• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Zakat

2.2.7 Macam-Macam Institusi Zakat

2.2.7.1 Lembaga Zakat Milik Negara ( BAZ)

Diera reformasi, pemerintah berupaya menyempurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia(Hafinudin, 2007). Untuk itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan Undang – Undang Nomor 38 tahun 1999 tentangpengelolaan zakat, kemudian diikuti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, serta keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan undang – undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan danLembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (Organisasi Masyarakat) Islam, yayasan, dan institusi lainnya.

Sebagai konsekuensi Undang – Undang, pemerintah (tingkat pusat sampai tingkat daerah) wajib menfasilitasi terbentuknya lembaga pengelolaan zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah.BAZNAS dibentuk berdasarkan Kepres no. 8/2001, tanggal 17 januari 2001.

Sesuai Undang – Undang pengelolaan zakat, hubungan BAZNAS dengan Badan Amil Zakat lain bersifat kordinatif, konsultatif, dan informatif.BAZNAS dan bazda – bazda bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang bersifat nasional maupun daerah. Dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat telah melahirkan paradigma baru pengelolaan zakat yang antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan – yayasan.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat maka yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

Tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat adalah:

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunaikan dan dalam pelayanan ibadah zakat. sebagian besar umat Islam yang kaya (mampu) belum menunaikan ibadah zakatnya, ini mungkin dikarenakan belum ada undang – undang yang mewajibkan umat Islam yang mampu untuk membayar zakat.

2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Zakat merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat atau menghapuskan derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Karena zakat itu dipungut dari orang – orang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada fakir miskin didearah dimana zakat itu dipungut.

3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Diharapkan setiap lembaga zakat sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahiq. Profil muzakki perlu didata untuk mengetahui potensi – potensi atau peluang untuk melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki.

Pemerintah berhak melakukan peninjauan ulang (pencabutan ijin) bila lembaga zakat tersebut melakukan pekanggaran – pelanggaran terhadap pengelolaan dana yang dikumpulkan masyarakat. (Fakhruddin,1985).

Menurut perangkat perundang – undangan yang ada, bahwa zakat yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat sertifikasi dari pemerintah dapat digunakan sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak yang bersangkutan dengan menggunakan bukti setoran yang sah.

Dalam Undang – Undang Dasar Negara RI tahun 1945, pasal 29, dinyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing – masing. Jaminan tersebut tersebut bukannya jaminan yang bersifat pasif, melainkan jaminan yang bersifat aktif, dimana negara berkewajiban menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban beribadah menurut agamanya

(Hafidhudin,2007). Upaya memperkuat lembaga amil zakat dalam rangka melaksanakan syari‟ah islam dibidang ekonomi perlu didorong oleh pemerintah dan lembaga legislatif serta memberikan dukungan maksimal. 2.2.7.2. Lembaga Zakat Swasta (LAZ)

1. Organisasi Sosial

Lembaga Zakat Swasta (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memilki hubungan dengan BAZ.BAZ dan LAZ masing – masing berdiri sendiri dalam pengelolaan zakat.Saat ini sudah banyak LAZ yang memiliki jaringan nasional, seperti Dompet Dhuafa Republika (Jakarta) (No. SK Menag: 439 tahun 2001).Hanya LAZ yang dikukuhkan oleh pemerintah saja yang diakui bukti setorannya zakatnya sebagai pengurang penghasilan kena pajak dari muzakki yang membayarkan dananya.Jika sebuah LAZ tidak lagi memenuhi persyaratan pengukuhan dan tidak melaksanakan kewajibannya, pengukuhannya dapat ditinjau ulang bahkan dicabut.

Pencabutan pengukuhan tersebut akan mengakibatkan:

a) Hilangnya hak pembinaan, perlindungan, dan pelayanan dari pemerintah. b) Tidak diakuinya bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

c) Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat.

Aturan – aturan seperti diuraikan diatas diberlakukan agar pengelolaan dana – dana zakat, infaq, shadaqah, dan lainnya, baik oleh lembaga

pemerintah maupun yang sepenuhnya diprakarsai oleh masyarakat, dapat lebih profesional, amanah, dan transparan sehingga dapat berdampak positif terhadap pemberdayaan dan kesejahteraan umat.

Dewasa ini permasalahannya adalah kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat, sehingga masyarakat lebih memilih menyalurkan zakat secara langsung daripada lewat lembaga.Padahal saat ini banyak lembaga penyaluran zakat yang cukup kompeten dan profesional untuk menyalurkan zakat, tetapi menyalurkan secara langsung pun harus tepat sasaran dan tidak menimbulkan kemudharatan. Maka dari itu dapat digunakan model manajemen sederhana yang dipelopori oleh James Stoner, sebagai proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

2. Organisasi Agama

Selain organisasi sosial yang membentuk lembaga zakat, organisasi agama pun juga membentuk kepanitiaan (kelembagaan) dalam pengelolaan zakat, salahsatunya adalah lembaga takmir masjid.Takmir masjid merupakan perkumpulan jama‟ah disekitar masjid yang membentuk suatu wadah organisasi di masjid (Sunaryo,2009). Takmir Masjid yang sering dijumpai di masyarakat Indonesia adalah merupakan organisasi ke-Islam-an yang bertempat di Masjid yang berfungsi untuk menjaga, melindungi, melestarikan, dakwah, serta menampung segala keluhan-keluhan (masalah keagamaan) masyarakat,tak terkecuali dalam menampung I‟tikad baik dari penduduk

dalam mengeluarkan zakat, seperti mengatur sirkulasi atau penyaluran benda zakat terhadap mustahiq secara merata dan adil.Biasa organisasi ini disebut dengan REMAS (remaja masjid).

Dokumen terkait