• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode penelitian meliputi 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluan untuk menetapkan kurva baku dari standar bovine IgG dan mencari kadar optimum sampel susu bubuk skim yang digunakan pada validasi pengujian. Tahap kedua adalah validasi metode analisis kadar IgG dalam susu bubuk yang dilaksanakan dengan parameter uji linieritas dan rentang, uji presisi, uji akurasi, limit deteksi dan limit kuantitasi dan spesifisitas. Pengujian kadar IgG dalam susu bubuk skim dilakukan terhadap 3 sampel susu bubuk yang mengandung IgG yang beredar dengan kadar yang berbeda (kadar IgG :Sampel A: 150 mg/15g, sampel B: 180 mg/15g dan sampel C: 200 mg/15g).

3.3.1 PEMBUATAN KURVA BAKU DAN KALIBRASI KURVA BAKU Kurva baku harus dikalibrasi sebelum digunakan karena kurva baku merupakan suatu fungsi dari rentang nilai analisis, yang akan berhubungan dengan respon analit (Chan, 2004), baku yang digunakan adalah larutan standar bovine IgG yang tersedia dalam kit reagen ELISA dengan kadar larutan stok 125ng/ml. Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/ml; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml. Kalibrasi kurva baku dengan membuat suatu seri larutan standar, replikasi 7 kali dan pembacaan hasil dilakukan 10 kali dengan rentang waktu pembacaan setiap 5 detik. Kurva baku yang valid diperoleh jika nilai r hasil pengukuran 0,95. Larutan pencuci (wash bufer) dilakukan pengenceran dengan air suling dengan perbandingan 1:10.

Prosedur ELISA dilakukan mengacu pada prosedur dari manual kit Zeptometrix (2010). Prosedur uji dilakukan dengan cara menyiapkan

microplate dan dipipet 200 l larutan standar ke dalam sumuran (dilakukan duplo), microplate kemudian di tutup dengan tutup plastik, dan ditempatkan pada ELISA reader dan diinkubasi selama 30 menit pada

suhu 37oC. Microplate dicuci dengan wash buffer menggunakan volume 300 l tiap sumuran sebanyak 4x dan dikeringkan dengan cara membalik

balik secara kuat microplate hingga tidak ada lagi droplet pada sumuran. Sejumlah 100 l detector antibody ditambahkan ke dalam sumuran

yang berisi larutan standard an sampel, microplate ditutup kembali.

Microplate ditempatkan pada ELISA reader dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Pencucian kedua dilakukan dengan wash buffer

dengan volume 300 l tiap sumuran sebanyak 4x dan dikeringkan. Sebanyak 100 l substrat (larutan berisi TMB) ditambahkan ke dalam semua sumuran termasuk ke dalam sumuran larutan standar bovine IgG

dan blanko.

Microplate diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit, akan terbentuk warna biru. Semua sumuran ditambahkan 100 l stop solution, akan terjadi perubahan warna menjadi kuning. Microplate ditempatkan dan dilakukan pembacaan pada ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm dalam rentang waktu 15 menit. Berdasarkan densitas optik yang diperoleh, dibuat kurva baku dari rata rata densitas optik masing–masing pengukuran pada semua sumuran. Analisis hasil dilakukan dengan program SkanIt Software dari Multiskan GO, Thermo scientific, kemudian dianalisis secara statistik melalui spreadsheet Excel.

3.3.2 PENETAPAN KADAR OPTIMUM IgG DALAM SAMPEL SUSU BUBUK SKIM

Pada penetapan kadar optimum IgG dalam sampel susu bubuk skim yang akan digunakan pada validasi metode analisis, dilakukan pembuatan kurva baku yang validitasnya sudah diketahui dari seri larutan baku IgG dengan rentang kadar 0-125 ng/ml. Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/ml; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml. Kalibrasi kurva baku dengan membuat suatu seri larutan standar. Larutan stok sampel susu bubuk skim disiapkan dengan

menimbang 15 mg susu bubuk skim (sampel dengan kadar IgG 150mg/ 15g) ke dalam labu volumetrik 10 ml, ditambahkan air suling hingga batas dan dikocok kuat hingga homogen. Larutan stok sampel (1,5mg/mL) diencerkan secara bertingkat dalam assay diluent dengan perbandingan 1/10 hingga diperoleh pengenceran : (A) 1/10; (B) 1/100; (C) 1/500 dan (E) 1/1000. Larutan pengenceran diperoleh dengan cara memipet larutan stok sampel sejumlah 100 l dan ditambahkan 900 l assay diluents dan pengenceran selanjutnya dilakukan sama hingga diperoleh tingkat pengenceran akhir 1/1000.

