• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Landasan Teori

A. Kajian Pustaka

3. Paradigma Pedagogi Reflektif

Menurut Suparno (2015: 18), Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu pedagogi bukan sekedar metode pembelajaran. Pedagogi yang dimaksud adalah suatu cara yang digunakan guru dalam mendampingi siswa sehingga siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh.

Menurut tim redaksi Kanisius (2008: 39), Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kemanusiaan. Melalui dinamika pola pikir tersebut, siswa diharapkan mengalami sendiri (bukan hanya mendapatkan informasi karena diberi tahu), melalui refleksi diharapkan siswa yakin sendiri (bukan karena patuh pada peraturan), melalui aksi siswa berbuat dari kemauannya sendiri (bukan karena ikut-ikutan). Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa nantinya memiliki komitmen untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dan lebih menjamin kesejahteraan umum.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa PPR adalah suatu pendekatan yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pribadi siswa secara menyeluruh. Nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu pribadi yang dapat bertindak secara benar demi kehidupan yang lebih baik. Pater Kolvenbach (dalam Subagya, 2012: 22) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan dengan PPR adalah membentuk pribadi manusia yang berkompeten (competence) dalam bidangnya, memiliki hati nurani yang benar (conscience) dan memiliki kepedulian terhadap sesama (compassion).

Competence (pengetahuan) berarti siswa memiliki kemampuan (kognitif) yang baik sesuai dengan bidangnya dalam akademik. Siswa dapat menguasai keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat menjadi cerdas dan berkompeten dalam bidang akademik. Kemampuan kognitif siswa yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang lingkaran.

Conscience (suara hati) berarti siswa mempunyai hati nurani dalam bertindak atau melakukan sesuatu hal. Suara hati dapat digunakan siswa untuk menentukan bagaimana ia harus bersikap atau membedakan hal-hal yang benar dan salah sehingga diharapkan siswa dapat melakukan hal-hal yang benar. Sikap conscience yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu tanggung jawab, percaya diri, dan teliti. Sikap-sikap tersebut

akan dikembangkan dalam diri siswa melalui proses pembelajaran dengan pendekatan PPR pada tahap pengalaman. Berikut ini adalah penjelasan sikap-sikap tersebut.

a. Tanggung jawab

Menurut Suparno (2003: 14) tanggung jawab berarti keberanian, kesiapan, dan keteguhan hati untuk menerima konsekuensi-konsekuensi atas putusan dan tindakan yang dipilih. Seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila dirinya dengan sadar mengambil keputusan, menjalankan keputusan tersebut, dan mau menghadapi serta menerima konsekuensi apapun dari keputusan yang diambil tersebut.

Menurut Kesuma dkk. (2011: 67) tanggung jawab berarti kemampuan untuk merespon yang berorientasi terhadap orang lain, mencurahkan perhatian terhadap orang lain, merespon kebutuhan orang lain. Tanggung jawab juga dapat diartikan dengan dapat dipercaya dan tidak membiarkan orang lain mengalami kekecewaan. Tanggung jawab berarti pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas baik dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja yang dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan kita.

Menurut Zubaedi (2011: 76) tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya di lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab adalah suatu sikap yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk melaksanakan suatu kewajiban bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

b. Percaya diri

Menurut Samani dan Hariyanto (2012: 130) percaya diri berarti percaya pada kemampuan dan kecakapan diri sendiri. Percaya diri berarti suatu sikap mental yang percaya sepenuhnya dan bertanggung pada kemampuan sendiri.

Menurut Gouw dan Rusli (2011: 39) percaya diri berarti menyadari kualitas-kualitas terbaik dalam diri, merasa nyaman dengan diri sendiri, memancarkan kharisma dan aura yang positif, dan mempercayai diri sendiri bahwa dirinya bisa, mampu, memiliki kekuatan, energi, potensi untuk mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam hidup.

Menurut Taylor (2009: 19) orang yang percaya diri merasa bahwa dirinya aman dengan mengetahui bakatnya, sangat rilek dan ingin mendengar dan belajar dari orang lain. Percaya diri berarti merasa rilek, nyaman, aman, dan yakin kepada diri sendiri.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah keyakinan seseorang pada diri sendiri dan kesadaran akan kemampuan yang dimiliki serta mampu menggunakan kemampuan tersebut untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

c. Teliti

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia teliti berarti cermat; saksama atau berhati-hati. Menurut Hamzah (2017: 87) teliti berarti berhati-hati tidak gegabah dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa teliti berarti mengerjakan sesuatu hal atau melaksanakan suatu tugas tertentu dengan berhati-hati

