BAB III. LEGENDA DANAU TELUK GELAM DALAM PERSPEKTIF
A. Analisis melalui Pendekatan Pandangan Dunia Tragik
1. Pandangan Mengenai Tuhan
Goldmann dalam Faruk (2012: 82-83) menyatakan, Tuhan tragedi sama
sekali tidak mempunyai peran dalam kehidupan manusia. Karena tidak berperan
dalam kehidupan manusia, Tuhan dapat dikatakan tidak ada. Akan tetapi, manusia
selalu menyadari bahwa Tuhan itu ada dan tidak melepaskan tuntutan-Nya atas
perilaku kehidupan. Yang benar bukan kekuatan dan kekuasaan akal manusia,
melainkan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Karena adanya sorotan dari Tuhan
tersebut, tetapi sekaligus karena ketidakberperanan-Nya di dalam dunia, Tuhan
dalam pandangan dunia tragik sekaligus ada dan tiada.
Kontradiksi dari keberadaan Tuhan dalam legenda Danau Teluk Gelam ini
dapat diwujudkan dengan harapan dan kenyataan. Dalam cerita tersebut, harapan
atau yang lebih diwujudkan dalam bentuk doa sebagai pengakuan terhadap
keberadaan Tuhan dikontraskan dengan kenyataan yang menyatakan
ketidakberperanan Tuhan dalam kehidupan. Apabila Tuhan dianggap ada,
seharusnya Dia mendengar dan mengabulkan permohonan makhluk yang berdoa
Dalam legenda Teluk Gelam, dapat dilihat bahwa hubungan manusia
dengan Tuhan dalam kenyataan yang terjadi yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Selain itu, ketidakberperanan Tuhan sebagai wasit atau hakim untuk
mencegah ketidakadilan menguatkan prasangka ketiadaan-Nya. Tetapi, muncul
juga prasangka bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan adalah kehendak dari
Tuhan. Berikut ini adalah kontradiksi-kontradiksi yang menyatakan keberadaan
dan ketiadaaan Tuhan dari legenda Danau Teluk Gelam berdasarkan pandangan
mengenai Tuhan:
Di bawah ini adalah tabel yang menyatakan kontradiksi mengenai ada dan
tidak adanya Tuhan dalam pengakuan manusia tragik dalam legenda Danau Teluk
Gelam berdasarkan pandangan mengenai Tuhan:
Tabel 4. Pandangan Mengenai Tuhan
No Tuhan Tidak Ada (kenyataan) Tuhan Ada (harapan)
1 2
3
Permaisuri meninggal Pangeran diusir karena fitnah
Dia mengembara seorang diri
Berdoa untuk kesembuhan permaisuri Pangeran memiliki tujuan hidup yaitu bahagia
Pangeran bertemu dengan Putri Gelam
Setelah melihat tabel di atas, akan diungkap bagaimana kontradiksi
tersebut mengarah pada pandangan menegnai dunia dari manusia tragik. Berikut
a. Tuhan Tidak Ada
Keberadaan Tuhan secara harfian di dunia sebagai penolong yang
mencintai setiap makhluk ciptaannya tidak dapat dibuktikan. Hal tersebut
menguatkan tentang kesangsian manusia terhadap keberadaan-Nya. Dengan kata
lain, penderitaan menjadi cara yang mudah untuk meniadakan Tuhan dari
kehidupan. Begitu pula yang dirasakan oleh Raja Awang dan Pangeran Tapah
dalam legenda Putri Gelam dan Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam.
Keberadaan Tuhan disangsikan ketika sang permaisuri sakit dan semakin
parah. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk mengobati penyakit
permaisuri, namun tidak satu pun yang berhasil. Penyakit permaisuri semakin hari
semakin bertambah parah. Ketika tidak ada lagi jalan pengobatan yang berhasil,
satu-satunya jalan hanyalah berdoa, meminta kemurahan Tuhan agar penyakit
sang permaisuri dapat diringankan. Saat keadaan sudah di luar kemampuan
manusia, maka dipercaya bahwa Tuhan berperan dalam kehidupan.
