• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di perairan Selat Dompak Kepulauan Riau (Gambar 7) selama kurang lebih satu tahun yang dimulai pada bulan Mei 2005 sampai dengan April 2006, meliputi empat musim (musim Timur, Peralihan I, Barat dan Peralihan II). Pengukuran parameter dilaksanakan sebanyak empat kali dengan frekuensi setiap periode pengukuran adalah tiga bulan (Tabel 2).

Tabel 2. Waktu survei pendahuluan, sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Selat Dompak.

Pengamatan Waktu

(tgl/bln/thn) Kegiatan

Keterangan (musim)

Survei Pendahuluan 25-26/Mei/2005 Survei lokasi Timur

Pengukuran kerapatan lamun

Penentuan lokasi sampling Penelitian Lapang

1 25-30/Juni2005 Pengukuran parameter fisika-

kimia perairan

Timur Pengambilan sampel air laut,

sedimen dan meiofauna

2 24-29/September/2005 Pengukuran parameter fisika-

kimia perairan

Peralihan I Pengambilan sampel air laut,

sedimen dan meiofauna

3 17-22/Desember/2005 Pengukuran parameter fisika-

kimia perairan

Barat Pengambilan sampel air laut,

sedimen dan meiofauna

4 18-23/Maret/2006 Pengukuran parameter fisika-

kimia perairan

Peralihan I Pengambilan sampel air laut,

sedimen dan meiofauna

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sampel meiofauna interstisial, sampel air laut dan sampel sedimen yang diambil dari lokasi penelitian yang telah ditentukan. Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur parameter fisika-kimia air laut dan sedimen, dapat dilihat pada Tabel 3.

51

Tabel 3. Parameter fisika-kimia air laut dan sedimen yang diukur dan alat serta metode pengukurannya.

Parameter Unit Alat dan Metode Keterangan

Fisika Air: - Kedalaman - Kecerahan - Suhu

- Kecepatan arus

- Padatan tersuspensi total (TSS)

meter meter o C cm/dt ppm

Tongkat berskala meter

Secchi disk Termometer Hg Current meter Gravimetrik In situ In situ In situ In situ Laboratorium Kimia Air - Salinitas - Oksigen terlarut - pH (derajat keasaman) - Nitrat (NO3-N) - Ortofosfat (PO4-P) - Bahan organik total (TOM)

‰ ppm - ppm ppm ppm Hand Refractometer Titrimetrik, Winkler pH meter

Spektrofotometer, Brucine Method

Spektrofotometer, Stannous Chloride Method

Titrimetrik, KmnO4 In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Fisika Sedimen

- Tekstur/Fraksi sedimen % Saringan bertingkat, Segitiga Shepard Laboratorium

Kimia Sedimen - pH sedimen - Potensial Redoks (Eh) - Nitrat (NO3-N) - Ortofosfat (PO4-P) - N-total - P-total

- Karbon organik total (TOC) - Bahan organik total (TOM)

- mV ppm ppm % % % %

Eh–pH meter Fisher Model 955

Eh–pH meter Fisher Model 955 Spektrofotometer, Brucine Method

Spektrofotometer, Stannous Chloride Method

Spektrofotometer, Phenate Method

Spektrofotometer, Molibdate Method

Gravimetrik Gravimetrik In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Biologi Sedimen - Kelimpahan Meiofauna Interstisial - Kerapatan lamun ind/98.13cm3 ind/m2

Corer (pipa paralon), mikroskop binokuler Kuadran 1 x 1 m2

Laboratorium

In situ

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional dan kausal komparatif, tentang hubungan antara struktur komunitas dan distribusi meiofauna interstisial dengan karakteristik parameter lingkungan di perairan Selat Dompak dalam skala ruang dan waktu.