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l masing-masing larutan baku dan sampel ke dalam sumuran (dilakukan duplo), dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku. Berdasarkan densitas optiik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva baku selanjutnya dihitung kadar IgG dalam masing-masing tiap kadar sampel yang ditetapkan.

3.3.3 LINIERITAS DAN RENTANG

Untuk uji linieritas dan rentang, dibuat kurva baku dari satu seri larutan standar bovine IgG (125ng/ml). Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/m l; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml. Kalibrasi kurva baku dengan melakukan replikasi sejumlah 7 kali untuk tiap konsentrasi baku dan dihitung nilai r. Linieritas memenuhi syarat jika r hitung 0,95.

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l larutan baku ke dalam sumuran (dilakukan duplo), dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku. Berdasarkan densitas optik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva baku selanjutnya dihitung kadar IgG dalam masing-masing tiap kadar sampel yang ditetapkan.

3.3.4 PENETAPAN LIMIT DETEKSI DAN LIMIT KUANTITASI

Penetapan limit deteksi dan limit kuantitasi dilakukan dengan cara membuat kurva baku dari seri larutan standar bovine IgG (125ng/ml). Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar bovine IgG

(125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/ml; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml, replikasi dilakukan sejumlah 7 kali dan dihitung SD. Kurva kalibrasi dibuat dengan konsentrasi sebagai absis dan absorbansi sebagai ordinat. Limit deteksi mempunyai nilai ekuivalen dengan rata-rata respon blanko plus 3 kali simpangan baku (SD), dan limit kuantitasi adalah rata-rata blanko plus 10 kali SD (Eurachem 2002).

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l larutan baku ke dalam sumuran (dilakukan duplo), dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku.

Selanjutnya dilakukan perhitungan uji keberulangan dan simpangan baku pada kadar larutan baku bovine IgG terendah. Limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung dari SD yang diperoleh, dimana konsentrasi ini mempunyai nilai lebih besar dari kadar terendah larutan baku bovine IgG

dan limit kuantitasi pada konsentrasi yang telah ditetapkan.

3.3.5 UJI PRESISI

Uji presisi dilakukan dengan membuat suatu kurva baku dari satu seri satu seri larutan standar bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent

pada konsentrasi 0-125 ng/ml dan pembuatan larutan sampel pada konsentrasi yang telah ditentukan (dari hasil optimasi kadar IgG dalam sampel susu bubuk skim). Penetapan dilakukan dengan replikasi 7 kali. Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar bovine IgG

(125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/ml; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml. Dibuat larutan stok

sampel susu bubuk skim dengan menimbang 15 mg susu bubuk skim (sampel dengan kadar IgG 150mg/ 15g) ke dalam labu volumetrik 10 ml, ditambahkan air suling hingga batas dan dikocok kuat hingga homogen. Larutan stok sampel diencerkan secara bertingkat dalam assay diluent

dengan perbandingan 1/10 hingga diperoleh pengenceran akhir 1/500. Larutan pengenceran diperoleh dengan cara memipet larutan stok sampel sejumlah 100 l dan ditambahkan 900 l assay diluents, dan pengenceran selanjutnya dilakukan sama hingga diperoleh tingkat pengenceran akhir 1/500. Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l sampel ke dalam sumuran (dilakukan duplo), dan dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku.

Berdasarkan densitas optiik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva baku selanjutnya dihitung kadar IgG dalam masing-masing tiap kadar sampel yang ditetapkan. Perhitungan SD dan RSD dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

Berdasarkan densitas optiik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva baku selanjutnya dihitung kadar IgG dalam masing-masing sampel yang ditetapkan, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai rata ratanya, standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD). Keberterimaan uji keberulangan adalah RSD 20%.

3.3.6 UJI AKURASI

Pada penelitian ini dilakukan uji akurasi dengan membuat larutan rekoveri sampel yaitu mencampurkan larutan sampel 100% dengan larutan standar konsentrasi 31,25 ng/ml masing masing dengan kadar 50% dan dilakukan replikasi 9 kali. Dihitung rata rata dari hasil pengujian, simpangan baku dan % RSD. Keberterimaan uji akurasi untuk RSD adalah 15 % atau persen rekoveri adalah 85-115%. Kadar dari masing

masing larutan rekoveri merupakan kadar total, kadar IgG dalam sampel dan kadar IgG baku yang ditambahkan.

