• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN

3.4 Metodologi

3.4.1 Analisis RAPFISH

Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) dengan Multi-Dimensional Scaling (MDS) yaitu teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Dimensi dalam Rapfish menyangkut aspek keberlanjutan dari ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, dan etik. Dimensi dan atribut yang digunakan mengacu kepada Pitcher dan Preikshot (2001), dalam penelitian ini sedikit dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian dan kondisi lapangan (Tabel 9).

Prosedur analisis Rapfish dimulai dengan me-review atribut dan mendefinisikan/mengelompokkan perikanan yang akan dianalisis, penelitian ini mendefinisikan perikanan berdasarkan alat penangkap ikan di WPP Laut Arafura. Hal ini dilakukan dengan menganalisis alat tangkap yang dominan berdasarkan data sekunder. Tahap selanjutnya adalah skoring terhadap atribut yang diperoleh, yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan Rapfish. Setelah itu dilakukan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi

good dan bad. Selanjutnya, analisis Monte Carlo dan Leverage dilakukan untuk menentukan aspek ketidakpastian dan anomali dari atribut yang dianalisis. Proses ini dilakukan dengan bantuan Aplikasi MS Excel.

Tabel 9 Dimensi dan atribut dalam analisis RAPFISH

Dimensi No Atribut Kriteria

Ekologi 1 Status eksploitasi Under exploited s/d kolaps 2 Keragaman rekrutmen Nilai koefisien keragaman

3 Jarak migrasi Jumlah yurisdiksi terkait daur hidup 4 Tingkatan kolaps Pengurangan lokasi area tangkap 5 Ukuran ikan tangkapan Perubahan selama 5 tahun terakhir 6 Tangkapan pra-maturity Proporsi terhadap hasil tangkapan 7 Discarded by catch Proporsi terhadap target hasil tangkapan 8 Spesies tangkapan Jumlah spesies termasuk by-catch

Ekonomi 9 Kontribusi pada PNBP Rendah s/d tinggi

10 Gaji atau upah rata-rata Perbandingan gaji nelayan terhadap lain pekerja

11 Pembatasan masuk Open access s/d banyak 12 Sifat pemasaran Kuota s/d ’share

13 Pendapatan lain Penangkapan dilakukan sambilan s/d full- time

Tabel 9 (lanjutan)

Dimensi No Atribut Kriteria

15 Kepemilikan Profit perikanan terutama untuk lokal s/d asing

16 Pasar utama Lokal s/d asing 17 Subsidi Tidak ada s/d penuh 18 Konsumsi BBM Rendah s/d tinggi Sosial 19 Sosialisasi penangkapan Target sosialisasi

20 Pendatang baru Proporsi selama 10 tahun terakhir 21 Sektor penangkapan Proporsi RTP nelayan dalam komunitas 22 Pengetahuan lingkungan Tidak tahu s/d banyak mengetahui 23 Tingkat pendidikan Terhadap rata-rata penduduk

24 Status konflik Keberadaan konflik dengan perikanan/sektor lain

25 Keterlibatan tenaga kerja lokal Rendah s/d tinggi 26 Pengaruh nelayan Terhadap regulasi aktual

27 Pendapatan penangkapan Proporsi terhadap total pendapatan keluarga 28 Partisipasi keluarga Adanya anggota keluarga menjual atau

memproses hasil tangkapan Teknologi 29 Lama trip Rata-rata hari setiap trip

30 Tempat pendaratan (pelabuhan perikanan)

Penyebarannya

31 Pengolahan pra-jual Keberadaan pengolahan pra-jual 32 Penanganan di kapal Teknologi yang digunakan 33 Selektivitas alat tangkap Tingkat selektivitas dan upaya

peningkatannya 34 Penggunaan FADs (fish attracting

devices) Ada tidaknya FADs

35 Ukuran kapal Rata-rata panjang kapal

36 Perubahan daya tangkap Perubahan selama 5 tahun terakhir 37 Efek samping alat tangkap Tidak ada efek s/d efek merusak Etika 38 Keterpautan historis dan/atau

geografis Kedekatan dan keterkaitan

39 Pilihan perikanan Keberadaan pilihan kegiatan perikanan 40 Kesetaraan berkegiatan Pertimbangan basis tradisi atau historis 41 Ketepatan/keadilan pengelolaan Pola pengelolaan dengan keterlibatan

masyarakat

42 Mitigasi-Destruksi habitat Tingkat mitigasi dan destruksi 43 Mitigasi-deplesi ekosistem Tingkat mitigasi dan deplesi

44 Penangkapan yang melanggar aturan Keberadaan pelaggaran kegiatan perikanan 45 Buangan dan limbah Keberadan buangan/limbah

Sumber : Pitcher and Preikshot (2001) dimodifikasi

Menurut Fauzi dan Anna (2005), teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut :

d =

√ (

│x1 – x2│2 + │y1 – y2│2 + │z1 – z2│2 + ….

)

….

(1)

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian ( dij ) dari titik i ke

titik j dengan titik asal ( δij

d

) sebagaimana persamaan berikut :

ij = α + β δij+ ε ………....

