• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.8 Mengukur Kepuasan Pelanggan

Proses pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan produk dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah pelayanan. Baik tidaknya pelayanan yang diberikan oleh sebuah perusahaan akan terlihat dari puas atau tidak puasnya pelanggan atau pelanggan yang menerima layanan tersebut. Puas atau tidak puasnya pelanggan terlihat dari prilaku pembeli. Jika pelanggan atau pelanggan puas maka ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa mendatang. Seorang pelanggan yang merasa puas cenderung akan menyatakan hal-hal baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain.

Pelanggan yang tidak puas akan beraksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain yang berupa meminta ganti rugi atau mengembalikan produk kepada penjual, memberikan rekomendasi negatif kepada pihak-pihak lain seperti keluarga dan teman serta mengambil tindakan hukum. Kotler dalam Yamit (2001 : 80) mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, metode tersebut antara lain:

1. Sistem keluhan dan saran pelanggan

Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh

pengalaman mereka dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap produk maupun terhadap perusahaan.

2. Survey kepuasan pelanggan

Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggannya misalnya, melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara langsung. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:

a. Directly report satisfaction

Pengukuran dengan cara ini dilakukan secara langsung melalui beberapa pertanyaan tentang kepuasan terhadap suatu produk.

b. Derived dissatisfaction

Yaitu merupakan pertanyaan yang menyangkut dua hal utama yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besanya kinerja yang mereka rasakan.

c. Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok pertama masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua saran-saaran untuk melakukan perbaikan.

d. Importance performance analysis.

Yaitu responden diminta untuk merangkai beberaapa atribut dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap atribut. Selain itu

responden diminta untuk merangkai seberapa baik kinerja dalam amasing- masing atribut tersebut.

3. Ghost Shopping

Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orasng (ghost shoper) untuk berperan sebagai pembeli/memanfaatkan potensial produk/jasa perusahaan dan pesaing. Lalu mereka menyampaikan temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Dengan adanya penemuan tersebut diharapklan mampu memperbaiki kualitas pelayanan yang ada.

4. Lost customer analysis

Dalam metode ini perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah beralih ke lain perusahaan. Yang diharapkan dari hal ini adalah akan diperoleh informasi penyebab beralih ke lain perusahaan dan akhirnya perusahaan akan mengevaluasi kekurangan perusahaan dan memperbaikinya.

Peters dalam Yamit (2001 : 85) mengemukakan terdapat sepuluh (10) kunci sukses mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Frekuensi

Berapa kali perusahaan mengadakan survey untuk mengetahui kepuasan pelanggan?. Biasanya paling tidak setiap 60 sampai 80 hari sekali.

2. Format

Siapa yang melakukan survey kepuasan pelanggan?. Dapat dikatakan bahwa sebaiknya yang melakukan survey formal kepuasan pelanggan adalah pihak

ketiga diluar perusahaan dan hasilnya disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi.

3. Isi

Isi (content) pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan standard dan dapat dikuantitatifkan.

4. Desain isi

Tidak ada satupun instrumen survey yang paling baik untuk setiap kondisi. Oleh karena itu perusahaan harus mendesain survey secara sistematis dan memperhatikan setiap pandangan yang ada.

5. Melibatkan setiap orang

Mereka yang mengunjungi pelanggan untuk melakukan survey adalah semua level dan semua fungsi yang ada dalam organisasi, mulai dari manajer puncak hingga karyawan.

6. Mengukur kepuasan setiap orang

Perusahaan harus mengukur kepuasan semua pihak, tidak hanya pelanggan langsung seperti pemakai akhir, tetapi juga pelanggan tidak langsung seperti distributor, agen, pedagang besar, pengecer dan lain-lain.

7. Kombinasi berbagai ukuran

Ukuran yang digunakan dalam kepuasan pelanggan hendaknya dibatasi pada skor kuantitatif yang merupakan kombinasi dari berbagai unsur seperti individu, kelompok, devisi dan fasilitas.

Hasil pengukuran kepuasan pelanggan harus dijadikan dasar dalam penentuan kompensasi insentif dalam penjualan.

9. Penggunaan ukuran secara simbolik

Ukuran kepuasan pelanggan hendaknya dibuat dalam kalimat sederhana dan mudah diingat serta ditempatkan di setiap bagian perusahaan.

10. Bentuk pengukuran lainnya

Deskripsi kualitatif mengenai hubungan karyawan dengan pelanggan harus mencakup penilaian sampai sejauh mana karyawan memiliki orientasi pada kepuasan pelanggan.

Menurut Garvin dan Rowland dalam Tjiptono (2001 : 24) faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk diantaranya:

1. Kinerja (performance) , kinerja disini menunjuk pada karakter produk inti yang meliputi merk, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subjektif pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum (universal).

2. Keragaman produk (features) dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Features suatu produk biasanya diukur secara subjektif oleh masing- masing individu (dalam hal ini konsumen) yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk atau jasa. Dengan demikian, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan permintaan pasar.

3. Keandalan (Reliability), dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu periode. Keandalan suatu produk yang menandakan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih produk. Hal ini menjadi semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak reliable mengalami kerusakan.

4. Kesesuaian (conformance) dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya. Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa kesalahan lain.

5. Daya tahan/ketahanan (Durability), ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh oleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat melalui jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk. 6. Kemampuan pelayanan (Serviceability) kemampuan pelayanan bisa juga

disebut dengan kecepatan, komptensi, kegunaan, dan kemudahan produk untuk diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas produk tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi dengan staf,

frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk dan pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat merefleksikan adanya perbedaan standar perorangan mengenai pelayanan yang diterima. Dimana kemampuan pelayanan suatu tersebut menghasilkan suatu kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai secara subjektif oleh konsumen.

7. Estetika (Estetics), merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu produk, rasa, maupun bau. Jadi estetika jelas merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.

8. Kualitas yang dipersepsikan (Preceived quality)

Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai atribut- atribut produk dan ajasa. Namun demikian biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui merk, nama, dan negara produsen. Ketahanan produk misalnya, dapat menjadi sangat kritis dalam pengukuran kualitas produk.

Dokumen terkait