• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membran adalah selaput semi permeabel yang melewatkan spesi tertentu dan menahan spesi yang lain berdasarkan ukuran spesi yang akan dipisahkan. Spesi yang berukuran besar akan tertahan dan yang ukurannya lebih kecil akan dilewatkan (Mulder, 1996).

2. Klasifikasi Membran

Mulder (1996) dan Wenten (1999) menyatakan bahwa membran dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan (eksistensi), morfologi, fungsi, dan bentuk. Berdasarkan keberadaannya membran dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : (1) membran alamiah yang terdapat di dalam jaringan tubuh organisme, berfungsi melindungi isi sel dari pengaruh lingkungan dan membantu proses metabolisme, (2) membran sintetik yang dibuat secara sengaja untuk kebutuhan dan disesuaikan dengan sifat membran alamiah. Membran sintetik dapat dibuat dari polimer seperti polikarbonat, polipropilen, polietilen, poliamida, nilon, selulosa asetat dan polisulpon.

22 Bahan-bahan lain yang dapat digunakan antara lain keramik, gelas, logam, dan lain-lain.

Gambar 2. Membran waterfine berbentuk Hollow Fiber.

Membran juga dapat dibagi berdasarkan morfologinya menjadi dua golongan yaitu : (1) membran asimetrik yang mempunyai struktur pori yang tidak seragam, dan (2) membran simetrik yang mempunyai struktur pori yang seragam. Berdasarkan fungsinya membran dapat dibagi menjadi : (1) membran mikrofiltrasi, (2) membran ultrafiltrasi, (3) membran osmosa balik, (4) membran dialisa, dan (5) membran elektrodialisis

23 Membran mikrofiltrasi (MF) adalah membran yang memisahkan partikel berukuran mikron atau submikron (makromolekul > 500.000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0,1-10 μm). Lazimnya berbentuk cartridge, gunanya untuk menghilangkan partikel dari air bersih (telah diberi pralakuan) yang berukuran 0,04 sampai 100 mikron, asalkan kandungan TSS (total suspended solid) tidak melebihi 100 ppm (Mulder, 1996).

Membran ultrafiltrasi (UF), ialah proses pemisahan (menggunakan) membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat molekul) tinggi , aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air/cairan. Membran semipermeabel dipakai untuk memisahkan makromolekul (makromolekul > 5.000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0,001-0,1 μm) dari larutan. Ukuran dan bentuk molekul terlarut merupakan faktor penting retensinya (Mulder, 1996).

Membran berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu : (1) membran datar yang mempunyai penampang lintang dan bentuknya melebar dan (2) membran tubular yang berbentuk pipa memanjang. Membran datar dapat terbagi menjadi tiga macam : (1) membran datar yang terdiri dari satu lembar saja, (2) membran datar bersusun, dan (3) membran spiral bergulung. Membran tubular dibagi menjadi tiga macam : (1) membran berongga dengan diameter < 0,5 mm, (2) membran kapiler dengan diameter 0,5-5,0 mm, dan (3) membran tubular dengan diameter > 5 mm (Mulder, 1996).

Menurut Mulder (1996), membran juga dibedakan berdasarkan ukuran porinya, yaitu (1) makropori, yaitu membran dengan ukuran pori yang lebih besar dari 50 nm, (2) mesopori, yaitu ukuran pori berkisar 2-50 nm, dan (3) mikropori, yaitu ukuran pori yang lebih kecil dari 2 nm.

Membran berdasarkan gaya penggeraknya dapat dibedakan atas 4 kelompok, yaitu gaya penggerak berupa (1) perbedaan tekanan (∆P), (2) perbedaan konsentrasi (∆C), (3) perbedaan temperatur (∆T), dan (4) perbedaan potensial kimia. (Kaseno, 1999). Perbandingan kinerja membran berdasarkan bentuk dapat dilihat pada Tabel 3.

