• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN TEORETIK

A. Kualitas Pelayanan Pramuniaga

1. Pengertian Kualitas

Menurut pendapat Tjiptono (1996:51), konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya aspek kualitas. Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Perspektif TQM ini semakin jelas terlihat pada rumusan Goetsh dan Davis (dalam Tjiptono, 1996:51) tentang kualitas yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Penekanan kualitas adalah pada aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan dan sebagai fokus utamanya adalah customer utility

(Edvardsson, et al dalam Tjiptono, 1996:53). Dengan kepuasan pelanggan kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin

ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan (Tjiptono, 1996:54).

Dari uraian-uraian di atas bisa disimpulkan bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan dengan penekanan pada kepuasan pelanggan dan pendapatan.

2. Pengertian Pelayanan

Pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan. Kottler (2000:248) mendefinisikan pelayanan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak bersifat fisik). Pelayanan merupakan kunci sukses perusahaan yang bersifat jasa. Perannya akan bersifat lebih besar dan bersifat menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat itu terdapat kompetisi dalam usaha.

Perusahaan yang berorientasi pada pelayanan akan membawa sukses besar perusahaan yang peka akan melihat sikap emosional pelanggan sebagai suatu indikator yang ditanggani dengan baik.

Pelayanan dapat menciptakan kepuasan pelanggan jika penyedia jasa memusatkan perhatian pada upaya pemuasan keingginan pelanggan, kembangan produk yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan keingginan pelanggan dan mewujudkan rancangan proses produk tersebut ke dalam praktek kegiatan produksi sehari-hari.

3. Pengertian Kualitas Pelayanan

Berdasarkan pengertian kualitas dan pelayanan diatas dapat diambil kesimpulan, kualitas pelayanan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak bersifat fisik), dimana tindakan atau perbuatan tersebut berada pada suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan dengan penekanan pada kepuasan pelanggan dan pendapatan.

Menurut pendapat Sudrajat (2005:15) dalam bisnis jasa, kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang penting dan harus dikerjakan dengan baik karena aplikasi kualitas sebagai sifat dari pencapaian produk atau kinerja merupakan bagian utama dari strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan baik dalam hal memimpin pasar maupun sebagai strategi untuk terus tumbuh.

4. Kepuasan dan Ketidakpuasan Pelanggan

Kepuasan adalah rangkuman kondisi psikologis yang dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan yang tidak cocok dilipatgandakan oleh perasaan-perasaan yang terbentuk dalam konsumen tentang pengalaman pengkonsumsian. Terlebih lagi, rasa heran atau kegairahan yang disebabkan oleh evaluasi ini dianggap memiliki tentang waktu yang terbatas, sehingga kepuasan dengan segera melarut ke dalam (namun demikian tidak terlalu mempengaruhi) sikap keseluruhan terhadap pembelian produk, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan pengecer khas (Oliver dalam Peter dan Olson, 1996:158). Menurut pendapat Engel, et al (Tjiptono, 1996:146) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan. Sedangkan pakar pemasaran Kotler (Tjiptono, 1996:146-147) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

Ketidakpuasan (dissatisfaction) muncul ketika harapan pra pembelian ternyata tidak cocok secara negatif. Yaitu, kinerja suatu produk ternyata lebih buruk dari kinerja yang diharapkan (Peter dan Olson, 1996:160). Pendapat di atas dipertegas oleh Tjiptono (1996:153) dalam bukunya “Manajemen Jasa”, pelanggan mengeluh karena tidak puas. Ia tidak puas karena harapannya tidak terpenuhi. Dengan demikian semakin

tinggi harapan pra pembelian seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinan ia tidak puas terhadap jasa yang dikonsumsinya.

Banyak pakar yang menyatakan bahwa hukum pertama kualitas adalah ‘melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal’. Bila hal itu tercapai, maka akan terwujud kepuasan pelanggan. Meskipun demikian, dalam suatu perusahaan yang telah menyampaikan jasanya dengan baik, tetap saja akan ada pelanggan yang tidak puas atau kecewa. Penyebabnya ada dua jenis, yaitu (Tjiptono, 1996:159):

a. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang kasar, “jam karet”, kesalahan pencatatan transaksi, dan lain-lain.

b. Faktor eksternal yang di luar kendali perusahaan, seperti cuaca (banjir, badai), gangguan pada infrastruktur umum (listrik padam, jalan longsor), aktivitas kriminal (pembakaran, vandalisme), dan masalah pribadi pelanggan (dompet hilang).

Kepuasan pelanggan dan secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok, yaitu (Tjiptono, 1996:158-159):

a. Pertama, memperlakukan para pelanggan yang tidak puas dengan sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan loyalitas mereka b. Kedua, penyedia jasa memberikan jaminan yang luas dan tidak

terbatas pada ganti rugi yang dijanjikan saja.

c. Ketiga, penyedia jasa memenuhi atau melebihi harapan para pelanggan yang mengeluh dengan cara menangani keluhan mereka.

5. Kualitas Jasa

Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 1996:59). Kualitas jasa juga bisa diartikan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Wyckof dalam Tjiptono, 1996:59). Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service (Parasuraman dalam Tjiptono, 1996:60). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dua aspek yang harus diperhatikan dalam kualitas jasa yaitu spesifikasi pesanan (kebutuhan pelanggan), dan yang esensial adalah pelayanannya (dari contact personnel). Padahal dalam bisnis jasa, sikap dan pelayanan contact personnel merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan. Bila aspek tersebut dilupakan atau bahkan sengaja

dilupakan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama perusahaan yang bersangkutan bisa kehilangan banyak pelanggan lama dan dijauhi calon pelanggan (Tjiptono, 1996:58). Pentingnya contact personnel menurut Peter dan Olson (1996:183) memiliki dua alasan yaitu pertama, contact personnel dengan pramuniaga dapat meningkatkan keterlibatan konsumen dengan produk dan/atau proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, konsumen dapat lebih termotivasi untuk masuk dan memahami informasi yang disajikan pramuniaga tentang suatu produk. Kedua, situasi komunikasi saling silang/interaktif memungkinkan salesman mengadaptasi apa yang disajikannya agar sesuai dengan kebutuhan informasi setiap pembeli potensial.

Sehubungan dengan peranan contact personnel yang sangat penting dalam menentukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan

service excellence. Menurut Elhaitammy (Tjiptono, 1996:58), service excellent atau pelayanan yang unggul adalah suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini, yaitu :

a. Kecepatan b. Ketepatan c. Keramahan d. Kenyamanan

Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence

bila ada komponen yang kurang. Untuk mencapai tingkat excellence, setiap karyawan harus memiliki keterampilan tertentu, di antaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional.

6. Dimensi Kualitas Jasa

Parasuraman, dkk (dalam Tjiptono, 1996:70) mengungkapkan 5 dimensi pokok kualitas jasa, yaitu :

a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.

b. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.

e. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Dokumen terkait