Seri larutan baku dibuat dengan mengencerkan larutan standar

bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent pada kadar: 125 ng/ml; 62.5 ng/ml; 31.25 ng/ml; 15.6 ng/ml; 7.8 ng/ml; dan 0 ng/ml. Dibuat larutan stok sampel susu bubuk skim dengan menimbang 15 mg susu bubuk skim (sampel dengan kadar IgG 150mg/ 15g) dan dimasukkan ke dalam labu volumetrik 10 ml, ditambahkan air suling hingga batas dan dikocok kuat hingga homogen. Larutan stok sampel diencerkan secara bertingkat dalam

assay diluent hingga diperoleh pengenceran akhir 1/100. Dari masing masing larutan baku kadar 31.25 ng/ml dan larutan sampel pada pengenceran 1/100 dipipet sejumlah volume sama ke dalam tabung dan campuran ini digunakan sebagai larutan sampel untuk pengujian selanjutnya.

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l sampel ke dalam sumuran (dilakukan duplo), selanjutnya dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku.

Berdasarkan densitas optik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva kalibrasi baku selanjutnya dihitung jumlah total bovine IgG, baku

bovine IgG dan dari sampel, persen rekoveri dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Rekoveri (%) = kadar IgG total – kadar IgG sampel x 100% Kadar baku

Akurasi diterima bila memenuhi kriteria kebertrimaan persen rekoveri yang diperoleh pada rentang 85–115 %.

3.3.7 SPESIFISITAS

Pada penetapan uji spesifisitas digunakan sampel matriks susu bubuk skim yang diklaim tidak mengandung IgG dan komposisi sampel tertera pada Lampiran 1. Kurva baku dibuat terlebih dahulu dari satu seri larutan standar bovine IgG (125ng/ml) dengan assay diluent pada konsentrasi 0:125 ng/ml. Suspensi matriks sampel dari susu bubuk skim yang tidak mengandung IgG dan sampel susu bubuk skim yang mengandung IgG dibuat larutan stok dengan kadar sampel 1,5mg/mL dalam air suling. Pengenceran larutan sampel stok dilakukan secara bertingkat dalam assay diluent dengan perbandingan 1/10 hingga diperoleh pengenceran sebagai berikut: (A)1/10; (B) 1/100; (C) 1/500. (D) 1/1000. Larutan npengenceran diperoleh dengan cara memipet larutan stok sampel sejumlah 100 l dan ditambahkan 900 l assay diluents, dan pengenceran selanjutnya dilakukan sama hingga diperoleh tingkat pengenceran akhir 1/1000.

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l sampel dan 200 l larutan baku ke dalam sumuran dan dilakukan duplo, selanjutnya dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku.

Perhitungan kadar dilakukan menggunakan kurva kalibrasi, kadar rata-rata dan SD dari masing-masing uji spesifisitas dihitung. Metode dikatakan spesifik bila pada larutan matriks sampel tanpa IgG terlihat densitas optik pada konsentrasi 1/100 sd 1/1000 menunjukkan nilai dibawah 0.200 atau nilai yang hampir sama dengan konsentrasi 0 ng/ml larutan baku di atas memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna. Sedangkan densitas optik pada larutan sampel yang mengandung IgG menunjukkan hasil yang positif atau lebih besar dari 0,200 pada tingkat pengenceran yang terendah (Zeptometrix 2010).

3.3.7 PENETAPAN KADAR IgG PADA SUSU BUBUK SKIM DENGAN KADAR BERVARIASI

Penetapan kadar IgG pada susu bubuk skim dengan dengan kadar selain 150 mg/15g adalah susu bubuk skim dengan kadar 180 mg/15g serta 200 mg/15g, penetapan dilakukan sama seperti prosedur uji presisi, dengan membuat suatu kurva baku dari satu seri larutan standar dan pembuatan larutan sampel susu bubuk skim dan dilakukan replikasi tujuh kali. Hasil pengujian sampel dibuat rata rata dan dihitung simpangan baku dan % RSD. Dari hasil perhitungan dapat diperoleh hasil uji dan ditentukan nilai rata-rata, standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD). Keberterimaan uji keberulangan adalah RSD 20% (Chan 2004). Larutan stok sampel dengan kadar 1,5 mg/mL diencerkan secara bertingkat dalam assay diluent dengan perbandingan 1/10 hingga diperoleh pengenceran akhir 1/500. Larutan pengenceran diperoleh dengan cara memipet larutan stok sampel sejumlah 100 l dan ditambahkan 900 l assay diluents (pengenceran 1/10)). Pengenceran selanjutnya dilakukan sama hingga diperoleh tingkat pengenceran akhir 1/5000.