24 Tabel 3. Perbandingan kinerja membran berdasarkan bentuk

Karakteristik

DESAIN

Spiral-Wound Fibers Tubular Datar

Biaya Rendah Rendah Tinggi Tinggi

Packing Density Tinggi UF-Tinggi

RO-Sangat tinggi

Rendah Rata – rata

Pressure Capability Tinggi UF-Rendah

RO-Tinggi UF-Rendah RO-Rata - rata Tinggi Pilihan bahan polimer Banyak Sedikit Sedikit Banyak Resisten terhadap fouling Rata – rata UF-Baik

RO-Tidak baik Sangat baik Rata – rata Kemampuan dibersihkan

kembali

Baik UF-Sangat baik

RO-Tidak baik

Sangat baik Baik

Sumber : Paulson,1995

3. Karakterisasi Membran

Kinerja (performance) membran dalam pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan, selain itu juga dipengaruhi oleh disain proses, dan aspek teknik kimianya. Penilaian terhadap karakteristik membran meliputi struktur dan ukuran pori serta sifat fisik mekanik dan kimia membran (Brocks, 1983).

Sifat-sifat kimia membran yang penting antara lain (1) sifat hidrofilik atau hidrofobik, (2) ada atau tidaknya muatan ion, (3) ketahanan terhadap suhu tinggi dan zat-zat kimia tertentu, serta (4) daya tarik terhadap partikel dalam umpan. Selain itu menurut Brocks (1983), kandungan mineral yang terdapat dalam membran dan zat yang dapat larut dalam larutan yang dipisahkan perlu diperhatikan. Sifat-sifat kimia membran terutama dipengaruhi oleh bahan yang digunakan untuk pembuatan membran.

Beberapa sifat mekanik membran yang penting meliputi kekuatan tarik (tensile strength) dan elongasi. Selain itu dapat juga dilakukan pengujian terhadap kekuatan lentur, kekuatan patah, dan modulus elastisitas terutama untuk keperluan operasi secara fabrikasi. Sifat-sifat mekanik membran dapat diperbaiki dengan beberapa cara antara lain pemanasan (annealing) dan dengan cara meningkatkan derajat kristalinitas bahan yang digunakan (Brocks, 1983).

25 Karakteristik membran dipengaruhi oleh jenis bahan pembuat dan proses pembuatan memban tersebut. Membran yang dibuat dari selulosa dan turunannya pada umumnya mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi dari membran polimer sintetis. Sebaliknya membran polimer sintetis umumnya lebih tahan terhadap pH umpan dibandingkan membran selulosa. Masing-masing membran mempunyai kelebihan dan kekurangan (Brocks, 1983).

Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah harga fluks dan rejeksi (Wenten, 1999). Secara umum nilai fluks dinyatakan sebagai permeabilitas hidraulik (hydraulic transmembrane flux) yang dihitung sebagai aliran cairan yang melalui unit luas permukaan membran pada tekanan tertentu.

4. Proses Pemisahan Membran

Proses pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut Wenten (1999) secara umum proses pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan proses pemisahan yang lain, diantaranya adalah : (1) konsumsi energi relatif kecil, karena tidak terjadi perubahan fase dalam proses pemisahannya, (2) biaya operasi relatif rendah karena tidak menggunakan bahan kimia, (3) tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena dalam prosesnya tidak memerlukan aditif, (4) proses dapat berlangsung secara kontinu, dan (5) tidak memerlukan ruang instalasi yang besar. Kelemahan proses pemisahan dengan menggunakan membran hanyalah mudah timbulnya polarisasi konsentrasi di permukaan membran yang dapat menurunkan fluks zat yang dipisahkan.

26

Gambar 4. Simulasi kinerja proses membran filtrasi (http://www.geocities.com)

(a) (b)

Gambar 5. (a) dan (b) Simulasi cara kerja membran Hollow fiber (http://www.geocities.com)

Menurut Mulder (1996), umpan adalah larutan yang berisi satu atau lebih campuran molekul atau partikel yang akan dipisahkan, permeat adalah bagian-bagian yang dilewatkan oleh membran dan rentetat adalah bagian yang ditahan oleh membran. Prinsip pemisahan dapat dilihat pada Gambar 4.

Menurut Wenten (1999), proses perpindahan suatu molekul atau partikel di dalam membran disebabkan kerena adanya gaya yang bekerja pada molekul atau partikel di

27 dalam membran. Gaya dorong (driving force) didefinisikan sebagai besarnya beda potensial pada membran (∆X) dibagi dengan ketebalan membran (l ).

Driving force = ∆X/ l, [N/mol]

Menurut Mulder (1996), gaya-gaya pendorong ini dapat berasal dari gradien tekanan, gradien konsentrasi, gradien potensial listrik atau gradien temperatur antara dua sub sistem yang dipisahkan.

