• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini dijelaskan perkembangan pengelolaan sistem agribisnis komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci yang ditinjau dari aspek penanaman, pemeliharaan, produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aspek penunjang seperti kelembagaan dan kebijakan pemerintah.

Perkembangan Komoditas Kayu Manis Pembudidayaan Tanaman

Hasil pengamatan dalam melihat pengembangan komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci, yang ditinjau dari aspek pembudidayaan tanaman menunjukkan bahwa dalam pengembangannya, kayu manis dominan dikembangkan dalam bentuk perkebunan rakyat, dengan bentuk pengelolaannya yang masih sangat sederhana. Hal ini sesuai dengan (Disperta Kerinci, 2005) menjelaskan bahwa pengembangan kayu manis yang dilakukan petani di Kabupaten Kerinci cenderung kurang mempedomani teknik pembudidayaan yang sesungguhnya sesuai pedoman pembudidayaan dari dinas pertanian, sesuai dengan hasil wawancara dengan responden, dimana 60% responden menjelaskan bahwa dalam melakukan penanaman petani menggunakan jarak tanam yang tidak beraturan yaitu di bawah 3X3 meter.

Menurut BPTRO (2003) jarak tanam yang baik untuk mendapatkan hasil kayu manis yang lebih baik yaitu menggunakan jarak tanam yang berukuran 3x3 meter atau 4x4 meter atau lebih. Kurangnya petani memperhatikan jarak tanam yang sesungguhnya sehingga mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan berada di bawah kualitas optimal. Walaupun secara nasional kualitas kayu manis Kabupaten Kerinci masih berada di atas kualitas rata-rata kayu manis secara nasional.

Selain itu dari aspek pemeliharaan tanaman terungkap bahwa 85% responden menjelaskan bahwa dalam pemeliharaan tanaman kayu manis rakyat jarang/kurang dilakukan pemupukan yang cukup. Padahal menurut kajian BPTP (2003) dan Dinas Pertanian Kerinci (2005) menjelaskan bahwa untuk merangsang

pertumbuhan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik diperlukan pemupukan tanaman yang cukup. Kurangnya pemeliharaan tanaman dari aspek pemupukan, sehingga dapat mempengaruhi rendahnya produktivitas hasil tanaman kayu manis yang dihasilkan. Kondisi tersebut sebagaimana terlihat dari perbandingan produktivitas tanaman kayu manis di Indonesia seperti untuk tahun 2000-2006. Walaupun Kabupaten Kerinci masih memiliki perkembangan yang cukup baik, sebagaimana ditunjukkan memiliki produktivitas produksi/ha untuk lahan tanaman menghasilkan di Kabupaten Kerinci memiliki rasio ton/ha yaitu sebesar 1,45 ton/ha, berada di atas rasio produktivitas nasional yaitu 1,11 ton/ha, dan produktivitas Provinsi Jambi 0,94 ton/ha. Namun apabila dibandingkan dengan standar produksi tanaman secara teoritis dapat menghasilkan 3 ton/ha (BPTP, 2003), sedangkan kondisi eksisting hasil tanaman kayu manis di Kabupaten Kerinci memiliki tingkat produktivitas hasil yaitu 0,94 ton/ha, artinya masih berada di bawah standar yang semestinya sebagaimana dijelaskan pada Tabel 7. Tabel 7. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kayu Manis Indonesia,

Provinsi Jambi, dan Kabupaten Kerinci, Tahun 2000-2006 Wilayah/

Luas Areal dan Produksi

Tahun

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Indonesia:

Luas Areal (ha) 128.075 135.572 138.205 138.205 136.577 134.770 134.897 a. Luas TM (ha) 41.425 43.740 45.738 54.352 82.491 86.219 92.976 b. Produksi (ton) 45.237 40.635 45.373 57.179 99.465 100.775 103.594 Provinsi Jambi:

Luas Areal (ha) 60.776 61.769 62.128 62.128 54.630 50.442 54.395 a. Luas TM (ha) 12.274 12.235 12.253 17.153 26.486 28.150 30.356 b. Produksi (ton) 22.462 22.240 32.770 32.077 56.025 69.618 51.006 Kabupaten Kerinci:

Luas Areal (ha) 50.439 50.769 50.728 50.728 43.453 42.610 42.313 a. Luas TM (ha) 7.674 8.734 10.336 15.432 20.812 23.413 29.199 b. Produksi (ton) 20.980 21.100 32.000 32.037 54.651 65.422 43.782

Sumber: Ditjenbun dan BPS, 2007.