Suatu hari Putri Rajenah memanggil beberapa inang pengasuh untuk membicarakan hal-ihwal yang saat itu merasuk dirinya. Beliau rupanya menderita suatu penyakit. Penyakit yang diderita beliau semakin hari semakin parah. Sang raja mengutus beberapa hulu balang kerajaan untuk mencari tabib guna mengobati penyakit sang permaisuri. Berkumpulan tabib terkenal dari berbagai penjuru. Namun, tak satu pun yang mampu menyembuhkan sang permaisuri.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 5) Di beranda istana seorang laki-laki berperawakan kekar dengan kharisma nan agung penuh wibawa, tampak hilir-mudik kesana-kemari. Dialah penguasa daerah yang subur itu, yang kini sedang di landa kegelisahan. Pikiran sang raja dihinggapi kekhawatiran akan penyakit yang menimpa permaisurinya.
Orang-orang kepercayaan istana tampak keluar-masuk dengan beragam tingkahnya yang semua menampakkan kegelisahan yang tak berbeda.
(Putri Gelam adegan 3)
Raja Awang berharap penyakit permaisuri bisa disembuhkan. Dia terus
berusaha dengan mendatangkan banyak tabib, tapi keadaan tidak berubah,
permaisuri meninggal. Ini membuktikan bahwa Tuhan ada sekaligus tidak ada.
Raja Awang berharap Tuhan akan membantunya, tetapi yang terjadi Tuhan tidak
berperan dalam kehidupan manusia, Tuhan tidak hadir saat dibutuhkan. Tuhan
yang dipercaya Maha Pengasih justru tidak mengasihi hambanya yang sakit dan
membiarkan seorang anak kecil bersedih karena kehilangan ibundanya.
Suatu hari, dari istana berdentangan bebunyian kelupkup atau bunyi sebagai petanda di istana telah terjadi sesuatu musibah. Rupanya sang permaisuri telah mangkat. Semua rakyat merasa sedih dan haru serta kehilangan seorang ibu yang baik, ramah dan pengasih sesama rakyatnya.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 7)
Di luar rumah sayup-sayup suara burung hantu, yang semakin membuat hati sang raja kian gelisah. Karena suara burung hantu semacam itu konon kata leluhurnya suatu pertanda adanya malapetaka yang akan mengancam bagi keluarga di istana kerajaan.
(Putri Gelam adegan 11)
Mangunwijaya (1988: 117) menyatakan bahwa peran Tuhan dalam
bahwa Tuhan tidak berpengaruh terhadap keadaan yang terjadi, keberadaannya
tetap di-Agungkan. Tuhan sebenarnya hanyalah sebuah pelarian manusia akan
ketidakmampuannya menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemampuan
manusia yang terbatas dan yang menginginkan sesuatu yang sulit atau bahkan
mustahil untuk didapatkan membuatnya berlari kepada Tuhan. Ini membuktikan
bahwa manusia hanyalah sosok penakut yang tidak berani menerima keadaan
yang seharusnya terjadi. Keyakinan akan adanya kehidupan sesudah mati
membuat manusia berbuat baik dan beribadah kepada Tuhan. Tuhan dijadikan
semacam tumbal sulam untuk lubang-lubang kesulitan yang tidak dapat
dibereskan sendiri oleh manusia, tukang sulap mukjizat untuk membereskan
kerepotan-kerepotan yang dibuat oleh manusia sendiri.
Tuhan yang dikatakan Mangunwijaya sebagai pelarian didasarkan pada
perilaku manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu benar dan salah. Benar dan
salah berpengaruh pada sikap Tuhan terhadapnya atau keberadaan Tuhan.
Perilaku yang benar selalu diridhoi Tuhan dan manusia yang melakukan tindakan
benar akan selalu dilindungi Tuhan dan hidup bahagia, inilah bentuk pelarian
kepada Tuhan karena manusia takut menderita. Sedangkan, manusia yang
berperilaku salah akan dijauhi Tuhan dan akan hidup menderita selamanya.
Keberadaan Tuhan sangat berpengaruh pada apa yang dialami Pangeran
Tapah. Pangeran Tapah berperilaku salah dengan berzina meskipun itu hanya
fitnah, dengan begitu Tuhan tidak akan membantunya. Tuhan tidak berbuat
apa-apa untuk mencegah diusirnya pangeran dari istana. Meskipun Tuhan tahu bahwa
bahwa putra tirinya yang membuat fitnah. Tuhan tidak ada, itu dibuktikan dengan
tidak berperannya Ia dalam menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Tuhan juga tidak muncul ketika pangeran merasa frustasi, menjalani kehidupan
yang sangat tidak diinginkan yaitu diusir dari istana.
