Penggunaan model MWSWAT tergantung pada ketersediaan data yang diperoleh di lokasi penelitian. Periode waktu simulasi dipilih pada rentang waktu yang ketersediaan datanya lengkap. Ilustrasi ketersediaan data yang diperoleh dari lapang diberikan pada Gambar 28.
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Iklim Curah hujan Temperatur (max-min) Kelembaban Kecepatan angin Radiasi surya Curah hujan Stasiun Bandung Stasiun Paseh Stasiun Cibeureum Hidrologi Debit sungai Sedimentasi Spasial (GIS) Penggunaan lahan Peta tanah Erosi DEM TAHUN DATA
Gambar 28. Ketersediaan data di lapangan
Dengan melihat ketersediaan data pada Gambar 28 maka yang berpotensi untuk dipilih adalah data pada tahun 2001, 2005 dan 2007. Data debit aliran sungai harian pada tahun 2005 terdapat kekosongan di bulan April sehingga simulasi pada ketiga tahun tersebut dilakukan pada rentang bulan Mei hingga Desember. Tahun 2001 dipilih sebagai rentang waktu proses kalibrasi model MWSWAT.
1. Delineasi Sub-DAS
Delineasi atau pembentukan sub-DAS dilakukan secara otomatis (Automatic Watershed Delineaation – AWD). Model MWSWAT menggunakan fitur AWD yang terdapat di MapWindow GIS sebelum melakukan penentuan HRU. Delineasi terhadap peta DEM memberikan batas DAS beserta pembagian sub-DAS yang menyusunnya. Dengan menggunakan angka treshold (ambang batas) 10000 terbentuk 15 sub-DAS pada daerah penelitian seluas 20 520.71 ha. Peta DEM yang telah terdelineasi ditunjukkan pada Gambar 29.
Aliran Sungai Citarum bermula dari sub-basin nomor 8 dan memasuki outlet penelitian di sub-basin nomor 15, sehingga debit simulasi MWSWAT yang dikalibrasi adalah debit yang mengalir pada sub-DAS nomor 15. Panjang sungai utama hingga mencapai titik outlet adalah 199.96 km. Rincian luas setiap sub- DAS disajikan pada Tabel 8.
Gambar 29. Peta DEM terdelineasi
Tabel 8. Luas setiap sub-DAS hasil delineasi MapWindow GIS
Nomor Luas Area ha % Sub-DAS 1 1208.11 5.89 Sub-DAS 2 2535.02 12.35 Sub-DAS 3 923.81 4.50 Sub-DAS 4 1743.77 8.50 Sub-DAS 5 984.92 4.80 Sub-DAS 6 1763.21 8.59 Sub-DAS 7 1093.10 5.33 Sub-DAS 8 2126.16 10.36 Sub-DAS 9 44.10 0.21 Sub-DAS 10 4303.00 21.97 Sub-DAS 11 6.48 0.03 Sub-DAS 12 1168.15 5.69 Sub-DAS 13 1871.21 9.12 Sub-DAS 14 433.60 2.11 Sub-DAS 15 316.07 1.54
Luas sub-DAS yang terbentuk bervariasi antara 6.48 ha sampai dengan 4303.00 ha. Antara sub-basin yang satu dengan yang lainnya terhubung melalui aliran sungai utama. Penggunaan GIS dalam model MWSWAT memberikan
kemudahan untuk melihat kaitan antar sub-basin dalam hal posisi, aliran air, sedimen, dan zat hara yang terangkut aliran sungai.
2. Penentuan HRU
Setiap HRU yang terbentuk merupakan kombinasi khusus dari sub-DAS, penggunan lahan, jenis tanah dan rentang lereng. Pembagian sub-DAS telah dilakukan pada proses AWD, sehingga penentuan HRU terfokus pada penambahan informasi penggunaan lahan dan karakteristik tanah.
Peta penggunaan lahan dan tanah yang digunakan sebagai input hanya menyimpan informasi angka ID (identity) saja. Angka ID tersebut harus dihubungkan dengan kode pada database MWSWAT. Selain itu, pengelompokkan HRU juga dipisahkan berdasar rentang kemiringan lahan. Rentang kemiringan lahan (%) yang dimasukkan adalah 0, 3, 15, 30, 45, 60 dan 99 (Arsyad, 2009)
Pembentukan HRU menggunakan kriteria Multiple HRU’s dengan persen treshold area landuses (10%), soil (5%) dan slope (5%). Hal ini berarti apabila persentase suatu penggunaan lahan, tanah dan kemiringan berturut-turut di bawah 10%, 5% dan 5% dalam suatu sub-DAS maka tidak diikutsertakan dalam perhitungan.