Dengan demikian dapat diartikan dalam pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci, dilihat dari sisi produktivitas tanaman menunjukkan pengembangannya belum menghasilkan nilai yang optimal.

Oleh karena itu peningkatannya perlu dilakukan guna memperoleh hasil yang lebih baik. Selanjutnya dari sisi perkembangan luas areal, produksi, dan jumlah petani yang melakukan pengembangan menunjukkan bahwa komoditas

kayu manis di Kabupaten Kerinci secara umum dilihat dari rasio hektar/kepala keluarga (ha/kk) dan ton/kk, menunjukkan bahwa perkembangannya cenderung berfluktuatif dengan laju pertumbuhan luas areal dan produksi tahun 2000-2006 seperti dijelaskan pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Laju Pertumbuhan Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Kabupaten Kerinci, Tahun 2001-2006

Laju Perkembangan

Kayu Manis/Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Laju Luas Areal % 0.65 -0.08 - -14.34 -1.94 -0.70

Laju Produksi % 0.57 51.66 0.12 70.59 19.71 -33.08

Sumber: Data sekunder, diolah, 2008.

Dari Tabel 8 terlihat bahwa laju pertumbuhan luas areal pengembangan kayu manis akhir-akhir cenderung mengalami penurunan. Demikian juga dilihat dari laju pertumbuhan produksi tahun 2001-2006 cenderung mengalami penurunan. Secara visual tren perkembangan luas areal tanaman kayu manis di Kabupaten Kerinci seperti ditunjukkan pada Gambar 9 di bawah ini.

Sumber: data sekunder BPS diolah, 2008

Gambar 9. Perkembangan Luas Areal dan Petani Pengembang Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006.

.

Dari Gambar 9 terlihat pengembangan dan pemeliharaan kayu manis di Kabupaten Kerinci akhir-akhir ini cenderung mengalami penurunan dari sebaran wilayah pengembangannya seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Perkembangan Luas Areal dan Jumlah Petani Pengembang Kayu Manis Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006

- 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 19901991 1992 199 3 199419951996 1997 199 8 19992000 2001 200 2 200320042005 2006 P e ta n i (j iw a ) 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 Lu as A re al ( ha )

Keterangan :

Gambar 10. Peta Sebaran Perkebunan Kayu Manis Rakyat Kabupaten Kerinci Dari Gambar 10 terlihat bahwa sebaran pengembangan kayu manis dominan di dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Karena wilayahnya berada pada dataran tinggi dan termasuk kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), sehingga keberadaannya kayu manis selain berfungsi sebagai tanaman budidaya juga berfungsi sebagai tanaman konservasi, dan mendukung fungsi wilayah Kabupaten Kerinci sebagai kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).

Oleh karena itu keberadaannya perlu mendapat perhatian, baik dari aspek pengembangan budidaya, pengolahan hasil (processing) maupun dari aspek pemasaran dan aspek pendukung lainnya seperti infrastuktur dan kebijakan pemerintah.

Pemanenan (Produksi)

Dilihat dari perkembangan kayu manis Kabupaten Kerinci periode tahun 1990-2006 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun produksi kayu manis cenderung mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2006 mengalami penurunan, seperti ditunjukkan Gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Perkembangan Produksi dan Luas Areal Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006.

Dilihat dari sisi produktivitas ha/KK periode tahun 1990-2006 menunjukkan bahwa pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci cenderung berfluktuatif. Sedangkan produktivitas perkebunan kayu manis ton/KK menunjukkan pada tahun 1990-2004 cenderung meningkat, dan periode tahun 2004-2006 mengalami penurunan.