Suatu hari, Solim, putra tiri Raja Awang merasa iri melihat Pangeran Tapah Lanang, saudara tirinya mengenakan pakaian kebesaran sebagai pangeran yang pada suatu saat nanti akan menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja. Dia mulai menyusun strategi untuk memfitnah sang raja. Dia mengatakan pada sang raja bahwa pangeran telah berbuat mesum dengan seorang perempuan petani di luar istana. Padahal, sang pangeran tidak pernah keluar istana sejak bundanya mangkat. Dengan memperlihatkan bukti ada noda darah pada selembar kain yang dikatakannya bahwa darah tersebut adalah darah keperawanan sang wanita yang dimaksudnya dalam fitnah kejam tersebut. Melihat kenyataan itu, sang raja yang selama ini dikenal bijak dan arif berubah menjadi sosok yang sangat murka. Dengan kasar dan kejam dia menyiksa putra kandungnya. Bahkan dia mengusirnya dari istana. Sebelum jauh meninggalkan pintu istana, dia sempat diantar oleh beberapa orang istana termasuk para inang pengasuhnya sejak kecil. Pangeran memohon pada hulu balang dan seorang inang pengasuh untuk menemani dia mampir ke pusara sang bunda. Betapa haru serta sedih para pengantarnya melihat sang pangeran dengan lembut mengelus pusara bundanya dengan isak tangis yang memilukan.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 10)
Matahari sangatlah terik memancarkan sinarnya ke bumi. Raja Awang dengan didampingi beberapa pensehat beserta hulubalang baru saja menapakkan kakinya di depan istana, karena seharian bertatap muka dengan penduduk di luar istana. Tiba-tiba anak tirinya dengan berani menerobos begitu saja membisikkan sesuatu di telinga Raja Awang. Sekilas terlihat raut wajah sang raja berubah merah merona.
Setibanya raja dan rombongan di dalam istana, ia langsung memanggil putranya. Entah setan apa yang telah merasuki alam pikiran sang raja, ia terlihat begitu sangat murka. Pangeran dituduh telah menghamili perempuan di luar istana. Hal ini sangat tabu bagi kerajaan, sama dengan mencoreng muka sendiri, aib pada segenap penghuni istana. Rupanya Raja Awang telah termakan oleh fitnah putra tirinya. Pangeran Tapah Lanang diperlakukan seperti hewan dan diusir dari istana. Melihat kejadian itu seluruh orang di sekitar istana merasa terpukul dan sangat tidak percaya kalau pangeran telah bertindak sehina itu. Mereka meyakini semua itu fitnah belaka.
(Putri Gelam adegan 24-25)
Pangeran merasa sedih dan hancur dengan apa yang dilakukan ayahnya,
Raja Awang. Kesedihan atau dukacita (grief) berhubungan dengan kehilangan
sesuatu yang penting atau yang bernilai. Intensitas kesedihan tergantung pada
nilai, biasanya kesedihan yang teramat sangat bila kehilangan orang yang dicintai.
Kesedihan yang mendalam bisa juga karena kehilangan milik yang sangat
berharga yang mengakibatkan kekecewaan atau penyesalan (Minderop 2010:43).
Setelah kehilangan ibundanya sewaktu kecil, dia kembali dihadapkan dengan
kenyataan bahwa dia diusir. Pangeran Tapah dibuang, tidak lagi dianggap sebagai
putra mahkota karena perilaku buruk atau salah. Dengan begitu Tuhan tidak akan
berpihak padanya.
Pembuangan Pangeran Tapah tanpa seorang pun pengawal layaknya
seorang putra mahkota. Dia dibuang, sendiri, dan tanpa satu hal pun yang berarti
baginya. Tidak ada tempat yang bisa dituju, sepenuhnya apa yang dikenalnya dari
kehidupannya di istana tidak ada di alam liar. Layaknya binatang dia pergi tanpa
222) melihat bahwa, tidak ada yang manusiawi dari manusia. Pada akhirnya,
mereka semua binatang yang hanya memiliki naluri unutk bertahan hidup.
