• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi, dan Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2007- April 2008.

Bahan dan Alat Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit albino jantan sebanyak 45 ekor umur 8 minggu dengan berat badan 20-40 gram. Mencit dipelihara dalam kotak plastik berukuran 20 X 30 cm. Pada sisi atas kotak ditutup dengan kawat kasa agar mencit tidak lepas, namun udara tetap bersirkulasi. Pada bagian dasar diberi serbuk gergaji atau sekam untuk menjaga suhu tetap optimal. Mencit diberi pakan pelet dan minum ad libitum.

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain rimpang kunyit berumur 9 bulan yang diperoleh dari Balitro dan telah diidentifikasi di Herbarium LIPI Bogorience. Kemudian rimpang kunyit tersebut diolah menjadi simplisia rimpang kunyit.

Bahan lainnya antara lain etanol 96%, eter, larutan Netral Buffer Formalin (BNF) 10% untuk fiksasi kulit, dan kapas serta vaselin kuning untuk pembuatan salep. Obat komersil yang digunakan mengandung ekstrak plasenta 0.5%,

neomycin sulfate 5% dan jelly base.

Bahan yang digunakan untuk membuat sediaan histopatologi yaitu larutan

Mayer’s Hematoxylin, larutan Eosin, Xylol, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan 100%), larutan Lithium Carbonat, Aquades, Asam Asetat 1%, larutan Mordant, larutan Carrazi’s Hematoxylin, larutan Orange G 0,75% larutan Ponceau Xylidine Fuchsin, Larutan

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain toples, kandang mencit, pisau bedah untuk mendapatkan sediaan kulit, peralatan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu tissue processor, mikrotom, penangas air, gelas objek dan gelas penutup. Mikroskop cahaya dan mikroskop video mikrometer untuk pengamatan histopatologi. Sedangkan, alat-alat untuk ektraksi rimpang kunyit adalah maserator, evaporator, gelas elenmayer 100 ml, dan oven untuk pengeringan.

Tahapan Penelitian Ekstraksi rimpang kunyit

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini dilakukan dengan cara serbuk kunyit (simplisia) yang didapatkan dari rimpang kunyit 9 bulan, dimasukkan ke dalam wadah, setelah itu ditambahkan pelarut etanol (alkohol 96%) dengan perbandingan 10 : 1. Kemudian direndam selama 24 jam dengan melakukan pengadukan secara berkala. Setelah itu dilakukan penampungan filtrat. Ampas yang didapatkan dari penyaringan kemudian direndam kembali dengan menggunakan etanol 96%. Prosedur ini dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah filtrat didapatkan maka dilakukanlah evaporasi dengan menggunakan evaporator hingga dihasilkan ekstrak semi padat etanol rimpang kunyit. Kemudian keringkan dalam oven bersuhu 40 º C hingga didapatkan ekstrak kental etanol rimpang kunyit.

Gambar 6. : Proses ekstraksi rimpang kunyit dengan pelarut etanol

Penapisan Fitokimia

Metode fitokimia dilakukan untuk menganalisis senyawa yang terkandung dalam rimpang kunyit yang dapat berguna dalam membantu proses persembuhan luka. Dalam metode ini senyawa yang dianalisis keberadaannya adalah senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan polifenol, saponin, dan senyawa kuinon.

a. Senyawa Alkaloid

Serbuk simplisia dibebaskan dengan amonia, kemudian ditambahkan kloroform dan digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring, kemudian kedalamnya ditambahkan asam klorida (HCl) 2N. Campuran dikocok

Ekstrak Kental

Evaporasi

Ekstrak Semi Padat

Panaskan (Oven) Rimpang Kunyit Serbuk Halus Simplisia Kunyit Filtrat Maserasi Etanol 96%

kuat-kuat hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ditambahkan pereaksi Mayer, setelah itu amati adanya endapan atau kekeruhan yang terjadi. Bila terjadi kekeruhan atau endapan berwarna putih berarti dalam simplisia kemungkinan terkandung alkaloid. Bagian kedua ditambahkan pereaksi Dragendroff. Terjadinya endapan jingga kuning atau kekeruhan kemungkinan simplisia tersebut mengandung alkaloid. Bagian ketiga digunakan sebagai blanko.

b. Senyawa Polifenolat

Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air, kemudian disaring. Kepada filtrat ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida. Adanya senyawa fenolat ditandai dengan terjadinya warna hijau-biru hitam hingga hitam.

c. Senyawa Tanin

Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air, kemudian disaring. Setelah itu kedalam filtrat ditambahkan larutan larutan pereaksi besi (III) klorida sehingga terjadi warna hijau-biru hitam hingga hitam, kemudian ditambahkan larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tanin ditandai dengan terjadinya endapan berwarna putih.

d. Senyawa Flavonoid

Simplisia dipanaskan dengan campuran Magnesium (Mg) dan asam klorida (HCl) 5N, kemudian disaring. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol.

e. Senyawa kuinon

Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air, kemudian disaring. Kedalam filtrat ditambahkan larutan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna kuning hingga merah. f. Senyawa Saponin

Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan dalam penangas air, kemudian disaring. Setelah dingin filtrat dalam tabung reaksi dikocok kuat-kuat selama kurang lebih 30 detik. Pembentukkan busa sekurang- kurangnya setinggi 1 cm dan persisten hilang selama beberapa menit serta tidak

hilang pada penambahan tetes demi tetes asam klorida encer menunjukkan adanya saponin dalam simplisia.

Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit.

Ekstrak kental etanol kunyit yang telah dihasilkan kemudian ditimbang dan dihomogenisasi dengan vaselin kuning menggunakan mortar. dilakukan homogenisasi hingga merata dan tidak terasa lagi butiran serbuk kunyit. Setelah itu disimpan dalam tabung dan diberi label.

Mencit Untuk Perlakuan

Mencit yang digunakan berjumlah 45 ekor dan dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan; 1) kontrol negatif, yaitu kelompok mencit yang dilukai namun tidak diberikan pengobatan, 2) kontrol positif, yaitu kelompok mencit yang diberikan salep neomycin sulfat 5%, dan 3) kelompok mencit yang dilukai dan diberikan sediaan salep ekstrak etanol kunyit.

Perlukaan Pada Mencit

Sebelum melakukan perlukaan, rambut di sekitar punggung mencit dicukur. Sebelum disayat kulit mencit diulas dahulu dengan menggunakan alkohol 70%. Mencit diberi anastesia perinhalasi dengan eter, kemudian dilakukan penyayatan pada punggung mencit sepanjang satu centimeter sejajar os. Vertebrae dengan menggunakan pisau bedah steril.

Aplikasi Obat

Aplikasi obat luka komersil yang mengandung neomicin sulfat 5%, plasenta, dan jelly base, dilakukan dengan mengoleskan obat pada luka dengan menggunakan cotton buds. Begitupula dengan aplikasi obat luka salep ekstrak etanol rimpang kunyit dilakukan dengan cara yang sama. Aplikasi sediaan obat tersebut dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama 21 hari pasca perlukaan.

Pengamatan patologi Anatomi

Mencit perlakuan dan mencit kontrol diamati setiap hari khususnya pada hari ke 2, 4, 7, 14 dan 21 setelah perlukaan. Pengamatan patologi anatomi dilakukan terhadap mencit perlakuan dan mencit kontrol menggunakan metode deskriptif dengan membandingkan proses persembuhan yang terjadi parameter yang diamati adalah menyempitnya luka, panjang luka, keringnya luka, warna luka, keberadaan rambut, dan keberadaan keropeng.

Pengambilan sampel kulit

Sampel kulit diambil pada hari ke 2, 4, 7, 14 dan 21 paska perlukaan setelah mencit dieuthanasi dengan menggunakkan eter dosis berlebih perinhalasi. Daerah punggung yang diambil kulitnya dibersihkan dari rambut yang mulai tumbuh. Kemudian kulit disekitar luka dipotong dengan ukuran ± 1.5 cm (sentimeter) dengan menggunakan skapel yang telah disterilkan terlebih dahulu. Kulit yang sudah dipotong difiksasi dengan larutan BNF (Buffer Neutral Formaline) 10 % selama ± 48 jam.

Fiksasi sediaan kulit dan pembuatan preparat histopatologi

Potongan sediaan kulit dimasukkan ke dalam kaset tisue dan didehidrasi dengan cara merendam sediaan secara berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I, xylol II, parafin I, dan terakhir ke dalam parafin II. Proses perendaman pada setiap bahan dilakukan selama 2 jam untuk masing-masing sediaan.

Jaringan kemudian dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair . Letak jaringan diatur sedemikian rupa agar tetap berada di tengah blok parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambah kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan hingga parafin mengeras.

Pemotongan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan 5 mikron. Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan di atas permukaan air hangat 45 º C dengan tujuan menghilangkan lipatan-lipatan pada pita akibat pemotongan. Setelah itu sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah

diulasi larutan albumin yang berguna untuk merekatkan sediaan. Kemudian preparat dikeringkan semalam dalam inkubator bersuhu 60ºC. Selanjutnya dilakukan pewarnaan umum Haematoxylin Eosin dan pewarnaan khusus Masson Trichrome.

Pembuatan sediaan Haematoxilin Eosin (HE)

Sediaan histopatologi yang telah didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam xylol dua kali selama dua menit. Kemudian sediaan direhidrasi yang dimulai dari alkohol absolut sampai alkohol 80 % dengan waktu masing-masing 2 menit. Selanjutnya sediaan dicuci dalam air mengalir dan dikeringkan.