Umpan Rentetat ((feed) Permeat ∆P,∆C,∆E,∆T Keterangan :

∆P = perbedaan tekanan ∆E = perbedaan potensial listrik ∆C = perbedaan konsentrasi ∆T = perbedaan temperatur Gambar 6. Prinsip operasi membran (Mulder, 1996)

Menurut Mulder (1996), kinerja dan efisiensi membran ditentukan oleh dua parameter yaitu permeat atau fluks dan selektivitas atau rejeksi. Fluks adalah jumlah permeat yang diperoleh pada operasi membran per satuan luas permukaan membran dan per satuan waktu. Fluks volume dapat dinyatakan sebagai berikut :

28

Dimana : Jv = fluks volume (l/m2.jam) T = waktu (jam)

A = luas permukaan membran (m2) V = volume permeat (l)

Kisaran fluks dan tekanan yang dibutuhkan oleh beberapa jenis membran filtrasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Selang fluks dan tekanan

Proses membran Selang tekanan (bar) Selang fluks (l.m-2.h-1) Mikrofiltrasi 0,1-2,0 >50 Ultrafiltrasi 1,0-5,0 10-50 Nanofiltrasi 5,0-20 1,4-12 Reverse osmosis 10-100 0,02-1,4 Sumber : Mulder (1996)

Parameter membran yang penting lainnya adalah selektivitas atau rejeksi. Selektivitas merupakan kemampuan untuk memilih zat yang harus tersaring. Selektivitas membran terhadap campuran ditentukan dengan parameter tahanan (Mulder, 1996). Rejeksi adalah kemampuan membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran (Wenten, 1999). Menurut Wenten (1999) nilai rejeksi suatu solute dinyatakan sebagai berikut :

CM1 (permeat)

RM1 (%) =1 - x 100% CM1 (feed)s

Dimana : R M1 = persentasi tahanan

CM1 (permeat) = konsentrasi partikel dalam permeat CM1 (feed) = konsentrasi partikel dalam umpan

J = V A.t

29 Nilai R tidak tergantung pada satuan konsentrasi. Nilai R bervariasi antara 0 - 100%. Nilai R 100% artinya pemisahan partikel sempurna, dalam hal ini membran semipermeabel ideal dan nilai R sama dengan 0% artinya seluruh partikel larutan melewati membran secara bersama sama.

Beberapa industri manufaktur menggunakan konsep moleculer weight cut off (MWCO) untuk mengkarakterisasi membran ultrafiltrasi. MWCO didefinisikan sebagai berat molekul yang 90 % direjeksi oleh membran. Nilai cut off 40000 berarti lebih dari 90 % zat terlarut dengan berat molekul 40000 akan direjeksi oleh membran. Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat empat jenis desain membran yaitu dead- end, cross- flow, hibrid dead-end cross-flow, dan cascade. Perbedaan aliran pada sistem dead-end dan cross-flow diilustrasikan pada Gambar 8.

Pada sistem dead-end , arah aliran tegak lurus terhadap membran. Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi karena terbentuknya cake di permukaan membran pada sisi umpan. Sistem crossflow, umpan dialirkan dengan arah aksial (sejajar) dengan permukaan membran. Karena aliran seperti itu, pembentukan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang disebabkan oleh aliran crossflow umpan. Pada aplikasi dalam industri, operasi secara crossflow lebih disukai.

30 Umpan Umpan Retentate Retentate Permeat Permeat (a) (b)

Gambar 8. Perbandingan sistem desain operasi (a) dead-end, (b) cross-flow

5. Material Pembuat membran

Membran dapat diproduksi dari bahan organik maupun anorganik. Membran anorganik terdiri dari 4 macam tipe yaitu (i) membran keramik, (ii) membran gelas, (iii) membran metal (termasuk karbon), dan (iv) membran ziolit. Sedangkan membran yang dihasilkan dari bahan organik diantaranya adalah selulosa asetat (CA), selulosa triasetat (CTA), regenerated selulosa (RA), poliakrilonitril (PAL), polivinilidinedifluoride (PVDF), PTFE, poliamida (PA), polisulfon (PS), polietersulfon (PES), sulfonated polietersulfon (PSS) dan poliolefin (PO) (Wenten, 1999).

