F. Bantuan hidup dasar (BHD) 1.Pengertian
3. Langkah-langkah pemberian BHD a.Melakukan tiga aman
Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak jarang anda memasuki keadaan yang berbahaya. Selain resiko dari infeksi anda juga dapat menjadi korban jika tidak memperhatikan kondisi sekitar pada saat melakukan pertolongan. Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan penolong kepada korban, yaitu:
1) Memastikan keamanan anda
Nampaknya egois, namun kenyataannya adalah bahwa keamanan diri sendiri merupakan prioritas utama. Mengapa? Karena bagaimana kita akan dapat melakukan petolongan jika kondisi kita sendiri berada dalam bahaya. Akan merupakan hal yang ironis seandainya kita bermaksud menolong tetapi karena tidak memperhatikan situasi kita sendiri yang terjerumus dalam bahaya.
2) Memastikan keamanan lingkungan
Ingat rumus do no futher harm karena ini meliputi juga lingkungan sekitar penderita yang belum terkena sedera. Sebagai contoh adalah saat mendekati mobil yang sudah mengalami kecelakaan dan keluar asap. Ingatkan dengan segera para penonton untuk cepat-cepat menyingkir karena ada bahaya ledakan/api.
3) Memastikan keamanan penderita
Betapapun ironisnya, tetapi prioritas terakhir adalah penderita sendiri, karena penderita ini sudah mengalami cedera dari awal. b. Memastikan kesadaran korban (Check responsiveness).
Setelah lokasi kejadian aman maka anda akan mendekati penderita. Dalam keadaan ini ingat bahwa yang kemudian harus dilakukan adalah memastikan kesadaran. Penolong dapat mengetahuinya dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan sambil memanggil korban.
c. Meminta pertolongan (Call for Help)
Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap panggilan segera meminta bantuan dan menghubungi rumah sakit untuk mendapat bantuan dengan peralatan medis yang lebih lengkap.
d. Memperbaiki posisi korban
Tindakan BHD yang efektif dilakukan dengan memposisikan korban dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, penolong harus mengubah posisi korban ke posisi terlentang. Penolong harus membalikan posisi korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakan secara bersama-sama dan kedua tangan diletakan disamping tubuh.
e. Pengaturan posisi penolong
Posisi korban harus dipastikan telah dalam keadaan yang aman ketika penolong segera memposisikan dirinya berlutut sejajar dengan bahu korban ketika akan memberikan bantuan nafas dan sirkulasi.
f. Melakukan bantuan sirkulasi (Circulation) Terdiri atas dua tahap yaitu:
1) Memastikan ada tidaknya denyut nadi korban dengan meraba arteri karotis. Yaitu dengan cara meletakan dua jari diatas laring (jakun), geserkan jari anda kesamping, hentikan jari disela-sela antara laring dan otot leher. Rasakan nadi, tekan selama 5-10 detik, hindari penekanan yang terlalu keras. Jika nadi teraba walaupun lemah, jangan memulai penekanan dada. Jika nadi tidak teraba anggap penderita tersebut henti jantung dan mulai segera RJP.
Catatan: Penderita masih bernafas, tetapi denyut nadi karotis tidak ada? Ini sesuatu yang tidak mungkin, apabila jantung berhenti nafas juga akan berhenti.
2) Melakukan bantuan sirkulasi, yaitu dengan sesegera mungkin melakukan penekanan dada dengan siklus 30 penekanan dan 2 nafas buatan. Kompresi yang dilakukan harus memungkinkan terjadinya complete chest recoil (pengembangan dada seperti semula setelah kompresi sebelum memulai kompresi kembali). Untuk mencegah penurunan kualitas kompresi sebaiknya beralih orang yang melakukan kompresi dada setiap dua menit (setelah 5 siklus kompresi dan ventilasi, 30:2). Interupsi dilakukan untuk meraba nadi tidak lebih dari 10 detik.
Teknik melakukan kompresi:
a) Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
b) Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
Gambar 2.1 Posisi tangan pada kompresi dada
c) Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada korban, jari–jari tangan dapat diluruskan atau menyilang. d) Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan
dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 2 inchi (5 cm).
Gambar 2.2 Posisi badan pada kompresi dada
e) Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula
setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi.
Gambar 2.3 Tekanan kompresi dada
f) Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan korban sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
g. Penilaian jalan nafas (airway)
Penolong memastikan jalan nafas bersih dan terbuka sehingga memungkinkan pasien dapat diberi bantuan nafas. Langkah ini terdiri dari dua tahap yaitu:
1) Membersihkan jalan nafas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Gambar 2.4 Bersihkan jalan nafas 2) Membuka jalan nafas
Pedoman AHA (2010) merekomendasikan untuk menggunakan Head tilt – chin lift (kepala tengadah-angkat dagu) untuk membuka jalan nafas para korban yang dicurigai mengalami trauma kepala dan leher. Sementara untuk korban
yang dicurigai mengalami cedera cervical dapat menggunakan jaw thrust (mendorong rahang tanpa ekstensi kepala). Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam adalah tengadah kepala-angkat dagu.
Teknik Head tilt – chin lift:
a) Membaringkan korban pada permukaan yang datar dan keras
b) Meletakan telapak tangan pada dahi korban
c) Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan
d) Meletakan ujung jari telunjuk dan jari tengah dari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang korban.
e) Menengadahkan kepala dan menahan atau menekan dahi korban secara bersamaan sampai kepala korban pada posisi ekstensi.
Gambar 2.5 Teknik Head tilt – chin lift h. Breathing (Penyelamatan pernafasan)
Terdiri dari 2 tahap:
1) Memastikan korban tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
2) Memberikan bantuan napas.
Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas terlihat aman. Tujuan Primer pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan American Hearth Association (AHA) mengenai bantuan hidup dasar, penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan tidak konsisten dan menghabiskan banyak waktu.
Jika korban tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan untuk korban dewasa adalah 400-500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Cara memberikan bantuan pernapasan:
a) Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru–paru korban. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Gambar 2.6 Bantuan nafas mulut ke mulut b) Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban.
Gambar 2.7 Bantuan nafas mulut ke hidung
Lakukan siklus kompresi dan ventilasi 30:2 selama 5 siklus, periksa nadi setelah 5 siklus, jika nadi tidak teraba dan bantuan medis belum datang, maka lanjutkan siklus 30:2 dimulai dengan kompresi
dada. Jika penderita bernafas spontan dan pernafasannya adekuat posisikan korban dengan posisi pemulihan. Posisi pemulihan dilakukan dengan cara memposisikan dalam posisi lateral atau yang biasa disebut posisi miring (Frame, 2003).