Kemudian dilihat dari aspek pemanenan menunjukkan bwha kayu manis rakyat di Kabupaten Kerinci umumnya dilakukan oleh petani cenderung kurang beraturan, terutama dalam waktu panen atau pemilihan usia tanaman, sebagaimana ditunjukkan 65% responden menjelaskan pemanenan komoditas cenderung dilakukan atas pertimbangan kebutuhan keluarga atau rumah tangga petani, 75% responden menyatakan kecenderungan masyarakat Kerinci melakukan pemanenan dengan sistem tebang habis dan kurang beraturan. Dengan demikian sehingga umur tanam yang tepat dan sistem pemanenan yang diajurkan

Perkembangan Produksi (ton) dan Luas Areal (ha) Kayu Manis Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 1990 19911992 1993199 4 1995 1996 1997 19981999 2000 2001 2002 200 3 20042005 2006 Luas A real ( ha) 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 P rodu k s i ( ton)

cenderung tidak dilakukan. Konsekuensinya adalah pemanenan komoditas kurang mengikuti standar panen yang semestinya.

Menurut BPTP (2003) bahwa untuk mendapatkan hasil komoditas yang baik, proses pemanenannya dapat dilakukan secara bertahap dan dilakukan dengan sistem tebang pilih. Dimana panen tahap pertama dapat dilakukan ketika tanaman berusia 6 tahun bersamaan dengan kegiatan penjarangan tanaman pertama, pemanenan kedua yaitu pada umur 10 tahun juga bersamaan penjarangan kedua, dan setelah itu dapat dilakukan pemanen berikutnya. Secara detil perkembangan produksi kayu manis di Kabupaten. Kurang beraturannya pemanenan kayu manis di Kabupaten Kerinci serta dilakukan dengan sistem panen tebang habis, menurut BPTP (2003) dapat mendorong rusaknya sistem konservasi lahan di daerah tersebut. Dengan sistem pemanenan kayu manis yang kurang mempertimbangkan waktu dan pola pemanenan, sehingga kualitas dan keberlanjutannya menjadi terganggu.

Untuk mengetahui gambaran perkembangan agribisnis komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci berikut dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Perkembangan Luas Areal, Produksi, KK Petani dan Produktivitas Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Periode Tahun 1990-2006.

Tahun Luas Areal

(ha) Produksi (Ton) Jumlah Petani KK Produktivitas Ha/KK Ton/KK 1990 42.874 13.779 17.096 2.51 0.81 1991 43.518 13.799 17.354 2.51 0.80 1992 44.410 14.680 17.532 2.53 0.84 1993 45.753 15.082 18.402 2.49 0.82 1994 52.036 16.202 22.721 2.29 0.71 1995 52.564 16.357 23.221 2.26 0.70 1996 47.124 16.861 22.664 2.08 0.74 1997 47.127 21.593 23.650 1.99 0.91 1998 47.385 18.262 16.988 2.79 1.07 1999 48.736 20.892 16.992 2.87 1.23 2000 50.439 20.980 17,425 2.89 1.20 2001 50.769 21.100 19.246 2.64 1.10 2002 50.728 32.000 25.026 2.03 1.28 2003 50.728 32.037 20.352 2.49 1.57 2004 43.453 54.509 13.826 3.14 3.94 2005 42.610 65.422 17.674 2.41 3.70 2006 42.313 43.782 13.815 3.06 3.17

Adanya kecenderungan pemanenan kayu manis dengan pola sistem tebang habis, dilakukan karena beberapa alasan utama diantaranya karena adanya keterbatasan lahan yang dimiliki petani, sehingga pada kondisi harga komoditas kayu manis kurang menggembirakan, maka lahan kayu manis digunakan untuk melakukan pembudidayaan tanaman lainnya seperti tanaman palawija dan tanaman sayur-sayuran yang dianggap memiliki keuntungan. Dengan demikian sehingga mendorong pilihan pemanenannya dilakukan dengan cara tebang habis, cenderung terus berlangsung. Walupun kondisi tersebut dapat merugikan keberlanjutan sumber pendapatan petani dan sistem agribisnis kayu manis itu sendiri, Untuk mendapatkan produk kayu manis hingga siap jual, di Kabupaten Kerinci, pemanenan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu dimulai dengan sortiran tanaman, penebangan, pengupasan, pembersihan, penjemuran dan packing serta selanjutnya penjualan, seperti dijelaskan Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Tahapan Pemanenan Kayu Manis Petani di Kabupaten Kerinci

No Tahapan Pemanenan Produk yang dihasilkanProses Pemanenan dan

1. Adanya tanaman yang akan di panen

2. Pemanenan tanaman kayu manis (penebangan)

3. Pengupasan kulit kayu manis.

Sumber: data primer diolah, 2008.

