Daerah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah DAS Konaweha Hulu di Provinsi Sulawesi Tenggara yang mempunyai outlet di Desa Auwa Jaya, Kecamatan Asinua, Kabupaten Konawe. DAS Konaweha Hulu ini termasuk dalam dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kolaka dan Konawe. Luas daerah tangkapan air DAS tersebut adalah 2788 km2 dan panjang sungai dari daerah hulu ke outlet adalah 127 km (Kementerian Pekerjaan Umum 2010). Sub DAS ini mempunyai peran penting di masa yang akan datang yaitu sebagai penyedia air pada Bendungan Pelosika yang rencananya akan dibangun di wilayah tersebut (Gambar 5).
Gambar 5 Lokasi penelitian di DAS Konaweha Hulu (Sumber: hasil deliniasi citra)
Terdapat dua isu utama yang berkaitan dengan DAS Konaweha Hulu tersebut. Isu yang pertama berkaitan dengan proyek pembangunan Bendungan Pelosika. Menurut rencana Bendungan Pelosika yang memiliki luas 106.3 km2
11 tersebut akan dibangun dengan menenggelamkan sekitar 14 desa yang ada di tiga Kecamatan (Kecamatan Asinua, Latoma dan Uluiwoi) pada dua kabupaten (Konawe dan Kolaka). Tujuan dari pembangunan Bendungan Pelosika tersebut adalah untuk irigasi, penanggulangan banjir dan PLTA (Kementerian Pekerjaan Umum 2010).
Metode Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini dapat diringkas menjadi tiga tahapan, yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik iklim dan hidrologi DAS Konaweha Hulu; (2) mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV dengan data-data yang ada; dan (3) mensimulasikan dampak perubahan tutupan lahan dan iklim saat ini dan masa mendatang dengan model hidrologi. Gambar 6 menyajikan diagram alir penelitian.
12
Identifikasi Karakteristik Hidrologi, Iklim dan Perubahan Tutupan Lahan DAS Konaweha Hulu
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang didapat dari citra satelit maupun dikumpulkan dari instansi-instansi yang terkait dengan area penelitian. Tabel 2 menunjukan informasi mengenai data iklim, hidrologi dan spasial yang digunakan dalam penelitian ini.
Tujuan dari identifikasi karakteristik hidrologi, iklim dan perubahan tutupan lahan adalah untuk mempersiapkan data-data sebagai masukan untuk Model GenRiver dan HBV. Karakter iklim diperoleh dari stasiun-stasiun klimatologi dan curah hujan yang berada di dalam DAS Konaweha. Identifikasi karakter hidrologi dan perubahan tutupan lahan diperoleh dari hasil deliniasi citra satelit.
Tabel 2 Data iklim, hidrologi dan spasial yang digunakan dalam penelitian ini
Data Sumber Periode Tahun
Curah hujan Stasiun Mowewea) harian 2001-2006, 2008-2010 Stasiun Abukia) harian 2001, 2006-2007, 2009-2010 Model pembangkit
curah hujan
harian 1990-2000, 2007 Evaporasi
potensial
Stasiun Andowenggaa) bulanan 2000-2004 Debit Stasiun Amesiua) harian 2010
DEM CSI – CGIAR
Peta sungai Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK)
Peta tanah Repprot Peta tutupan lahan World Agroforestry Centre (ICRAF) 4 periode tahun 1990, 1000, 2005 dan 2010 a = diperoleh dari Balai Wilayah Sungai IV, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Karakeristik Iklim
Data-data iklim berupa curah hujan, suhu dan evaporasi potensial diperoleh dari stasiun-stasiun curah hujan dan klimatologi yang terdapat di dalam DAS Konaweha. Data iklim utama yang dapat menggambarkan karakteristik iklim dan sebagai input utama model hidrologi antara lain data curah hujan wilayah, evapotranspirasi potensial dan suhu.