Polisulfon

Membran polisulfon banyak digunakan untuk ultrafiltrasi. Polisulfon merupakan polimer dari diphenil sulfon. Cincin phenilen membuat molekul stabil dan kuat, sedangkan gugus phenil eterdan phenil sulfon menyebabkan molekul tahan panas dan tidak mudah teroksidasi.

C O SO2 O

Gambar 9. Struktur molekul polisulfon (Mulder, 1996) CH3

31 Beberapa sifat yang dapat menempatkan polisulfon sebagai membran terkemuka adalah mempunyai temperatur gelas (Tg = 195oC), stabil terhadap panas dan oksidasi, tahan terhadap perubahan pH, tidak meregang meski pada temperatur tinggi, memiliki fleksibilitas dan kekuatan sangat tinggi, menunjukkan struktur amorf pada keadaan seperti gelas, sifat kimia yang menonjol yaitu tidak larut atau rusak oleh asam-asam encer maupun alkali. Sifat lain dari polisulfon adalah rusak dalam asam sulfat pekat karena rantai polimer terdegradasi dan terjadinya sulfonasi, mempunyai kelarutan rendah dalam medium alifatik dan hanya kadang-kadang larut oleh senyawa-senyawa polar, dan larut dalam hampir semua pelarut-pelarut aromatik polar dan senyawa-senyawa terklorinasi tinggi (Mulder, 1996).

6. Peristiwa Fouling

Salah satu faktor yang menyebabkan keterbatasan penggunaan membran berpori adalah fouling. Fouling adalah perubahan yang bersifat irreversible yang disebabkan oleh interaksi secara fisik dan kimiawi antara membran dan partikel yang terdapat dalam proses pemisahan. Membran fouling diidentikkan dengan penurunan fluks permeat dan perubahan selektivitas pada membran. Perubahan ini dapat berlangsung selama proses dan membutuhkan penanganan yang serius dan mahal termasuk penggantian membran (Wenten, 1999). Proses penurunan fluks selama filtrasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Fluks Fluks δ (tebal cake)

δ(tebal cake)

J (Fluks) J (Fluks) (a) Waktu (b) Waktu

32 Menurut Wenten (1999), kata irreversible pada peristiwa fouling bersifat relatif. Perubahan sifat-sifat membran dapat dikembalikan dengan melakukan backflushing, penggunaan laju alir silang yang tinggi atau metode pembersihan secara kimiawi.

Gambar 11. Faktor – faktor yang mempengaruhi fluks (Mulder, 1996)

Laju alir Suhu

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan dan alat yang digunakan adalah air hasil olahan Instalasi Penjernihan Air Sungai Ciapus IPB Darmaga cabang Asrama TPB IPB yang belum mendapat campuran kaporit, membran polisulfon 12 % dengan ketebalan 0.05 mm; 0.10 mm; dan 0.15 mm dan membran mikrofiltrasi komersil, media Lactose Broth, kertas saring dan akuades. Membran polisulfon yang digunakan mempunyai karakteristik berupa membran datar (flat) berbentuk lingkaran (A=0.002462 m2), serta membran mikrofiltrasi dengan luas permukaan 0.5 m2.

Alat-alat yang digunakan adalah pompa dengan sistem modul crossflow (gambar peralatan dapat dilihat pada Lampiran 2 ), spektrofotometer, lempeng kaca, bak koagulasi, erlenmeyer, alumunium foil, gunting, plastik kulkas, oven, cawan abu, cawan alumunium, pH meter dan alat-alat lain. Membran mikrofiltrasi yang digunakan adalah membran komersil yang berbentuk hollow fiber yang memiliki kerapatan penjejalan (packing density) sekitar 10,0000 – 30,0000. Modul ini terdiri dari susunan serat kapiler yang halus yang disusun menjadi suatu bundle dalam shell silindris, dimana satu bundle terdiri dari sekitar 4,000 serat. Diameter luar serat berada dalam kisaran 1 – 2 mm dengan ketebalan dinding sekitar 50 µm. Spesifikasi alat mikrofiltrasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. Tahapan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lanjutan yang mengambil hasil penelitian terdahulu sebagai dasar awal penelitian. Pada penelitian terdahulu dilakukan aplikasi membran pada pemurnian nira dan raw sugar, sementara penelitian ini mengaplikasikan membran pada pengolahan air bersih.

