• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Kaki celana/Jubah/Kain menutup mata kaki). Hadits Pertama: ٍ رَذ يِبَأ ْنَع ْنَي َلا َو ِةَماَيِقْلا َم ْوَي ُ َّاللَّ ْمُهُمِ لَكُي َلا ٌةَث َلاَث َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ يِبَّنلا ْنَع َلاَق ٌميِلَأ ٌباَذَع ْمُهَل َو ْمِهيِ كَزُي َلا َو ْمِهْيَلِإ ُرُظ ْمُه ْنَم او ُرِسَخَو اوُباَخ ٍ رَذ وُبَأ َلاَق اًراَرِم َث َلاَث َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُلوُس َر اَهَأَرَقَف ُناَّنَمْلاَو ُلِبْسُمْلا َلاَق ِ َّاللَّ َلوُسَر اَي ِ عَنُمْلاَو ِبِذاَكْلا ِفِلَحْلاِب ُهَتَعْلِس ُق

Dari Abu Dzar, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Ada tiga yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Swt pada hari kiamat, Allah Swt tidak memandang mereka, tidak mensucikan mereka dan bagi mereka azab yang menyakitkan”. Rasulullah Saw mengatakannya tiga kali. Abu Dzar berkata, “Mereka itu sia-sia dan merugi. Siapakah mereka wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Al-Musbil (orang yang memanjangkan jubah/kain/kaki celana menutupi mata kaki), orang yang

mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang menjual barangnya dengan sumpah dusta”. (HR.

Muslim).

Hadits Kedua:

يِبَأ ْنَع ُهْنَع ُ َّاللَّ َي ِض َر َةَرْي َرُه ِراَّنلا يِعَف ِراَزِ ْلإا ْنِم ِنْيَبْعَكْلا ْنِم َلَعْسَأ اَم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ يِبَّنلا ْنَع

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda,

“Kain yang di bawah dua mata kaki, maka di dalam neraka”. (HR. al-Bukhari).

Pendapat Ulama Memahami Hadits-Hadits Ini: Pendapat Imam Syafi’i:

ءلايخلل رجلا نيب قرعلا ىلع يعفاشلا صن اذكهو هوركم وهف اهريغل ناك نإف ءلايخلل نيبعكلا تحت لابسلإا يوونلا لاقو ءلايخلا ريغلو

Imam an-Nawawi berkata, “Makna Isbal adalah memanjangkan kain di bawah kedua mata kaki, hanya bagi orang yang sombong. Jika pada orang yang tidak sombong, maka makruh. Demikian disebutkan Imam Syafi’i secara nash tentang perbedaan antara orang yang memanjangkan kain

karena sombong dan orang yang memanjangkan kain tetapi tidak sombong142.

Pendapat Imam al-Bukhari:

142 Al-Haifzh Ibnu Hajar ‘Asqalani, Fath Bari Syarh Shahih Bukhari, juz.X (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), hal.263.

92

Imam al-Bukhari memuat satu bab khusus dalam Shahih al-Bukhari, Kitab: al-Libas (pakaian),

َء َلاَيُخ ِرْيَغ ْنِم ُه َرا َزِإ َّرَج ْنَم باَب

Bab: Orang Yang Memanjangkan/Menyeret Kainnya Tanpa Sifat Sombong.

Ini membuktikan bahwa Imam al-Bukhari membedakan antara orang yang memanjangkan pakaian dengan sifat sombong dan tanpa sifat sombong.

Dalam bab ini Imam al-Bukhari memuat hadits yang mencela orang yang memanjangkan kain dengan sifat sombong, Rasulullah Saw bersabda,

َّنِإ ِ َّاللَّ َلوُسَر اَي ٍرْكَب وُبَأ َلاَق ِةَماَيِقْلا َم ْوَي ِهْيَلِإ ُ َّاللَّ ْرُظْنَي ْمَل َء َلاَيُخ ُهَب ْوَث َّرَج ْنَم َحَأ

ُهْن ِم َكِلَذ َدَهاَعَتَأ ْنَأ َّلاِإ ي ِخ ْرَتْسَي ي ِراَزِإ ْيَّقِش َد

َء َلاَيُخ ُهُعَنْصَي ْنَّم ِم َتْسَل َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ُّيِبَّنلا َلاَقَف

“Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong, maka Allah Swt tidak akan

memandangnya pada hari kiamat”.

Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu bagian kainku terujulur (panjang), melainkan bahwa aku tidak berniat sombong”.

Rasulullah Saw berkata, “Engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sifat

sombong”. (HR. al-Bukhari).