Curah hujan wilayah didefinisikan sebagai besarnya curah hujan yang jatuh pada suatu wilayah. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk mengkonversi besarnya curah hujan dari suatu titik pengamatan menjadi curah hujan yang terdistribusi secara spasial pada suatu area. Metode penentuan curah hujan wilayah ini menjadi penting jika besarnya curah hujan dipengaruhi secara positif oleh ketinggian ketinggian (Davie 2008). Namun jika sebaran curah hujan tidak dipengaruhi oleh ketinggian maka curah hujan wilayah dalam penelitian ini diambil dari data curah hujan di satu stasiun penakar curah hujan yang paling dekat dengan lokasi penelitian.
13 Selain menggunakan data curah hujan yang berasal dari stasiun-stasiun pengamatan, sebagian data curah hujan harian juga dibangkitkan menggunakan Model Pembangkit Curah Hujan (Rainfall Simulator Model). Prinsip model pembangkit curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan prinsip rantai Markov (Markov chain), dimana hujan hari ini ditentukan berdasarkan kondisi hari sebelumnya. Terdapat dua tahapan dalam model pembangkit curah hujan. Tahap pertama adalah menentukan apakah hari ini hujan atau tidak berdasarkan kondisi hari sebelumnya. Tahap kedua, jika hari ini hujan maka akan ditentukan besarnya curah hujan.
Sedangkan data evapotranspirasi potensial dihitung berdasarkan data suhu dengan menggunakan Metode Thornthwaite (persamaan 22-25).
dengan t = rata-rata suhu perbulan (oC).
Mengkalibrasi Model GenRiver dan Model HBV Atas Dasar Data Pengamatan
Perubahan Tutupan Lahan, Jenis Tanah dan Karakteristik Sungai
Data sebaran tutupan lahan dan jenis tanah yang didapat dari citra, diolah menjadi matriks perubahan tutupan lahan dan matriks sebaran tanah, dan dipetakan dengan bantuan Software ArcGIS 9.3. Data yang dihasilkan adalah berupa matriks luas area jenis-jenis tutupan lahan dan tanah untuk masing-masing sub Das.
Jenis input lain yang harus dipersiapkan adalah matriks jaringan sungai. Jaringan sungai yang dimaksud pada bagian ini antara lain panjang rute sungai (routing distance) yang diukur dari pusat sub-DAS ke titik pengukuran akhir (final outlet). Perhitungan panjang rute sungai ini diperoleh dari proses deliniasi dari citra dengan menggunakan ArcGIS 9.3.
Terdapat dua jenis kalibrasi dan verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini. Kalibrasi pertama adalah kalibrasi yang dilakukan antara Model GenRiver dengan data-data pengamatan. Sedangkan kalibrasi kedua adalah perbandingan antara Model GenRiver dengan Model HBV.
Kalibrasi merupakan suatu proses penentuan nilai parameter dari karakteristik DAS dalam model yang tidak dapat diukur (Kobolt, 2008). Tujuan dari kalibrasi adalah untuk menentukan nilai sekelompok parameter, sehingga hasil simulasi debit oleh model mendekati nilai debit yang sebenarnya (Kobold, Kalibrasi dan verifikasi Model GenRiver dan HBV dangan data-data
14
2008). Salah satu indikator statistik yang umum digunakan untuk mengukur seberapa dekat debit hasil simulasi dengan debit pengukuran adalah dengan menggunakan Nilai efisiensi Nash-Sutcliff (NSE) (Moriasi 2007).
Nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NSE) menyatakan seberapa tepat perbandingan antara debit hasil simulasi dengan debit pengamatan (Moriasi 2007). Persamaan (26) merupakan persamaan perhitungan NSE.
dengan, adalah debit pengamatan pada hari ke-i, adalah debit hasil simulasi model hari ke-i, adalah rata-rata debit pengamatan dan n adalah banyaknya hari pengamatan (Moriasi 2007). Sebaran nilai NSE adalah , di mana nilai 1 berarti cocok secara sempurna. Tabel 3 menunjukkan kriteria penilaian kinerja model berdasarkan nilai NSE.
