BAB II. LATAR BELAKANG BERDIRINYA LEKRA
B. Lahirnya Lembaga Kebudayaan Rakyat
Pada masa sekitaran Revolusi Agustus, para sastrawan mudah sekali
terinfiltrasi.Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran politik pada sastrawan,
belum terpimpin, dan terarah sehingga belum memiliki sasaran yang tepat.
Infiltrasi pihak Belanda dilakukan secara teratur.Hal ini mengakibatkan sebagian
seniman dan sastrawan meninggalkan kubu revolusi dan menjadi
kontrarevolusioner.67Hal ini tentu memberi dampak yang tidak baik dalam
perjuangan revolusi yang masih terus dilakukan.
Persetujuan KMB antara Belanda dan Indonesia lebih memudahkan Belanda
melancarkan usaha-usaha infiltrasi kebudayaan. Dalam babak ini, muncullah
konsepsi humanis universal yang menjadikan seniman dan sastrawan melupakan
perjuangan akan tanah air dan memilih menjadi seorang kosmopolit serta bersifat
antipatriotik. Diantara gejolak yang terjadi, ada golongan sastrawan yang secara
intuitif patriotik tidak mau menyerah pada situasi pada masa itu yang kemudian
mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra.68
66
Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit., hlm. 16.
67 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Lekra Tak Membakar Buku, 2008, Yogyakarta, Mekarasumba, hlm.
115.
Lekra berdiri pada tanggal 17 Agustus 1950 di Jakarta atas inisiatif D.N.
Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto. Anggota-anggota awalnya terdiri dari
para pengurus antara lain ialah A.S. Dharta, M.S. Ashar, Njoto, Henk Ngantung,
Sudharnoto, Herman Arjuno, dan Joebaar Ajoeb.69Pembentukan Lekra merupakan
sebuah proses panjang yang melibatkan banyak pihak, yakni para seniman dan
politikus Partai Komunis Indonesia.70
Lekra menjadi wadahperjuangan untuk memerdekakan diri sebagai subjek.
Usaha untuk pencarian diri sebagai subjek di tengah pergaulan antarbangsa. Kata
“rakyat” menjadi inti dari kata “lembaga” dan “kebudayaan”.Kata “rakyat” yang dimaksud ialah bangsa Indonesia sendiri.71Semua berhimpun di dalamnya menuju
cita-cita kebudayaan rakyat yang menuntut kemerdekaan dan kedaulatan.Lekra
hadir sebagai lembaga dari suatu gerakan kebudayaan demi mendukung semangat
revolusi.
Menurut Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), pekerja seni bukanlah
seniman dan ilmuwan yang mengisolasi diri dari rakyat dan bersikap tak acuh
pada persoalan hidup. Lekra tidak ingin kehidupan kebudayaan dikuasai kaum
priayi di kota dan di desa yang secara sadar menjadi kaki tangan kapitalisme asing
dan sisa-sisa feodalisme.72 Oleh karena itu, Lekra mengajak para seniman dan
sastrawan yang berada dalam naungannya menyuarakan anti kolonialisme,
imperialisme, dan kapitalisme.
69Ibid., hlm. 21. 70
Tempo dan Geger 1965, Edisi 30 September-6Oktober 2013, Jakarta, Kepustakaan Gramedia,
hlm. Xvi.
71Ibid., hlm. 132.
Tujuan berdirinya Lekra mencegah kemerosotan lebih lanjut dibidang
revolusi.73Lekra menyadari bahwa hal ini bukan hanya menjadi tugas dari kaum
politisi dan pemerintahan namun juga tugas para pekerja kebudayaan.Dalam
pandangan Lekra, kebebasan menciptakan karya seni harus diikuti dengan
tanggung jawab dan atas kesadaran politik.74Hal ini disebabkan, revolusi memiliki
arti penting bagi kebudayaan karena tanpa revolusi Agustus 1945 kebebasan di
bidang kebudayaan tidak akan pernah terwujud.
Berdirinya Lekra tidak lepas dari situasi politik di Indonesia saat
itu.Kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya tercapai dalam membebaskan
rakyat dari penderitaan.Sikap rakyat yang merasa terbelakang dan tertindas serta
takut akan perubahan merupakan dampak dari kolonialisme bangsa asing. Lekra
menolak semua pengaruh kebudayaan barat yang masuk baik melalui buku-buku,
musik, dan film sebagai bagian dari sikap anti imperialisme dan
neokolonialisme.75
Latar belakang berdirinya Lembaga Kebudayaan Rakyat tidak lepas dari
keprihatinan terhadap bangsa Indonesia yang dianggap belum lepas dari
penjajahan.Oleh karena itu, Lekra merasa ikut bertanggung jawab dalam
mendukung revolusi yang dicanangkan oleh Soekarno.Menurut Djoko Pekik yang
merupakan salah satu seniman Sanggar Bumi Tarung, Lekra terbentuk atas
73
Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 21-22.