Dari tahapan proses pemanenan komoditas kayu manis yang dilakukan petani di Kabupaten Kerinci menunjukkan pemanenan yang dilakukan petani terbukti cenderung tidak dengan sistem tebang pilih, sebagaimana ditunjukkan tanaman yang berumur di bawah 4 tahun ketika dilakukan pemanenan di perkebunan juga ikut dilakukan penebangan. Kondisi tersebut sehingga kualitas produk yang dihasilkan, sulit untuk memenuhi standar mutu (BPTP, 2003).

Pengolahan Hasil (Processing)

Pengolahan hasil panen yang dilakukan di Kabupaten Kerinci terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut: pertama kulit kayu manis yang sudah dikupas dilakukan pembersihan. Pembersihan kulit kayu manis dilakukan dengan melakukan pengikisan hingga bersih, dan selanjutnya disimpan selama satu malam pada tempat yang disediakan guna membangkitkan warna dan aroma komoditas. Setelah pengikisan dilakukan dilanjutkan dengan penjemuran. Di tingkat petani dan pedagang Kabupaten Kerinci, penjemuran umumnya dilakukan dengan memanfaatkan terik matahari selama 2-3 hari, dan belum ada yang menggunakan teknologi atau mesin pengeringan.

Tahapan proses pengolahan hasil panen yang dilakukan petani dan pedagang di Kabupaten Kerinci ditunjukkan Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Tahapan Pengolahan Hasil Panen Kayu Manis di Kabupaten Kerinci

No Tahapan Prosesing Prosesing

1. Pembersihan kulit kayu manis (pengikisan).

Untuk kulit batang dilakukan pengikisan, sedangkan kulit cabang dan ranting tidak dilakukan pengikisan.

2. Penyimpanan sementara, untuk mendapatkan

warna komoditas yang lebih kuning dan aroma yang baik.

3. Penjemuran hasil kikisan dilakukan selama 2-3

hari, hingga kadar air berkisar (17-20%)

4. Pemisahan grade kulit kayu manis.

8. Packing/Pengarungan komoditas hingga siap di

jual ke pasar

Sumber: data primer diolah, 2008.

Selanjutnya penjemuran yang dilakukan umumnya tidak dilakukan di tempat penjemuran khusus, Dari hasil pengamatan menemukan bahwa dalam

penjemuran hasil panen, sebagian dari petani dan pedagang kecil masih melakukan penjemuran di tempat yang kurang didukung aspek kebersihan, seperti masih ditemukan penjemuran di atas tanah tanpa alas. Kondisi tersebut, implikasinya komoditas yang dihasilkan cenderung dihargai rendah oleh pedagang besar, dan eksportir, karena tidak memenuhi standar ekspor. Hal ini sesuai dengan profil cassiavera Kerinci tahun 2001 (Disperta, 2001).

Setelah dilakukan penjemuran maka diperoleh kulit yang kering hingga berbentuk gulungan. Kegiatan pengolahan tahap ini biasanya berlangsung di tingkat petani dan pedagang kecil. Selanjutnya setelah dilakukan penjemuran dilakukan pengelompokkan komoditas menurut jenis/grade dan mutu, proses tersebut dilakukan di tingkat petani dan pedagang kecil. Setelah dilakukan penjemuran komoditas, kemudian dilanjutkan dengan proses pengarungan (packing), yang selanjutnya dapat dilakukan penjualan ke pasar atau ke pedagang.

