• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.3 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan mencakup analisa kesesuaian lahan, kelayakan usaha secara ekonomi, motivasi masyarakat dan analisa kebijakan pengelolaan. Masing-masing metode analisis tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a) Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp.

Analisis kesesuaian lahan bagi budidaya tambak rumput laut merupakan modifikasi dari tehnik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001). Pertama, penetapan persyaratan berupa parameter dan kriteria yang masing-masing memiliki nilai bobot. Pembobotan dilakukan dengan mengacu tingkat pengaruh parameter yaitu sangat menentukan, menentukan dan tidak menentukan. Parameter yang sangat menentukan diberi bobot 30, parameter yang menentukan diberi bobot 20 dan parameter yang tidak menentukan diberi bobot 10. Skoring dilakukan terhadap nilai suatu parameter sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. Nilai 4 jika nilai parameter sangat sesuai (s1), nilai 3 jika nilai parameter sesuai (s2) dan nilai 2 jika nilai parameter tersebut tidak sesuai (n). Kedua, penghitungan nilai peruntukkan lahan. Nilai suatu lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot (B) dan skor (S). Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan untuk penentuan kelas lahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Evaluasi kelayakan teknis untuk kegiatan budidaya rumput laut Gracilaria sp. (Trono 1988; Sulistijo 1996)

No Parameter Bobot s1 (skor = 4) s2 (skor = 3) n (skor = 2) 1 Keterlindungan 10 Sangat

terlindung

Terlindung Tidak terlindung 2 Kedalaman 20 60 – 80 40 – 59 atau <40 – >100

perairan (cm) 81 – 99 3 Substrat dasar 20 Lumpur

berpasir Pasir - pasir berlumpur Lumpur 4 Kecerahan (cm) 30 80 – 100 80 – 60 <60 5 Salinitas (ppt) 30 15 – 24 8-14 atau 24-35 <8 atau >35 6 Suhu (oC) 30 28 – 30 25-28 atau 30-33 <25 atau >33 7 pH 20 8,2-8,7 7-8.1 atau 9-8.8 <7 8 Nitrat (ppm) 30 0,01 – 0,79 0,8 - 1 <0,01 atau >1 9 Orthofosfat (ppm) 30 0,02-1,0 0,01-<0,02 atau <1,0-2,0 <0,01 atau >2,0 10. Oksigen terlarut (ppm) 20 6 - 8 4 - 5,9 <4

Keterangan : s1 = nilai parameter yang sangat sesuai s2 = nilai parameter yang sesuai n = nilai parameter yang tidak sesuai

Berdasarkan hasil perkalian bobot dan skor maka nilai kelas lahan kemudian dibagi menjadi tiga yaitu :

Kelas S1 : Nilai 721 – 960 termasuk dalam kelas Sangat Sesuai

Dinilai sangat sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang diukur antara 721 – 960. Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai penghambat (pembatas) yang tidak berarti atau berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan / tingkatan perlakuan yang diberikan. Daerah ini berada pada kisaran parameter yang sesuai bagi pemeliharaan rumput laut sehingga tidak diperlukan perlakuan tambahan untuk memperbaiki kondisi lingkungan.

Kelas S2 : Nilai 481 – 720 termasuk dalam kelas Sesuai

Dinilai sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang dinilai antara 481 – 720. Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang agak serius untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan masukan (input) untuk mengusahakan lahan tersebut.

Dinilai tidak sesuai jika total hasil perkalian bobot dan skor dari semua parameter yang dinilai kurang atau sama dengan 480. Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) dengan tingkat sangat berat akan tetapi masih memungkinkan untuk diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan jika dilakukan perbaikan dengan tingkat teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya yang rasional.

