• Tidak ada hasil yang ditemukan

yang tar laku lai, la beso baru katong jual lai to. Resiko katong punya te, katong tanggung sandiri, mo barang tiap hari tu tar sama8

(pernah pedagang katakan ‘ibu silahkan mengambil buah dulu, bayarnya kemudian’. Saya tidak akan mela-kukan itu, saya sangat takut, saya juga berpikir jangan sampai uang yang ada di saku saya tidak mencukupi untuk membayarnya nanti. Karena itu seperti buah salak saya membeli seadanya sesuai dengan uang yang saya miliki. Saya tidak berani berhutang, takut jangan-jangan saat menjual uang modal tidak kembali, akhirnya membayar tidak dapat dipenuhi. Buah yang kita beli dan tidak terjual, masih bisa dijual lagi keesokan harinya. Resiko harus kita tanggung karena setiap hari hasilnya pun tidak sama).

Keterbatasan modal dan keterbatasan jumlah bahan yang dijual merupakan ciri usaha yang tidak berani mengambil resiko usaha. Berbagai tawaran perkuatan modal usaha sering tidak direspon oleh pelaku usaha seperti ini. Menghindari resiko (avoiding risk) pinjaman merupakan kesadaran akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

Mekanisme Mengelola Usaha

Pengetahuan yang cukup terbatas, kalau tidak ingin dikatakan rendah, tidak menjadi penghalang dalam usaha. Pengetahuan dari pendidikan formal sering dijadikan ukuran untuk memahami seseorang saat berusaha. Karena masyarakat umum selalu beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik kegiatan usaha yang dibuat, dan sebaliknya. Tetapi hal ini tidak berlaku pada para papalele, 8 Wawancara tanggal 21 April 2009. 

213 dengan ketiadaan pengetahuan yang memadai ternyata mereka mampu mengelola dan meng-identifikasi usaha. Kemampuan ini ditandai dengan mekanisme papalele yang sangat sederhana. Ciri kesederhanaan itu diawali dengan mencari dan membeli buah yang akan dijual, melakukan tawar menawar, kemudian menentukan harga jual hingga membangun relasi dengan pedagang.

• Produk yang Diperdagangkan

Para papalele tidak selalu mengandalkan buah hasil kebun, tetapi juga membeli dari pedagang untuk dijual. Bagian sebelumnya telah menegaskan tentang pengalaman pertama seorang memulai papalele. Buah hasil kebun atau dusun meru-pakan produk unggulan yang dijual, kemudian dari hasil men-jual mereka mendapatkan keuntungan yang dijadikan sebagai modal untuk diputar hari berikutnya. Walaupun keuntungan tidak terlalu besar tetapi sudah cukup untuk membeli buah yang lain. Tujuannya jelas melanjutkan dan mempertahankan usaha untuk mendapatkan penghasilan.

Buah hasil kebun bukan satu-satunya andalan untuk di-jual sebagai penghasilan. Walaupun para papalele selalu sangat mengharapkan buah dari kebun atau dusun sendiri yang di-panen pada waktunya atau membeli dari tetangga. Hasil kebun itulah yang dijual ke pasar, namun mereka sering berhadapan dengan musim yang telah berubah. Ada buah seperti rambutan, pepaya dan salak dalam setahun bisa dua kali panen, tetapi buah seperti manggis, duren, kecapi hanya panen sekali setahun. Ketidak-stabilan hasil panen membuat mereka tidak hanya ber-gantung dan mengharapkan hasil kebun, tetapi harus membeli buah dari pedagang untuk dijual.