Pengambilan air dilakukan secara aseptis, dan langsung dilakukan pengukuran pH awal air. Air yang diperoleh sudah dapat langsung disaring menggunakan membran ultrafiltrasi karena sudah melalui proses filtrasi dan sedimentasi terlebih dahulu. Sementara untuk pembandingan dilakukan penyaringan dengan menggunakan

34 membran mikrofiltrasi dan referensi membran ultrafiltrasi komersil. Secara umum diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram alir penelitian

C. Metode 1. Persiapan

Seluruh proses penelitian dilakukan dengan keadaan aseptis, karena akan dilakukan uji yang meliputi karakteristik mikrobiologi air. Persiapan pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu membilas tempat sampel (jirigen) dengan

Keterangan : Semua Prosedur

dilakukan secara aseptis

Dikarakterisasi

Data

Penyaringan dengan membran

Air murni Dikarakterisasi Air Sebelum Penambahan Kaporit Data Air Sebelum Penambahan Kaporit Selesai

35 air panas dan dibiarkan selama 30 menit lalu dibiarkan kering dengan keadaan tertutup.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menjaga lingkungan sampling tetap dalam keadaan aseptis, yaitu dengan menggunakan alkohol 95 % yang disemprotkan di sekitar tempat sampling. Untuk penerapan membran, sistem modul dibersihkan dengan cara pembilasan menggunakan air destilata dengan suhu 50 oC selama 10 menit untuk menghilangkan residu pada alat dan menjaga alat dalam keadaan aseptis.

2. Filtrasi Air

Percobaan dilakukan dengan mensirkulasikan air sampel selama 360 menit dengan menggunakan 3 tingkat tekanan yaitu 0.7 bar, 1.4 bar dan 2.1 bar (10 psi, 20 psi dan 30 psi). Membran yang digunakan terdiri dari (i) membran polisulfon 12 % ketebalan 0.05 mm, (ii) membran polisulfon 12 % ketebalan 0.10 mm, (iii) membran polisulfon 12 % ketebalan 0.15 mm serta membran mikrofiltrasi hollow fiber. Penentuan fluks air oleh berbagai jenis membran dilakukan untk mengetahui kemampuan membran dalam melewatkan sejumlah volume air dan membandingkan kemampuan berbagai jenis membran tersebut.

3. Karakterisasi Air

Karakteristik air bahan baku dan hasil penyaringan menggunakan membran meliputi pH, warna, kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS) dan total mikroba (total coliform dan total E.coli). Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 10.

D. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal (Complete Random Design) dengan taraf perlakuan proses pemurnian menggunakan tiga membran yang berbeda, yaitu :

36

r = √ Sd

1. Membran polisulfon 12% dengan ketebalan membran 0.05 mm 2. Membran polisulfon 12% dengan ketebalan membran 0.10 mm 3. Membran polisulfon 12% dengan ketebalan membran 0.15 mm Setiap perlakuan diulang dua kali.

Model linier aditif rancangan percobaan adalah Yij = μ + τi + εij ; i = 1,2,3

j = 1,2

dimana :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum

i = pengaruh perlakuan ke-i εij = galat percobaan

Jika hasil yang diperoleh pada uji Fhitung berbeda nyata, maka keragaman perlakuan terhadap variabel respon diuji dengan menggunakan Uji Perbandingan Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test, DMRT) pada taraf 5% (Gomez,1995), dengan persamaan :

2s2

dimana :

Sd = galat baku beda rataan s2 = kuadrat tengah galat r = banyak ulangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KINERJA MEMBRAN

Membran adalah teknologi yang dikembangkan oleh ilmuan saat ini untuk menggantikan teknologi konvensional yang sudah berkembang lama. Penerapan membran pada penelitian ini adalah untuk menggantikan proses penjernihan air secara konvensional yakni proses dengan menggunakan teknologi pengolahan air secara fisik dan fisikokimia. Pengolahan air secara fisik hanya dipergunakan untuk menyaring air baku yang sifat-sifat fisiknya tidak memenuhi syarat. Sedangkan pengolahan air secara fisiko-kimiawi penggunaannya lebih luas yaitu untuk menjernihkan air yang sifat-sifat fisik, kimia dan mikrobiologisnya dalam batas-batas tertentu tidak memenuhi syarat karena telah terkontaminasi atau tercemar. Bahan-bahan yang umumnya dipakai dalam cara pengolahan ini adalah kerikil, pasir, ijuk, arang aktif, zat-zat koagulan dan zat-zat desinfektan.