Pengolahan hasil panen di tingkat petani dan pedagang kecil, menengah, di di Kabupaten Kerinci umumnya masih berpola tradisional. Selanjutnya hasil pengamatan menunjukkan bahwa aspek kebersihan komoditas dalam pengolahan hasil belum menjadi prioritas utama bagi petani, maupun pedagang di Kabupaten Kerinci. Pada hal komoditas kayu manis merupakan komoditas bahan makanan dan minuman serta bahan obat-obatan, dimana aspek kebersihan merupakan aspek terpenting yang dipertimbangkan dalam penggunaannya.

Kurangnya perhatian petani, pedagang kecil, dan menengah terhadap aspek kebersihan komoditas, pada komoditas kayu manis merupakan komoditas bahan makanan dan obat-obatan yang memerlukan kebersihan, sebagaimana Maurice (2004) menjelaskan bahwa kayu manis merupakan jenis tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan, sementara dalam melakukan perdagangan internasional kebersihan komoditas menjadi pertimbangan utama bagi pembeli (buyer), sehingga tanggung jawab peningkatan kebersihan tersebut menjadi tanggung jawab pedagang besar atau eksportir, yang merupakan pelaku usaha yang akan berhubungan langsung dengan pembeli (buyer) di pasar internasional. Implikasi dari tidak dilakukannya semua proses pengolahan di tingkat petani, pedagang kecil dan menengah di Kabupaten Kerinci dengan optimal, proses pengolahan

berikutnya harus dilakukan di tingkat pedagang besar dan eksportir yang berada di luar wilayah Kabupaten Kerinci.

Terjadinya proses pengolahan yang dominan di luar wilayah, sehingga sebagian besar nilai tambah komoditas diperoleh oleh pedagang dari luar wilayah. Kondisi tersebut juga didorong oleh panjang rantai pemasaran komoditas, sebagaimana dijelaskan (Dispertabun Kerinci, 2001). Padahal proses pengolahan yang dilakukan di luar daerah masih sederhana dan dapat dilakukan di dalam daerah. Dengan demikian sehingga petani dan pedagang di Kabupaten Kerinci harus, merelakan nilai tambah lebih dominan diperoleh oleh pedagang besar atau eksportir yang melakukan tanggung jawab pengolahan komoditas lebih lanjut di luar wilayah. Kondisi tersebut sesuai dengan Adria (2003) menjelaskan bahwa kayu manis dominan dilakukan pengolahan ulang di luar wilayah sebelum dilakukan ekspor. Selain itu dari aspek pengolahan terungkap bahwa petani masih kurang konsisten dengan keinginan pedagang. Implikasi dari kegiatan pengolahan yang tidak dilakukan secara optimal di dalam wilayah, yang semestinya dapat dilakukan oleh petani dan pedagang kecil di Kabupaten Kerinci, namun dilakukan oleh pedagang besar, sehingga harga beli pedagang besar atau harga jual petani dan pedangang Kabupaten Kerinci mengalami tekanan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengolahan hasil di tingkat pedagang kecil dan menengah di kabupaten dilakukan masih terbatas dalam bentuk sortasi atau pengelompokkan ulang, guna memisahnya kembali komoditas hasil penjualan dari petani menurut jenis dan grade yang lebih rinci,dan yang selanjutnya dilakukan penjemuran ulang, pengarungan (packing), kemudian siap dijual ke pasar atau ke pedagang besar, serta belum dominan melakukan pengolahan dalam bentuk menjadikan sebuah produk turunan baru.

Sedangkan di tingkat pedagang besar dan eksportir di luar Kabupaten Kerinci yaitu seprti di Padang, Jakarta, Medan. Pengolahan hasil dilakukan pertama dalam bentuk sortasi, kemudian melakukan pencucian ulang komoditas, penjemuran ulang, hingga mendapatkan hasil produk akhir (end product) yang siap jual. Pengolahan kayu manis di tingkat eksportir biasanya dilakukan hingga menjadi broken, stick, powder, minyak atsiri. Kegiatan ini dilakukan di tingkat eksportir dan pengusaha besar seperti di Jakarta, Jawa barat dan Sumatera Barat,

Medan demikian juga untuk komoditas minyak atsiri, dilakukan oleh pengusaha besar guna untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan pasar.