Sang pangeran mengembara entah kemana dia akan pergi. Berhari-hari dia menelusuri hutan belukar, akhirnya dia singgah di sebuah talang yang sekarang disebut daerah Talang Pangeran. Di daerah itu, sang pangeran merasa damai hidup sendiri. Karena dalam istana dia selalu bermain dengan berbagai jenis hewan, maka dia tidak merasa kesepian karena banyak hewan yang hidup di sekelilingnya.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 11) Andai pun ada hanya orang-orang yang keluar-masuk hutan untuk berburu dan mengambil kayu bakar. Berbulan bahkan hampir dua purnama tak pernah ada kabar berita tentang pangeran bagi orang istana. Untuk sekian lama ia hidup mengembara seorang diri, hanya bayangan dirinya sendiri yang setia menemaninya ke sana ke mari.
(Putri Gelam adegan 27)
Berawal dari rasa iri terhadap pujian yang diterima Pangeran Tapah
sebagai putra mahkota membuat saudara tiri pangeran dikuasai rasa benci.
Kebencian itu semakin menjadi-jadi saat dia mulai menginginkan status tersebut.
Keinginan yang berkembang menjadi nafsu tidak dapat terbendung sehingga rela
mengorbankan seseorang yang seharusnya menjadi panutannya karena
menyelamatkan dirinya dan ibunya serta mengangkat derajat mereka dari oeang
biasa menjadi kerabat kerajaan. Kebencian atau perasaan benci (hate)
berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu dan iri hati. Ciri khas yang
menandai perasaan benci adalah timbulnya nafsu atau keinginan untuk
sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/ enggan yang tampaknya ingin
menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaiknya perasaan benci
selalu melekat di dalam diri seseorang dan ia tidak akan pernah merasa puas
sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas
(Krech, et al., 1974 dalam Minderop 2010:43-44).
Tuhan tidak ada dalam kehidupan manusia saat Tuhan tidak lagi
menampakakan dirinya, baik dalam wujud sosok maupun tindakan untuk
melindungi makhluknya seperti yang dipercayai manusia. Tuhan tidak lain
hanyalah dianggap sebagai alat untuk mengontrol tindakan manusia agar dapat
dikuasai. Dalam hal ini, Tuhan hanya dimiliki oleh seorang penguasa dan
pemenang.
b. Tuhan Ada
Tuhan kembali hadir ketika Pangeran Tapah menentukan tujuan hidupnya
yaitu kebahagiaan. Pangeran merasa yakin akan mendapatkan kebahagiaan
apabila dia memiliki seorang istri. Dengan memiliki seorang istri, pangeran akan
memiliki keluarga dan tempat untuk pulang. Kesedihan dan kehancuran yang
dirasakan pangeran adalah ketika dia merasa tidak memiliki keluarga dan tidak
tahu kemana akan pulang, hal itu membuat pangeran tidak memiliki tujuan hidup.
Kebutuhan akan rasa dicintai dan memiliki (need for love and
belongingness) adalah suatu kebutuhan yang mendorong menusia untuk
Hubungan ini dapat berupa hubungan antara dua jenis kelamin yang berbeda atau
sejenis dan dapat pula berhubungan dengan kelompok masyarakat tertentu.
Kebutuhan ini ditandai dengan adanya rasa kepemilikan dan cinta, contoh, rasa
kasih-sayang dan identifikasi. Seseorang yang terdorong mencapai kebutuhan ini
adalah adanya keinginan agar dapat merasakan kehangatan, keramahan, saling
mencintai dan saling memiliki (Minderop, 2010: 296-297).
Pangeran ingin dicintai dan diharapkan, hal itu akan terwujud dengan
keluarga yang dimilikinya. Tuhan menunjukkan keberadaannya dengan
mempertemukan Pangeran Tapah dengan Putri Gelam. Untuk menyeimbangkan
perasaan pangeran yang telah hancur, maka Tuhan memberikan seorang wanita
yang juga hancur. Dengan begitu, Pangeran Tapah dan Putri Gelam akan
melupakan kejadian buruk yang pernah menimpanya dan memulai kehidupan
barunya.