Pemilihan Lokasi dan Penentuan Stasiun Penelitian

Lokasi penelitian dipilih di habitat perairan dangkal Selat Dompak dengan kedalaman perairan <2 meter (Lampiran 1) pada tiga lokasi tipe habitat meiofauna interstisial yang berbeda, yaitu lokasi tipe habitat A, B dan C (Gambar7). Lokasi tipe habitat A dan B merupakan lokasi yang dikarakteristikkan oleh substrat halus (lumpur dan lumpur berpasir), wilayah yang cenderung terdeposit dan sedimennya kaya bahan organik, serta adanya pengaruh aktivitas manusia (antropogenik). Lokasi tipe habitat C merupakan lokasi ke arah laut terbuka yang jauh dari lokasi A dan B, garis pantai terekspos, adanya pengaruh gelombang dan arus yang kuat,

52

52

Gambar 7. Peta lokasi penelitian (A1 = padang lamun rapat/lebat; A2 = padang lamun kurang rapat/lebat; A3 = padang lamun sangat jarang; B1 = mangrove Rhizophora sp.; B2 = mangrove Sonneratia sp.; C = bare area).

53

dan fraksi sedimennya kasar (pasir) dengan kandungan bahan organik rendah. Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan pada:

- Lokasi tipe habitat A merupakan lokasi yang bervegetasi lamun (seagrass bed), terdiri atas tiga stasiun (A1, A2 dan A3). Stasiun A1 adalah lokasi padang lamun yang rapat/lebat dan berdekatan dengan muara Sungai Jang; stasiun A2 adalah lokasi padang lamun yang kurang rapat/lebat dan berdekatan dengan pemukiman penduduk; dan stasiun A3 merupakan lokasi padang lamun sangat jarang dan berdekatan dengan kegiatan keramba apung. Untuk menentukan kerapatan lamun dengan menghitung jumlah total tegakan lamun dalam suatu unit area yang diukur:

A ni K =

dimana:

K = kerapatan lamun (tegakan/m2) Σni = jumlah tegakan lamun

A = luas area total pengambilan sampel (m2).

Dalam penelitian ini, kriteria pengelompokan kerapatan lamun ditetapkan sebagai berikut: (i) kerapatan lamun < 50 tegakan/m2 tergolong ke dalam kerapatan lamun sangat jarang; (ii) kerapatan ≥ 50 dan < 100 tegakan/m2 tergolong ke dalam kerapatan kurang padat; dan (iii) kerapatan ≥ 100 tegakan/m2 tergolong ke dalam kerapatan lamun yang padat/lebat.

- Lokasi tipe habitat B adalah lokasi tipe habitat yang bervegetasi hutan mangrove yang terdiri atas dua stasiun, yaitu stasiun B1 (bervegetasi mangrove Rhizophora sp.) dan stasiun B2 ( mangrove Sonneratia sp.).

- Lokasi tipe habitat C adalah lokasi tipe habitat yang tidak bervegetasi lamun dan mangrove (bare area), dan jauh dari pemukiman penduduk.

Selanjutnya, setiap titik sampling dilakukan tiga kali pengulangan pada setiap substrata.

Teknik Pengumpulan dan Pengukuran Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap stasiun pengambilan sampel dengan cara pengukuran langsung di lapangan (in situ) dan laboratorium (ex situ). Data penelitian terdiri atas data biotik (meiofauna interstisial dan lamun) dan data abiotik (parameter fisika-kimia air dan sedimen). Data yang diperoleh dari pengukuran langsung di lapang adalah data kedalaman, kecerahan, suhu, kecepatan arus, salinitas, oksigen terlarut, pH air dan sedimen, Eh sedimen, dan

54

kerapatan lamun. Data yang didapatkan melalui analisis di laboratorium yaitu TSS, NO3-N, PO4-P, N-total, P-total, TOM, TOC, fraksi sedimen, identifikasi dan kepadatan meiofauna interstisial.

Pengambilan dan Analisis Sampel

Pengambilan dan Analisis Sampel Air Laut

Sampel air laut diambil dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler

untuk analisis NO3-N, PO4-P, dan TOM. Sampel air laut diambil dengan menggunakan Kemmerer Water Sampler untuk analisis NO3-N, PO4-P, dan TOM. Pengukuran NO3-N, PO4-P dilakukan dengan penyaringan. Sampel air laut dipanaskan selama 5 jam pada temperatur 400oC, kemudian disaring dengan kertas saring GFC. Hasil saringan kemudian diperiksa konsentrasi nutrien (nitrat dan ortofosfat). Sementara, pengukuran TOM tidak memerlukan penyaringan.