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pada aspek pengolahan hasil (prosesing), karena pengolahan dominan dilakukan di luar wilayah, sehingga nilai tambah dominan dimanfaatkan oleh wilayah lain. Dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah. Tidak optimalnya pendapatan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci, menunjukkan adanya potensi kebocoran wilayah. Terjadinya kebocoran wilayah dalam pengembangan komoditas unggulan daerah, maka dari sisi ekonomi wilayah, kegiatan demikian tentu dapat merugikan pertumbuhan ekonomi wilayah, sebagaimana Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kegiatan yang tidak dapat meningkat pendapatan domestik akibat kebocoran wilayah maka dampaknya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah.

Jenis Produk dan Grade Kayu Manis

Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kegiatan pengelolaan kayu manis di Kabupaten Kerinci, di tingkat petani umumnya mengenal tiga grade utama yaitu KA, KB dan KC. Sedangkan di tingkat pedagang grade tersebut dirinci lagi menjadi grade KA,KM, KF,KS,KTP,KB,KC, seperti dijelaskan pada Tabel 9. Grade kayu manis yang diklasifikasikan di Kabupaten Kerinci, seperti grade KM, yaitu kayu manis yang berasal dari kulit batang, dengan ciri-ciri telah dikikis bersih, licin dan berwarna kuning tua, dengan ketebalan kulit berdiameter 3 mm, serta dipanen pada usia 20 tahun lebih. Grade KF yaitu kelompok komoditas kayu manis yang bersumber dari kulit batang yang bercirikan telah dikikis bersih, berwarna kuning tua, dengan ketebalan kulit mencapai 2,5 - 3 mm, serta dipanen pada umur 15-20 tahun, untuk grade KS yaitu grade kayu manis yang bersumber dari kulit batang yang dikikis bersih, dan telah berwarna kuning tua, dengan ketebalan kulit mencapai 2 - 2,5 mm, dan dipanen pada umur 8-15 tahun. Kemudian untuk grade KA, yaitu kayu manis yang bersumber dari kulit batang yang dikikis bersih, dan telah berwarna kuning tua, dengan ketebalan kulit mencapai 1 - 2 mm, dan dipanen pada umur 5-8 tahun. Hasil tersebut sesuai

dengan dengan dispertabun (2001), dan profil daerah Kabupaten Kerinci tahun 2006 (BPS Kerinci, 2006).

Grade KTP, merupakan grade kulit kayu manis yang bersumber dari kulit dahan dan tidak dikikis, namun bersih, serta sudah berwarna kuning tua kehitaman, dengan ketebalan kulit mencapai 0,75 - 1 mm, dan untuk semua jenis, umur 5-8 tahun. Sedangkan grade KB, yaitu jenis grade kayu manis yang bersumber dari kulit dahan dan tidak dikikis, berwarna kehitam-hitaman, dan kurang bersih, dengan ketebalan kulit mencapai 0,5 – 0,75 mm, untuk semua jenis, umur panen 5-8 tahun. Sedangkan grade KC, merupakan grade kayu manis yang berasal dari kulit ranting dan tidak dikikis, berwarna kehitam-hitaman serta kurang bersih, dengan ketebalan kulit mencapai 0,5 mm. Sedangkan secara umum grade kayu manis yang dihasilkan di Kabupaten Kerinci ditunjukkan Tabel 12. Tabel 12. Grade/Mutu Kayu Manis yang dihasilkan di Kabupaten Kerinci

No Mutu Spesifikasi Komoditas Jenis Kulit Tanaman Umur Panen (tahun) Ketebalan

Kulit (mm) Gambar Produk

1. KM

kulit batang dikikis bersih, licin,warna kuning tua

20 3 mm

2. KF

kulit batang dikikis bersih, bewarna kuning tua

15 - 20 2,5 - 3

3. KS

kulit batang dikikis bersih, bewarna kuning tua

8 - 15 2- 2,5

4. KA

kulit batang dikikis bersih, bewarna kuning tua

5 - 8 1 - 2

5. KTP

kulit dahan tidak dikikis, bewarna kuning tua kehitaman

0,75- 1

6. KB

kulit dahan tidak dikikis bewarna kehitam-hitaman, kurang bersih

0,5- 0,75

7. KC

kulit ranting tidak dikikis bewarna kehitam-hitaman, kurang bersih

0,5 mm

Sumber: data primer dan sekunder diolah, 2008.

