KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.Pemasaran
Menurut Kotler (2006:6) pemasaran adalah proses di mana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari
pelanggan sebagai imbalannya. Perencanaan pemasaran dimulai dengan
merumuskan sebuah penawaran untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginan pelanggan sasaran. Pelanggan akan menilai penawaran
berdasarkan tiga elemen dasar: fitur dan kualitas produk, bauran dan
kualitas pelayanan, serta harga (lihat Gambar II.1).
Harga berdasarkan nilai
Daya tarik penawaran pasar Fitur dan Kualitas Produk Bauran dan Kualitas Jasa Gambar II.1
Komponen Penawaran Pasar
Sumber: Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. (terj. Bob Sabran). Manajemen Pemasaran. Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, hal.4
Lamb, Hair and McDaniel (2001:55) menjelaskan bahwa bauran
pemasaran adalah paduan strategi produk, distribusi, promosi dan
penentuan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan
pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju. Kotler dan
Keller (2009:19-20) memaparkan 4 orientasi perusahaan terhadap pasar:
a. Konsep produksi
Konsep ini menyatakan bahwa konsumen lebih menyukai produk yang
tersedia dalam jumlah banyak dan tidak mahal. Perusahaan
berkonsentrasi untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya
rendah, dan distribusi massal.
b. Konsep produk
Konsep produk berpendapat bahwa konsumen menyukai produk yang
menawarkan kualitas, kinerja, atau fitur inovatif terbaik. Manajer
berfokus untuk membuat produk yang unggul dan senantiasa
melakukan inovasi.
c. Konsep penjualan
Konsep penjualan beranggapan bahwa konsumen dan bisnis, jika
dibiarkan, tidak akan membeli cukup banyak produk organisasi. Maka
dari itu, perusahaan harus melakukan promosi yang gencar untuk
menjual lebih banyak barang ke lebih banyak konsumen.
d. Konsep pemasaran
Konsep pemasaran beranggapan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan
yang lebih baik kepada pasar sasaran yang dipilih.
2. Lingkungan Fisik
Menurut Mowen dan Minor (2002:133) lingkungan fisik (physical
surroundings) merupakan aspek fisik dan tempat yang konkrit dari
lingkungan yang meliputi suatu kegiatan konsumen. Stimuli seperti warna,
suara, penerangan, cuaca, dan susunan ruang orang atau benda dapat
mempengaruhi perilaku konsumen. Lingkungan fisik sangat penting dalam
mempengaruhi perilaku, sikap, dan keyakinan konsumen ke arah yang
diinginkan.
Mowen dan Minor (2002:134-139) menganalisis faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pembeli, antara lain musik, keadaan berdesakan,
lokasi toko, tata ruang toko dan suasana toko. Menurut Bitner (dalam
Laksmidewi, 2002:50), lingkungan fisik mempengaruhi atribut konsumen
pada saat terjadi kegagalan dalam pelayanan. Atribut dimaksudkan sebagai
apa yang diterima seseorang sebagai penyebab di belakang perilakunya,
perilaku orang lain, atau kejadian yang mereka observasi.
a. Dimensi Lingkungan Fisik
Dimensi lingkungan fisik merupakan suatu campuran yang
perusahaan untuk meningkatkan atau memperbaiki tindakan-tindakan
karyawan dan konsumen.
Bitner (dalam Laksmidewi, 2002:50) berpendapat, elemen fisik
mencakup tiga dimensi berikut:
1) Ambient conditions
Ambient conditions mencakup karakteristik-karakteristik latar
belakang lingkungan seperti temperatur, penerangan, kegaduhan,
musik dan aroma.
2) Spatial layout and functionality
Spatial layout menunjukkan cara bagaimana mesin, peralatan, dan
furnitur diatur serta ukuran, bentuk item-item tersebut, dan
hubungan spatial di antaranya. Functionality menunjukkan
kemampuan item-item tersebut untuk memfasilitasi kinerja dan
pencapaian tujuan.