َة َرْي َرُه يِبَأ ْنَع ا َزِإ َّرَج ْنَم ىَلِإ ِةَماَيِقْلا َم ْوَي ُ َّاللَّ ُرُظْنَي َلا َلاَق َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ َلوُس َر َّنَأ

ا ًرَطَب ُهَر

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt tidak memandang pada

hari kiamat kepada orang yang memanjangkan kainnya karena angkuh/sombong”. (HR.

al-Bukhari dan Muslim).

نع َراَزِإ َّرَج ْنَم ُلوُقَي ِنْيَتاَه َّيَنُذُأِب َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ َلوُسَر ُتْع ِمَس َلاَق َرَمُع نْبا َّلاِإ َكِلَذِب ُدي ِرُي َلا ُه

َلا َ َّاللَّ َّنِإَف َةَلي ِخَمْلا

ِةَماَيِقْلا َم ْوَي ِهْيَلِإ ُرُظْنَي

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw dengan kedua telinga saya ini, beliau bersabda, ‘Siapa yang memanjangkan kainnya, tidak menginginkan

dengan itu melainkan keangkuhan, maka sesungguhnya Allah Swt tidak akan melihatnya pada hari kiamat’.” (HR. Muslim).

Pendapat Imam an-Nawawi:

رظني لا رخلآا ثيدحلا ىف ارسعم ءاج امك ءلايخ هفرط راجلا هل ىخرملا هانعمف هرازا لبسملا ملس و هيلع الله ىلص هلوق امأو إ الله دارملا نأ ىلع لديو هرازا لبسملا مومع صصخي ءلايخ رجلاب دييقتلا اذهو ربكلا ءلايخلاو ءلايخ هبوث رجي نم ىل ذا مهنم تسل لاقو هنع الله ىضر قيدصلا ركب ىبلا كلذ ىف ملس و هيلع الله ىلص ىبنلا صخر دقو ءلايخ هرج نم ديعولاب

ءلايخلا ريغل هرج ناك

93

Maknanya adalah: orang yang memanjangkan kainnya, menyeret ujungnya karena sombong, sebagaimana dijelaskan oleh hadits lain :

ءلايخ هبوث رجي نم ىلإ الله رظني لا

“Allah Swt tidak memandang kepada orang yang memanjangkan kainnya karena sombong”. Makna kata:

ءلايخلا

adalah sombong.

Kata ‘memanjangkan’ yang bersifat umum diikat dengan kata ‘sombong’, untuk mengkhususkan orang yang memanjangkan kain yang bersifat umum. Ini menunjukkan bahwa yang diancam dengan ancaman yang keras adalah orang yang memanjangkan kainnya karena sombong. Rasulullah Saw memberikan keringanan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dengan ucapan, “Engkau tidak termasuk bagian dari mereka”. Karena Abu Bakar memanjangkan pakaiannya bukan karena sombong143.

Imam an-Nawawi membuat satu bab khusus dalam kitab Riyadh ash-Shalihin:

ريغ نم هتهاركو ءلايخلا ليبس ىلع كلذ نم ءيش لابسإ ميرحتو ةمامعلا فرطو رازلإاو مُكلاو صيمقلا لوط ةعص باب ءلايخ

Bab: Sifat panjangnya gamis, ujung gamis, kain dan ujung sorban. Haram memanjangkan semua

itu untuk kesombongan, makruh jika tidak sombong144.

Pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:

دييقتلاب لدتسا نكل اضيأ هميرحت ثيداحلأا رهاظف ءلايخلا ريغل لابسلإا امأو ةريبك ءلايخلل رازلإا لابسإ نأ ثيداحلأا هذه يفو حي لاف انه ديقملا ىلع لومحم لابسلإا مذ يف دراولا رجزلا يف قلاطلإا نأ ىلع ءلايخلاب ثيداحلأا هذه يف لابسلااو رجلا مر

ءلايخلا نم ملس اذإ

Dalam hadits-hadits ini disebutkan bahwa memanjangkan kain bagi orang-orang yang sombong adalah dosa besar. Adapun memanjangkan kain bagi yang tidak sombong, zhahir hadits ini mengandung makna haram juga, akan tetapi diikat dengan hadits-hadits lain yang mengandung makna sombong. Kalimat yang bersifat umum dalam kecaman tersebut mengandung makna ikatan: bagi orang yang sombong. Oleh sebab itu tidak haram menyeret dan memanjangkan kain jika selamat dari sifat sombong145.

هو قاعتلااب ديعولا هيف درو يذلا وهف ءلايخلا ديق نم درو ام ىلع لومحم قلاطلإا اذ

Penggunaan kalimat yang bersifat umum ini mengandung makna ikatan, diikat dengan hadist-hadits yang mengikat dengan sifat sombong, maka orang yang memanjangkan kain/jubah/kaki celana dengan sifat sombong, itulah yang diancam dengan ancaman yang keras, disepakati ulama tentang ini146.

143 Imam an-Nawawi, Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn Hajjaj, juz.II (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Araby, 1392H), hal.116.