Suatu hari dia berjalan meninggalkan talang tersebut untuk mencari tahu daerah lain yang dianggap dapat memberinya kehidupan layak. Sampailah dia di sebuah kawasan rawa. Di sana dia melihat sebuah gubuk yang hanya disangga tiga batang tiang penyangga. Gubuk itu dihuni oleh seorang wanita yang dianggapnya aneh. Karena setiap kali dia mendekati gubuk tersebut, sang penghuninya tidak pernah menampakkan wajahnya. Wajah itu selalu ditutupi dengan rambutnya yang tebal dan panjang hingga ke tanah.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 12)
Di tempat bermukimnya yang baru, pangeran menemukan keanehan. Ada sebuah gubuk di tengah hutan, gubuk tersebut hanya ditopang oleh tiga buah tiang penyangga. Berhari-hari dia memperhatikan gubuk tersebut. Rupanya dihuni oleh seorang perempuan. Ada satu keanehan yang dilihatnya, perempuan
itu tak pernah menampakkan wajahnya yang selalu ditutupi dengan rambutnya yang tebal panjang terurai. Hal itu membuatnya penasaran, hingga pada suatu hari, pangeran mencoba mendekati gubuk itu. Dia pura-pura menjadi seorang pengembara yang kehausan di tengah hutan belantara. Dari bawah gubuk dia
memberanikan diri untuk menyapa. “Kisanak... apakah ada orang di sini?”
bergetar hatinya menyapa penghuni gubuk itu. Dari jendela kecil di samping
gubuk tampak perempuan itu seraya menjawab. “Ada apa Kisanak ke sini,
hamba tidak bisa bertemu dengan siapa pun.” Begitu jawabnya dengan suara
lirih.
(Putri Gelam adegan 28)
Kebahagiaan akan datang apabila seseorang melakukan perilaku yang
benar. Pangeran menemukan Putri gelam yang berwajah buruk, namun tidak
mengeluh dan terus menemaninya. Pangeran tidak merasa jijik atau menjauhi
wanita itu, dan semakin berempati ketika mendengar pengakuan Putri Gelam
tentang siapa dirinya. Tuhan menunjukkan kekuasaannya dengan memberitahu
Pangeran Tapah agar menyentuh tubuh Putri Gelam. Sentuhan Pangeran itu
mengubah Putri Gelam dari wanita yang berwajah buruk menjadi wanita yang
cantik jelita.
Berbulan mereka hidup bersahabat, namun belum pernah sang pangeran menyentuh tubuh wanita tersebut. Suatu ketika seakan ada gaib membisikkan pada sang pangeran agar dia mendekap sang wanita dari belakang. Saat itu, bertepatan dengan suara gemuruh halilintar yang menampar kemilau sinar api. Saat itu juga wanita itu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pangeran. Namun, rambut itu masih menutupi wajahnya. Karena persahabatan mereka berdua sudah kian akrab, tanpa segan sang pangeran mengelus rambut sang wanita dan menyibakkannya. Betapa terkejut sang pangeran, wajah yang
dikenalnya sangat buruk dan menakutkan telah berubah menjadi yang sangat cantik jelita.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 13) Sejenak pangeran tersentak menyadari apa yang telah dia lakukan dan segera melepaskan pelukannya. Keajaiban telah terjadi, dia terperangah tak mampu berkata apa-apa. Di hadapannya terlihat sang putri yang buruk rupa menjelma menjadi seraut wajah nan cantik jelita. Sang putri menunduk tersipu, langsung teringat petuah Si tukang tenung bahwa wajahnya akan kembali seperti
sediakala apabila tubuhnya disentuh oleh seorang pemuda. “Terima kasih
Kisanak... kamu telah mengembalikan wajah hamba seperti sediakala.”
(Putri Gelam adegan13)
Jiwa manusia dilihat sebagai yang bersifat manusiawi dan ilahi. Bersifat
manusiawi sejauh dia mendiami suatu tubuh, dan ia memang menarik lewat
keindahan tubuh dan kenikmatan; bersifat ilahi sejauh ia mengetahui
Forma-forma dan mampu melihat keindahan manusiawi sebagai bayangan dari keindahan
ilahi (Santas, 2002: 100). Pangeran awalnya hanya menganggap biasa hubungan
pertemanan mereka, dia melihat Putri Gelam bukan dari wajahnya yang buruk
melainkan dari ketabahan dan kekuatan wanita itu menerima cobaan yang
diberikan Tuhan. Dia melihat kecantikan Putri Gelam dari hati dan jiwanya yang
suci yang menjadi korban dan dari situlah dia menemukan dan mengetahui
kekuasaan Tuhan dan anugerah yang diberikan padanya.
