• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.8. Metode Analisis Data

Interpretasi awal dilakukan citra landsat 7 ETM+ dengan menggunakan cara interpretasi tidak terkontrol melalui langkah- langkah berikut:

1). Melakukan konversi atau impor individual band. 2). Melakukan penggabungan antar band (layer stacking).

3). Geokoreksi peta citra landsat dengan referensi peta jaringan sungai atau jalan, melalui proses pengumpulan GCP, transformasi dan resampling.

4). Interpretasi peta citra landsat 7ETM+ ke dalam enam kelas penutupan lahan (isodata).

Peta penutupan lahan tiap tipe vegetasi dapat dibuat setelah menggabungkan peta penutupan hasil interpretasi citra satelit dengan peta dasar kawasan PLG Seblat.

Pengambilan data lapangan dilakukan untuk mendapatkan data titik keberadaan gajah berdasarkan kotoran gajah yang ditinggalkan, data tipe vegetasi, data tumbuhan pakan gajah, data ketinggian tempat, data lokasi sumber air, dan mengetahui kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan berdasarkan kriteria kelas penutupan lahan yang telah ditetapkan.

Analisis penutupan lahan ini dilakukan untuk melakukan koreksi dan mengetahui kondisi penutupan lahan yang sebenarnya setelah pengamatan dan pengambilan titik lokasi serta data lapangan. Analisis dilakukan melalui interpretasi terkontrol melalui penetapan training area hasil pengamatan lapangan terhadap citra landat 7 ETM+ tahun 2005.

Tipe penutupan lahan yang digunakan dalam penelitian adalah 6 (enam) kelas, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kesesuaian lokasi lapangan, yang kemudian lokasi tersebut akan dibuat sebagai training area pada saat interpretasi terterbimbing:

1. Hutan primer, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon dengan diameter lebih dari 10 cm dan belum pernah atau sedikit mengalami kegiatan penebangan.

2. Hutan sekunder/bekas tebangan, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon dengan diameter diatas 10 meter dan pernah mengalami penebangan secara intensif dan sedang regenerasi. Terdapat jalan bekas jalur penebangan maupun areal-areal bekas penebangan.

3. Semak belukar, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon setinggi lebih dari 1,5 meter dan atau diameter pohon dibawah 10 cm serta biasanya merupakan bekas areal pertanian yang ditinggalkan masyarakat atau merupakan areal pertanian bergilir.

4. Ladang/kebun, yaitu penutupan lahan berupa ladang/kebun atau lahan budidaya pertanian masyarakat

5. Lahan terbuka, yaitu penutupan lahan tanpa vegetasi atau sedikit vegetasi 6. Rumput, yaitu penutupan lahan berupa rumput atau alang-alang.

3.8.2. Ketinggian Tempat dan Kelerengan Tempat

Dari peta topografi Kabupaten Bengkulu Utara skala 1:50.000, dilakukan proses digitasi tema garis kontur menggunakan program ArcView ver 3.3 sehingga diperoleh peta topografi berdasarkan ketinggian tempat dan kelerengan tempat.

Pengolahan data yang berupa peta dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Peta kelas lereng dan peta kelas tinggi, serta peta plot penelitian yang

berupa peta digital.

2. Melakukan koreksi (editing) pada peta kelas lereng dan kelas tinggi. 3. Memasukkan data-data attribute pada masing- masing kelas lereng

tercantum pada Tabel 6, sedangkan atrib ut pada kelas tinggi yang tercantum dalam Tabel 7. Berdasarkan SK Mentan No.837/Kpts/Um/ 11/1980 tanggal 24 Nopember 1980 tentang kriteria dan tatacara penetapan hutan lindung. Kemiringan lereng dikelompokkan menjadi datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-25%), curam (25-45%) dan sangat curam ( > 45%).