3) Sign, symbols, and artifact
Sign biasa digunakan sebagai label (seperti nama perusahaan,
nama departemen), untuk penunjuk arah (masuk, keluar), dan
untuk mengkomunikasikan aturan perilaku (seperti dilarang
merokok, dll). Termasuk di dalamnya kualitas material yang
digunakan dalam konstruksi, pemasangan sertifikat dan foto di
dinding, penutup lantai, dan sebagainya.
Lingkungan fisik merupakan salah satu faktor penting dalam
besar pelanggan akan tertarik untuk datang ke sebuah perusahaan bila
penampilan luar perusahaan tersebut menarik. Bisa diambil contoh bila
kita menemukan tempat makan baru, maka kita akan tertarik untuk
mencicipinya bila tampilannya mencerminkan kualitas produk dan jasa
yang ditawarkannya serta sesuai dengan budget yang kita miliki.
b. Lokasi Fasilitas Jasa
Lokasi fasilitas seringkali menentukan suksesnya suatu jasa,
karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial suatu perusahaan.
Bila suatu perusahaan dekat dengan area kampus, berarti target
pasarnya adalah mahasiswa, tetapi bila perusahaan berada di
perumahan elit atau di tengah kota berarti target pasarnya adalah orang
menengah ke atas.
Menurut Tjiptono (1996:42), pemilihan tempat atau lokasi
memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor
berikut:
1) Akses: lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana
transportasi
2) Visibilitas: lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.
3) Lalu lintas
4) Tempat parkir yang luas dan aman
5) Ekspansi: tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha
6) Lingkungan: daerah sekitar yang mendukung jasa yang
ditawarkan.
7) Persaingan: lokasi pesaing.
Lingkungan fisik yang menyenangkan diharapkan mampu
memberikan kepuasan pada konsumen yang nantinya bisa membentuk
loyalitas pada perusahaan, sehingga omset perusahaan dapat
meningkat pula.
3. Kualitas
Menurut Goetsch Davis (dalam Yamit, 2001:8) kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Pendekatan ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan
pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut
kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan.
Lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh
para praktisi bisnis, yaitu (Yamit, 2001:9):
a. Transcedental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan,
tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.
b. Product-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut
c. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera
(fitness for used) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
d. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari
sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu
yang sesuai dengan persyaratannya (conformance quality) dan
prosedur.
e. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi
nilai dan harga, bersifat relatif. Produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.
4. Kualitas Produk
a. Pengertian Produk
Menurut Lamb, dkk (2001:414), produk adalah segala sesuatu,
baik menguntungkan maupun tidak, yang diperoleh seseorang melalui
pertukaran. Sedangkan Kotler dan Keller (2009:4), menyatakan bahwa
produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar
fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi,
informasi dan ide.
Dari kedua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar
untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen dan diperoleh
melalui pertukaran.
b. Karakteristik Produk
Dalam merencanakan penawaran pasarnya, pemasar harus
melihat lima tingkat produk (lihat Gambar II.2). Setiap tingkat
menambah nilai pelanggan yang lebih besar, dan kelimanya
merupakan bagian dari hierarki nilai pelanggan (customer-value
hierarchy).
Gambar II.2 Tingkat Produk
Sumber: Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. (terj. Bob Sabran). Manajemen Pemasaran. Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, hal.4
Kelima tingkat produk tersebut, yaitu (Kotler dan Keller,
2009:4):
1) Pada tingkat dasar adalah manfaat inti, yaitu layanan atau manfaat
yang benar-benar dibeli pelanggan.
2) Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi
produk dasar (basic Product).
3) Pada tingkat ketiga, pemasar mempersiapkan produk yang
diharapkan (expected product): sekelompok atribut dan kondisi
yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk
ini.
4) Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk tambahan
(augmented product).