214

Saat musim panen tiba, papalele sangat diuntungkan terutama bagi mereka yang kebunnya banyak menghasilkan buah karena tidak perlu lagi mencari buah ke pasar. Demikian pun bagi mereka yang kebun dan dusun tidak menghasilkan dapat membeli dari tetangga terdekat. Seperti mama Le dan tanta Evi tidak perlu direpotkan dengan mencari buah ke pasar Ambon, mereka bisa dengan mudah membeli dari tetangga sekitar rumah atau tetangga se-desa. Bahkan ada perilaku khusus pada hari yang sama jika buah hasil kebun telah laris terjual, mereka berupaya membeli buah lagi untuk selanjutnya dijual. Bagi mama Le dan tanta Evi memanfaatkan waktu adalah peluang yang semakin besar untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Membeli dari pedagang pemasok di pasar Ambon. Umar (67), Adam (42) dan Thalib (44) adalah pedagang buah di pasar Ambon yang telah menjadi langganan para papalele. Buah yang dijual papalele setiap hari, secara rutin berasal dari pedagang tersebut. Umar adalah pedagang yang berasal dari suku Bugis-Makassar, Adam adalah pedagang yang berasal dari desa Geser pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah, sementara Thalib adalah pedagang yang berasal dari desa Kabau Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Hubungan dagang antar mereka lebih bersifat transaksi beli jual dengan sistem pembayaran tunai atau pembayaran dilakukan setelah buah terjual. Bagi mereka cara ini sudah terbangun dan terpelihara sejak lama jauh sebelum kerusuhan di Kota Ambon, sehingga keterikatan antar mereka bahkan terus bertahan hingga kini. Terpelihara-nya hubungan mereka karena tidak ada yang lalai terhadap kewajiban.

215

• Strategi Bersama dalam Berusaha

Papalele yang berkelompok saat berjualan selalu mengu-tamakan dan mengedepankan tenggang rasa. Tiga dari delapan belas informan penelitian ini merupakan satu kelompok saat berjualan. Mama Le, tanta Mike dan tanta Emy merupakan kelompok papalele yang dianggap paling lama bertahan. Kebe-tulan saja, kelompok mereka berada pada satu lokasi berjualan yang sama. Keakraban mereka tidak hanya pada lokasi berjualan tetapi juga soliditasnya terbangun di lingkungan tempat tinggal karena bertetangga. Akrabnya mereka dalam berjualan membu-at ketiganya tidak ego dalam bersaing terutama samembu-at mencari buah bersama dan menentukan harga jual. Saling ber-komunikasi di saat akan membeli buah hingga menentukan harga jual dilakukan demi menjaga keseimbangan rasa di antara mereka.

Demikian pula taktik yang digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis buah, sering secara bersama. Tanta Mike di satu pagi sudah seperti biasanya bergegas mencari buah. Hari itu dia berkeinginan membeli buah nangka matang, karena buah tersebut tersedia sangat banyak di pedagang. Mungkin saja karena di bulan November-Desember buah nangka lagi musim panen. Saat nangka dibeli tidak dalam bentuk satu buah nangka utuh tetapi dibeli dalam hitungan bijinya. Rupanya pedagang juga merasa rugi kalau menjual satu buah dalam keadaan utuh, sehingga dijual dengan hitungan per biji nangka. Tanta Mike hari itu membeli per 100 otak9 dengan harga Rp.40.000. pada saat biji nangka akan dibeli memang pedagang telah melepaskan biji dari buahnya sehingga mereka tidak direpotkan lagi untuk me-misahkannya.

9 Papalele biasanya menyebut setiap pembelian biji nangka dengan sebutan ‘otak’.  

216

Gambar 10.

Informan saat mencari buah bersama (Piso.doc.2008)

Biji buah nangka dimasukkan dalam plastik ukuran setengah kilogram. Tanta Mike telah menyiapkan plastik ukuran 1,5-1 kg sebelumnya, untuk memasukkan setiap biji nangka. Setiap plastik ukuran setengah kilo diisi enam sampai tujuh otak dengan harga jual Rp.5.000 per plastik. Sementara biji (otak) buah nangka yang berukuran besar dimasukkan lima otak dalam plastik ukuran 1 kg, dengan harga jual Rp.6.500 atau Rp.7.500 per plastik. Cara yang dilakukan tanta Mike ini di lokasi tandeng kelompok mereka. Dia melakukannya setelah bertanya kepada tanta Emy teman sekelompoknya yang hari itu secara bersamaan menjual biji nangka matang. Sebagaimana disampaikannya:

kalo beta su sampe tante emi pung nangka beta tanya se isi dalam plastik berapa otak? mo kalo tante emi bilang 5 lalu beta 5 lai, kalo emi pung 6 berarti beta pung 6 lai, mo sama sa deng harga to, supaya laeng jang beda dar