Microplate disiapkan dan kemudian dipipet 200 l sampel ke dalam sumuran (dilakukan duplo), dan dilakukan prosedur ELISA sama seperti yang tertera pada 3.3.1 pada pembuatan kurva dan kalibrasi kurva baku.

Berdasarkan densitas optiik yang diperoleh, dengan menggunakan kurva baku selanjutnya dihitung kadar IgG dalam masing-masing sampel yang ditetapkan. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai rata ratanya, standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD). Keberterimaan uji keberulangan adalah RSD 20%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode analisis dan uji coba dilakukan terhadap susu bubuk skim lain dengan kadar IgG yang bervariasi.

4.1 Kurva baku dan kadar optimum kadar IgG dalam dalam sampel susu bubuk

4.1.1 Kurva baku dan Kalibrasi kurva baku

Pada tahap pertama uji pendahuluan pada validasi metode analisis ELISA sebagai pengukuran kuantitatif memerlukan kurva baku, kurva baku yang digunakan pada validasi metode harus dikalibrasi atau distandardisasi terlebih dahulu karena kurva baku merupakan suatu fungsi dari rentang nilai analisis, yang akan berhubungan dengan respon analat (Chan 2004). Kurva baku yang valid diperoleh bila larutan baku bovine IgG menunjukkan nilai r

0,95.

Pengukuran densitas optik larutan baku bovine IgG tercantum dalam lampiran 2 dan densitas optik (OD) larutan baku

bovine IgG tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Densitas optik (OD) larutan baku bovine IgG

Kadar baku IgG (ng/mL) Densitas optik (OD) 125 1,82 ±0,006 62,5 1,17±0,004 31,2 0,66±0,000 15,6 0,37±0,000 7,8 0,21±0,000 0 0,08±0,000 a (Intersep) 0,07 b (Slope) 0,02 r (Koefisien korelasi) 0,99

Hasil evaluasi terhadap kurva baku menunjukkan koefisien korelasi (r) masih dalam nilai keberterimaan r 0,95, dimana nilai r perhitungan adalah 0.99 intersept= 0,07, slope=0,02. Nilai korelasi yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi larutan IgG yang diuji akan diikuti dengan kenaikan densitas optik (OD) yang sebanding pada rentang 0-125 ng/mL. Maka kurva baku dengan seri larutan baku IgG dengan kadar 0-125 ng/mL yang telah ditetapkan dapat digunakan untuk uji selanjutnya.

4.1.2 Kadar optimum IgG dalam sampel susu bubuk skim yang digunakan pada validasi

Evaluasi hasil analisis terhadap kadar optimum sampel susububuk

skim dengan pengenceran 1/10, 1/100, 1/500, dan 1/1000 larutan stok sampel dengan kadar 15 mg/10 mL, Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, maka diperoleh kadar optimum IgG dalam sampel A seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar optimum IgG dalam Sampel A Pengenceran sampel

(mg/mL)

Kadar IgG (ng/mL) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

Rata rata 1:10 40,73 36,21 38,30 38,42 1:100 19,66 19,74 20,88 20,01 1:500 12,33 13,02 12,99 12,78 1:1000 4,86 5,44 5,01 5,10

Evaluasi terhadap kadar IgG dalam sampel, maka diperoleh kadar tiap sampel untuk pengenceran tertinggi (1/10) sebesar 5,1 ng/mL dan pengenceran terendah (1/1000) dengan kadar 38,4 ng/mL, maka kandungan

IgG dalam larutan sampel terletak dalam rentang antara 5,1 ng/mL dan 38,4 ng/mL. Dari hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa pada pengenceran 1/10, memiliki kadar yang masih kecil karena kadar analat yang dimasukkan terlalu besar (pekat) sehingga tidak semua antigen dapat terikat oleh antibodi. Apabila dilihat pada pengenceran 1/100 dan 1/500 menunjukkan kadar yang hampir dekat yaitu 12,8 ng/mL dan 20,0 ng/mL IgG dalam sampel, sedangkan pengenceran dengan kadar 1/1000 terlihat sangat kecil 5,1 ng/mL.

Berdasarkan densitas optik yang dihasilkan dari beberapa kadar IgG pada optimasi percobaan dan dengan nilai yang diperoleh, maka dapat diambil suatu kondisi analisis yang paling optimum untuk analisis IgG dalam matriks susu bubuk skim. Dari kelima pengenceran sampel yang mengandung IgG maka kadar 1/500 memberikan hasil reaksi antigen-antibodi terbaik karena memberikan reaksi lebih baik dari pengenceran 1/1000, tetapi sedikit dibawah pengenceran 1/100. Selanjutnya karena pertimbangan ekonomis dan tidak terlalu jauh dengan penggunaan pengenceran 1/100, maka pengenceran sampel 1/500 dari larutan stok dengan kadar 12,8 ng/mL yang akan digunakan untuk validasi metode analisis.

4.2 Validasi metode analisis penetapan kadar imunoglobulin G

Tahap kedua adalah validasi metode analisis kadar imunoglobulin G (IgG) dalam susu bubuk skim menggunakan metode Sandwich ELISA. Pelaksanaan validasi dilakukan terhadap parameter, linieritas dan rentang, penetapan limit deteksi dan limit kuantitasi, uji presisi, uji akurasi, dan spesifisitas. Analisis dilakukan teradap susu bubuk skim yang beredar dengan kadar IgG yang berbeda yaitu sampel A: 150mg/15g, sampel B: 180mg/15g dan sampel C: 200mg/15g berdasarkan kadar yang tercantum pada label produk, dan terhadap sampel dilakukan uji keberulangan.

4.2.1 Linieritas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang kadar memiliki respon analat yang proporsional dengan kadar, secara langsung atau melalui transformasi matematika. Rentang adalah interval antara kadar analat terendah dan tertinggi. Linieritas kurva ditentukan dengan cara menghitung koefisien korelasi (r), linieritas memenuhi syarat bila r hitung 0,95. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, pembacaan densitas optik (OD) dan kadar larutan baku bovine IgG tercantum pada Tabel 6.

Dari hasil analisis densitas optik dan perhitungan kadar baku, diperoleh nilai r = 0,99 yang telah memenuhi kriteria keberterimaan nilai r 0,95 dan rentang kadar 7,7 ng/mL dan kadar 33,7 ng/mL pada densitas optik 0,2 sampai 0,8. sehingga dapat disimpulkan bahwa kurva baku

bovine IgG linier.

Tabel 6 . Densitas optik dan kadar larutan baku bovine IgG

Pengenceran baku IgG (ng/mL)

OD Kadar baku IgG

(ng/mL) 125 2,08 94,08 62,5 1,39 61,13 31,25 0,82 33,73 15,6 0,44 15,82 7,8 0,26 7,47 0 0,08 -1,29 a (intersep) 0,11 b (slope) 0,02 r (Koef korelasi) 0,99

4.2.2 Limit deteksi dan limit kuantitasi

Limit deteksi (LOD) adalah kadar terendah dari analat dalam sampel yang dapat terdeteksi, akan tetapi tidak perlu terkuantisasi, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit kuantitasi (LOQ) adalah kadar terendah dari analat yang dapat ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima, dibawah kondisi pengujian yang disepakati. Limit deteksi merupakan hal yang penting karena akan menyebabkan penggunaan kadar yang tidak tepat pada saat melakukan validasi metode (Chan 2004). Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 6 digunakan sebagai kurva baku, hasil uji keberulangan dan simpangan baku (SD) larutan bovine IgG pada kadar terendah (5,7 ng/mL) tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Densitas optik (OD) dan konsentrasi larutan baku bovine IgG

Konsentrasi baku IgG (ng/mL)

Densitas optik (OD)

Konsentrasi baku IgG (ng/mL) 125 1,82 119,36 62,5 1,17 72,93 31,25 0,66 36,5 15,6 0,37 15,78 7,8 0,21 5,37 0 0,07 0,00 a (Intersep) 0,07 b (Slope) 0,02 r (Koefisien korelasi) 0,99

Tabel 8 Uji keberulangan larutan baku bovine IgG pada kadar 5,37 ng/mL

Dari hasil perhitungan keberulangan larutan baku bovine IgG dengan kadar 5,7 ng/mL dan perhitungan simpangan baku maka diperoleh limit deteksi sebesar 0,93 ng/mL dan limit kuantitasi sebesar 3,1 ng/mL. Dimana kadar ini mempunyai nilai lebih kecil dari kadar terendah larutan baku bovine IgG 7,5 ng/mL dan kadar optimum yang digunakan untuk validasi yaitu 12,8 ng/mL.

4.2.3 Presisi

Presisi adalah adalah tingkat kesamaan antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang dari suatu sampel homogenat, presisi suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari suatu seri pengukuran. Presisi suatu metode ELISA akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20% (Chan 2004). Pada percobaan ini dilaksanakan pengujian terhadap sampel yang diklaim mengandung IgG 150 mg /15g. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 3 digunakan sebagai kurva baku, dan data hasil uji presisi pada sampel A dapat dilihat pada Tabel 9.

Pengulangan Kadar IgG

(ng) (x-x) (x-x) 2 1 4,75 -0,62 0,38 2 5,73 0,36 0,13 3 5,39 0,02 0,00 4 5,50 0,13 0,02 5 5,24 -0,13 0,02 6 5,56 0,20 0,04 7 5,45 0,08 0,01 JumLah 37,62 0,59 Rata-rata 5,37 0,08 SD 0,31

Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai RSD untuk sampel susu bubuk skim A adalah 3,87% untuk repitibilitas dan kriteria RSD 20%, sehingga hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon.

Tabel 9. Uji presisi pada Sampel A Pengulangan Kadar IgG

(ng/mL) (x-x) (x-x) 2 1 36,07 1,97 3,88 2 32,19 1,95 3,80 3 33,07 1,07 1,14 4 34,98 0,84 0,71 5 33,82 0,32 0,10 6 34,98 0,84 0,71 7 33,82 0,32 1,10 Jumlah 238,97 8.13 10,44 Rata-rata (x) 34,14 SD 1,32 RSD (%) 3,87

4.2.4 Akurasi dengan Uji Rekoveri

Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analat, atau kedekatan hasil uji yang diperoleh atau menggunakan metode yang sedang divalidasi dengan nilai sebenarnya yang terdapat dalam sampel. Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali (persen rekoveri).

Uji akurasi harus memenuhi keberterimaan RSD 15% atau persen rekoveri 85-115% (Chan 2004). Pada penelitian ini uji akurasi dilakukan dengan tingkat kadar 100% dan menggunakan spike larutan baku dan larutan sampel masing masing 50%, pengujian dilakukan 9 replikasi. Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 3 digunakan sebagai kurva baku, dan data hasil uji akurasi dengan uji rekoveri tercantum pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Akurasi dengan Uji Rekoveri Pengu langan

Dens.

Optik

(OD)

Kons. IgG total (ng/mL) Kons. IgG baku (ng/mL) Bobot sampel (mg) Kons IgG sampel (ng/mL) % Reko veri 1

0,64

38,19 15,6 14,66 18,04 129,00 2

0,64

38,42 15,6 14,23 18,54 127,00 3

0,63

37,31 15,6 15,72 17,86 124,00 4

0,61

35,81 15,6 15,13 17,67 116,28 5

0,62

36,38 15,6 14,98 17,56 120,64 6

0,56

32,15 15,6 15,62 18,89 85,00 7

0,57

32,69 15,6 16,08 18,79 89,49 8

0,64

38,31 15,6 14,73 20,24 115,83 9

0,59

34,13 15,6 15,09 19,48 93,91 Jumlah 1001,15 Rata rata 111,24

Evaluasi hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai persen rekoveri 111,24% yang memenuhi kriteria keberterimaan persen rekoveri yang terletak antara 85-115%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon.

4.2.4 Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/ mengukur analat secara cermat dan seksama dengan adanya analat asing/bahan/matriks lain, matriks yang merupakan sampel blanko tanpa analat dan kemungkinan dapat mengandung analat lain yang dapat mempengaruhi/mengganggu penetapan yang dicari. Sehingga perlu diketahui apakah metode yang akan digunakan spesifik untuk analisis analat dan analat lain yang tidak diinginkan tidak mengganggu/ mempengaruhi hasil analisis (Chan 2004).

Dari hasil penetapan sampel matriks tanpa IgG (IgG negatif) dan

Dokumen terkait