5) Tingkat kelima adalah produk potensial (potential product)
mencakup semua kemungkinan tambahan dan transformasi yang
mungkin dialami sebuah produk atau penawaran di masa depan.
c. Jenis-Jenis Produk Konsumen
Menurut Lamb, dkk (2001:414) produk dapat diklasifikasikan
sebagai produk bisnis (industry) atau sebagai produk konsumen,
tergantung dari niat para pembeli. Produk bisnis digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa lain untuk memudahkan pengoperasian
produk konsumen dibeli untuk memuaskan keinginan pribadi seorang
individu.
Jenis-jenis produk konsumen, antara lain (Lamb dkk, 2001:
414-416):
1) Produk kemudahan (convenience products)
Produk kemudahan adalah jenis produk yang relatif murah dan
menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja sehingga konsumen
tidak perlu bersusah payah berbelanja untuk jenis seperti itu.
2) Produk belanja (shopping products)
Produk belanja adalah produk yang memerlukan perbandingan
berbelanja, karena biasanya lebih mahal dibandingkan produk
kemudahan dan ditemukan pada lebih sedikit toko.
3) Produk khusus (specialty products)
Produk khusus adalah suatu jenis produk yang dicari konsumen
secara intensif dan konsumen enggan untuk menerima pengganti.
4) Produk yang tidak dicari (unsought products)
Produk yang tidak dicari adalah suatu produk yang tidak dikenal
oleh calon pembeli atau produk yang dikenal tetapi pembeli tidak
aktif mencarinya.
d. Pengertian Kualitas Produk
Kualitas produk adalah karakteristik produk atau jasa yang
pelanggan yang dinyatakan atau diimplikasikan (Kotler, 2006:272).
Sedangkan, menurut Mowen dan Minor (2002:90) kualitas produk
didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan
kinerja barang atau jasa. Jadi, kualitas produk adalah segala
karakteristik dari suatu produk yang mampu memuaskan pelanggan.
Gambar II.3
Syarat atau Keperluan untuk Kualitas Produk Sumber: http://kusna.com/2007/05/12/konsep-management-kualitas/
Syarat atau keperluan untuk kualitas produk perlu
memperhatikan tiga hal yaitu kegunaan produk, sosial masyarakat dan
manusia. Pada umumnya kegunaan mengarah pada performa dan
ketahanan suatu produk. Selain itu kualitas produk yang baik perlu
juga melibatkan sosial masyarakat seperti memperhatikan limbah
industri. Sedangkan dari segi manusia, perusahaan harus mampu
menjaga keselamatan kerja para karyawannya. Apabila ketiga hal
bagi konsumen maupun produsen
(http://kusna.com/2007/05/12/konsep-management-kualitas/ .
Para konsumen seringkali menilai kualitas produk atau jasa
tertentu atas dasar berbagai macam isyarat informasi yang mereka
hubungkan dengan produk. Menurut Schiffman dan Kanuk
(2004:163), isyarat-isyarat intrinsik berkaitan dengan karakteristik
fisik produk itu sendiri, seperti ukuran, warna, rasa, atau aroma.
e. Dimensi Kualitas Produk
Karakteristik kualitas dari suatu produk sangat multidimensional,
karena produk dapat memberikan kepuasan dan nilai kepada pelanggan
dalam banyak cara. Martinich (dalam Yamit, 2001:11) mengemukakan
spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan
pelanggan dapat dikelompokkan dalam enam dimensi, yaitu:
1) Performance: kualitas produk menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.
2) Range and Type of Features: kemampuan atau keistimewaan yang
dimiliki produk dan pelayanan.
3) Reliability and Durability: kehandalan produk dalam penggunaan
secara normal dan lama produk dapat digunakan.
4) Maintainability and Serviceability: kemudahan untuk
pengoperasian produk dan kemudahan perbaikan maupun
5) Sensory Characteristic: penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau,
selera dan lainnya.
6) Ethical Profile and Image: kualitas adalah bagian terbesar dari
kesan pelanggan terhadap produk dan pelayanan.