4. Selanjutnya, memasukkan data jenis-jenis vegetasi, jenis-jenis tumbuhan pakan gajah hasil pengamatan di lapangan.

Tabel 6 Pembagian kelas lereng

Kelas Lereng Kelerengan (%) Keterangan

A 0 – 8 Datar

B 8 -15 Landai

C 15 -25 Agak Curam

D 25 – 45 Curam

Tabel 7 Pembagian kelas tinggi

Kelas Tinggi Ketinggian (m dpl)

I 10 – 20

II 20 – 30

III 30 – 40

IV 40 – 50

V 50 – 60

3.8.3. Distribusi Lokasi Kubangan

Hasil survey dengan menggunakan GPS diperoleh data lokasi dan kondisi kubangan. Selanjutnya dilakukan proses digitasi menggunakan program ArcView ver 3.3 sehingga diperoleh peta distribusi kubangan gajah. Peta jaringan sungai diperoleh dari proses digitasi tema jaringan sungai pada peta topografi skala 1:50.000 menggunakan program ArcView ver 3.3.

3.8.4. Distribusi Wilayah Jelajah Gajah

Hasil survey wilayah jelajah gajah dengan menggunakan GPS di peroleh data titik-titik koordinat dari tanda-tanda keberadaan gajah yang diteliti yaitu berupa jalur-jalur seperti bekas-bekas yang ditinggalkannya antara lain; jejak, kotoran (feces), tempat mandi, kubangan serta sisa-sisa tumbuhan yang dimakan (Van Strien, 1985). Kemudian dilakukan proses digitasi menggunakan program ArcView ver 3.3. Dari data wilayah jelajah gajah dapat diketahui distribusi gajah pada habitatnya.

3.8.5. Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan pada tipe vegetasi yang terdapat di habitat alami, dengan membuat petak pengamatan yang diharapkan dapat mewakili masing- masing tipe vegetasi yang ada. Untuk mengetahui komposisi atau jenis dan struktur vegetasi digunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak (Kusmana 1997; Indrawan et al. 2002) cara kerjanya sebagai berikut:

i. Menentukan garis transek dengan arah tegak lurus garis kontur.

ii. Membuat petak-petak pengamatan pada tiap tipe vegetasi yang berukuran 2 m x 2 m (A) untuk semai, paku-pakuan, semak (shrubs/herbs), rumput dan

alang-alang (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), ukuran 5m x 5 m (B) untuk pancang, liana tak berkayu (non woody liana), epifit (epiphytes), pandan (pandanus) dan palma (palm) (permudaan dengan tinggi = 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm), 10m x 10 m (C) untuk tiang (pohon muda berdiameter 10 sampai 20 cm), dan 20 m x 20 m (D) untuk pohon dewasa, pencekik (stranglers) dan liana berkayu (woody liana) (diameter = 20 cm). Petak pengamatan di buat kontinu (tanpa jarak antar petak) (Gambar 7).

iii. Pada setiap petak di hitung jumlah individu setiap jenis (petak A dan B), sedangkan untuk petak C dan D, selain di hitung jumlah tiap jenis juga di ukur diameter serta tinggi pohon.

iv. Penentuan garis transek dilakukan dengan purposive sampling untuk setiap tipe vegetasi.

v. Dari hasil pengukuran akan dihitung kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, dominasi relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan indeks nilai penting.

1000 m Gambar 7 Metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak untuk menentukan

kerapatan, dominasi, frekuensi semai, pancang, tiang dan pohon.

Keterangan:

A = petak 2m x 2m untuk pengamatan seedling (semai), paku-pakuan, dan shrubs/herbs

B = petak 5m x 5m untuk pengamatan sapling (pancang), non woody liana, epiphytes, pandanus dan palma

C = petak 10m x 10m untuk pengamatan poles (tiang)

D = petak 20m x 20m untuk pengamatan pohon, stranglers dan woody liana D C D B A Arah Rintisan A A B B C D C 20 m

Data hasil pencacahan analisis vegetasi dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut (Kusmana, 1997; Soerianegara dan Indrawan 2005 ).