217

laeng bagitu, nanti rasa seng enak bagitu, mo kan samua sama-sama dudu tandeng te10

(kalau saya tiba di lokasi dan tante Emy juga menjual nangka, saya bertanya “kamu isi berapa otak per plastik?. Seandainya tante Emi katakan lima per plastik, saya ikut lima, kalau enam per plastik saya pun demikian termasuk harga jualnya. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak saling berbeda, kalau berbeda bisa saja terjadi perasaan yang tidak menyenangkan antar kita, mengingat kita sama-sama tandeng).

• Menghindari Konflik melalui Variasi Produk

Menjaga hubungan baik dan menghindari terjadinya konflik dalam kelompok. Pertentangan dan konflik bisa saja terjadi antar papalele mengingat usaha yang ditekuni tidak terlepas dari rasa persaingan. Konflik bisa saja terjadi karena jumlah pembeli yang tidak seimbang atau karena buah yang dijual kadang-kadang sejenis. Untuk menghindari terjadi hal seperti itu maka variasi terhadap buah yang dijual sedapat mungkin diupayakan. Konflik biasanya dapat terjadi dalam kelompok papalele, termasuk kelompoknya tanta Mike. Agar tidak terjadi konflik, masing-masing telah memahami cara untuk menghindarinya. Hal tersebut dikemukakan tanta Mike sebagai berikut:

…kalo beta su sampe di pasar la baku dapa trus beta lia, oh io dong ada punya mangga gole, ada punya mangga harum manis, ada punya lemong manis, beta harus usaha cari deng ambel yang lebih bagus atau ambel yang antua pung seng ada bagitu, kalo seng bisa jadi tar enak lai (kalau saya tiba di pasar dan bertemu, kemudian saya memperhatikan buah yang mereka beli, oh ya, ada buah

218

mangga golek, ada buah mangga harum manis atau ada jeruk manis, saya harus mencari dan mengambil buah yang lebih baik atau mengambil buah yang mereka tidak punya. Kalau tidak melakukan hal itu bisa saja terjadi perasaan tidak enak di antara kita).

Menjual yang berbeda jauh lebih baik untuk tetap menja-ga keharmonisan kelompok. Tanta Mike memiliki cara tersen-diri untuk tetap menjaga agar keharmonisan kelompok tetap berjalan baik. Dia berupaya menjual barang yang tidak dimiliki teman sekelompok. Menurut tanta Mike menjual buah mangga dan buah jeruk hanya dilakukan kalau buah yang lain tidak ada di pasaran, tetapi yang paling utama dan selalu dijual adalah telur ayam kampung. Telur yang dijual ada dua jenis yang pasokannya berasal dari Surabaya dan telur ayam kampung dari orang di desa pegunungan. Telur dari Surabaya dibeli dengan harga Rp.1.000 per butir dan dijual Rp.2.000 per butir sementara telur ayam kampung dari pegunungan dibeli dengan harga Rp.1.500 dan dijual Rp.2.500 per butir.

• Mengantisipasi Kerugian

Kerugian bisa terjadi disebabkan karena tidak habis terjual atau uang modal tidak kembali. Secara umum papalele memiliki taktik khusus mengantisipasi kerugian yang bakal terjadi setiap hari. Taktik untuk menghindari hal tersebut tergolong seder-hana. Tanta Evi dan tanta Mike akan mewakili pengalaman papalele lain ketika melakukan taktik antisipasi menghadapi kemungkinan tidak laku, yang bakal terjadi setiap hari.