Filter water yang dipakai sebagai air baku penelitian diperkirakan masih mengandung sejumlah padatan tersuspensi, padatan terlarut dan senyawa mikrobiologis karena filter water ini hanya melewati perlakuan untuk pemisahan koloid dan belum mengalami proses desinfeksi (penambahan kaporit atau Calsium hypochorite). Hasil pengujian awal menunjukkan bahwa feed (air baku atau filterwater) masih mengandung padatan terlarut dan tersuspensi dan senyawa mikrobiologis (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil uji feed air

Parameter Feed Baku mutu

TSS (mg/L) 757.0 0 TDS (mg/L) 33.9 ≤1000 Warna (TCU) 8 ≤ 15 Kekeruhan (NTU) 1 ≤ 5 E.coli (/100ml) 10 negatif coliform (/100ml) 20 negatif

Hasil uji diatas memang masih berada dalam standar kelayakan air minum Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2002, namun dengan pengolahan membran diharapkan didapat air yang berkualitas lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan

38 membran polisulfon dengan ketebalan berbeda, yakni (i) membran polisulfon 12% dengan ketebalan 0.05 mm; (ii) membran polisulfon 12% dengan ketebalan 0.10 mm; (iii) membran polisulfon 12% dengan ketebalan 0.15 mm dan pembanding membran mikrofiltrasi hollow fiber komersil skala laboratorium. Referensi kinerja membran ultrafiltrasi digunakan untuk membandingkan kinerja membran polisulfon sebagai membran ultrafiltrasi. Membran polisulfon 12% digunakan berdasarkan hasil penelitian terdahulu tentang karakteristik membran (Sembiring, 2005), sedangkan pemilihan tiga tipe ketebalan yang dipakai yaitu 0.05; 0.10; dan 0.15 mm adalah sebagai perlakuan kinerja membran untuk ketebalan yang berbeda.

1. Fluks

Penggunaan membran untuk pengolahan air ini dilakukan dengan menggunakan sistem crossflow, air hasil filtrasi (filter water sebelum dilakukan penambahan kaporit dan masuk ke dalam reservoir) disirkulasikan ke dalam modul selama enam jam dengan tiga tingkat tekanan yang berbeda yaitu (i) dua jam pertama bertekanan 0.7 bar (10 psi); (ii) dua jam kedua bertekanan 1.4 bar (20 psi) dan (iii) dua jam ketiga 2.1 bar (30 psi). Rentang tekanan yang dipilih adalah berdasarkan hasil rujukan pada penelitian terdahulu mengenai karakteristik membran polisulfon dengan berbagai konsentrasi dan penerapan pada tekanan yang bervariasi yang menunjukkan bahwa tekanan yang paling baik bagi kinerja membran polisulfon 12% adalah pada tekanan 0.7 bar; 1.4 bar dan 2.1 bar (Sembiring, 2005).

Sistem crossflow yang digunakan bertujuan untuk mengurangi fouling yang mungkin terjadi selama proses penyaringan air, sehingga diharapkan penurunan fluks air dapat diminimalisir. Penerapan sistem perubahan tekanan dilakukan pada membran yang sama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan terhadap fluks air pada sistem crossflow tanpa adanya perbedaan karakteristik membran yang digunakan, karena pada pembuatan membran datar akan sulit didapatkan karakteristik membran yang serupa, namun secara umum memberikan karakteristik yang tidak jauh berbeda.

39 Pengukuran fluks air dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran melewatkan air sebagai refining pada air olahan. Pada Gambar 13 terlihat bahwa fluks air pada membran polisulfon dengan ketebalan 0.05 memiliki kisaran fluks tertinggi yaitu sekitar 95 - 323 L/m2.jam, sedangkan membran polisulfon dengan ketebalan 0.10 mm dan 0.15 mm memiliki nilai fluks yang lebih rendah yaitu 76 - 156 L/m2.jam dan 79 - 221 L/m2.jam.

