III. METODA PENELITIAN
5. Metoda Analisis Data
Metoda analisis data untuk hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Metoda Uji Sample
Contoh uji yang telah dibuat kemudian diuji dengan metoda pengujian sebagai berikut:
1). Pengujian sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat
Pengujian sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat menggunakan rumus yang tercantum dalam Standar ASTM D-143 (2008), meliputi beberapa sifat sebagai berikut:
a). Rumus Kadar Air, Kerapatan, Berat Jenis, Pengembangan dan Penyusutan
Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal. Volume contoh uji diukur dengan mengalikan sisi panjang, lebar dan tebal yang didapat dengan pengukuran dengan kaliper. Contoh uji kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu (103 ± 2)0C sampai beratnya konstan (biasanya diperoleh setelah pengeringan dalam oven selama 24 jam),
40x80 60x80 40x80 40 80 80 40 80 80 40 40x80 60x80 40x80 40 160, 240, dan 320 40 Tanpa pasak Tanpa pengencang
Perekat epoxy, komposisi 100/100 Berat labur 0,03 gr/cm2
Tanpa pasak
Pengencang: baut, bambu, plat klam Lubang pengencang: Ø = D+1,6=14,3 mm Posisi sama dengan sambungan berpasak
dan kadar air (KA, moisture content), kerapatan (density) dan berat jenis (specific
gravity) dihitung dengan rumus berikut:
KAKU = (BKU – BKT)/BKT Kerapatan * 100% normal = BKU/VKU (gr/cm3 Kerapatan ) absolute = BKT/VKT (gr/cm3 Berat Jenis = (B ) KT/VKU)/( WW/VW Pengembangan maksimum = ) lw - lo l x 100% Penyusutan maksimum = l o n - lo l x 100% n Dimana: BKT B
= berat kering tanur
KU
V
= berat kering udara
KU
V
= volume kering udara
KT
W
= volume kering tanur
W/VW = berat/volume air pada suhu 4,40
l
C = 1
w
l
= panjang sampel kondisi jenuh air (direndam dalam air 36 jam) o
l
= panjang sampel kondisi kering tanur n
= panjang sampel kondisi kering udara b). Kekuatan Lentur Statis
Pengujian dengan Universal Testing Machine (UTM) Instron®
MoE = (∆P L
dengan jarak bentang 36 cm dan beban diberikan di tengah bentang contoh uji (center loading). Data yang diperoleh berupa beban dan defleksi yang terjadi. Beban maksimum diperoleh sampai mengalami kerusakan, dan dari hasil pengujian ini dapat ditentukan besarnya modulus elastisitas (MoE) dan modulus patah (MoR), dengan menggunakan rumus:
3) / (4 ∆Y.b.h3) (kgf/cm2
MoR = (3PL) / (2bh
)
2
) (kgf/cm2) Dimana: MoE = modulus elastisitas
MoR = modulus patah
∆P = selisih beban dalam daerah elastis (kgf)
L = jarak sangga (cm)
b = tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) h = tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm)
∆Y = simpangan (defleksi) pada beban ∆P (cm)
P = beban maksimum (kgf) c). Kekerasan sisi
Pengujian kekerasan sisi dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola baja dengan diameter 0,444 inch dan luas penampang tekan 1 cm2 ke dalam benda uji sedalam 0,222 in. Pengujian kekerasan sisi ini dilakukan pada dua permukaan, lalu nilainya dirata- ratakan. Nilai kekerasan sisi dihitung dengan rumus:
H = P/A
Dimana: H = kekerasan sisi (kgf/cm2 P = beban (kgf)
)
A = luas penampang bola (1 cm2) d). Kekuatan tekan sejajar serat
Pengujian tekan sejajar serat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat dengan keduduka n contoh uji vertikal, dengan pemberian beban berlahan- lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan dan beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai kekuatan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:
tk
Dimana:
= Pmaks/A
tk = kekuatan tekan sejajar serat maksimum (kgf/cm2
P maks = beban maksimum (kgf)
) A = luas penampang (cm2)
e). Kekuatan Geser Sejajar Serat
Pengujian kekuatan geser sejajar serat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat dengan kedudukan contoh uji vertikal. Pembebanan secara perlahan sampai terjadi kerusakan contoh uji, dan nilai kekuatan geser sejajar serat diperoleh dengan rumus:
s// Dimana:
= P maks/A
s// = kekuatan geser sejajar serat maksimum (kgf/cm2
P maks = beban maksimum (kgf)
) A =luas penampang bidang geseran (cm2)
f). Kekuatan Tarik sejajar serat dan tegak lurus serat
Pengujian kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan menarik benda uji pada kedua sisinya sampai benda uji putus. Nilai kekuatan tarik dihitung dengan rumus:
tr
Dimana:
= P maks/A
tr = kekuatan tarik sejajar serat atau tegak lurus serat (kgf/cm2
P maks = beban maksimum (kgf)
) A = luas penampang bidang putus (cm2)
2). Pengujian sifat rekayasa
a). Pengujian kayu secara visual dan mekanis ukuran pemakaian (full scale)
Pengujian menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual (VSG, Visual Stress Grading) dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal (MSR, Mechanical Stress Rating). Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961.
Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Kayu kemudian diberi beban awal, lalu dicatat defleksinya. Setelah itu beban ditambahkan dan diukur defleksi yang terjadi. Dengan menggunakan data tersebut dapat ditentukan MOE dengan rumus (SKI C-bo- 010-1987):
MOEP = [(PL3)/4 ∆ybh3)]* fk
Sedangkan nilai MOR dapat diperoleh dari nilai MOE Panter dengan menggunakan nilai regresi:
MORP = 9,43 + 0,0036 MoE
Dimana: MOEP = modulus elastisitas Panter (kgf/cm2
MOR
)
P = kekuatan lentur maksimum(patah) Panter (kgf/cm2
P = beban standar (kgf)
) L = panjang bentang (jarak sangga) (cm)
∆y = defleksi atau lenturan akibat beban standar (cm)
b = lebar penampang kayu (cm)
h = tebal atau tinggi penampang kayu (cm) fk = faktor koreksi
Selanjutnya perolehan nilai kekuatan kayu dikalikan dengan faktor keamanan sebesar 1/(2,3) sehingga dapat ditemukan nilai tegangan ijin kayu mangium menurut versi ASD (Allowable Stress Design).
Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008) pada mesin UTM Shimadzu dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda
Gambar 9. Peletakan beban dalam pengujian Third Point Loading MOES = (23/108) * [(∆PL3) / (∆Ybh3)] (kgf/cm2 MOR ) S= (PL) / (bh2) (kgf/cm2) Dimana: MOES MOR
= modulus elastisitas Shimadzu
S
∆P = selisih beban dalam daerah elastis (kgf) = modulus patah Shimadzu
L = jarak sangga (cm)
b = tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) h = tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm)
∆Y = simpangan (defleksi) pada beban ∆P (cm)
P = beban pada saat kayu rusak (kgf)
Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD
(Load and Resistance Factor Design) dihitung dengan prosedur realibility normalization
dengan standar ASTM D-5457 (2008): Rn = Rp x Ω x K
Dimana: Rn = Reference resistance (tahanan referensi)
R
Rp = nilai dugaan persentil ke-p dari distribusi material
Ω = data confident factor
KR
Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan.
= reliability normalization factor
b). Pengujian non destruktif ckbc dan balok
Pengujian non destruktif dilakukan terhadap contoh uji berbentuk ckbc dan balok dengan cara uji kekakuan dinamis (MoED) secara non destruktif menggunakan alat NDT
Sylvatest-Duo (frekuensi = 22 kHz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik (berfungsi sebagai transmitter dan receiver) yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik). Pada sortimen ckbc pengukuran diulang 3 kali pada titik yang
sama, sedangkan pada sortimen balok pengukuran dilakukan masing-masing 3 kali pada 3 titik di kedua ujung, dan data yang digunakan adalah rataan dari ulangan tersebut.
Penghitungan nilai kekuatan secara non destruktif dirumuskan sebagai berikut (Christoffel dalam Karlinasari, 2005):
MoEd = (ρ/g) * Vus
dimana: MoEd = modulus elastisitas dinamis (kgf/cm
2
2
ρ = kerapatan(gr/cm
)
3
g = konstanta gravitasi (9,81 m/detik )
2
Vus = kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik) )
3). Pengujian sambungan kayu
Pengujian sambungan kayu menggunakan mesin UTM Baldwin dengan posisi seperti pada Gambar 10. Piston akan menekan sambungan dan slip (sesaran) akan direkam oleh dialgauge (deflektometer) LVDT dengan tingkat kesalahan 0,05%. Pencatatan sesaran dilakukan untuk setiap kilogram penambahan beban (interval beban). Pengujian dihentikan bila telah terjadi kerusakan pada sambungan kayu yang diricikan oleh bunyi keretakan sambungan atau saat nilai kemampuan pembebanan tidak mengalami peningkatan meski pembebanan tetap berjalan. Hasil pengujian berupa gambar rekaman kurva tegangan dan regangan yang terjadi, besarnya beban yang mampu dipikul sambungan pada sesaran yang diinginkan, dan kemampuan maksimum sambungan dalam menahan beban.
Gambar 10. Pengujian Sambungan Kayu
Hasil pengujian berupa gambar rekaman kurva beban dan sesaran (load and
displacement) yang terjadi, besarnya beban yang mampu dipikul sambungan pada sesaran
Piston LVDT
Kayu Pasak Geser Pengencang
yang diinginkan, dan kemampuan maksimum sambungan dalam menahan beban. Kurva tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 11 berikut.
Gambar 11. Monitor Pencatatan Alat Uji Baldwin dan Kurva yang Terjadi Akibat Pembebanan pada Sambungan
b. Metoda Analisis Data
Terhadap data hasil replikasi (ulangan) dilakukan penghitungan nilai rataan, simpangan baku dan koefisien variasi dengan perhitungan sebagai berikut (Snedecor, 1967):
_ Nilai rataan pengujian (X) = n
∑ Xi
_ / ∑ (Xi – X) Nilai simpangan baku (Sd) = √ n - 1
2
Nilai koefisien variasi (Cv) = Sd X
x 100%
Dimana Xi = nilai pengamatan individu ke-i N = jumlah contoh pengamatan
(Xi-X)2 = kuadrat simpangan baku nilai pengamatan individu terhadap nilai rataannya.
Selanjutnya analisis data hasil penelitian sesuai dengan jenis perlakuannya menggunakan beberapa metoda pengujian dan rancangan percobaan sebagai berikut:
1). Analisis sifat dasar kayu mangium
Analisis data sifat dasar (sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat) masing- masing jenis kayu mangium menggunakan rancangan acak lengkap (completely
randomized design) dengan perlakuan berupa variasi peletakan dalam batang (bagian bawah, tengah dan atas) sesuai pengambilan contoh uji yang dilakukan. Model matematika bagi rancangan tersebut adalah:
Y
ij =μ
+ i + ∑ijDimana Yij = hasil observasi ke-j dari perlakuan ke-i
μ
= nilai harapan peubah random Yi = efek dari perlakuan ke-i
∑ij = galat percobaan yang terjadi karena adanya perlakuan ke-i yang dirandom pada ulangan ke-j.
Selanjutnya bila dari perhitungan analisis sidik ragam (analysis of variance) menunjukkan hal yang signifikan, perlu dilakukan uji beda nyata terkecil (least
significant difference). Untuk taraf signifikansi α uji lanjut tersebut dihitung dengan
rumus (Gomez dan Gomez, 1995): LSD α = t * Se Dimana t* = t-tabel
Se = galat baku (standard error) = √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
2). Analisis sifat rekayasa kayu utuh
Analisis data sifat rekayasa kayu mangium dilaksanakan dengan menggunakan format Allowable Stress Design (ASD, dengan menggunakan standar ASTM D-2915 (2008) untuk memperoleh tegangan ijin (allowable stress), dan format Load and
Resistance Factor Design (LRFD dengan berpatokan pada ASTM D-5457 (2008) untuk
memperoleh nilai tahanan referensi (reference resistance) kayu mangium yang diteliti. Disamping itu, analisis data juga dilakukan dengan mempergunakan format penentuan tegangan ijin menurut R-SNI tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (2002) guna mengetahui nilai E yang dimiliki oleh kayu mangium sebagai bahan struktural.
3). Pendugaan hubungan sifat dan kekuatan mangium
Pendugaan hubungan sifat kekuatan dibuat dengan menarik hubungan regresi antar parameter predictor terhadap parameter respon sesuai sifat mekanis yang ingin diduga, meliputi beberapa hubungan berikut:
b). Kecepatan gelombang ultrasonik dengan alat NDT Sylvatest-Duo terhadap modulus elastisitas baik ckbc dan balok (dengan alat NDT Sylvatest Duo, MPK Panter dan UTM Instron dan Shimadzu)
c). Nilai kekakuan (MoE) dan atau kekuatan lentur statis (MoR) dari suatu hasil pengujian terhadap nilai MoE dan atau MoR hasil pengujian dengan metoda atau alat uji lainnya
4). Analisis sambungan kayu berpasak penahan geser
a). Analisis terhadap perlakuan 13 sistem sambungan yang berbeda.
Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dengan perlakuan bentuk pasak dan pengencang yang berbeda disusun dalam ANOVA (Analysis of
Variance) melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik
bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Bila ANOVA pada program tersebut menunjukkan nilai F yang lebih besar dari P yang berarti perlakuan dalam bentuk jenis sambungan yang berbeda-beda dinyatakan berbeda signifikan sehingga perlu diuji lebih lanjut guna mengetahui perlakuan yang mana saja yang signifikan.
Tabel 14. Jenis Perlakuan 13 Sistem Sambungan yang Berbeda Berdasar Bentuk Pasak dan Jenis Pengencang.