Tabel 3 Kriteria penilaian performa model berdasarkan nilai NSE (Moriasi 2007)
Nilai NSE Kriteria Penilaian
Sangat baik Baik Cukup Buruk
Indikator lain yang digunakan untuk menilai kemampuan model adalah berdasarkan persentase relative error (r) antara debit hasil simulasi dan debit pengukuran (persamaan 27). Semakin kecil bias yang diperoleh maka debit simulasi semakin mendekati debit hasil pengukurannya.
Perbandingan Kinerja Model GenRiver dan Model HBV
Perbandingan kinerja Model GenRiver dan Model HBV dilakukan untuk melihat apakah perlu adanya pengembangan GenRiver dalam segi perhitungan neraca air didalamnya. Model HBV dipilih sebagai pembanding karena dibangun berdasarkan persamaan-persamaan empiris sederhana namun dapat menggambarkan neraca air dengan baik.
Indikator yang digunakan perbandingan kinerja antara Model GenRiver dan Model HBV adalah nilai NSE. Jika dalam proses kalibrasi antara Model GenRiver dan Model HBV didapat nilai NSE Model HBV lebih besar dari 0.1 (terdapat perbedaan kriteria penilaian menurut Moriasi (2007)) dari pada Model GenRiver, maka akan dilakukan penyesuaian terhadap Model GenRiver.
15 Mensimulasikan Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini dan Masa Mendatang dengan Model Hidrologi
Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Saat Ini
Pengujian Dampak perubahan tutupan lahan dan iklim saat ini dilakukan atas dasar data-data yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan dan citra. Simulasi model hidrologi dilakukan berdasarkan 21 tahun data (1990-2010) dengan empat tahun transisi tutupan lahan (1990, 2000, 2005 dan 2010).
Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim Masa Mendatang
Pengujian dampak perubahan tutupan lahan dan iklim dimasa mendatang dilakukan berdasarkan skenario perubahan tutupan lahan dan iklim selama 21 tahun (2010-2030). Simulasi model hidrologi ini dilakukan dengan asumsi selama 21 tahun hanya iklim (curah hujan dan suhu) dan tutupan lahan yang berubah sedangkan faktor-faktor lain dianggap sama seperti keadaan saat ini. Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Hasil simulasi neraca air tahun 1990-2010 dengan Model GenRiver adalah untuk melihat sejarah ketersediaan air berdasarkan besarnya debit andalan. Selain hal tersebut, penelitian ini juga mensimulasikan neraca air akibat adanya perubahan tutupan lahan dua puluh satu tahun ke depan (2010-2030). Hal ini dilakukan untuk melihat ketersediaan air akibat adanya perubahan tutupan lahan yang mungkin terjadi selama 21 tahun mendatang.
Terdapat dua skenario perubahan tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini. Skenario pertama adalah Skenario A dimana tidak terdapat perubahan tutupan lahan selama 21 tahun mendatang (tutupan lahan tahun 2030=tutupan lahan tahun 2010). Skenario kedua adalah Skenario BAU (Business As Usual) yang disusun berdasarkan persentase perubahan tutupan lahan yang terjadi dari tahun 1990-2010 (persamaan 28).
Dengan. PTL adalah persentase perubahan tutupan lahan, Le adalah luas area tipe tutupan lahan tahun transisi terakhir (km2) dan La adalah luas area tipe tutupan lahan tahun transisi awal (km2).
Curah hujan tahun 2011-2030 yang digunakan untuk mensimulasikan neraca air untuk 21 tahun mendatang dibangkitkan menggunakan Model Pembangkit Curah Hujan (Rainfall Simulator Model). Data curah hujan harian hasil bangkitan dari Model Pembangkit Curah Hujan memiliki karakteristik yang sama dengan data curah hujan tahun 2001, 2002, 2005, 2006, 2009 dan 2010.
Skenario Perubahan Iklim
Terdapat dua jenis skenario perubahan iklim yang digunakan dalam penelitian ini. Skenario pertama merupakan skenario perubahan iklim SRES (Special Report on Emissin Scenario) A1F1 dan B1 yang dikeluarkan oleh IPCC (2007b) untuk wilayah Asia Tenggara (Tabel 4). Skenario kedua merupakan skenario perubahan iklim dengan perubahan besarnya intensitas curah hujan.