144 Imam an-Nawawi, Riyadh ash-Shalihin, juz.I, hal.425.

145 Al-Haifzh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, op. cit., juz.X, hal.263.

94 Pendapat Imam as-Suyuthi:

صخر دقو ءلايخ هبوث رج نم ىلإ الله رظني لا رخلآا ثيدحلاب صصخم وهف ءلايخ هيفرط راجلا هل يخرملا هرازإ لبسملا ملس و هيلع الله ىلص ءلايخلا ريغل هرج ناك ثيح ركب يبلأ كلذ يف

Makna kata: هرازإ لبسملاadalah: Orang yang memanjangkan kainnya, orang yang menyeret ujung

kainnya karena sombong.

Hadits ini dikhususkan dengan hadits lain: ءلايخ هبوث رج نم ىلإ الله رظني لا “Allah Swt tidak

memandang kepada orang yang memanjangkan kainnya karena sombong”.

Rasulullah Saw memberikan keringanan kepada Abu Bakar, karena Abu Bakar memanjangkan kainnya bukan untuk sombong147.

Pendapat Imam asy-Syaukani:

ا رج نأ هموهعمب لدي ) ءلايخ ( هلوقب دييقتلا رهاظو ديعولا اذه يف لاخاد نوكي لا ءلايخلا ريغل بوثل

Zhahir ikatan dengan kata:

ءلايخ

(sombong), ini menunjukkan pemahaman bahwa orang yang

memanjangkan kain tetapi tidak sombong, maka tidak termasuk dalam ancaman hadits ini148.

Pendapat Imam ash-Shan’ani:

دييقتو ديعولا يف لاخاد ءلايخ ريغ هرج نم نوكي لا هنأ هموهعمب لاد ءلايخلاب ثيدحلا

Hadits ini diikat dengan kata:

ءلايخ

(sombong), ini menunjukkan pemahaman bahwa orang yang

memanjangkan kain tanpa sombong tidak termasuk dalam ancaman hadits ini149.

Pendapat Syekh DR.Yusuf al-Qaradhawi:

Salah satu metode memahami hadits dengan baik adalah:

دحاولا عوضوملا يف ةدراولا ثيداحلأا امج

Menggabungkan beberapa hadits dalam satu tema.

Hadits tentang Isbal, banyak pemuda Islam yang bersemangat sangat mengingkari orang lain yang tidak memendekkan pakaiannya di atas mata kaki. Bahkan mereka terlalu berlebihan dalam bersikap sampai pada tingkat menjadikan perbuatan memendekkan kaki celana sebagai syi’ar Islam atau kewajiban yang besar dalam Islam. Jika mereka melihat seorang ulama atau da’i tidak memendekkan kaki celana seperti yang mereka lakukan, mereka menuduhnya -bahkan secara terang-terangan- tidak faham agama!

Sesungguhnya hanya mencukupkan diri dengan makna zhahir satu hadits saja, tanpa melihat hadits-hadits lain yang terkait dengan tema tertentu secara keseluruhan, itulah yang

147 Imam as-Suyuthi, Syarh as-Suyuthi ‘ala Muslim, juz.I, hal.121.

148 Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Authar min Ahadits Sayyid al-Akhyar

Syarh Muntaqa al-Akhbar, juz.II (Idarah ath-Thiba’ah al-Muniriyah), hal.112.

149 Imam Muhammad bin Isma’il Amir Kahlani ash-Shan’ani, Subul as-Salam Syarh Bulugh

95

seringkali membuat orang terjerumus dalam kekeliruan, jauh dari kebenaran dan tujuan yang dimaksud hadits Rasulullah Saw150.

Hubungan Kesombongan dan Memanjangkan Pakaian/Jubah.

Memanjangkan jubah merupakan tradisi kesombongan raja-raja Romawi dan Persia masa silam. Untuk menunjukkan keangkuhan dan kesombongan mereka, maka para penguasa itu memanjangkan jubah yang ujungnya dibawa oleh para pengawal dan dayang-dayang. Tradisi itu masuk juga ke dalam masyarakat Jahiliyah. Dalam satu bait sya’ir jahiliyah dikatakan,

ريمشت دجلا دنع يف ؤرما ينا ... ارجتعم بوثلا رج كنرغي لاف

Janganlah engkau terpukau dengan panjangnya jubah dan sorban yang terurai

Sesungguhnya aku juga orang yang memiliki pakaian yang panjang151.

Tradisi keangkuhan dan kesombongan itulah yang dibantah Rasulullah Saw.

150 Syekh DR.Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, (Cairo; Dar asy-Syuruq, 1423H), hal.128

151 DR.Jawwad ‘Ali, al-Mufashshal fi Tarikh al-‘Arab Qabl al-Islam, Juz.XVIII (Dar as-Saqi, 1422H), hal.37.

96