5. Kualitas Pelayanan
a. Pengertian Pelayanan
Menurut Laksana (2008: 85) pelayanan adalah setiap tindakan
atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Komponen pelayanan dalam bisnis tidak dapat
dipisahkan baik itu untuk perusahaan jasa maupun perusahaan dagang.
Pada perusahaan dagang dan industri, pelayanan sebagai produk
tambahan yang selalu melekat pada produk utamanya.
b. Karakteristik Jasa atau Pelayanan
Jasa mempunyai empat karakteristik berbeda yang sangat
mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu (Kotler dan Keller,
2009:39-42):
1) Tak berwujud berarti bahwa jasa tidak dapat dilihat, dirasakan,
diraba, didengar atau dibaui sebelum jasa itu dibeli.
2) Tak terpisahkan berarti bahwa jasa umumnya diproduksi dan
3) Bervariasi berarti bahwa kualitas jasa tergantung pada siapa yang
menyediakannya, kapan dan di mana, dan kepada siapa, jasa sangat
bervariasi.
4) Dapat musnah berarti bahwa jasa tidak dapat disimpan, jadi dapat
musnahnya jasa bisa menjadi masalah ketika permintaan
berfluktuasi.
Menurut Mowen dan Minor (2002:185), lingkungan pelayanan
(service encounter) adalah interaksi perorangan yang terjadi di antara
seorang konsumen dan pemasar. Bagi konsumen lebih sulit menilai
kualitas jasa daripada kualitas produk. Hal ini terjadi karena adanya
beberapa karakteristik jasa yaitu tak berwujud, tak terpisahkan,
bervariasi dan dapat musnah.
Meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan tidak semudah
usaha meningkatkan kualitas produk, karena karakteristiknya yang
unik. Peningkatan kualitas jasa juga akan berdampak pada organisasi
secara menyeluruh.
c. Pengertian Kualitas Jasa atau Pelayanan
Menurut Wyckof (dalam Tjiptono, 1997), kualitas jasa adalah
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan
menurut Zeithaml (dalam Laksana, 2008: 88), kualitas pelayanan dapat
keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka. Jadi, kualitas
pelayanan adalah segala karakteristik dari suatu jasa yang diberikan
oleh suatu perusahaan yang mampu memuaskan pelanggan.
d. Model Kualitas Pelayanan
Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (dalam Laksana,
2008: 92), penilaian kualitas pelayanan dapat dilihat dari dua sisi yaitu
sisi konsumen dan sisi penyedia jasa. Kotler dan Keller (2009: 51-52)
mengidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan
pengiriman jasa, yaitu:
1) Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen,
yaitu manajemen tidak selalu memiliki anggapan yang benar
tentang apa yang diinginkan oleh konsumen.
2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas
jasa, yaitu manajemen mungkin memiliki anggapan yang benar
terhadap pelanggan tetapi tidak menetapkan standar kinerja.
3) Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penghantaran jasa,
yaitu personel mungkin tidak terlatih atau tidak mampu atau tidak
bersedia memenuhi standar; atau mungkin terikat dengan standar
yang bertentangan, seperti meluangkan waktu untuk mendengarkan
4) Kesenjangan antara penghantaran jasa dan komunikasi eksternal,
yaitu harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat
oleh iklan dan perwakilan perusahaan.
5) Kesenjangan antara jasa anggapan dan jasa yang diharapkan, yaitu
ketika konsumen salah menganggap kualitas jasa.
Komunikasi berita
dari mulut ke mulut Kebutuhan pribadi
Harapan konsumen terhadap pelayanan Persepsi konsumen terhadap pelayanan Cara pelayanan Desain pelayanan dan standar pelayanan Persepsi perusahaan atas harapan konsumen Pengalaman masa lalu Komunikasi perusahaan dengan konsumen KESENJANGAN 4 KESENJANGAN 5 KESENJANGAN 1 KESENJANGAN 2 KESENJANGAN 3 KONSUMEN PEMASAR Gambar II.4
Model Kualitas Pelayanan
Sumber: Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009 (terj. Bob Sabran). Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, hal. 51
e. Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler dan Keller (2009:52) terdapat 5 dimensi
1) Keandalan: kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan
dengan andal dan akurat.