Jumlah individu suatu spesies • Kerapatan (K) = --- Luas petak contoh

Kerapatan suatu spesies

• Kerapatan Relatif (KR) = --- x 100 % Kerapatan seluruh spesies

Luas bidang dasar suatu spesies • Dominansi (D) = --- Luas petak contoh

Dominansi suatu spesies

• Dominansi Relatif (DR) = --- x 100 % Dominansi seluruh spesies

Jumlah petak ditemuk annya suatu spesies • Frekuensi (F) = --- Jumlah seluruh petak

Frekuensi suatu spesies

• Frekuensi Relatif (FR) = --- x 100 % Frekuensi seluruh spesies

• Indeks Nilai Penting (INP):

Semai dan Pancang INP=KR + FR

Tiang dan Pohon INP = KR + FR + DR

3.8.5.1. Keanekaragaman Spesies (Spesies Diversity)

Keanekaragaman spesies merupakan keanekaragaman sejumlah spesies dan jumlah individu dalam suatu komunitas, perhitungan menggunakan rumus Indeks Shannon-Wienner (1963) dalam Smith (1996):

s

H = - ? (pi) (log2 pi)

i=1

dimana: H = indeks keanekaragaman spesies S = jumlah spesies

pi= proporsi dari jumlah contoh spesies ke- i

Hmax = log2S

dimana: Hmax = keanekaragaman spesies pada kondisi equatibility maksimum S = jumlah spesies di dalam komunitas

3.8.5.2. Keseragaman Jenis Tumbuhan

Keseragaman jenis tumbuhan merupakan keseragaman spesies atau jenis tumbuhan dalam suatu komunitas, perhitungan berdasarkan rumus Simpson (1949) dalam Smith (1996):

H J’ = --- Hmax

dimana: J’ = indeks keseragaman jenis

3.8.5.3. Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas diperoleh dengan membandingkan dua komunitas atau tipe vegetasi menggunakan data indeks nilai penting jenis di dalam komunitasnya. Nilai kesamaan atau kemiripan komunitas vegetasi menyatakan besarnya kemiripan dari dua tipe vegetasi, yang diperoleh dari rumus Sorensen (1948) dalam Smith (1996);

2 w

IS = --- x 100 % a + b

dimana: IS = indeks kesamaan komunitas

a = jumlah nilai penting dari komunitas A b = jumlah nilai penting dari komunitas B

w = jumlah nilai penting terkecil untuk masing- masing jenis yang sama pada kedua komunitas yang dibandingkan

3.8.6. Produksi dan Produktivitas Hijauan Pakan

Analisis produksi dan produktivitas hijauan pakan di atas tanah yang berada dalam petak pengamatan dilakukan dengan penga mbilan pemotongan sampel dalam plot ukuran 2 m x 2 m (Gambar 8), untuk sampel semai, paku- pakuan, shrubs/herbs. Rumput atau alang-alang (ukuran 1 m x 1 m). Sedangkan untuk pancang, non-woody liana, ephiphytes, pandanus dan palma plot contoh ukuran 5 m x 5 m.

Teknik sampling dengan menggunakan metode “sistematic sampling” yaitu petak contoh pertama ditentukan letaknya kemudian petak contoh berikutnya diletakkan secara sistematik. Produksi tumbuhan bawah, semai dan pancang diperoleh pada setiap petak contoh dengan cara memotong hijauan di atas permukaan tanah, kemudian menimbang dan menghitung produksi per unit luas lahan yang bersangkutan. Pengukuran produksi tiang dan pohon dilakukan

dengan menggunakan persamaan allometrik. Pengukuran produktivitas hijauan pakan (tumbuhan bawah dan semai) dilakukan pemotongan sebanyak 2 kali dengan interval 40 hari musim hujan dan 60 hari musim kemarau.

Produksi tumbuhan bawah, semai dan pancang diperoleh berdasarkan rumus; Produksi = (Kerapatan x berat basah)/luas plot. Sedangkan untuk tiang dan pohon berdasarkan luas bidang dasar pohon (B = lbds) adalah luas penampang lintang batang, sehingga dapat dinyatakan sebagai : B = ¼πD² ; di mana D = dbh. Selanjutnya perkalian antara luas bidang dasar pohon dengan tinggi pohonnya (H) kemudian dikalikan lagi dengan nilai faktor bentuk (f), maka akan diperoleh volume (V) batang pohon tersebut, yang dapat diformulasikan sebagai : V = B.H.f.