≥ ≥ ≤ ≥ ≥ ≥ ≤ ≤ ≤ ≥ ≤ ≤ ≥ ≥ ≤ ≤ ≥

Dari grade/jenis komoditas yang dihasilkan di Kabupaten Kerinci menunjukkan bahwa minimnya produk turunan yang dihasilkan di Kabupaten Kerinci. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis terlihat prosesing merupakan suatu subsistem yang belum optimalnya bekerja dalam meningkatkan pendapatan petani kayu manis. Implikasinya tentu dapat mempengaruhi perekonomian wilayah.

Struktur Pohon Industri Komoditas Kayu Manis

Hasil analisis menunjukkan bahwa dilihat dari struktur pohon industri komoditas kayu manis, yang dimulai diri penanaman kayu manis, produksi, dan pengolahan hasil, menunjukkan bahwa jenis produk dan grade yang dihasilkan dari proses pemanenan atau produksi komoditas kayu manis, secara umum setelah di panen menghasilkan grade jenis KA atau kulit batang, KB atau kulit dahan, dan KC atau kulit cabang, serta menghasilkan kayu dan ranting. Pada tahap ini proses dilakukan di tingkat petani dan prosesnya berlokasi di perdesaan di Kabupaten Kerinci. Selanjutnya produk yang dihasilkan tersebut diproses kembali atau dirinci/disortir menjadi grade jenis KM, KF, KS, KA, KTP, KB dan KC. Proses ini dilakukan di tingkat pedagang kecil dan menengah berlokasi di Kabupaten Kerinci, dan sebagian kecil dilakukan oleh petani di perdesaan.

Adapun stuktur pohon industri komoditas kayu manis secara sederhana dapat dijelaskan seperti Gambar 12.

Dari Gambar 12 terlihat bahwa proses pengolahan produk turunan selanjutnya setelah diolah di tingkat pedagang perantara dan dijual ke pedagang besar atau eksportir di luar wilayah Kabupaten Kerinci, selanjutnya pada tingkat eksportir diolah menjadi produk turunan seperti powder, stick, cortex, cutting, dan broken. Prosesing untuk produk seperti ini dilakukan di luar Kabupaten Kerinci, seperti dilakukan oleh eksportir di Padang, Jakarta, dan Kerawang (Jawa Barat). Selanjutnya setelah menghasilkan produk jenis tersebut, sebagian ada yang digunakan di dalam negeri, sebagai bahan baku industri farmasi, rokok campuran bahan minuman dan makanan, jamu tradisional, obat-obatan. Sedangkan sebagian besar produk jenis/grade tersebut diekspor ke luar negeri, yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, industri kimia, industri kosmetik, obat-obatan dan bahan baku campuran rokok, dengan prosesnya untuk menghasilkan produk turunan dilakukan di luar negeri.

Produk yang dihasilkan di luar negeri tersebut selanjutnya sebagian digunakan oleh rumah tangga, hotel dan restoran, industri farmasi, rumah sakit, industri makanan dan minuman di luar negeri dan sebagian kecil ada yang di impor kembali oleh Indonesia, serta di ekspor ke negara lainnya di dunia, sebagai bahan konsumsi rumah tangga, hotel, restoran, industri farmasi dan kimia, serta rumah sakit, dan sebagainya.

Sedangkan kayu, sebagian digunakan di dalam daerah sebagai bahan bagunan dan sebagian lagi digunakan sebagai input industri bangunan dan perabotan yang menghasil plywood. Produk turunan jenis ini prosesingnya dilakukan di luar Daerah Kabupaten Kerinci, dengan produk turunan jenis ini sebagian di ekspor ke luar negeri dan sebagian lagi digunakan di dalam negeri. Selanjutnya untuk produk jenis kayu yang tidak dimanfaatkan digunakan sebagai digunakan oleh rumah tangga sebagai kayu bakar.

Kemudian hasil wawancara dengan eksportir di Padang Sumatera Barat,

Dokumen terkait