2) Responsivitas: kesediaan membantu pelanggan dan memberikan
layanan tepat waktu.
3) Jaminan: pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
mereka untuk menunjukkan kepercayaan dan keyakinan.
4) Empati: kondisi memperhatikan dan memberikan perhatian pribadi
kepada pelanggan.
5) Wujud: penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan
komunikasi.
6. Pelanggan
Menurut Yamit (2001:75) dalam pandangan tradisional, pelanggan
adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi
selesai, karena mereka adalah pengguna produk. Sedangkan orang yang
berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses produksi berlangsung
adalah dianggap sebagai pemasok. Pelanggan dan pemasok dalam konsep
tradisional ini adalah orang yang berada di luar perusahaan atau disebut
pelanggan dan pemasok eksternal.
Griffin (2003:31) mendefinisikan customer (pelanggan) sebagai
seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli barang dari perusahaan.
Kebiasaan tersebut bisa terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang
Terdapat tiga jenis pelanggan, yaitu (Yamit, 2001:77):
a. Pelanggan internal: setiap orang yang ikut menangani proses
pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau
organisasi.
b. Pelanggan perantara: mereka yang bertindak atau berperan sebagai
perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau
pelanggan eksternal.
c. Pelanggan eksternal: pembeli atau pemakai akhir yang sering disebut
pelanggan yang nyata.
Jadi, pelanggan adalah orang-orang yang kegiatannya membeli dan
menggunakan suatu produk, baik barang maupun jasa, secara
terus-menerus. Pelanggan atau pemakai suatu produk adalah orang-orang yang
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan
perusahaan-perusahaan bisnis.
7. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam
membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan membuang
barang-barang dan jasa yang dibeli: juga termasuk faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk (Lamb, dkk.,
2001:188).
Schiffman dan Kanuk (2004:7) menjelaskan bahwa proses
namun berhubungan satu sama lain: tahap masukan (input), tahap proses,
dan tahap keluaran (output). Semua tahap tersebut dapat terlihat dalam
Gambar II.5 di bawah ini.
Usaha Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran distribusi Lingkungan Sosio-budaya: 1. Keluarga 2. Sumber informasi 3. Sumber nonkomersial lain 4. Kelas sosial
5. Subbudaya dan budaya
Pengenalan Kebutuhan Penyelidikan Sebelum Pembelian Evaluasi Alternatif Bidang Psikologi: 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pengetahuan 4. Kepribadian 5. Sikap Pengalaman Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian ulang Evaluasi Setelah Pembelian Pengambilan Keputusan Konsumen Pengaruh Eksternal Masukan Proses Keluaran Perilaku Setelah Keputusan Gambar II.5
Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber: Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2004. (terj. Zoelkifli Kaslip).
Perilaku Konsumen. edisi ketujuh. Jakarta: Indeks, hal.8
Tahap masukan mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap
kebutuhan atas produk. Ada dua sumber informasi utama, yaitu: usaha
lingkungan sosio-budaya (keluarga, sumber informasi, sumber
nonkomersial lain, kelas sosial serta sub-budaya dan budaya).
Tahap proses memfokuskan pada cara konsumen mengambil
keputusan. Berbagai faktor psikologis seperti motivasi, persepsi,
pengetahuan, kepribadian dan sikap mempengaruhi pengenalan konsumen
terhadap kebutuhan produk. Kemudian konsumen akan melakukan
penyelidikan sebelum pembelian dan melakukan evaluasi berbagai
alternatif. Pengalaman yang diperoleh melalui evaluasi tersebut akan
mempengaruhi sifat psikologis konsumen yang ada.