(2)

Selanjutnya menurut Alder et. al. (2000) dalam Fauzi dan Anna (2005) untuk meregresikan persamaan (2) digunakan algrotima ALSCAL. Metode ALSCAL mengoptimisasi jarak kuadrat (squared distance = dijk) terhadap data

kuadrat (titik asal = oijk), yang dalam tiga dimensi (i,j,k) ditulis dalam formula

yang disebut S-Stress sebagai berikut :

.……... (3)

dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, atau ditulis :

………..….… (4)

Untuk mengukur kondisi fit (goodness of fit), jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi sangat penting. Godness of fit dalam MDS tidak lain adalah mengukur seberapa tepat (how well) konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung berdasarkan nilai S di atas. Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Dalam Rapfish, model yang baik ditunjukkan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 ( S < 0,25).

3.4.2 Analisis optimasi perikanan tangkap terpadu

Analisis optimasi perikanan tangkap terpadu dilakukan dengan menggunakan linear goal programming (LGP) yaitu teknis yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu kegiatan dengan tujuan ganda. Menurut Stevenson (1989), goal programming meupakan variasi dari model

linear programming yang digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran.

Model linear goal programming merupakan perluasan dari model linear programming yang ditambah dengan sepasang variabel deviasional yang akan muncul pada fungsi tujuan dan fungsi kendala tujuan (goal constraint). Fungsi variabel deviasional adalah menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Dalam penelitian ini, model linear goal programming digunakan untuk menentukan alokasi unit penangkapan untuk komoditi atau jenis sumberdaya ikan. Faktor atau variabel yang diperhatikan antara lain adalah ketersediaan sumberdaya ikan.

Mengacu kepada Haluan et al (2004), Siswanto (1990), dan Muslich (1993), model LGP untuk penentuan alokasi optimum dari berbagai alat tangkap yang digunakan pada suatu lokasi adalah :

Fungsi tujuan : Z = ∑ ( DBi + DAi ) ... (5) Fungsi pembatas : DB1 – DA1 + a11x1 + a12 x2 + ... + a1nxn = b1 ... DB (6) 2 – DA2 + a21x1 + a22 x2 + ... + a2nxn = b2 ... DB (7) m – DAm + am1x1 + am2 x2 + ... + amnxn = bm ... dimana : (8)

Z = total deviasi yang akan diminumumkan. Total deviasi merupakan penjumlahan dari deviasi fungsi pembatas ke-1 sampai ke-m.

DBi

DA

= deviasi bawah pembatas ke-i

i

b

= deviasi atas pembatas ke-i

i

a

= kapasitas/ketersediaan pembatas ke-i

ij

Pembatas ke-i = potensi sumberdaya ikan, dan lain-lain

= parameter fungsi pembatas ke-i pada variabel keputusan ke-j

xj

x

= variabel putusan ke-j (jumlah dan alat tangkap)

j, DAi, DBi > 0, untuk i = 1, 2, ...., m; dan j = 1, 2, ...., n

3.4.3 Pendekatan sistemik industri perikanan tangkap terpadu

Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan persoalan yang terdiri dari : (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi masalah (3) formulasi permasalahan, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Langkah ke-1 sampai ke-6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan analisis sistem (Eriyatno, 1998). Gambar 23 memperlihatkan tahapan dari analisis sistem sebagaimana disebutkan.

Analisis sistem antara lain mencakup :

1) analisis kebutuhan aktor yang terlibat dalam sistem pengelolaan industri perikanan tangkap terpadu, misalnya : Pemerintah (Pusat dan Daerah), pelaku usaha (nelayan, pemilik kapal, pengolah, pemasar ikan), masyarakat dan lain-lain. Analisis kebutuhan diperoleh melalui wawancara langsung responden yang mewakili masing-masing aktor.

2) identifikasi dan formulasi permasalahan yang mencakup pengelolaan perikanan optimal berkelanjutan. Identifikasi dilakukan berdasarkan wawancara langsung dan data sekunder.

3) pembentukan alternatif sistem. Sistem direpresentasikan melalui diagram input-output dan diagram umpan balik yang menggambarkan seluruh komponen sistem pengelolaan perikanan yang diteliti termasuk hubungan antar elemen didalamnya serta batasan-batasan yang digunakan.

Gambar 23 Tahap dalam pendekatan/analisis sistem

Selanjutnya menurut Eriyatno (1998) dalam transformasi input menjadi output sistem, elemen atau entity dari suastu sistem perlu dibedakan dari subsistem yang membangunnya. Subsistem dibangun oleh bagian-bagian dari sistem yang masih berhubungan satu dengan yang lainnya pada tingkat resolusi tertinggi, sedangkan elemen dari suatu sistem adalah bagian sistem yang terpisah pada tingkat resolusi yang rendah. Masing-masing subsistem saling berinteaksi

Kebutuhan Dasar Analsis Kebutuhan absah ? lengkap ? Pernyataan kebutuhan Formulasi permasalahan cukup ? Identifikasi Sistem Diagram Lingkar Diagram Kotak Gelap

Lengkap ?

INPUT-OUTPUT parameter rancang

bangun

Rekayasa Awal Model

OK ? Diagram Alir Deskriptif Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya

untuk mencapai tujuan sistem. Interaksi antar beberapa subsistem terjadi karena output dari suatu sistem dapat menjadi input sistem lain. Proses transformasi yang dilakukan oleh suatu elemen dari suatu sistem dapat disajikan dalam bentuk matematik, operasi logic, dan proses operasi yang dalam ilmu sistem dikenal dengan konsep kotak gelap (black box). Gambar 24 mengilustrasikan diagram input-output atau kotak gelap.

Dokumen terkait