Ketiga nilai hasil pengukuran fluks air pada membran menunjukkan penurunan, hal ini diperkirakan disebabkan oleh karena air sampel hasil olahan yang masih mengandung pengotor baik itu padatan organik maupun nonorganik. Perubahan tekanan yang dilakukan yaitu dari 0.7 bar kemudian 1.4 bar sampai 2.1 bar menunjukkan penurunan nilai fluks, hal ini diperkirakan karena adanya faktor waktu yang mempengaruhi kinerja pada membran, dimana membran tersumbat oleh kotoran berupa padatan yang masih terdapat pada air sampel sehingga menimbulkan fouling pada membran. 0 50 100 150 200 250 300 350 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Waktu (menit) F lu k s (L /m 2.jam) membran 0.05 membran 0.10 membran 0.15

Gambar 13. Fluks membran polisufon selama filtrasi air p = 1.4 bar p = 2.1 bar p = 0.7 bar

40 Fluks air membran polisulfon 0.05 mm pada tekanan 0.7 bar dimulai pada 323 L/m2.jam kemudian dengan menaikkan tekanan 1.4 bar fluks air mencapai 210 L/m2.jam dan saat tekanan dinaikkan menjadi 2.1 bar fluks air menjadi 141 L/m2.jam. Penurunan nilai ini disebabkan oleh adanya peristiwa fouling yang menyebabkan penurunan seiring dengan waktu penyaringan. Peristiwa fouling ini disebabkan oleh kotoran-kotoran yang masih terkandung dalam feed dan terdorong oleh tekanan yang ada sehingga dapat menyebabkan tertutupnya pori pada membran dan menyebabkan penurunan fluks. Peristiwa fouling yang terjadi pada membran polisulfon 0.05 mm juga terjadi pada penyaringan membran polisulfon 0.10 mm dan polisulfon 0.15 mm. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa ketebalan membran tidak memberikan pengaruh nyata pada fluks air (Lampiran 5).

Menurut Sembiring (2005), nilai fluks air membran polisulfon 12% pada tiga tingkat tekanan adalah 374 L/m2.jam (tekanan 0.7 bar), 397 L/m2.jam (tekanan 1.4 bar), dan 391 L/m2.jam (tekanan 2.1 bar). Nilai fluks nira pada polisulfon 12% (28 – 33 L/m2.jam) lebih kecil bila dibandingkan dengan fluks air. Air yang diasumsikan tidak mengandung pengotor lebih mudah melewati membran (fluks tinggi), nira yang masih banyak mengandung pengotor dapat menyumbat pori-pori membran sehingga menghambat proses filtrasi membran (fluks kecil).

Nilai fluks air yang dihasilkan pada membran polisulfon 12% ini lebih rendah (tertinggi 323 L/m2.jam) dari nilai fluks air murni pada penelitian Sembiring (2005) (tertinggi 374 L/m2.jam). Seiring peningkatan tekanan yang dilakukan terjadi penurunan fluks, dimana pada awal tekanan 1.4 bar nilai fluks air sampel menurun (tertinggi 219 L/m2.jam), sedangkan fluks air murni (penelitian Sembiring, 2005) mengalami peningkatan (397 L/m2.jam). Pada tekanan 2.1 bar pun terjadi penurunan yang sama pada sampel air (141 L/m2.jam), sedangkan fluks air murni (penelitian Sembiring, 2005) juga mengalami penurunan (391 L/m2.jam) namun tidak terlalu signifikan.

Penurunan fluks air tidak terjadi pada membran mikrofiltrasi, hal ini diperkirakan terjadi karena besar pori yang dimiliki oleh membran mikrofiltrasi lebih besar dari pori membran polisulfon sehingga padatan yang menjadi penyebab fouling pada

41 membran polisulfon tidak menyebabkan fouling pada membran mikrofiltrasi. Padatan ini tidak menimbulkan fouling dikarenakan ukuran partikel padatan yang sangat kecil dan lebih kecil dari besar pori yang dimiliki oleh membran mikrofiltrasi (100,000 daltons/ makromolekul > 500,000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0.1-10 μm).

Berdasarkan Gambar 3 dan definisi membran ultrafiltrasi, membran yang termasuk pada membran ultrafiltrasi memiliki besar pori yang dapat menyaring makromolekul > 5,000 g/mol atau partikel dengan ukuran 0.001-0.1 μm dari larutan. Maka dapat

Dokumen terkait