Pemilihan kombinasi angka treshold dalam proses menjalankan model MWSWAT bergantung pada ukuran luas DAS yang diobservasi dan tingkat ketelitian yang diinginkan oleh user. Perbedaan penggunaan besarnya angka treshold juga akan mempengaruhi output hasil simulasi sehingga penting untuk menentukan ukuran yang tepat agar simulasi memberikan hasil yang terbaik.
Hasil HRU yang terbentuk di daerah penelitian ditulis dalam bentuk file .txt, seperti ditunjukkan oleh gambar screenshoot pada Gambar 30. Jumlah HRU yang terbentuk 568 pada 15 sub-DAS. Laporan hasil HRU juga memuat kuantitas dan persentase penggunaan lahan, tanah dan kemiringan lahan di daerah DAS yang terdelineasi. Tampilan output pembentukan HRU disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31. HRU yang terbentuk melalui proses Step 2: Creates HRU’s
3. Simulasi Model MWSWAT
Model MWSWAT baru dapat dijalankan setelah file-file input diselesaikan. Periode simulasi selama 8 bulan dimulai dari bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Desember 2001. Fase warm up model (percobaan penggunaan model) dilakukan dengan menggunakan data periode 1 Januari 2000 – 30 April 2001. Fase warm up model MWSWAT adalah bagian dari proses yang paling esensial
untuk memantapkan kondisi base flow (aliran dasar) pada simulasi hingga kondisi keseimbangan dalam proses hidrologi tercapai.
Beberapa metode harus dipilih terlebih dahulu sebelum dilakukan simulasi, yang disesuaikan dengan periode simulasi, sumber data iklim, perhitungan curah hujan, aliran sungai, frekuensi waktu simulasi dan opsi file-file yang dibuat. Untuk Rainfall/Runoff/Routing menggunakan Daily/CN/Daily, Rainfall distribution menggunakan Skewed normal, perhitungan ET potensial dengan metode Penman – Monteith, untuk Channel water routing dipilih metode Muskingum, sedangkan Crack flow dan Channel dimensions menggunakan pilihan Not active.
Hasil simulasi sebagai output model MWSWAT diberikan dalam bentuk harian, bulanan maupun iktisar tahunan. Output simulasi dapat ditemukan pada file output.txt di dalam folder TxtInOut. Tampilan hasil simulasi pada tahun 2001 dengan periode bulanan diperlihatkan pada Gambar 32.
Gambar 32. Tampilan hasil simulasi pada tahun 2001
Hasil simulasi debit aliran Sungai Citarum Hulu periode bulanan dengan model MWSWAT dan data observasi lapangan disajikan pada Gambar 33. Hubungan antara debit hasil simulasi dan hasil observasi secara statistik dapat dilihat pada Gambar 34.
0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 25 30
Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
P (m m ) Q (c m s) Bulan (2001) P (mm) Qobservasi Qsimulasi
Gambar 33. Data debit hasil simulasi dan hasil observasi sebelum kalibrasi model y = 1.168x + 0.867 R² = 0.482 0 5 10 15 20 25 0 5 10 15 20 25 S im u la si Observasi
Gambar 34. Perbandingan statistik R2 debit hasil simulasi dan hasil observasi
Hasil yang diperoleh menunjukkan base flow dan peak flow debit simulasi melebihi data observasi. Dengan menggunakan perbandingan statistik antara debit hasil simulasi model dan hasil observasi lapang periode bulanan didapatkan nilai R2 sebesar 0.48 dan NSE sebesar 0.56. Nilai tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan perbandingan statistik periode harian, yaitu 0.20 untuk R2 dan 0.12 pada nilai NSE.
Nilai perbandingan debit bulanan tersebut ternyata lebih rendah performanya bila dibandingkan dengan simulasi untuk sedimen melayang. Grafik sedimen melayang hasil simulasi berada di bawah data hasil observasi pada peak flow maupun pada base flow. Secara statistik hubungan hasil simulasi dan data observasi digambarkan pada nilai R2 sebesar 0.52 dan 0.31 untuk nilai NSE. Sama halnya seperti debit, angka statistik harian untuk sedimen melayang lebih rendah dari periode bulanannya, yaitu 0.01 NSE dan 0.16 untuk R2.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Q se d (t o n /d ay ) Bulan (2001) Sed_observasi Sed_simulasi
Gambar 35. Data sedimen melayang hasil simulasi dan hasil observasi sebelum kalibrasi model y = 0.858x - 18.68 R² = 0.522 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80 S im u la si Observasi
Gambar 36. Perbandingan statistik R2 sedimen melayang hasil simulasi dan hasil observasi
Hasil simulasi sedimen melayang aliran Sungai Citarum Hulu periode bulanan dan data hasil observasi lapangan dapat dilihat pada Gambar 35.
Hubungan antara sedimen melayang hasil simulasi dan hasil observasi secara statistik ditunjukkan pada Gambar 36.