asam Mg KOH/g Maks.0,8 AOCS Cd 3 63

ASTM D 664

14 Gliserol bebas % massa Maks.0,02 AOCS Ca 14 56

ASTM D 6584

15 Gliserol total % massa Maks.0,24 AOCS Ca 14 56

ASTM D 6584

16 Kadar ester alkil % massa Min. 96,5 Dihitung*

17 Angka iod % massa Maks.115 AOCS Cd 1 25

18 Uji Halphen negatif AOCS Cd 1 25

Catatan: Kadar ester (% massa) =

100 (AsAa4,57Gttl)

As

*) dengan pengertian:

As Adalah angka penyabunan yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3 25, mg KOH/g biodiesel

Aa Adalah angka asam yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3 63 atau ASTM D 664, mg KOH/g biodiesel

Gttl Adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS Ca 14 56, %massa

Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca produksi seperti kontaminan (Gerpen 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin

bebas, gliserin terikat, alkohol, ALB, sabun, residu katalis, sulfur, aromatik dan abu (Gerpen 1996; Bajpai and Tyagi 2006).

Viskositas kinematik menunjukkan “resistansi aliran cairan pada kondisi gravitasi”. Viskositas kinematik sama dengan viskositas dinamik/densitas. Parameter ini merupakan spesifikasi rancangan dasar untuk injektor bahan bakar yang digunakan pada mesin diesel (Gerpen et al. 2004). Viskositas adalah sifat yang paling penting dari biodiesel karena mempengaruhi pengoperasian peralatan injeksi bahan bakar, terutama pada suhu rendah saat kenaikan viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar. Biodiesel memiliki viskositas yang mendekati bahan bakar diesel (Arisoy 2008). Bila viskositas tinggi, maka injektor tidak akan bekerja dengan baik (Gerpen et al. 2004).

Densitas adalah berat biodiesel per satuan volume. Ia merupakan sifat penting lainnya dari biodiesel. Alat injeksi bahan bakar bekerja pada basis ukuran volume, sehingga apabila densitas lebih besar akan menyebabkan massa yang diinjeksikan lebih besar pula (Arisoy 2008). Densitas biodiesel akan meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap dan berkurangnya panjang rantai (Mittelbach and Remschmidt 2004). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan rangkapnya (Mittelbach and Remschmidt 2004)

FAME Densitas (kg/m3) FAME Densitas (kg/m3)

C 6 : 0 889 C 16:0 884 C 8 : 0 881 C 18:0 852 C 10 : 0 876 C 18:1 874 C 12 : 0 873 C 18:2 894 C 14 : 0 867 C 18:3 904

Minyak nabati memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biodiesel. Viskositas yang tinggi ini akan mempengaruhi kecepatan alir bahan bakar melalui injektor sehingga dapat mempengaruhi atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas yang tinggi juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas yang tinggi tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan proses kimia transesterifikasi, untuk menurunkan viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar (Knothe 2005).

Menurut Krisnangkura et al. (2006) viskositas dipengaruhi oleh jumlah karbon dari asam lemak penyusun biodiesel dan suhu. Jumlah karbon yang lebih banyak dan suhu yang lebih rendah cenderung menyebabkan meningkatnya kekentalan (Gambar 10).

Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan (setelah bercampur dengan udara). Semakin cepat bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin tinggi angka setana bahan bakar tersebut (Prakash 1998).

Gambar 10. Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai perbedaan suhu (Krisnangkura et al. 2006)

Cara pengukuran angka setana yang umum digunakan, seperti standar ASTM D613 atau ISO 5165, adalah dengan menggunakan heksadekana (C16H34,

yang memiliki nama setana) sebagai patokan tertinggi (angka setana = 100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane (HMN yang memiliki komposisi C16H34) sebagai

patokan terendah (angka setana =15) (Knothe 2005; Arisoy 2008). Menurut Prakash (1998), dari skala tersebut dapat diketahui bahwa hidrokarbon jenuh dengan rantai lurus memiliki angka setana yang lebih tinggi dibanding hidrokarbon rantai bercabang atau senyawa aromatik pada berat molekul dan jumlah atom karbon yang sama. Angka setana berkorelasi dengan tingkat kemudahan penyalaan pada suhu rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi diam. Angka setana yang tinggi juga berhubungan dengan rendahnya polutan NOx (Knothe 2005).

Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada solar (Gambar 11) (Prakash 1998). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (alkil ester asam lemak, misalnya) menyebabkan tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan diesel (Knothe 2005). Hal inilah yang merupakan keunggulan yang nyata biodiesel dibanding dengan solar berkenaan dengan penampilan mesin dan emisi dan membuat mesin yang diberi bahan bakar biodiesel lebih lancar dan kurang berisik.

Gambar 11 Perbandingan angka setana metil ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar (nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt 2004)

Pada ester yang berasal dari lemak jenuh, angka setana dari alkil ester meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemaknya. Sebaliknya, angka setana akan menurun dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkapnya. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Titik nyala merupakan kemampuan terbakar (flammability) bahan bakar yang merupakan parameter untuk mengetahui dampak berbahaya selama perjalanan atau penyimpanannya (Mittelbach and Remschmidt 2004). Titik nyala dari metil ester murni > 200 oC, diklasifikasikan sebagai “tidak mudah terbakar”. Walau bagaimanapun, selama produksi dan pemurnian biodiesel, tidak semua metanol dapat dihilangkan, sehingga membuat biodiesel menjadi mudah terbakar dan lebih berbahaya untuk menangani dan disimpan jika titk nyala ini di bawah 130 oC (Gerpen et al. 2004).