16
Pemilihan Skenario A1F1 karena merupakan skenario dengan emisi paling tinggi di mana tehnologi menggunakan bahan bakar fosil sangat intensif. Sebaliknya, Skenario B1 merupakan skenario dengan emisi terendah karena menggunakan tehnologi yang bersih dan efisien (IPCC 2007b).
Skenario perubahan iklim kedua dibangun berdasarkan perbedaan besarnya intensitas curah hujan. Dua skenario perubahan iklim berdasarkan intensitasnya yaitu dengan menggunakan intensitas I1=70 mm/jam dan I2=10 mm/jam dengan total curah hujan per tahunnya sama. Kedua nilai intensitas tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan 29.
(29) dengan, adalah intensitas rata-rata dan adalah standart deviasi.
Tabel 4 Skenario perubahan iklim tahun 2025 berdasarkan IPCC (2007b)
Bulan T ( o C) P(%) A1F1 Bi A1F1 B1 Desember-Januari-Februari 0.86 0.72 -1 1 Maret-April-Mei 0.92 0.8 0 0 Juni-Juli-Agustus 0.83 0.74 -1 0 September-Oktober-November 0.85 0.75 -2 0 Sumber: IPCC (2007b)
Selain mensimulasikan model hidrologi dengan masing-masing skenario perubahan tutupan lahan dan iklim, dilakukan juga simulasi dengan skenario gabungan antara perubahan tutupan lahan dan iklim (Tabel 5).
Skenario Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim
Tabel 5 Gabungan skenario perubahan iklim dan tutupan lahan
Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Aktual BAU
Skenario Perubahan
Iklim
A1F1 I=70 Aktual-A1F1-(I=70) BAU - A1F1-(I=70) I=10 Aktual-A1F1-(I=10) BAU - A1F1-(I=10) B1 I=70 Aktual-B1-(I=70) BAU - B1-(I=70)
I=10 Aktual-B1-(I=10) BAU - B1-(I=10)
I=intensitas curah hujan (mm/jam)
Parameter Dampak Perubahan Tutupan Lahan dan Iklim
Parameter yang digunakan untuk analisis dampak perubahan tutupan lahan dan iklim adalah besarnya debit yang masuk ke outlet DAS Konaweha Hulu (Bendungan Pelosika) berdasarkan neraca air. Komponen-komponen neraca air tersebut antara lain evapotranspirasi, debit, aliran permukaan (surface flow), aliran bawah permukaan (sub-surface flow) dan aliran dasar (groundwater flow).
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi DAS Konaweha Hulu Iklim
Karakteristik curah hujan DAS Konaweha berdasarkan data di lima stasiun memiliki rata-rata 1437 mm per tahun dengan bulan Maret-Mei sebagai bulan basah dan Agustus-Oktober sebagai bulan kering (Lampiran 2). Selain itu, stasiun curah hujan, klimatologi dan debit di DAS Konaweha hanya tersebar di bagian tengah dan hilir (Gambar 7).
Gambar 7 Sebaran lokasi stasiun klimatologi, curah hujan dan debit di DAS Konaweha
Berdasarkan data-data curah hujan yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan, terlihat bahwa tidak terdapat hubungan antara elevasi lokasi stasiun dengan curah hujan (total per tahun, harian, maksimum dan jumlah hari hujan) (Gambar 8). Hal ini berarti tidak terdapat tren perubahan curah hujan terhadap elevasi suatu lokasi. Oleh karena itu, curah hujan wilayah yang digunakan untuk mewakili DAS Konaweha Hulu menggunakan curah hujan yang berasal dari Stasiun Mowewe yang merupakan stasiun paling dekat dengan daerah tersebut.