Tahap keluaran terdiri dari dua macam kegiatan yaitu pembelian
dan evaluasi setelah membeli. Percobaan merupakan tahap penyelidikan
pada perilaku pembelian, yaitu konsumen akan menilai produk melalui
pemakaian langsung. Setelah konsumen merasa puas, maka ia akan
melakukan pembelian ulang yang menandakan penerimaan akan produk.
Evaluasi produk setelah pembelian akan memberikan pengalaman pada
konsumen dalam tahap proses pada model ini.
Menurut Lamb, dkk (2001:201) faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen adalah:
a. Faktor budaya: budaya dan nilai, sub-budaya & kelas sosial.
b. Faktor sosial: referensi kelompok, opini para pemimpin dan para
anggota keluarga.
c. Faktor individu: jenis kelamin, umur, keluarga dan daur hidup
d. Faktor psikologis: persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan
sikap.
8. Kepuasan Konsumen
Kepuasan pelanggan menjadi sasaran strategis bagi sebuah
perusahaan agar dapat tumbuh berkembang dan tetap eksis dalam
menghadapi perubahan. Kepuasan pelanggan juga menjadi petunjuk arah
dan pendorong motivasi untuk menciptakan langkah kreatif, inovatif yang
dapat membentuk keadaan masa depan yang gemilang. Kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) adalah tingkatan di mana kinerja
anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli.
Kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh kualitas produk,
pelayanan, harga bahkan dari lingkungan fisik perusahaan tersebut. Bila
dilihat dari segi produk yang ditawarkan, pastilah konsumen
menginginkan produk dengan kualitas terbaik dan harga yang sesuai. Bila
dilihat dari segi pelayanan, konsumen menginginkan pelayanan yang cepat
dan ramah tanpa harus menunggu pesanan dengan lama. Kepuasan
konsumen merupakan perasaan di mana produk telah sesuai atau melebihi
Produk Nilai produk bagi pelanggan Tujuan Perusahaan Harapan pelanggan terhadap produk Kebutuhan dan keinginan pelanggan Tingkat kepuasan pelanggan Gambar II.6
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi Offset, hal.130.
a. Manfaat Kepuasan Pelanggan
Manfaat kepuasan pelanggan bagi perusahaan mencakup
(Wood, 2009:11):
1) Dampak positif pada loyalitas pelanggan
2) Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan (melalui
pembelian ulang, cross-selling dan up-selling)
3) Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan (biaya
komunikasi, penjualan dan layanan pelanggan)
4) Menekan volatilitas dan resiko berkenaan dengan prediksi aliran
kas masa depan
5) Meningkatnya toleransi harga
7) Pelanggan cenderung lebih reseptif
8) Meningkatnya bargaining power relatif perusahaan.
Maka, secara luas manfaat dari kepuasan pelanggan adalah
menciptakan loyalitas pelanggan dengan menjaring konsumen
sebanyak-banyaknya yang nantinya akan meningkatkan keuntungan
sebuah perusahaan.
Menurut Yamit (2001:83) faktor utama keberhasilan dalam
membentuk fokus pada kepuasan pelanggan adalah menyadarkan
karyawan akan pentingnya kepuasan pelanggan, menempatkan
karyawan untuk berinteraksi secara langsung dengan pelanggan, dan
memberikan kebebasan kepada karyawan untuk melakukan tindakan
yang diperlukan dalam rangka memuaskan pelanggan. Tetapi, bukan
berarti bahwa jika karyawan sudah memiliki kesadaran akan
pentingnya kepuasan pelanggan dapat menghilangkan munculnya
kekecewaan (complain). Kekecewaan pelanggan sangat sulit dihindari,
karena keberagaman harapan dan keinginan konsumen yang tidak
mungkin dapat dipenuhi seluruhnya oleh perusahaan.
b. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting
dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih
efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
efektif dan tidak efisien.
Menurut Kotler (dalam Yamit, 2001:80) beberapa metode yang