Tabel 13 Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam lemak (Mittelbach and Remschmidt 2004)

C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3

Metil ester asam lemak Angka

setana

47,9 60,8 73,5 74,3 75,7 55,0 42,2 22,7

Etil ester asam lemak Angka

setana

76,8 53,9 37,1 26,1

1 propil ester asam lemak Angka

setana

69,9 55,7 40,6 26,8

2 propil ester asam lemak Angka

setana

82,6 96,5 86,6

Air dan sedimen merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah air yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sedimen (Gerpen et al.

berkontribusi pada pembentukan deposit pada injektor dan kerusakan mesin lainnya. Jumlah sedimen pada biodiesel dapat meningkat sepanjang waktu sebagaimana bahan bakar ini mengalami degradasi selama penyimpanan yang lama (Gerpen et al. 2004).

Gliserol bebas merupakan gliserol yang hadir sebagai molekul gliserol dalam bahan bakar. Gliserol bebas merupakan hasil dari pemisahan yang tidak sempurna dari ester dan gliserol hasil reaksi transesterifikasi. Keberadaan gliserol bebas dapat menjadi sumber deposit karbon pada mesin disebabkan pembakaran yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004).

Gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat. Gliserol terikat merupakan bagian gliserol dari mono , di , dan trigliserida. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004).

Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Disatu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knothe 2005). Namun di sisi lain, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan terpolimerisasi (Azam et al. 2006).

Bilangan iod yang tinggi cenderung membentuk polimer dan membentuk deposit pada injector nozel, cincin piston dan cincin piston jika ia dipanaskan. Namun demikian hasil uji mesin mengindikasikan bahwa reaksi terjadi secara signifikan hanya pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang tinggi dalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dinyatakan oleh bilangan iod (Mittelbach and Remschmidt 2004)

Bilangan asam merupakan ukuran langsung dari asam lemak bebas pada biodiesel. Asam lemak bebas dapat menyebabkan korosi. Bilangan asam ini dapat meningkat menurut waktu disebabkan bahan bakar akan mengalami degradasi disebabkan kontak dengan udara dan air (Gerpen at al. 2004).

Stabilitas penyimpanan berhubungan dengan kemampuan bahan bakar untuk menahan perubahan kimia selama penyimpanan. Perubahan ini biasanya terdiri dari oksidasi disebabkan adanya kontak dengan oksigen dari udara. Komposisi asam lemak biodiesel merupakan faktor penting dalam menentukan stabilitas terhadap udara (Gerpen et al. 2004).

Angka setana, panas pembakaran (heat of combustion), titik cair dan titik didih, viskositas akan meningkat dengan meningkatnya panjang rantai dan kejenuhan dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak (Graboski 1997; Prakash 1998; Knothe 2005). Tabel 14 menggambarkan profil asam lemak dari berbagai sumber minyak dan pengaruhnya terhadap sifat fisik biodiesel. Sementara Tabel 15 menunjukkan pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya.

Tabel 14 Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat sisik biodiesel yang dihasilkannya (Soriano et al. 2006)

Jenis Minyak

Komposisi asam lemak (%) Sifat Fisik Biodiesel

Jenuh (%) 16:0 18:0 18:1 18:2 18:3 Viskositas dinamik,cp Viskositas Kinematik,cSt Titik tuang ,o C Titik kabut, o C Titik nyala, o C SFO 6 3 17 74 0 3,75 ± 0,01 4,30 ± 0,01 5,0 ± 0.0 1,0 ± 0.0 181 ± 1 9 SBO 12 3 23 55 6 3,58 ± 0,01 4,12 ± 0,01 2,0 ± 0.0 1,0 ± 1.0 186 ± 2 15 PMO* 45 4 40 10 0 ± 0,00 5,15 ± 0,02 12,0 ± 0.00 18,0 ± 1.0 179 ± 3 50 RSO 3 1 64 22 8 3,85 ± 0,01 4,43± 0,02 13 ± 1.0 4,0 ± 1.0 178 ± 0 4 *) Mengandung sekitar 1% asam lemak 14:0. SFO minyak biji bunga matahari; SBO minyak

Tabel 15 Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya (Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005)

Rantai Asam

Jumlah Karbon

Struktur

Asam Metil ester

Titik Cair oC Titik Didih oC Titik Cair oC Titik Didih oC Kaprilat 8 CH3(CH2)6COOH 16,5 239 40 193 Kaprat 10 CH3(CH2)8COOH 31,3 269 18 224 Laurat 12 CH3(CH2)10COOH 43,6 304 5,2 262 Miristat 14 CH3(CH2)12COOH 58,0 232 19 295 Palmitat 16 CH3(CH2)14COOH 62,9 349 30 415 Palmitoleat 16 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH 33 0 Stearat 18 CH3(CH2)16COOH 69,9 371 39,1 442 Oleat 18 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH 16,3 19,9 Linoleat 18 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(C H2)7COOH 5 35 Linolenat 18 CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2C H= CH(CH2)7COOH 11 Arakidat 20 CH3(CH2)18COOH 75,2 50 Eikosenoat 20 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH 23 15 Behenat 22 CH3(CH2)20COOH 80 54 Erukat 22 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH 30

Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan pada beberapa sifat bahan bakar FAME murni ditunjukkan pada Gambar 12 (Soriano et al. 2006). Semakin panjang rantai asam lemaknya maka semakin tinggi titik tuang, titik kabut, viskositas dan titik nyala. Namun demikian sifat tersebut akan turun dengan adanya ikatan rangkap.

! " # $ % % & $ ' & $ ' & $ '

Gambar 12 Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel (Soriano et al. 2006)

Dokumen terkait