Prosedur penentuan TOM air laut merujuk pada APHA (2001) dengan cara: 1) dipipet 50 mL air sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer; 2) ditambahkan 9.5 mL KMnO4 langsung dari buret; 3) ditambahkan 10 mL H2SO4 (1:4); 4) dipanaskan sampai suhu 70-80oC, kemudian diangkat; 5) bila suhu telah turun menjadi 60-70oC, langsung ditambahkan natriun oksalat 0.01 N secara perlahan-lahan sampai tak berwarna; 6) segera dititrasi dengan KMnO4 0.01 N sampai berubah warna (pink), catat mL titran (x mL); 7) dipipet 50 ml akuades, lakukan prosedur (1-6), catat titran yang digunakan (x ml); dan 8) perhitungan TOM dengan formulasi: TOM (mg/L atau ppm) = (x-y) × 31.6 × 0.01 × 1000 / mL sampel. Dimana: x = mL titran untuk air sampel; y = mL titran untuk akuades (larutan blanko); 31.6 = seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5 oksigen dalam reaksi ini; dan 0.01 = normalitas KMnO4.

Prosedur pengujian TSS air laut dilakukan menurut APHA (2001) dengan cara: 1) kertas saring diletakkan pada peralatan filtrasi, kemudian saringan dibasahi dengan sedikit air suling; 2) contoh uji diaduk dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen; 3) contoh uji dipipet dengan volume tertentu pada waktu contoh diaduk dengan pengaduk magnetik atau setelah dihomogenkan/diaduk, lalu contoh uji disaring sampai semua air contoh tersaring; 4) kertas saring atau ssaringan dibilas dengan 3 × 10 mL air

55

suling, dibiarkan kering sempurna, dan dilajutkan penyaringan dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna; 5) kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring dan dipindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga; 6) dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 103oC sampai dengan 105oC, didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang (dicatat sebagai A mg); 7) diulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan dilakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0.5 mg; 8) diukur volume contoh uji yang menghasilkan berat kering residu 2.5 mg sampai dengan 200 mg; dan 9) perhitungan TSS dengan rumus: TSS (mg/L atau ppm) = (A-B) × 1000 / volume contoh uji (mL), dimana: A = berat kertas saring + residu kering (mg), dan B = berat kertas saring tanpa residu (mg).

Pengambilan dan Analisis Sampel Sedimen

Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan corer

berdiameter 5 cm pada lapisan di berbagai kedalaman yaitu 0–10 cm, 10–20 cm dan 20–30 cm pada setiap titik sampling. Berat sampel sedimen diambil sebanyak 500 gram, kemudian dimasukkan ke dalam plastik hitam untuk dianalisis di laboratorium. Untuk mengetahui fraksi sedimen di lokasi penelitian, dilakukan analisis fraksi sedimen dengan menggunakan metode mekanis/penyaringan bertingkat. Fraksi pasir dianalisis dengan menggunakan metode Pengayakan Basah, sedangkan fraksi lumpur dianalisis dengan menggunakan metode Pipet (Rifardi 2001). Penamaan jenis fraksi sedimen berdasarkan pada kandungan fraksi-fraksi yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian. Fraksi sedimen (kerikil, pasir dan lumpur) ditentukan dengan menggunakan segitiga Shepard (Buchanan 1984; Rifardi 2001).

Untuk pengukuran pH dan potensial redoks (Eh) sedimen, sampel sedimen diambil dengan corer pada lapisan di berbagai kedalaman yaitu 0–5 cm, 5–10 cm, 10–15 cm, 15–20 cm, 20–25 cm dan 25–30 cm pada setiap titik sampling. Sampel sedimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam, selanjutnya dimasukkan ke dalam ice box untuk meminimalkan aktivitas

56

mikroorganisme dan ditutup rapat untuk mencegah terjadinya oksidasi dengan udara bebas. Pengukuran Eh pada setiap lapisan di berbagai kedalaman sedimen dilakukan dengan menggunakan Eh–pH meter (Elektroda platina).

Sampel air jebakan sedimen (pore water) diambil dengan menggunakan

corer yang berdiameter 5 cm sampai kedalaman sedimen 30 cm. Kemudian sampel sedimen dikompositkan dan ditekan dengan menggunakan gas N2 melalui penyaring yang telah dilengkapi dengan kertas saring SS (Schleicher & Schull) filter dengan porositas 0.45 μm. Air jebakan sedimen akan keluar sebagai filtrat, kemudian disaring lagi dengan membran filter SS dengan porositas 0.2 μm (Muchtar 1994). Sampel air jebakan sedimen ditempatkan dalam botol polyethilen, selanjutnya disimpan dalam alat pendingin sampai waktu analisis.