‘Bali ukur’ merupakan salah satu cara memenuhi permin-taan pembeli. Tanta Evie mempunyai cara tersendiri untuk memuaskan pembeli manakala di saat tertentu ketika pembeli membutuhkan buah tertentu, dia sudah menyiapkannya. Hal

219

ini dilakukan karena pengalamannya yang terus mengamati perilaku pembeli di saat akan membeli buah selalu tidak menentu. Pembeli tidak selalu menginginkan buah yang sama sehingga menjaga agar kebutuhan mereka tetap terpenuhi, tanta Evie11 mengantisipasinya. Menurutnya:

bali ukur tu to contoh, Mangga gole beta bali barang 30 jua, nanti mangga laeng barang 30 lai, nanti mangga laeng barang 20 lai, bagitu-bagitu toh pa toh. Lalu ada laeng-laeng lai mangkali ada dapa kanari kah, talor barang 100 lai kah, ukur itu tuh su tahu pasti abis eee. Barang kalo bali mangga gole, dong tanya ‘tante seng ada mangga harum manis’ seng ada mangga manalagi, barupa-rupa macam pa biar situ sadiki.. sini sadiki ..supaya orang datang bali orang mau samua ada. La kalo dong bali ambel situ, sini su ta tutup tu.

(‘Bali ukur’ itu contohnya membeli 30 buah mangga golek, 30 atau 20 buah mangga yang jenis lain, lalu yang lain juga harus dibeli seperti kenari dan 100 butir telur. Dengan mengukur pembelian seperti itu sudah dipre-diksi harus habis terjual. Jika hanya membeli satu jenis buah mangga, pembeli akan bertanya jenis buah mangga yang lain. Pembeli ini selalu tidak menetap pada satu jenis buah yang akan dibeli. Saat mereka bertanya, buah yang diminta saya sudah siapkan, walaupun sedikit. Jika mereka membeli buah yang satu, keuntungannya bisa menutupi buah yang lain).

Hal yang tidak berbeda pun dilakukan tanta Mike untuk mengantisipasi kerugian setiap hari. Bagi tanta Mike semua bahan yang dibeli sudah diperhitungkan secara matang dengan target harus sedapat mungkin semua terjual habis. Dia selalu membeli lebih dari tiga jenis bahan bahkan bisa mencapai lima jenis. Kondisi ini dilakukan agak berbeda dengan tanta Evie

220

karena pembeli berkeinginan pada buah yang berbeda. Tanta Mike sering berhadapan dengan pembeli atau langganannya yang sering meminta untuk berhutang terlebih dahulu. Kadang-kadang si pelanggan mengatakan bahwa ia ingin buah mangga atau nangka tetapi uang telah habis untuk berbelanja. Untuk menjaga relasi tetap berjalan baik, tanta Mike tidak segan untuk memberi buah yang diinginkan. Pembayaran baru akan dilaku-kan setelah hari atau bulan berikutnya atau di saat pelanggan-nya bisa membayar. Pada saat pelanggan telah berhutang pada satu jenis buah tertentu, maka harga jual pada buah yang lain bisa menutupi kekurangan buah yang dihutang.

Selain memberi hutang pada pelanggan, harga jual diturunkan sebelum pulang ke rumah. Mengantisipasi kerugian tidak hanya dilakukan dengan cara yang telah disebutkan tadi. Tanta Mike juga melakukan cara yang umumnya terjadi pada pasar tradisional umumnya; ‘obral’. Bagi tanta Mike, cara ‘obral’ atau menurunkan harga jual kerap dilakukannya. Biasanya ia lakukan di saat waktu akan pulang ke rumah semakin mendekat dan bahan yang dijual masih belum terjual. Jika hal ini terjadi biasanya tiga jam sebelum pulang ke rumah tanta Mike menjual dengan harga murah dengan harapan buahnya cepat laris. Buah untuk bahan rujak yang dijual Rp 7.500 per plastik, akan diobral antara Rp 6.000 sampai Rp 6.500 per plastik. Mengingat modal beli Rp 5.000 per plastik. Menurutnya, obral tergolong efektif manakala waktu akan pulang semakin dekat. Walaupun keuntungan kecil dan hanya berkisar antara Rp1.000 sampai Rp 1.500 per plastik. Baginya uang modal hari berikutnya dan sedikit uang untuk kebutuhan keluarga telah tersedia.