18
Gambar 8 Hubungan antara elevasi lokasi stasiun curah hujan dengan total curah hujan tahunan, curah hujan maksimum, jumlah hari hujan dan curah hujan harian
Berdasarkan data pengamatan curah hujan di Stasiun Mowewe selama 10 tahun (2001-2011), total curah hujan per tahun antara 905-1732 mm. Bulan paling basah dan kering terjadi pada bulan Mei dan Oktober (Gambar 9) dengan rata curah hujan per hari hujan sebesar 19 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 65 hari per tahun.
19 Data evapotranspirasi potensial yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil turunan dari parameter suhu dengan menggunakan metode Thornthwaite (Gambar 10). Sedangkan data suhu dan evaporasi potensial bulanan merupakan hasil rataan aritmatika data harian tahun 1994-1997, 1999-2004 dan 2006 (Tabel 6).
Tabel 6 Rata-rata karakteristik iklim DAS Konaweha yang diambil dari Stasiun Andowengga selama 11 tahun
Bulan Evaporasi potensial (mm) Suhu (oC) Evapotranspirasi potensial*) (mm) Januari 115.5 25.2 113.4 Februari 105.0 25.7 122.0 Maret 124.7 24.9 110.1 April 108.8 24.9 109.9 Mei 108.4 25.5 117.9 Juni 106.2 25.5 118.5 Juli 100.2 26.0 127.2 Agustus 126.6 26.2 129.8 September 148.3 25.5 119.1 Oktober 158.5 24.7 106.1 Novovember 135.0 24.9 110.2 Desember 113.9 24.0 97.2
*) Dihitung dengan menggunakan persamaan Thornthwaite
Gambar 10 Perbandingan suhu bulanan dengan evapotranspirasi potensial yang dihitung menggunakan Persamaan Thornthwaite
20
Hidrologi
DAS Konaweha Hulu dapat dideliniasi menjadi sembilan area sub-DAS (Gambar 11). Pembagian tersebut adalah berdasarkan orde 2 dari jaringan sungai (anak sungai utama). Karakteristik hidrologi (luas area dan jarak dari titik pusat sub-DAS ke outlet) dari masing-masing sub-DAS ditunjukkan pada Tabel 7.
Gambar 11 Pembagian sub-DAS di daerah hulu DAS Konaweha
Tabel 7 Karakteristik jaringan sungai dari masing-masing sub-DAS
Sub-DAS Area (km2) Jarak Routing (km)
SD1 676.7 94 SD2 557.3 56.4 SD3 510.2 55.5 SD4 431.3 49.2 SD5 191.7 27.5 SD6 141.0 32.4 SD7 199.2 19.3 SD8 82.9 15 SD9 65.9 1.8 Total 2856.1
Tutupan Lahan dan Jenis Tanah
Hingga tahun 1990, tutupan lahan DAS Konaweha Hulu didominasi oleh area hutan primer sebesar 90%, hutan sekunder sebesar 7.5% dan sisanya berupa area agroforestri dan perkebunan (Tabel 8). Selama 21 tahun (1990-2010),
21 luas area hutan primer telah mengalami penurunan sebesar 22.7%. Sedangkan luas area hutan sekunder mengalami peningkatan sebesar 16.5% sebagai akibat pembukaan hutan primer. Area agroforestri dan perkebunan yang didominasi oleh coklat mengalami peningkatan sebesar 5.5% (Tabel 8). Peta tutupan lahan DAS Konaweha Hulu selama empat transisi waktu ditunjukkan oleh Gambar 12.