Kandungan NO3-N dan PO4-P dalam air jebakan sedimen dianalisis secara spektrofotometri dengan menggunakan alat Spektrofotometer. Untuk penentuan kadar N-total sedimen, sampel dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada temperatur 60oC. N-total dan P-total dinyatakan dalam satuan %N dan %P. Pengukuran kandungan TOC dan TOM sedimen juga dilakukan tanpa penyaringan sampel dan ditentukan dengan proses pengabuan pada suhu 500oC selama dua jam (Greiser & Faubel 1988, diacu dalam Muchtar 1999).

Pengambilan dan Pengawetan Sampel Meiofauna Interstisial

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan corer

dilakukan sampai kedalaman sedimen 30 cm. Hal ini mengingat: 1) sampel yang diperoleh sudah memadai (Nybakken & Bertness 2005); 2) untuk menjaga kemungkinan kehilangan informasi; dan 3) karena adanya hihrodinamika yang tinggi terutama di lokasi yang tidak bervegetasi dapat mendukung meningkatnya oksigenasi sedimen, sehingga menghasilkan lapisan sedimen yang lebih dalam beroksigen dan secara potensial meningkatnya penetrasi meiofauna interstisial yang lebih dalam.

Meiofauna interstisial atau meiofauna mesopsammon adalah kelompok meiofauna yang hidup di antara rongga-rongga butiran sedimen. Pengambilan sampel meiofauna kelompok ini menggunakan alat core dengan panjang 40 cm dan diameter 5 cm (Gambar 8). Diameter core yang biasa dipakai ukurannya

57

adalah 2–5 cm (Nybakken & Bertness 2005). Ukuran diameter yang lebih besar akan menghasilkan sampel yang begitu besar sehingga memperpanjang dan menyulitkan ekstraksi. Corer tersebut dibenamkan ke dalam sedimen sampai pada kedalaman 30 cm, baik di lokasi tipe habitat A, lokasi tipe habitat B maupun di lokasi tipe habitat C. Sampel sedimen diambil sebanyak tiga kali secara acak pada radius 2 meter. Sedimen Tabung PVC diameter 5 cm 5 cm 10 cm 30 cm Permukaan sedimen

Gambar 8. Pengambilan sampel untuk distribusi vertikal meiofauna interstisial.

Untuk analisis distribusi vertikal meiofauna interstisial, pengambilan sampel dilakukan pada enam lapisan sedimen, yaitu 0–5 cm, 5–10 cm, 10–15 cm, 15–20 cm, 20–25 cm dan 25–30 cm. Selanjutnya, setiap segmen tersebut secara individual dimasukkan ke dalam botol plastik yang berisi formalin netral 4%. Untuk mempermudah ekstraksi fauna, digunakan larutan pewarna Rose-Bengal

0.025% (McIntyre & Warwick 1984).

Di laboratorium, sampel potongan sedimen yang telah diawetkan tersebut, disaring dengan menggunakan saringan logam berukuran 1000 µm mesh (mata- saring) guna membuang makrofauna, potongan-potongan akar lamun, dan butiran pasir yang berukuran besar. Sedimen yang lolos saringan di atas, kemudian disaring lagi dengan saringan berukuran 63 µm mesh guna membuang lumpur dan lanau. Semua proses penyaringan tersebut dilakukan dengan mengguyurkan air tawar yang telah disaring. Melalui sedimen yang tertahan pada saringan terakhir ini, kemudian ditentukan banyaknya fauna yang hidup secara interstisial. Ekstraksi meiofauna interstisial dilakukan dengan cara dekantasi (swirl- decantation) seperti yang dilakukan oleh McIntyre dan Warwick (1984). Dengan menggunakan mikroskop binokuler, meiofauna interstisial dikelompokkan berdasarkan taksa majornya dan dihitung jumlahnya.

58

Pengamatan dan Identifikasi Meiofauna Interstisial

Identifikasi meiofauna interstisial dilakukan di laboratorium, dengan memeriksa dan mengamati di bawah mikroskop. Selanjutnya hasil yang diperoleh dibandingkan dan dicocokkan dengan gambar dan ciri-ciri yang terdapat dalam buku identifikasi. Buku identifikasi yang digunakan adalah Identification to the Study of Meiofauna (Higgins & Thiel 1988).