Setelah sediaan kering kemudian diberi pewarna Mayer’s Hemaktosilin selama 8 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas dengan air, dan akhirnya diwarnai dengan pewarna Eosin selama 2 menit. Pewarna Eosin yang berlebihan dihilangkan dengan cara mencuci sediaan pada air yang mengalir, setelah itu sediaan dikeringkan. Kemudiaan sediaan dicelupkan ke dalan alkohol 90% sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I 10 kali celipan, alkohol absolut II selama 2 menit, xylol I selama I menit, dan xylol II selama 2 menit. Sediaan lalu dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditetesi dengan perekat permount dan kemudian ditutup dengan gelas penutup dan disimpan beberapa menit hingga zat perekatnya mengering. Preparat siap untuk diamati dibawah mikroskop cahaya.

Pembuatan Sediaan Masson Trichrome (MT)

Sediaan histopatologi dideparafinasi dan rehidrasi hingga pencucian dengan air dan akuades dilakukan terlebih dahulu sebelum diwarnai. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam larutan Mordant selama 30-40 menit lalu dicuci dengan akuades. Selanjutnya sediaan dimasukkan ke dalam larutan Carrazi’s Hematoksilin selama 40 menit dan dicuci dengan akuades. Setelah itu sediaan dimasukkan ke dalam larutan Orange G 0.75 % selama 1 sampai 2 menit lalu dicuci dengan asam asetat 1% sebanyak 2 kali dengan cara menggoyangnya sebentar. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam larutan Ponceau Xylidine

Fuchsin selama 15 menit dan dicuci dengan asam asetat 1% sebanyak 2 kali. Selanjutnya sediaan dimasukkan ke dalam larutan Phosphotungstic Acid selama 10 menit lalu dicuci dengan asam asetat 1% sebanyak 2 kali dan terakhir dimasukkan ke dalam alkohol 95 %. Berikutnya adalah sediaan dimasukkan ke dalam Anilin Blue selama 15 menit dan dibilas dengan asam asetat 1% sebanyak dua kali. Kemudian sediaan dicelupkan ke dalam alkohol 95% selama tiga menit. Sediaan didehidrasi dan clearing terlebih dahulu sebelum ditetesi perekat

permount dan ditutup dengan gelas penutup.

Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada sampel kulit yang telah diambil pada hari ke 2, 4, 7, 14, dan, 21 dengan menghitung sel polimorfonuklear (Netrofil), jumlah neovaskularisasi, persentase reepitelisasi, dan persentase luasan jaringan ikat kolagen.

Pengamatan terhadap jumlah sel polimorfonuklear menggunakan mikroskop Olympus BX51TF, Japan dan pemotretan dengan videophoto dalam 10 lapang pandang dimana luas tiap lapang pandang adalah 20450µm2. Pengukuran panjang luka dan reepitelisasi menggunakan video mikrometer FDR- A IV-560 dengan perbesaran objektif empat kali. Ketebalan dan luasan jaringan ikat dilihat dengan menggunakan preparat yang memakai pewarnaan Masson Trichrome. Presentase reepitelisasi dan jaringan ikat menggunakan video micrometer JVC, Japan dengan perbesaran objektif empat kali.

Perhitungan panjang jaringan ikat kolagen dan reepitelisasi ditentukan dengan cara mengkonfersi skala bar yang digunakan pada video mikrometer dengan perbesaran 180x, yaitu 200 µm menjadi 3,6 cm.

Kemudian dibuatlah pola kotak-kotak dengan ukuran 3.6 X 3.6 cm dengan kertas plastik (Gambar 7) . Kertas plastik yang sudah berpola ditempelkan pada monitor video micrometer. Setelah itu, untuk menyamakan standar perhitungan

ditentukan tiga kotak untuk setiap panjang luka yang akan dihitung yang diambil dari tengah bagian luka.

Gambar 7. Metode penentuan luasan jaringan ikat pada pengamatan histopatologis jaringan luka hari ke 14. Jaringan ikat terlihat berwarna biru pada sediaan Masson Trichrome.Pada tampilan gambar video mikrometer dibuat pola kotak-kotak yang tiap sisinya berukuran 200µm.

Jaringan ikat yang tampak pada video micrometer ditentukan dengan ketetapan sebagai berikut:

Perhitungan presentase jaringan ikat ditentukan dengan menggunakan rumus:

Sedangkan untuk presentase reepitelisasi ditentukan dengan rumus:

Jika luas jaringan ikat memenuhi lebih dari setengah bagian kotak maka dihitung satu luasan, namun jika luasannya kurang dari setengah kotah maka tidak dihitung sebagai

luasan

Luas jaringan ikat kolagen yang terbentuk X 100%

Analisis Data

Hasil pengamatan patologi anatomi diuji secara deskriptif. Hasil pengamatan histopatologi berupa data banyaknya jumlah sel polimorfonuklear, neovaskularisasi, persentase luasan jaringan ikat kolagen, dan presentase reepitelisasi. Selanjutnya data diuji secara statistika menggunakan uji sidik ragam ANOVA yang dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk mengetahui hasil yang diperoleh berbeda secara nyata atau tidak.

Dokumen terkait