221

Jejaring

Papalele mungkin tidak akan bisa bertahan jika tidak memiliki jejaring dan relasi dengan pihak lain. Jejaring dan relasi yang dibangun papalele tidak hanya sebatas dengan se-sama papalele tetapi juga dengan pedagang dan lembaga pem-beri pinjaman sebagai mitra usaha. Jejaring mereka tergolong awet karena adanya rasa saling percaya satu terhadap yang lain. Kewajiban masing-masing pihak dipenuhi tanpa tekanan dan berlangsung karena kesadaran bahwa hubungan ekonomis sangat diperlukan.

Pada bagian sebelumnya, tanta Mike dan tanta Joke mewawakili papalele tidak memanfaatkan pinjaman dana pihak ke-tiga. Alasanya tidak ingin bergantung pada pihak lain, sembari menjadi beban tanggungan bagi usaha mereka. Namun demi-kian, tidak berarti bahwa papalele tidak memanfaatkan pinjaman dana. Tiga informan masing-masing mama Cum, mama Habsah dan tanta Evi yang merupakan kelompok papalele yang justru memanfaatkan dana sebagai bentuk membangun jejaring.

• Memanfaatkan Pinjaman Pihak Lain

Pada bab sebelumnya, sempat diuraikan tentang papalele yang menghindari resiko (avoiding risk) pinjaman uang. Pembahasan tersebut sebagaimana telah diuraikan merupakan proses usaha yang mandiri tanpa tergantung dari pihak lain terutama pembentukan modal usaha. Sementara pada bagian ini, sesungguhnya akan dijelaskan tentang jejaring yang di-bangun papalele dengan memanfaatkan pinjaman pihak lain, khususnya dengan lembaga keuangan non bank.

222

Papalele adalah satu kelompok usaha yang lemah terha-dap dukungan keuangan. Harus diakui bahwa usaha papalele yang dilakukan para informan memiliki kelemahan dari segi keuangan. Dukungan dana hanya bersifat pribadi dan topangan keluarga terdekat. Mereka juga tidak memiliki akses terhadap sumber pendanaan yang memadai. Namun demikian, ada papalele yang membangun jejaring dengan lembaga simpan-pinjam sebagai sumber pemberi dana. Mama Cum, mama Habsah dan tanta Evi, mereka adalah tiga orang dari delapan belas informan yang berani memasuki ruang ini dengan menerima tawaran pinjaman kredit bagi usaha yang sementara ditekuni. Walaupun usaha papalele yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mengembangkannya menjadi lebih besar. Pinjaman dana dari pihak ketiga hanya diprioritaskan untuk menjaga agar papalele tetap berlangsung.

Merantau dari desa ke kota adalah pilihan untuk tetap menghidupi keluarga. Salah satu informan yang memutuskan merantau ke kota bersama keluarga adalah mama Kalasum. Keseharian biasa disapa mama Cum dari nama lengkap Kalasum Marasabessy (55). Ia adalah seorang janda beranak tiga yang berasal dari Desa Kailolo, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Suaminya bermarga Selang yang berasal dari Desa Iha-luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Namun kehidupannya tidak lagi didampingi sang suami karena sudah sejak lama mereka ditinggalkan bahkan sejak anak-anaknya belum berse-kolah. Sebagai orang tua tunggal (single parent) ia berusaha menghidupi anak-anaknya dengan berjualan menjadi papalele. Mengingat saat itu salah satu anaknya masih di kelas satu SD Al-Hilal, Desa Batu Merah.