V = volume (m3)

B = luas bidang dasar (m2) H = tinggi pohon (m) F = faktor bentuk (0,7)

Produksi = (K x V)/ LP

K = kerapatan tiang atau pohon per hektar V = volume (m3)

LP = luas plot (tiang = 0,2 ha, pohon = 0,8 ha)

Gambar 8 Petak 2m x 2m dalam metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak yang digunakan untuk pengambilan sampel produksi dengan cara memotong untuk semai, paku-pakuan, shrubs/herbs, Rumput atau alang-alang (ukuran 1 m x 1 m). Sedangkan untuk pancang, non- woody liana, ephiphytes, pandanus dan palma plot contoh ukuran 5 m x 5 m. 1 m 2 m 1 m 5 m 5 m 2 m

Pada padang rumput atau alang-alang, pengambilan sampel dengan cara memotong untuk rumput atau alang-alang di dalam plot secara nested quadrat (Gambar 9). Prosedur pengambilan contoh di lapangan (Hairiah et al. 1999) adalah sebagai berikut :

1. Pada petak sampel 40 m x 5 m, tempatkan satu (secara acak) di setiap ¼ panjang tali tengah untuk sampel 4 x ( 1 m2) atau 8 x (0,25 m2).

2. Semua rumput atau alang-alang dipotong pada petak contoh 1 m x 1 m. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam kantong besar (karung) dan dikering angin, kemudian dikeringkan di dalam oven suhu 80oC selama 48 jam.

Gambar 9 Posisi petak contoh rumput atau alang-alang (40 m x 5m).

Untuk mengukur produksi semai, paku-pakuan, semak belukar pada lahan yang ditumbuhi semak belukar, dibuat petak sampel ukuran 40 m x 5 m dengan plot 2 m x 2 m secara nested quadrat (Gambar 10).

Gambar 10 Posisi petak contoh semak belukar pada petak sampel 40 m x 5 m. 1 m 12 m 40 m 5 m 2 m 2 m 10,6 m 40 m 5 m

3.8.7. Diagram Profil Vegetasi

Salah satu bentuk dari gambaran kondisi ekologis adalah membuat suatu gambaran kondisi vegetasi. Penyajian deskripsi vegetasi dapat berupa sebuah peta vegetasi dan/atau profil vegetasi (Taufikurahman et al. 2001). Pembuatan diagram profil vegetasi dengan membuat sebuah plot ukuran 60 m x 10 m pada titik-titik koordinat yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan penguk uran diameter pohon, tinggi pohon, tinggi pohon bebas cabang, dan lebar kanopi. Pengukuran kemiringan plot dan jaraknya menggunakan kompas, Suunto Tandem dan meteran. Proyeksi hasil pengukuran pada sumbu X dan sumbu Y dari samping dan dari atas. Diagram profil vegetasi disajikan pada Gambar 22 dan Gambar 23.

3.8.8. Garam-Garam Mineral

Lokasi- lokasi pengambilan sampel tanah adalah: tebing-tebing sungai dan lantai hutan yang terletak di lereng- lereng bukit. Sampel di ambil dengan metode transek dibuat mengikuti aliran sungai dan searah dengan garis kontur. Peletakan garis transek dibuat secara purposive sampling. Analisis garam- garam mineral dilakukan bersamaan dengan analisis kesuburan tanah yang meliputi komponen: pH, C Organik, N total, P tersedia, Ca, Mg, K, dan Na dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jenis dan metode analisis kandungan unsur hara tanah

No Jenis Analisis Metode Analisis

1 pH H2O Elektroda gelas

2 C Organik (%) Walkley dan Black

3 N total (%) Metode Kjedahl

4 P tersedia (ppm) Metode Bray I

5 Ca (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7

6 Mg (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7

7 K (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7

8 Na (me/100 g) Ekstrak NH4OAc 1 N pH7

Sumber: Balai Penelitian Tanah Bogor 1991.

3.8.9. Analisis Daya Dukung Habitat Gajah

Analisis daya dukung lahan atau habitat gajah terhadap banyaknya gajah yang dapat ditampung di areal tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukan oleh Susetyo (1980).

Penghitungan daya dukung habitat dilakukan berdasarkan pada produktivitas hijauan pakan perhari, luas permukaan lahan yang ditumbuhi

hijauan pakan, proper use, dan kebutuhan hijauan sebagai pakan satwa per ekor per hari. Nilai proper use diperoleh dengan cara menetapkan nilai dari lahan atau habitat tersebut.

Daya dukung = A x B x C D Dimana :

A = produksi hijauan/hari (kg/hari) B = proper use (%)

C = luas permukaan yang ditumbuhi hijauan pakan satwa (m2) D = kebutuhan pakan satwa/ekor/hari (kg/ekor/hari)

Produksi hijauan pakan per hari diperoleh dari hasil pengukuran setiap pemanenan hijauan. Dalam penelitian ini pemanenan dilakukan pada umur 40 hari pada musim hujan dan 60 hari pada musim kemarau.

Bagian tanaman yang dapat dimakan satwa tersebut disebut proper use dan faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah keadaan tofografi lapangan karena sangat membatasi ruang gerak satwa. Dalam penelitian ini proper use yang digunakan adalah 60-70 persen.

Luas permukaan yang ditumbuhi hijauan pakan gajah merupakan luas dari masing- masing tipe vegetasi yang menyediakan pakan gajah, sedangkan kebutuhan pakan gajah merupakan kebutuhan pakan per ekor gajah per hari yang dihitung berdasarkan bobot badan. Dalam penelitian ini kebutuhan pakan adalah 10 % dari bobot badan. Bobot badan gajah Sumatera berkisar dari 2500 kg hingga 3000 kg per ekor.

3.8.10. Analisis Kepadatan Populasi Gajah

Penghitungan terhadap kepadatan populasi gajah di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan tidak langsung. Metode ini terdiri dari:

a. Metode estimasi jumlah total kotoran yang ditinggalkan dalam satuan luas tertentu (Yanuar 2000)

b. Metode estimasi kepadatan gajah dari hasil perkalian jumlah total kotoran dengan laju urai kotoran dibagi dengan laju produksi kotoran (Dekker et al. 1991; Dawson 1993).

c. Estimasi jumlah kotoran atau kepadatan kotoran per km2 (Barnes dan Barnes 1992; Barnes 1996).

Kepadatan populasi gajah baru dapat dihitung setelah laju urai kotoran diketahui, sedangkan laju produksi kotoran gajah Sumatera, menurut Santiapillai dan Suprahman (1986) berkisar antara 16 – 18 kali per hari. Dengan demikian jumlah gajah dalam satuan kilometer persegi dapat diketahui dengan menghitung dari rumus (Dekker et al. 1991; Dawson 1993; Barnes 1996; Hedges and Lawson. 2006).

E = (N x LUK) / LPK Dimana:

E = jumlah gajah per km2

N = jumlah kotoran per km2

LUK = laju urai kotoran (hari)

LPK = laju produksi kotoran (kali/hari)

Metode estimasi kepadatan kotoran adalah ektrapolasi dari korelasi linier antara kepadatan kotoran yang sesungguhnya dengan jumlah kotoran yang ditemukan sepanjang transek (Obot et al. 2005 ; Hedges and Lawson. 2006).

Jumlah kotoran per km2 merupakan banyaknya kotoran gajah yang ditemukan dalam tiap transek penelitian. Dalam penelitian ini jumlah kotoran ditemukan di enam lokasi (Air Tenang, Air Riki, Air Senaba, Batu Ampar, Air Sabai dan Simpang Tiga). Laju urai kotoran menunjukkan berapa lama kotoran gajah terurai semuanya. Penghitungan laju urai dalam penelitian ini menggunakan hasil penelitian Rizwar et al. (2001). Sedangkan laju produksi kotoran menunjukkan berapa kali gajah menghasilkan kotoran dalam satu hari. Laju produksi kotoran gajah dalam penelitian ini sebanyak 18 kali per hari (Santiapillai dan Suprahman 1986)

3.8.11. Analisis Tekanan Penduduk dan Persepsi Masyarakat

Analisis yang digunakan untuk mengetahui tekanan penduduk terhadap kawasan habitat gajah menggunakan metode survei dengan tehnik pengamb ilan sampelnya secara purposive sampling, yaitu pada daerah yang telah ditentukan, setiap unsur mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Untuk mengidentifikasi tekanan penduduk di kawasan Seblat dilakukan secara deskriptif denga n menggunakan tabel dan diagram frekuensi,

serta tabulasi silang. Sedangkan untuk menganalisis penyebab tekanan penduduk di kawasan Seblat digunakan analisa regresi linier berganda (multiple linier regression analysis). Koefisien tekanan penduduk dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1992).

f x Po (1+r)t TP =z x (1 – a)

ß x L Dimana:

TP = tekanan penduduk

z = luas lahan yang diperlukan untuk mendukung kehidupan pada tingkat hidup yang dianggap layak (ha/orang)

a = proporsi pendapatan dari pekerjaan nir-pertanian 0=a<1 f = fraksi penduduk yang menjadi petani 0<f=1

Po = jumlah penduduk pada waktu to (orang) r = laju pertumbuhan penduduk (%/tahun) t = waktu perhitungan (tahun)

ß = proporsi manfaat yang dinikmati oleh penduduk dari usahanya 0< ß =1 L = luas lahan pertanian (ha)

Perkiraan bahwa seorang petani membutuhkan z hektar (ha) per orang untuk kehidupan standar dimana dia merasa layak untuk hidup. Tipe tertentu telah berjalan pada sistem pertanian dalam suatu area. Nilai z akan meningkat dengan peningkatan dalam standar kehidupan, dan terutama sekali dengan meningkatnya permintaan yang disebabkan oleh gaya hidup “modern”.

TP = 2 berarti ada 2 dorongan pada penduduk untuk memperluas lahannya menjadi 2 kali lebih luas atau untuk bermigrasi sehingga kepadatan penduduk berkurang menjadi setengahnya. Biasanya dorongan untuk perluasan lahan dan bermigrasi bekerja secara simultan. Sebaiknya diusahakan agar tekanan penduduk sedekat mungkin dengan 1.

Namun demikian untuk mencegah terjadinya perambahan hutan untuk perluasan lahan, tergantung dari dua faktor utama, yakni tersedianya lahan untuk pengembangan budidaya dan tersedianya kesempatan kerja diluar sektor pertanian di kota (off-farm employment).

Tekanan penduduk tidak hanya ditentukan oleh kepadatan penduduk, melainkan juga oleh faktor lain. Dengan mengembangkan lapangan pekerjaan nir-pertanian, khususnya industri, kebutuhan luas lahan dapat dikurangi. Oleh

karena itu pada kepadatan penduduk yang tinggi pun tekanan penduduk dapat dikelola pada tingkat rendah dengan mengusahakan:

1. memperkecil kebutuhan lahan dengan menaikkan produksi atau/dan mengintroduksi jenis tanaman atau hewan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (memperkecil z).

2. mempertinggi pendapatan dari sektor nir-pertanian dengan

mengindentifikasi atau menstimulasi berdirinya industri pedesaan seraya memperlancar pemasarannya (memperbesar a).

3. mengurangi jumlah petani (mengurangi f).

4. menaikkan manfaat yang diperoleh para petani dengan pemberian kredit usaha dan pendirian koperasi (memperbesar ß).

5. memperluas lahan secara terencana, apabila masih memungkinkan

(memperbesar L).

6. menggiatkan keluarga berencana (menurunkan r).

Dalam analisis persepsi masyarakat terhadap konservasi gajah terutama untuk memperoleh pemahaman (insights) yang menyeluruh (whole) dan tuntas (exhaustive) mengenai aspek-aspek yang diteliti. Untuk mendapatkan informasi masyarakat digunakan jenis pertanyaan yang berhubungan dengan umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama bermukim, jumlah anggota keluarga, jarak tempat tinggal dari habitat gajah, dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi gajah. Setiap pertanyaan menerapkan skala New Environment Paradigm (Arcury dan Christianson 1993). Distribusi jawaban responden untuk masing- masing respon dari variabel- variabel penelitian digunakan persentase. Sedangkan untuk mengukur pengaruh faktor kepedulian masyarakat yang berkaitan dengan pelestarian dan konservasi gajah digunakan analisis regresi (regression analysis).

3.8.12. Pemodelan Dinamika Populasi Gajah

Analisis pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera dilakukan dengan melihat variabel yang berkaitan dengan perkembangan populasi gajah. Analisis simulasi menggunakan perangkat komputer, dan untuk melihat perilaku dari model menggunakan perangkat lunak (software) berupa program Powersim AS 2.50.4.1. (Rouse dan Boff 1987; Muhammadi et al. 2001).