Langkah keempat dalam analisis kesesuaian lahan setelah menentukan nilai kelas lahan adalah membandingkan nilai lahan pada lokasi penelitian berdasarkan data hasil pengukuran dengan nilai kelas lahan sehingga dapat ditentukan kelas lahan di tiap lokasi penelitian. Langkah kelima yaitu melakukan pemetaan hasil penentuan kelas lahan tersebut. Pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView.

b) Analisis Kelayakan Usaha

Dalam menganalisis kelayakan usaha digunakan analisis finansial untuk merekomendasikan kelayakan suatu usaha ditinjau dari segi finansial untuk memberi manfaat jika dikembangkan. Kriteria yang digunakan meliputi NPV, IRR dan Net B/C.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis Net Present Value (NPV) untuk melihat apakah usaha yang dilakukan masyarakat menguntungkan. Formula yang digunakan untuk

menghitung NPV sesuai dengan Shang (1990) adalah :

( )

‡”

1 = 1+ = n t t i Ct Bt NPV

Kriteria yang digunakan :

NPV > 0; berarti usaha layak/menguntungkan

NPV = 0; berarti usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0; berarti usaha tidak layak/rugi

Analisis Net Benefit/Cost ratio (Net B/C) digunakan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang bersifat positif (Bt – Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif (Bt – Ct < 0) dengan rumus :

( )

( )

‡”

‡”

1 = 1 = + 1 + 1 = / n t n t t t i Bt Ct i Ct Bt C NetB = Kriteria :

Net B/C >1, berarti usaha layak/menguntungkan Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok Net B/C <1, berarti usaha tidak layak/rugi

Tingkat keuntungan internal nilai investasi yang dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan analisis Internal Rate of Return (IRR) yang merupakan tingkat suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol. Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) yang berlaku, maka dari aspek finansial usaha layak untuk dilanjutkan. Rumus yang digunakan adalah :

(

'' '

)

× ' ' ' + = i i NPV NPV NPV i IRR c) Motivasi Masyarakat

Hasil wawancara dengan responden kemudian dianalisis secara deskriptif statistik, dengan menghitung modus dari hasil wawancara mengenai motivasi mereka dalam melakukan perubahan usaha. Dengan demikian diketahui motivasi yang paling mendominasi dari para reponden.

(Bt-Ct>0)

(Bt-Ct<0)

Keterangan :

i’ =Tingkat sukubunga yang menghasilkan NPV positif i’’ =Tingkat sukubunga yang

menghasilkan NPV negatif NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ NPV’’ = NPV pada tingkat bunga i’’

d) Analisis Strategi Pengelolaan

Teknik analisis yang digunakan dalam menentukan strategi pengembangan usaha budidaya perikanan di Kota Palopo ini adalah analisis AWOT yakni integrasi analytical hierarchy process (AHP) dengan analisis SWOT (strength, weakness, opportunities, treaths). Penggunaan AWOT dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik. AHP dilakukan untuk mendapatkan pilihan langkah operasional dari aspirasi stakeholder terkait dengan pengelolaan usaha budidaya tambak.

Penyusunan faktor-faktor strategis digunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan dua set kemungkinan alternatif strategis yaitu budidaya udang windu dan budidaya rumput laut

Hasil analisis SWOT ini dilanjutkan dengan AHP. AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengelaborasikan hasil keputusan situasional sehingga keputusan strategis alternatif dapat diprioritaskan. Data diolah dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Langkah-langkah dalam analisis data dengan AHP adalah :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah.

2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, yaitu penentuan pengembangan usaha budidaya perikanan tambak di Kota Palopo. Hirarki ini kemudian dilanjutkan dengan aspek SWOT, kemudian faktor-faktor SWOT dan kemungkinan alternatif pada hirarki paling bawah yaitu budidaya rumput laut dan budidaya udang.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya. Perbandingan berpasangan didasarkan pada judgment dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi wawancara digunakan silai skala komparasi 1-9 berdasarkan skala Saaty.

4. Melakukan perbandingan berpasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antara komponen dalam suatu tingkat hierarki. Responden yang diwawancarai untuk pengisian kuesioner ini sebanyak 8 orang yaitu unsur pemerintah daerah tingkat kabupaten dan propinsi, petambak rumput laut, tokoh masyarakat serta peneliti dan wakil dari perguruan tinggi di Kota Palopo.

5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya. Indeks Konsistensi (CI) menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil.