• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LITERATUR

2.1 Kajian Teor

2.1.3 Metode Role Playing

Metode role playing berkaitan erat dengan teori konstruktivisme, untuk membahas kaitan metode role playing dan teori konstruktivisme dapat dilihat dari pembahasan 2.1.3.1 tentang teori konstuktivisme.

2.1.3.1Konstruktivisme

Suyono dan Hariyanto (2011:105) mengungkapkan bahwa konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi presmis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Konstruktivisme melandasi pemikiran bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif seseorang. Konstruktivisme erat kaitanya dengan pembelajaran penemuan. Seperti yang diungkapkan oleh Bergstorm dan O’brien; Wilxoc (dalam Salvin, 2011:8) dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep- konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka menemukan sendiri prinsip-prinsip.

Bruner (dalam Salvin, 2011:72) berkata “kita mengajarkan mata pelajaran bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tersebut, melainkan lebih-lebih untuk mengupayakan siswa berpikir, bagi diri sendiri, mempertimbangkan persoalan seperti dilakukan sejarawan, mengambil bagiann dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui adalah proses bukan produk”. Begitu halnya dalam pembelajaran menggunakan metode role playing siswa diharapkan memperoleh pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan perannya dalam pembelajaran. Children seem to develop the ability to engage in fantasy play by themselves independent of education environments (Moyles, 2010:110).

2.1.3.2Role Playing 2.1.3.2.1 Pengertian

Role Playing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu role dan playing. Role berarti peran atau tugas dan playing berarti bermain, jadi role playing dapat diartikan sebagai bermain peran. Dalam kamus terjemahan Inggris-Indonesia kata role play juga menunjukan pengertian yang sama dengan drama. Drama berarti seni drama atau pertunjukan drama atau sandiwara. Hal ini juga sependapat dengan Kakita ( dalam Haruyama, 2008:32) yang mengatakan “role play as a teaching method has many points in common with dramatization, such as aims and procedures. He indicates, therefore, that it is preferable if teachers use the two synthetically”. Dari

kutipan Kakita kita dapat mengetahui bahwa drama dan role play mempunyai persamaan seperti tujuan dan prosedurnya.

Menurut Sujadi (2012:81) Role playing adalah situasi atau suatu masalah yang diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karakter/sifat-sifat orang-orang, kemudiaan diikuti oleh diskusi tentang masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk memecahkan suatu masalah dan agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain. Sejalan dengan pendapat tersebut Uno (2007:328) mengungkapkan bahwa role playing merupakan sebuah metode pembelajaran yang berasal dari pendidikan individu maupun sosial. Metode ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Sedangkan menurut Pasaribu dan Simandjuntak (1983:24) mengemukakan bahwa role playing adalah suatu tiruan yang bersifat drama yang dilakonkan oleh dua orang atau lebih yang memiliki peranan yang berbeda-beda dalam suatu keadaan tertentu.

Dari pengertian-pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa role playing adalah suatu cara atau media seni yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi atau permasalahan sosial yang dapat digunakan menjadi suatu media pembelajaran. Cara siswa memperoleh informasi yang diperlukan dengan membayangkan diri sendiri sebagai orang lain, dan diatur dalam suatu keadaan tertentu.

2.1.3.2.2 Langkah-langkah dalam role playing

Menurut Shaftel (dalam Uno, 2007) bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah yaitu:

a. Memanaskan suasana kelompok

Pada langkah pertama ini guru bisa memberikan cerita-cerita yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial di sekitar siswa. Keuntungan dari memberikan cerita ini adalah sifatnya yang dramatis dan langkah awal yang relatif mudah untuk dilakukan. Bagian terakhir dari pemanasan kelompok ini adalah mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir dan memperkirakan akhir dari cerita.

b. Memilih partisipan

Langkah kedua adalah memilih partisipan, guru dan siswa menggambarkan karakter yang berbeda-beda, seperti apa perannya dan apa yang mungkin dilakukan. Selanjutnya siswa secara sukarela mengajukan diri sebagai pemain atau bisa juga dipilih oleh guru.

c. Mengatur setting tempat kejadian

Setting disusun berdasarkan cerita yang akan dilakukan. Dalam hal ini guru bisa membantu untuk mempersiapkan hal-hal yang sulit untuk dilakukan oleh siswa.

d. Menyiapkan peneliti

Dalam langkah ini Shaftel menyarankan agar peneliti ikut berpartisipasi dalam role playing. Tujuannya adalah supaya peneliti bisa melihat aktivitas serta menggambarkan pola pikir dan keadaan yang ada.

e. Pemeranan

Langkah selanjutnya adalah pemeranan dalam langkah ini pemain akan memerankan sesuai dengan karakternya masing-masing. Permainan akan lebih bagus apabila pemain dapat berimprofisasi saat memerankan karakternya.

f. Diskusi dan evaluasi

Dalam diskusi ini siswa akan menganalisis tentang isi dan alur cerita. Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa lain mengenai penampilannya dan penafsiran cerita dari siswa dalam kelas.

g. Memerankan kembali

Kegiatan ini mungkin akan cukup menyita waktu, siswa dan guru bisa saling berbagi informasi berbagai penafsiran baru tentang peran. Selanjutnya akan dipilih kembali siswa-siswa lain untuk memmerankan tokoh tersebut.

h. Berdiskusi dan mengevaluasi

Dalam diskusi dan evaluasi yang kedua ini siswa dan guru akan melihat dan berdialog tentang penampilan yang kedua. Dari penampilan tersebut

akan disimpulkan juga terdapat perbedaan atau tidak dari penampilan pertama.

i. Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman

Pada tahap ini siswa akan berbagi pengalaman satu sama lain. Mungkin tidak semua siswa berkesempatan menjadi pemain dan tidak semua siswa berperan dalam mempersiapkan pementasan, jadi akan terjadi tukar informasi tentang pengalaman masing-masing. Guru juga bisa memberikan kesimpulan atas pembelajaran tersebut.

2.1.4 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.1.4.1Pengertian

Ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu (Sardjiyo, 2011:32).

Menurut Somantri (dalam Sapriya, 2009) Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

2.1.4.2Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa. Selain itu IPS juga bermanfaat untuk

mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya. Dan untuk kedepannya menjadi bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Etin, 2007:15)

2.1.4.3Manfaat IPS

Menurut Sardjiyo (2011), manfaat yang diperoleh siswa setelah mempelajari IPS antara lain sebagai berikut:

1. Pengalaman langsung apabila guru IPS memanfaatkan lingkungan alam sekitar sebagai sumber belajar.

2. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

3. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat.

4. Kemampuan mengembangkan pengetahuan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta mempersiapkan diri untuk terjun sebagai anggota masyarakat.

2.1.5 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

2.1.5.1Pengertian

Menurut Suharsimi (dalam Daryanto, 2007) Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang- orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kuatilas dalam berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaanya berbentuk rangkaian periode/siklus

kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama.

Penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri (Rochiati, 2007:11) sedangkan menurut Mulyasa (2009:11) Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan.

Menurut Kusumah dan Dwitagama (2009: 19-24) ada beberapa desain dalam PTK diantaranya :

1) Model Kurt Lewin

Konsep Pokok penelitian tindakan dengan model Kurt Lewin terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan, keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus. Komponen-komponen tersebut yaitu:

a) Perencanaan

Perencanaan adalah pengembangan rencana tindakan yang secara kritis untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. Rencana PTK disusun berdasarkan pengamatan awal yang reflektif, hasil pengamatan tersebut dicatat kemudian catatan tersebut dicermati bersama untuk melihat masalah-masalah yang ada dan aspek apa yang perlu ditingkatkan dalam proses belajar mengajar.

b) Tindakan

Tindakan dalam PTK adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana. Tindakan yang dilakukan haruslah tindakan yang terencana.

c) Pengamatan

Pengamatan atau observasi dalam PTK adalah kegiatan pengumpulan data yang berupa proses perubahan kinerja proses belajar mengajar. Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait.

d) Refleksi

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi memiliki aspek evaluatif reflektif meminta peneliti PTK untuk menimbang-nimbang.

2) Model Kemmis & MC Taggart

Siklus diartikan sebagai putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Kemmis & MC Taggart menggambarkan bahwa pada penelitian tindakan tedapat 2 siklus, akan tetapi dalam pelaksanaannya jumlah siklus sangat bergantung kepada permasalahan yang perlu diselesaikan.

3) Model John Illiot

John Illiot berpendapat bahwa di dalam satu tindakan terdiri dari beberapa langkah tindakan. Yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2, dan

langkah tindakan 3. Adanya langkah-langkah untuk setiap tindakan ini dengan dasar pemikiran bahwa di dalam mata pelajaran terdiri dari berbagai pokok bahasan dan setiap pokok bahasan terdiri dari beberapa materi, yang tidak dapat diselesaikan dalam sekali waktu. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan satu pokok bahasan tertentu diperlukan beberapa kali tindakan yang terealisasi dalam kegiatan belajar mengajar.

4) Model Hopkins

Menurut Hopkins langkah PTK terdiri dari: ambil start, audit, perencanaan konstruksi, perencanaan tindakan target, tugas, kriteria keberhasilan, implementasi, evaluasi, menopang komitmen, cek kemajuan, mengatasi masalah, cek hasil, pengambilan stok, pelaporan. 5) Model MC Kernan

Menurut MC Kernan ada tujuh langkah yang harus dicermati dalam PTK: a) Analisis situasi/kenal medan

b) Perumusan dan klarifikasi permasalahan c) Hipotesis tindakan

d) Perencanaan tindakan

e) Penerapan tindakan dengan monitoringnya f) Evaluasi hasil tindakan

Dokumen terkait