Penyusunan pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera untuk mengetahui existing condition dari tutupan lahan habitat gajah, adanya aktivitas dari tekanan penduduk dan persepsi masyarakat pada kawasan habitat gajah, dan populasi gajah yang masih exist. Pendekatan sistem ditandai dengan dua hal, yaitu mencari semua faktor penting yang ada untuk menyelesaikan masalah dan membuat model kuantitatif untuk membantu mengambil keputusan secara rasional. Pendekatan sistem dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem dan evaluasi. Suatu model simulasi diperlukan untuk mengetahui perkembangan populasi dengan urutan sebagai berikut: 1) identifikasi sistem, 2) konseptual model, 3) penyusunan model simulasi, 4) analisis simulasi model, dan 5 ) analisis sensitivitas

Identifikasi sistem pada pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera di presentasikan dalam bentuk diagram lingkar (causal loop). Diagram causal loop memberikan gambaran hubungan yang ada dalam setiap variabel. Identifikasi sistem pada pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera didasarkan adanya elemen-elemen yang terdapat di habitat yang mempengaruhi perkembangan populasi gajah. Elemen-elemen tersebut diantaranya ketersediaan hijauan pakan (komposisi jenis vegetasi, produksi dan produktivitas hijauan pakan), kondisi topografi (ketinggian tempat dan kelerengan tempat), ketersediaan cover, adanya sumber air/kubangan, dan adanya tekanan penduduk dan persepsi masyarakat pada kawasan habitat gajah. Faktor internal seperti kelahiran, kematian dan ratio jantan-betina, dan penyakit juga akan mempengaruhi perkembangan populasi gajah.

Variabel-variabel yang terlibat dalam membangun diagram causal loop merupakan variabel penentu jalannya sistem yang menunjukkan akumulasi energi, materi dan informasi dari sistem,serta proses transformasi input menjadi output. Komponen utama yang mempengaruhi dinamika populasi gajah adalah populasi gajah atau kepadatan gajah, jumlah hijauan pakan gajah, dan masyarakat (jumlah penduduk), serta luas habitat gajah. Variabel lain yang membangun causal loop dinamika populasi gajah di antaranya variabel kelahiran, kematian gajah (mati alami dan mati perburuan), rasio ketersediaan pakan gajah, kebutuhan hijauan

pakan gajah, perburuan, tekanan terhadap habitat gajah, laju pertambahan penduduk, kebutuhan luas lahan pertanian, tingkat pendidikan masyarakat, kelahiran dan kematian masyarakat, dan persepsi masyarakat.

Tahap pembuatan konseptual model dinamika mencakup pandangan yang lebih teliti terhadap struktur sistem. Konseptual model tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui dengan jelas faktor- faktor yang berpengaruh dalam sistem. Pemodelan dinamika populasi gajah Sumatera menggambarkan interaksi antara komponen populasi gajah, ketersediaan hijauan pakan gajah, dan komponen masyarakat.

Penyusunan model simulasi merupakan tindak lanjut dari tahap pembuatan konseptual model. Model konseptual disusun menjadi model simulasi. Model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam perangkat lunak komputer dengan menggunakan program Powersim AS 2.50.4.1. Model simulasi dinamika populasi gajah dibangun setelah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang mekanisme sistem yang dikaji. Hubungan antara variabel akan dipresentasikan dalam persamaan matematik. Variabel, parameter dan konstanta akan ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun persamaan matematik.

Simulasi model merupakan suatu pendekatan masalah dengan menggunakan model- model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan komputer untuk menentukan bagaimana peubah dalam model berperilaku terhadap waktu. Proses simulasi berlangsung dengan menggunakan dasar perhitungan dan hubungan matematika yang telah diformulasikan pada model, dan menghasilkan gambaran perubahan setiap peubah, pada jangka dan tahapan waktu yang ditetapkan atau diinginkan.

Analisis sensitivitas dalam evaluasi model bertujuan untuk menentukan tingkat respon atau sensitivitas perilaku model yang dibuat apabila dilakukan perubahan komponen-komponen penyusun model. Pemodelan dinamika populasi gajah di kawasan habitat gajah, analisis sensitivitasnya dilakukan dengan cara

Dokumen terkait