74Tempo, op.cit., hlm. xi.
75 Alexander Supartono, Lekra vs Manikebu: Perdebatan Kebudayaan 1950-1965, 2000, Jakarta,
anjuran Presiden Soekarno yang mendorong semua partai memiliki lembaga
kebudayaannya sendiri.76
Lekra berpendapat bahwa hal sangat penting dalam revolusi tidak hanya
pergerakan politik, tetapi juga memerdekakan rakyat dari pola pikir yang merasa
terbelakang dan terjajah.Rakyat bebas dalam berekspresi, hak atas pendidikan dan
kehidupan yang layak. Fokus utama Lekra terletak pada kehidupan rakyat-rakyat
kecil. Usaha untuk memperjuangkan kelayakan hidup bagi rakyat kecil yang
tertindas dan menderita dilakukan Lekra melalui karya-karyanya. Beban revolusi
menjadi tanggungan bersama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Karena jika revolusi tersebut tidak sesuai dijalurnya maka rakyatlah yang
menanggung dari segala beban penderitaan.
Sikap para seniman yang berpihak kepada rakyat pada tahun 1950an sangat
dipengaruhi oleh situasi politik dalam mempertahankan kemerdekaan melalui
perjuangan rakyat.Sikap para seniman ini terlihat pada keperduliannya dalam
menyuarakan penderitaan rakyat kecil yang tertindas dalam budaya Imperialisme
danFeodalisme. Para seniman mulai memiliki kesadaran akan adanya kelas sosial
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pandangan ini menjadi arah seni para
seniman yang akhirnya peduli akan kaum kecil. Hal inisejalan dengan politik
Bung Karno untuk memobilisasi rakyat dengan semangat revolusi
berkesinambungan (revolusioner).Semangat ini yang kemudian mendapatkan
dukungan dari para seniman.77
76Tempo, op.cit.,hlm. 16.
Pada karya seniterkandung nilai ideologis.Seorang seniman dapat berperan
dan berpengaruh dalam mendidik suatu bangsa.Lekra berpandangan bahwa ide
kerakyatan menjadi sikap yang berpihak pada rakyat.Mukadimah Lekra
mengungkapkan bahwa rakyat Indonesia adalah semua golongan masyarakat yang
menentang penjajahan, penindasan, dan penghisapan feodal.Para seniman dan
sarjana diajak untuk mempelajari kenyataan, kebenaran, dan keadilan dalam
kehidupan masyarakat. Lekra menentang pemikiran yang bersifat
antikemanusiaan dan antisosial dari kebudayaan bukan rakyat.Lekra berpendapat
bahwa secara tegas harus berpihak dan mengabdi kepada rakyat.78Mukadimah
mengklaim bahwa Lekra merupakan satu-satunya lembaga kebudayaan yang setia
pada kenyataan dan kebenaran rakyat.
Sekretaris umum Lekra, Joebaar Ajoeb menyatakan bahwa seni harus
membantu dan mengabdi pada gerakan massa rakyat pekerja yang berjuang
menyelesaikan revolusi Agustus hingga dapat melangkah pada pembinaan
masyarakat sosialis.79 Para seniman mengemban tugas dalam membantu kaum
buruh dan massa tani untuk menghapus adanya sistem tuan tanah.Lekra
mendorong para seniman supaya mengelola tema rakyat pekerja dan
perjuangannya.
Dalam laporan Pengurus Pusat Lembaga Seni Rupa Indonesia, Basuki
Resobowo menyampaikan pandangannya, bahwalukisan seniman harus
bertemakan kerakyatan yang hidup penuh kesengsaraan dan
penderitaan.Penggambaran manusia tanpa ekspresi membuatnya menjadi karya
78Ibid., 105. 79Ibid., hlm. 106
seni yang tidak mempunyai nilai perjuangan.Seniman Lekra harus melukis wajah
zaman yang realistis dengan menjelmakan tokoh-tokoh baru dan ide yang
mencerminkan kekuatan progresif (ke arah kemajuan) dalam perjuangan rakyat
yang revolusioner (perubahan secara menyeluruh dan mendasar).Dari inilah
karya-karya tersebut mempunyai fungsi dan peran mendidik politik dan rasa
indah.80
43