Analisis Data

1) Komposisi relatif atau komposisi unit determinasi (genus) meiofauna menggambarkan kekayaan genus meiofauna interstisial yang terdapat di dalam sedimen. Komposisi per satuan secara relatif dijabarkan dalam persentase (%) sebagai proporsi genus meiofauna interstisial dalam kelompok determinasi (taksa meiofauna) yang dijumpai di setiap stasiun pengamatan. Kelimpahan (abundance) meiofauna interstisial ditentukan dengan menghitung jumlah individu dalam suatu areal (tempat) tertentu atau volume sampel.

2) Nilai indeks keanekaragaman meiofauna interstisial ditentukan dengan menggunakan rumus indeks Shannon-Wiener (Brower et al. 1990):

) ln ( ' 1 N ni N ni H n i

= − = dimana:

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = jumlah individu genus ke-i

N = total individu dalam komunitas

dan indeks kemerataan Shannon dengan menggunakan rumus: maks H H E ' ' = dimana: E = indeks kemerataan

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Hmaks = total individu dalam komunitas

3) Perbedaan komunitas meiofauna interstisial secara vertikal antar stasiun pada setiap musim dan antar musim di setiap stasiun, serta perbedaan secara horizontal antar stasiun dan antar musim dianalisis dengan Anova satu-arah. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%, maka dalam pengujian dipakai α=0.05. Uji lanjut Tukey dilakukan jika distribusi berbeda signifikan (Budi 2005; Santoso 2006).

59

4) Untuk mengetahui ada atau tidaknya peranan faktor tipe habitat, faktor kedalaman sedimen dan faktor musim terhadap komunitas meiofauna interstisial, maka data dianalisis dengan Anova dua-arah. Untuk mengetahui apakah perbedaan yang signifikan pada taraf kepercayaan 95%, maka dalam pengujian ini taraf α yang dipakai adalah 0.05 (Budi 2005; Santoso 2006). 5) Untuk menentukan hubungan antara komunitas meiofauna interstisial dengan

parameter fisika-kimia perairan secara vertikal di setiap stasiun pada setiap musim, serta hubungannya secara horizontal, maka data dianalisis dengan uji regresi linier berganda dengan metode backward (Budi 2005; Santoso 2006). 6) Penentuan tingkat kemiripan komposisi genus antar komunitas meiofauna

interstisial, dilakukan dengan menghitung koefisien jarak dengan rumus jarak Euclidean (Ludwig & Reynold 1988; Soegianto 1994).

Jarak Euclidean (EDjk) =

∑(

)

= − s i ik ij X X 1 2

dimana: Xij = jumlah individu genus ke-i pada stasiun ke-j

Xik = jumlah individu genus ke-i pada stasiun ke-k

7) Untuk menentukan pengelompokan komunitas meiofauna interstisial pada setiap musim dilakukan dengan analisis kelompok (cluster analysis), yaitu suatu teknik klasifikasi untuk menempatkan obyek yang sama ke dalam suatu kelompok. Teknik analisis kelompok ini menggunakan strategi flexible, dengan menggunakan data jarak Euclidean (Euclidean distance). Untuk menghitung jarak antar kelompok digunakan rumus atau formula khusus

linear combinatorial equation:

( )( )

j k h D

( )

j h D

( )

k h D

( )

j k D , =α1 , +α2 , +β ,

dimana: D(j,k)(h) = jarak antara kombinasi kelompok baru dengan kelompok lainnya

1

α = 0.625; α2= 0.625; dan β= – 0.25.

Jarak antar semua pasangan unit sampling (SU) dirangkum dalam matriks D atau matrik jarak SU x SU. Model analisis kelompok yang digunakan adalah

agglomerative untuk menempatkan obyek yang sama ke dalam suatu kelompok, yang disusun secara hirarki membentuk struktur (dendogram) (Ludwig & Reynold 1988; Soegianto 1994).

Sebelum dilakukan pengujian, semua parameter terlebih dahulu diuji dengan distribusi normal berdasarkan Kolmogorov-Smirnov. Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis, digunakan alat bantu perangkat lunak SPSS 11.5.

Dokumen terkait