Gambar 12 Perubahan tutupan lahan DAS Konaweha Hulu
Tabel 8 Persentase masing-masing tipe tutupan lahan dan perubahannya di DAS Konaweha Hulu Tutupan lahan Area (%) Perubahan (%) 1990 2000 2005 2010 2000-1990 2005-2000 2010-2005 2010-1990 Hutan primer 90.0 87.2 78.9 67.3 -2.81 -8.30 -11.57 -22.69 Hutan sekunder1 4.6 6.6 13.2 20.2 1.98 6.59 7.08 15.65 Hutan sekunder2 2.9 3.1 3.6 3.6 0.25 0.50 -0.10 0.65 Lahan basah 0.0 0.0 0.0 0.0 -0.01 0.01 -0.01 -0.02 AF kelapa 0.1 0.3 0.4 0.2 0.18 0.05 -0.15 0.08 AF coklat 0.9 0.8 1.5 3.3 -0.09 0.76 1.80 2.46 Kebun campur 0.2 0.4 0.0 0.2 0.21 -0.32 0.15 0.05 Hutan pinus 0.0 0.0 0.1 0.5 0.00 0.05 0.46 0.51 Hutan jati 0.0 0.0 0.0 0.4 0.00 0.02 0.33 0.34
22 Kelapa3 0.2 0.2 0.1 0.0 0.02 -0.12 -0.05 -0.15 Coklat3 0.1 0.2 0.3 1.6 0.07 0.09 1.38 1.54 Kelapa sawit3 0.0 0.0 0.0 0.2 0.00 0.02 0.19 0.21 Jambu mete3 0.0 0.0 0.1 0.0 0.01 0.04 -0.03 0.01 Cengkeh3 0.1 0.2 0.5 0.4 0.10 0.35 -0.15 0.30 Belukar 0.4 0.3 0.5 0.5 -0.11 0.18 -0.05 0.02 Persawahan 0.1 0.2 0.2 0.2 0.10 -0.01 -0.03 0.06 Crop 0.0 0.0 0.0 0.1 -0.01 -0.03 0.09 0.06 Padang rumput 0.0 0.1 0.2 0.2 0.05 0.08 0.04 0.17 Lahan terbuka 0.1 0.2 0.1 0.2 0.01 -0.05 0.08 0.04 Pemukiman 0.1 0.2 0.3 0.8 0.07 0.08 0.54 0.70 Sebaran jenis tanah di DAS Konaweha Hulu didominasi oleh jenis tanah Inseptisols dan Mollisols serta sedikit jenis Enstisols (Tabel 9). Jenis tanah Inseptisols mendominasi sub-DAS (SD) 2-9, jenis tanah Mollisols terdapat pada SD 1, SD 2 dan SD 3, sedangkan di SD 9 terdapat sedikit jenis tanah Entisols. Tabel 9 Sebaran persentase jenis tanah pada masing-masing sub-DAS Konaweha
Hulu
Sub-DAS Entisols Inceptisols Mollisols
SD1 0.0 40.7 59.3 SD2 0.0 61.2 38.8 SD3 0.0 88.3 11.7 SD4 0.0 100.0 0.0 SD5 0.0 100.0 0.0 SD6 0.0 100.0 0.0 SD7 0.0 100.0 0.0 SD8 0.0 100.0 0.0 SD9 6.0 94.0 0.0
Kalibrasi dan Verifikasi Model
Kalibrasi dan verifikasi Model GenRiver dan HBV dilakukan dengan menggunakan data debit dan curah hujan di sub-DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu (anak sungai DAS Konaweha) tahun 2010 (Gambar 13). Pemilihan lokasi ini sebagai area kalibrasi dan verifikasi dikarenakan tidak ada stasiun debit di lokasi lain atau di sungai utama DAS Konaweha. Hasil uji konsistensi antara data curah hujan dan debit di stasiun curah hujan Abuki dan Stasiun debit Amesiu memperlihatkan adanya konsistesi kecuali ditengah tahun 2010 (Gambar 14a). Selain itu selisih antara curah hujan di Abuki dan debit di Amesiu (evapotranspirasi) tahun 2010 adalah sebesar 1519 mm mendekati evapotranspirasi potensialnya (1381 mm).
23
Gambar 13 Lokasi DAS penelitian (DAS Konaweha Hulu) dan DAS untuk kalibrasi model (DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu) di DAS Konaweha
Gambar 14 Hasil uji konsistensi antara kumulatif curah hujan dan kumulatif debit di Stasiun Abuki dan Amesiu tahun 2010 (a) dan 2011 (b) Proses kalibrasi Model GenRiver dilakukan dengan menggunakan data debit dan curah hujan setengah tahun pertama (Januari-Juni). Setelah proses kalibrasi selesai, maka dilanjutkan proses verifikasi dengan menggunakan data debit dan curah hujan pada setengah tahun kedua (Juli-Desember).
DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu
DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu mempunyai luas area 1094 km2 dengan panjang sungai hingga ke stasiun debit Amesiu adalah 72.3 km. Total curah hujan rata-rata setiap tahun adalah sebesar 1484 mm. Jenis tanah di DAS ini
24
didominasi oleh jenis tanah Inseptisols (62.7%), Ultisols (30.5%) dan sisanya adalah Entisols dan Mollisols.
Tutupan lahan di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu cukup bervariasi jika dibandingkan dengan DAS Konaweha Hulu. Jenis-jenis tutupan lahan di wilayah ini didominasi oleh hutan primer (46.8%) dan sekunder (25.5%) tahun 1990. Setelah 21 tahun (tahun 2010), luas area hutan primer mengalami penurunan menjadi 28.2% sedangkan hutan sekunder masih cenderung stabil. Area hutan ini banyak dikonversi menjadi agroforestri dan perkebunan coklat serta pemukiman (Gambar 15).
Gambar 15 Perubahan tutupan lahan DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu, keterangan: 1=kerapatan tinggi, 2=kerapatan rendah, AF=agroforestri
Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model GenRiver
Hasil kalibrasi Model GenRiver dengan nilai parameter seperti yang ditunjukan oleh Tabel 10 memperoleh nilai NSE sebesar 0.61% dan relative error sebesar 13.6%. Sedangkan hasil verifikasi model dengan menggunakan data tengah tahun kedua berdasarkan nilai-nilai parameter hasil dari proses kalibrasi juga memperoleh nilai NSE sebesar 0.66% dan relative error sebesar 13.7%. Menurut Moriasi (2007), nilai NSE tersebut telah memiliki kriteria bahwa model tersebut telah dapat diterima dan dapat digunakan untuk mensimulasikan debit DAS Konaweha. Grafik pada Gambar 16 yang merupakan hasil kalibrasi dan verifikasi model GenRiver menujukan bahwa Model GenRiver dapat menangkap pola dari debit DAS Konaweha.
25 Tabel 10 Nilai-nilai parameter hasil proses kalibrasi Model GenRiver
Nama Parameter Keterangan Nilai
RainInterceptDripRt Tingkat intersepsi tetesan curah hujan
10 mm RainMaxIntDripDur Durasi intersepsi tetesan curah hujan 0.3 jam InterceptEffectontrans Pengaruh intersepsi curah hujan
pada transpirasi
0.4 mm RainIntensMean Rata-rata intensitas curah hujan 40 mm/jam RainIntensCoefVar Koefisien variasi intensitas curah
hujan
0.3 MaxInfRate Kapasitas maksimum infiltrasi per
hari
800 mm/hari MaxInfSubsoil Kapasitas maksimum infiltrasi ke
sub-tanah per hari
250 mm/hari PerFracMultiplier Fraksi pelepasan air tanah per hari 0.13
MaxDynGrWatStore Kapasitas maksimum penyimpanan air tanah
300 mm GWReleaseFracConst Fraksi pelepasan aliran dasar 0.05
Tortuosity Faktor bentuk DAS 0.2
Dispersal Factor Kerapatan aliran 0.16
River Velocity Kecepatan aliran 0.3 m/detik
Gambar 16 Hidrograf (atas) dan kurva massa ganda (bawah) hasil kalibrasi dan verifikasi Model GenRiver
26
Hasil Kalibrasi dan Verifikasi Model HBV
Proses kalibrasi Model HBV dengan data-data pengukuran dilakukan dengan menggunakan perintah solver dalam Ms. Excel. Nilai NSE hasil kalibrasi Model HBV adalah sebesar 0.51 dengan relative error sebesar -12.5%. Parameter-parameter serta nilai hasil kalibrasi Model HBV ditunjukan oleh Tabel 11.