Perlakuan Bentuk Pasak Bahan Pasak Pengencang Perekat
1 - - - Epoxy
2 - - Baut -
3 - - Bambu -
4 Bulat Mangium Bambu -
5 Bulat Mangium Plat klam -
6 Bulat Mangium Baut -
7 Bulat M. dipadatkan Baut -
8 Bulat Ulin Baut -
9 Bulat Baja Baut -
10 Segiempat Mangium Baut -
11 Segiempat M. dipadatkan Baut -
12 Segiempat Ulin Baut -
13 Segiempat Baja Baut -
Ukuran komponen sambungan bagi ke 13 sistem sambungan tersebut adalah sama, sehingga titik berat pengamatan adalah pada perbedaan kekuatan sistem sambungan yang dipengaruhi oleh perlakuan sesuai kriteria Tabel 14 diatas.
Meski faktor tunggal (yakni sambungan pasak dengan sepasang penahan geser), namun memiliki 13 level terdiri atas 8 level yang merupakan kombinasi 2 macam bentuk dan 4 jenis bahan pasak penahan geser, serta 5 level lainnya terdiri atas sambungan berperekat, sambungan pasak penahan geser bulat dengan dengan plat klam, sambungan pasak penahan geser bulat dengan dengan pengencang bambu, sambungan pasak bambu dan sambungan pasak baut.
Uji lanjut menggunakan program Minitab versi 14 dengan interpretasi perbandingan berpasangan menurut Fisher’s Test (yang sering disebut juga dengan Least Significant
Difference), dengan ketentuan interpretasi Fisher’s Test bahwa bila interval rata-rata
untuk sepasang level faktor yang diperbandingkan memuat bilangan nol, maka keputusannya adalah keduanya memiliki rata-rata kekuatan sambungan maksimum yang sama (Iriawan dan Astuti 2006).
b). Analisis statistik kemampuan sistem sambungan berdasar bentuk, jumlah dan bahan pasak penahan geser.
Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam menahan beban baik pada batas proporsi maupun kemampuan maksimumnya dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (Randomized Completely Block Design) yang terdiri atas:
1). Faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu a1 (pasak
penahan geser bentuk bulat), a2
2). Faktor B (jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b (pasak penahan geser bentuk segiempat)
1
(sepasang pasak penahan geser), b2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b3
3). Faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c (tiga pasang pasak penahan geser).
1
(pasak mangium sejenis dengan komponen sambungan), c2 (pasak mangium
dipadatkan), c3 (pasak ulin) dan c4
Untuk analisis pengaruh faktor tunggal dan interaksi antar faktor bila diketemukan hal yang berbeda signifikan dilakukan dengan uji lanjut HSD (Honestly
Significant Different, Uji Beda Tulus) (Gomez dan Gomez, 1995) dengan rumus
perhitungan:
(pasak baja).
HSD α = q α * Se
Dimana q = nilai Tabel q(Tukey) Se = galat baku (standard error) = √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
c). Regresi kurva beban-sesaran, kekuatan ijin pasak dan kerusakan pasak
Data yang diperoleh pada pengujian sambungan kayu adalah besarnya beban (P) dan besarnya sesaran (y), dan dari keduanya dicari hubungannya dengan menggunakan analisis regresi dan pembuatan kurva sesaran. Dalam analisis regresi terdapat hubungan antar beberapa karakter yang dinyatakan dalam bentuk variabel tidak bebas sebagai fungsi dari variabel bebas yang mempengaruhinya, dan kuat lemahnya hubungan kedua variabel dapat diketahui melalui besar kecilnya nilai koefisien korelasi (r). Jenis analisis regresi yang dicobakan dapat berupa linier, eksponensial, polimonial ataupun lainnya, dan dipilih pada regresi yang mampu menghasilkan koefisien korelasi yang tertinggi.
Perhitungan kekuatan ijin tiap pasak juga dilakukan dengan membagi besaran beban dengan jumlah pasak yang mendukungnya, kemudian dirata-ratakan bagi sambungan yang mempunyai perlakuan yang sama. Beban ijin sambungan dihitung sebesar 1/3 x beban maksimum (Wiryomartono, 1977) atau 1/2,75 x beban maksimum dengan batasan sesaran tidak lebih dari 1,5 mm (Yap, 1984).
Analisis terhadap besarnya sesaran juga diperlukan agar diketahui kemampuan sambungan dalam memenuhi berbagai standar sesaran yang berlaku. Sesaran dimaksud adalah sebesar 0,38 mm (standar Amerika); 0,80 mm (standar Australia); 1,5 mm (standar Jerman) (Wiryomartono, 1977; Yap, 1984; Sucahyo, 2010).
Analisis terhadap kerusakan diamati melalui perubahan bentuk pasak ataupun lubang pasak akibat pembebanan. Pengamatan pada baut pengencang dilakukan melalui perubahan kelurusan baut ataupun kemungkinan perilaku kepala baut dan mur yang ikut melakukan penahanan beban.