Karena modal usaha terbatas, menjadi alasan untuk berani menerima dan mengambil pinjaman kredit secara harian. Sejak

223

hijrah ke Ambon mama Cum bersama anak-anaknya berpindah dari satu tempat kost ke tempat kost lainnya di Desa Batu Merah, mengingat mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap. Dengan semangat untuk menafkahi anak-anak ia memutuskan menjadi papalele menjual aneka kebutuhan sayur mayur, bumbu dapur dan ikan laut mentah. Karena keinginan yang kuat dan tidak memiliki cukup uang memulai usaha, ia memberanikan diri meminjam uang di Koperasi Batu Merah. Pengalaman pertama peminjaman dimulai dengan pinjaman sebesar Rp 500.000 dengan pengembalian Rp 20.000 per hari selama satu bulan12. Sesuai kesepakatan dengan kreditur, dia selalu menepati perjanjian hingga seluruh pinjamannya ter-bayar.

Mengatur perputaran uang usaha dan membiayai kebu-tuhan keluarga. Pinjaman dari Koperasi dijadikan sebagai modal untuk membeli berbagai bahan keperluan yang akan dijual. Bahan yang secara rutin dibeli untuk dijual seperti sayur mayur jenis kangkung, daun singkong atau bayam hijau per tiga ikat. Untuk mendapat keuntungan dari setiap jenis sayur itu, setiap ikatnya dipecah dua, sehingga mendapatkan 12 ikat yang dijual dengan harga Rp 4.500. Ada juga bumbu-bumbu dapur seperti jahe, daun sereh, lengkuas, kunir, cabe dan beberapa jenis yang lain. Setiap bumbu tersebut diperlakukan sama dengan sayuran yang dipecah dalam beberapa ikatan. Sementara ikan laut mentah yang dijual seperti ikan puri atau ikan tuna dan ikan kembung. Dengan membagi setiap jualan seperti itu, keuntungan yang diperoleh Rp 60.000 sampai Rp 100.000 per hari.

224

Tetap bertahan usaha dengan keuntungan secukupnya. Mama Cum mengakui bahwa keuntungan yang diperoleh setiap hari sangat terbatas karena keuntungan itu harus diatur untuk pengembalian pinjaman dan kebutuhan makan minum keluarga dan biaya sekolah anak-anak. Dalam situasi seperti itu, ia tetap harus bisa bertahan walaupun kadang-kadang pikiran kalut menerpanya, seperti yang diungkapkannya:

...utang seng bisa tunda, biar ada tidor lai dong kas bangong, sampe beta pusing. La tar biking bagitu se mau makang apa beso, inga poro for makang, jadi tar bajual mo biking apa, jadi stiap hari musi pi barang abis jua tempo jam-jam 11 kalo seng 12”

(kredit tidak bisa ditunda, harus bayar walaupun saya lagi istirahat tidur mereka bangunkan untuk menagih, hingga saya terbeban. Tetapi kalau tidak melakukannya, kita mau makan besok bagaimana, harus tetap ingat makan untuk perut. Sehingga setiap hari harus tetap berjualan, mengingat berjualan hanya sampai pukul 11.00 atau pukul 12.00 siang).

Situasi yang sama juga dialami mama Habsah (57) ketika pertama kali berjualan. Modal awal untuk memulai usaha berjualan juga dari pinjaman Koperasi Simpan Pinjam sebesar Rp300.000. Bahan yang dijual tidak berbeda dengan mama Cum yang terdiri dari sayur mayur, bumbu-bumbuan dapur dan ikan laut mentah. Jualan dijajakan berkeliling kota dari jam 06.00 pagi hingga siang hari sekitar pukul 12.00. Sebelum berkeliling menjual, setiap hari antara jam 04.00 subuh atau jam 05.00 subuh, ia harus tinggalkan rumah mencari bahan yang hendak dijual13.

225

Pengalihan cara baronda ke tandeng dilakukan karena kondisi fisik yang tidak lagi memungkinkan. Seiring dengan kondisi fisiknya yang mulai memasuki masa tua, mama Habsah tidak lagi berjualan baronda, akunya. Ia kini hanya tandeng di pasar Mardika Ambon dan menempati salah satu los pasar yang dikhususkan untuk berjualan sayur mayur dan bahan kebutuh-an dapur lainnya. Ikkebutuh-an laut ykebutuh-ang pada masa sebelumnya ini ia jual, kini ditinggalkan mengingat los yang ditempati tidak

Dokumen terkait