Dengan menemukan dan memiliki Putri Gelam, dia mendapatkan apa yang
putra dan seorang putri dari pernikahannya. Dia menjalani hidupnya dengan
kebahagiaan.
Sejak saat mereka mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga yang kemudian dari perkawinan mereka dikaruniai dua orang anak, satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Kehidupan mereka dipenuhi oleh kegiatan bercocok tanam. Terkadang Pangeran Tapah Lanang membawa hasil kebun mereka ke desa-desa terdekat untuk ditukar dengan kebutuhan lain. Demikian keseharian mereka selalu disibukkan oleh kegiatan keluar masuk desa untuk menukar hasil kebun mereka.
(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 14) Sejak peristiwa itu, mereka semakin akrab dan terjalin satu ikatan cinta kasih di antaranya. Akhirnya mereka menjadi satu pasangan suami istri. Mereka dikaruniai dua orang anak putra dan putri. Kehidupan yang bahagia penuh canda tawa dalam membina satu keluarga. Mereka hidup dengan bercocok tanam dan memelihara beberapa ekor hewan peliharaan dalam kesehariannya.
Kesuburan tanah tempat mereka tinggal tinggal akhirnya tercium juga oleh orang-orang dari daerah luar. Banyak orang menukar hasil kebun mereka dengan kebutuhan yang mereka perlukan.
Putra-putri mereka beranjak tumbuh menjadi seorang remaja. Pangeran Tapah Lanang dan istrinya, Putri Gelam sangat mencintai dan menyayangi keduanya. Hari begitu cerah, seperti biasanya pangeran dan istri sedang menggarap kebun yang letaknya tak jauh dari gubuk tempat tinggal mereka. Kedua anak kesayangannya itu sedang beristirahat sambil bercanda dengan riangnya di beranda gubuk mereka.
(Putri Gelam adegan 34-36)
Dalam dimensi kehidupan, keharmonisan dapat merujuk pada hubungan
manusia dengan Tuhan. Hal tersebut merupakan hubungan kosmologis yang tidak
terpisahkan, dan Tuhan diletakkan sebagai titik puncak dari pusat segalanya
(Mulder, 1985). Tuhan Memberikan apa yang diinginkan dan menjadi tujuan
Pangeran Tapah dalam pengembaraannya yaitu kebahagiaan. Dengan begitu,
kepercayaan akan keberadaan Tuhan semakin jelas karena pada dasarnya tidak
ada yang gratis. Kenyon (2011: 120) mengatakan bahwa, hidup itu seperti judi.
Seringkali kejam dan menyakitkan, dan bukan ditujukan untuk orang yang
penakut. Hadiah jatuh kepada pemenang, bukan orang yang tidak ikut perang.
Dalam dimensi ini semua hubungan merupakan kesatuan alami yang
bersifat kodrati, yang tertata sesuai dengan fungsi masing-masing sebagai
layaknya keharmonisan hubungan antara siang dan malam, bulan dan bintang,
berputarnya bulan dan matahari. Dengan kata lain, keberadaan manusia di dunia
tidakkah dapat dilepaskan dari kausalitas yang sudah jelas, tertata, rampak, dan
runtut (orde symmetrie). Karenanya, kehidupan adalah suatu susunan yang
teratur di mana peristiwa-peristiwa yang muncul tidaklah terjadi secara
sembarangan atau kebetulan, melainkan merupakan suatu keharusan (Mulder
1985 dalam Fannaie 1994: 74).
Keberadaan Tuhan semakin dipuja bukan karena apa yang telah dimiliki,
malainkan apa yang telah diberikan dan bagaimana ujian itu sepadan dengan apa
yang diinginkan. Seseorang tidak akan mengerti arti bahagia jika tidak pernah
menderita, tidak akan mengeri arti memiliki apabila tidak pernah kehilangan.
Dengan semua kehilangan dan penderitaan yang dialami Pangeran Tapah, bukan
melainkan pelajaran tentang kehidupan. Dia mengetahui kontradiksi antara
kehidupan penguasa di istana dengan rakyat jelata. Keharmonisan dan
keseimbangan inilah wujud Tuhan yang sebenarnya dalam kehidupan.