Tabel 11 Nilai parameter Model HBV hasil proses kalibrasi
Parameter Nilai Satuan
Kapasitas lapang 900 mm
Beta 34.2 -
Parameter model 0.3 -
Fraksi pelepasan aliran permukaan 0.001 - Ambang batas lever air di dalam tangki atas 20 mm Fraksi pelepasan aliran bawah permukaan 0.001 -
Fraksi pelepasan aliran dasar 0.06 -
Fraksi pelepasan secara vertikal (perkolasi) 0.02 -
Titik layu permanen 250 mm
Gambar 17 Hidrograf (atas) dan kurva massa ganda (bawah) hasil kalibrasi dan verifikasi Model HBV
27 Hasil verifikasi kemampuan model berdasarkan nilai-nilai parameter hasil kalibrasi didapat nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NSE) sebesar 0.68 dan relative error sebesar -10.8% (Gambar 17). Hal ini menunjukkan bahwa model telah dapat mensimulasikan debit yang mewakili DAS Konaweha dengan baik (berdasarkan kriteria NSE oleh Moriasi (2007)).
Perbandingan kinerja Model GenRiver dengan Model HBV
Perbandingan kinerja Model GenRiver dan HBV yang ditunjukan melalui nilai NSE memperlihatkan bahwa nilai NSE Model GenRiver lebih tinggi dari pada Model HBV pada proses kalibrasi, yaitu sebesar 0.1. Sedangkan pada proses verifikasi, hasil prediksi Model HBV mempunyai nilai NSE lebih tinggi 0.02 dari pada hasil prediksi Model GenRiver. Secara keseluruhan (prediksi untuk 1 tahun data tahun 2010), nilai NSE Model GenRiver dan HBV adalah 0.79 dan 0.77 (Tabel 12 dan Gambar 18). Hasil ini menunjukan bahwa Model GenRiver memiliki kinerja yang setara dengan Model HBV dalam memprediksi debit DAS Konaweha Hulu. Hal ini berarti Model GenRiver tidak perlu dilakukan penyesuaian terhadap Model HBV karena kedua model ini menggunakan prinsip kesetimbangan air dalam mensimulasikan neraca air.
Gambar 18 Perbandingan hidrograf (a) dan kurva massa ganda (b) hasil prediksi Model GenRiver (NSE=0.79) dan Model HBV (NSE=0.77) di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010
Selain di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu, perbandingan kinerja Model GenRiver dan HBV juga dilakukan di DAS Konaweha Hulu untuk melihat hasil prediksi debit dan tren perubahan neraca air dari kedua model tersebut (Tabel 13). Perbandingan rata-rata debit prediksi per bulan dan total debit prediksi per tahun ditunjukan oleh Gambar 18. Sedangkan perbandingan hasil simulasi masing-masing komponen neraca air di DAS Konaweha Hulu tahun 1990-2010 ditunjukan oleh Gambar 19.
28
Tabel 12 Berbandingan komponen neraca air hasil simulasi Model GenRiver dan HBV di DAS Lahumbuti Abuki-Amesiu tahun 2010
Komponen Neraca Air GenRiver HBV
Curah hujan (mm) 3285 3285
Evapotranspirasi (mm) 1132 1197
Debit di Stasiun Amesiu (mm) 1765 1765
Debit Simulasi (mm) 1807 1883
Air yang disimpan dalam tanah (mm) (soil water) 346 205
NSE 0.79 0.77
Relative error (%) 6.47 10.89 Aliran permukaan (mm) (surface flow) 1150 98 aliran bawah permukaan (mm) (sub-surface flow) 301 105 Aliran dasar (mm) (groundwater flow) 500 1680
Tabel 13 Perbandingan komponen neraca air hasil prediksi Model GenRiver dan HBV di DAS Konaweha Hulu tahun 2010
Komponen Neraca Air GenRiver HBV
Curah hujan (mm) 1732 1732
Evapotranspirasi (mm) 1117 1007
Debit Simulasi (mm) 437 661
Air yang disimpan dalam tanah (mm) (soil water) 178 64
Aliran permukaan (mm) (surface flow) 147 30
Aliran bawah permukaan (mm) (sub-surface flow) 6 37
Aliran dasar (mm) (groundwater flow) 339 595