Compassion (bela rasa) berarti siswa memiliki rasa kepedulian terhadap sesama dan mampu berbuat baik kepada sesama sehingga siswa merasa perlu menjalin hubungan baik dengan orang lain. Bela rasa ditunjukan dengan sikap siswa untuk saling membantu dan saling menghargai satu sama lain. Sikap compassion yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu peduli dan saling menghargai. Sikap-sikap tersebut diharapkan tampak saat siswa melakukan diskusi pada tahap pengalaman. Berikut ini penjelasan mengenai kedua sikap tersebut.

a. Peduli

Menurut Zubaedi (2011: 79) peduli adalah kemampuan menunjukkan pemahaman terhadap orang lain dengan memperlakukan orang lain secara baik, dengan belas kasih, bersikap dermawan, dan dengan semangat memaafkan.

Menurut Samani dan Hariyanto (2012: 51) peduli adalah memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran

terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau mendengar orang lain, mau berbagi, tidak merendahkan orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta damai dalam menghadapi persoalan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peduli adalah suatu sikap seseorang untuk memperlakukan orang lain dengan baik, memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan secara ikhlas.

b. Saling menghargai

Arliani (2012: 3) berpendapat bahwa saling menghargai merupakan bentuk pengendalian diri. Orang yang menghargai orang lain tidak akan menyakiti siapapun baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, tahu berterima kasih, memahami orang lain, peduli dengan keadaan sekeliling, dan senang membantu oran lain.

Menurut Kesuma dkk (2011: 26) saling menghargai adalah suatu perbuatan menghormati orang lain dan tidak merendahkannya. Saling menghargai berarti memperlakukan semua orang bahkan yang tidak disukai sebagai orang yang memiliki martabat dan hak-hak yang sama dengan kita.

Menurut Gea dkk (2005: 219) saling menghargai merupakan sikap sosial yang mendasar dan luas, serta beraneka ragam wujud konkritnya. Sikap sosial ini lebih banyak tampil dalam kebersamaan

dengan orang lain. Saling menghargai ditandai dengan sikap pengakuan bahwa ada orang lain yang perlu diperhatikan selain dirinya sendiri. Sikap saling menghargai yang ditunjukan pada sesama, merupakan sikap yang tumbuh dan berkembang dari sikap menghargai terhadap diri sendiri.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa saling menghargai adalah suatu sikap untuk dapat menerima dan memperlakukan orang lain sama seperti diri sendiri. Saling menghargai berarti dapat menerima perbedaan yang tercipta dalam suatu kebersamaan dengan orang lain.

Ketiga tujuan dalam pendidikan dengan PPR tersebut (competence, conscience, dan compassion) akan membentuk pribadi manusia secara penuh (utuh) yaitu suatu proses pembentukan yang menuntut keunggulan yang meliputi bidang intelektual, akademik, dan lainnya (Subagya 2012: 23).

a. Tahap-Tahap Pelaksanaan PPR

Dinamika pokok dalam Pedagogi Reflektif adalah interaksi terus menerus tiga unsur yaitu PENGALAMAN, REFLEKSI, dan AKSI di dalam proses belajar mengajar. Tiga unsur tersebut dilengkapi dengan KONTEKS yang menjadi tempat PENGALAMAN itu berlangsung dan EVALUASI setelah sebuah AKSI terlaksana. Sehingga proses

pembelajaran dengan menggunakan PPR melalui 5 tahapan yaitu sebagai berikut.

1) Konteks

Guru dalam menjalankan pembelajaran yang berbasis PPR diharapkan sungguh-sungguh mengetahui sebanyak mungkin konteks belajar siswa. Dalam tahap konteks ini, guru memfasilitasi setiap siswa untuk mencermati pelbagai macam konteks dalam hidupnya. Tujuan utamanya adalah agar setiap siswa dapat lebih cermat mendeteksi pelbagai macam kemungkinan yang ada dan yang berpotensi mendukung atau menghambat siswa dalam proses pembelajaran (Hartana dkk, 2016: 769).

Seorang guru perlu memahami dunia siswa, termasuk cara-cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok baya, kebudayaan (adat), tekanan sosial, kehidupan sekolah, politik, ekonomi, agama, media, seni, musik dan hal-hal lainnya yang berdampak pada dunia siswaa dan mempengaruhi siswa kea rah yang baik atau buruk (Subagya 2012: 41).

2) Pengalaman

Subagya (2012: 48) menyatakan bahwa pengalaman dalam proses pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang memuat pemahaman kognitif akan materi yang disimak serta memuat unsur afektif yang dihayati oleh siswa.

Pengalaman yang dialami siswa digunakan untuk menumbuhkembangkan persaudaraan, solidaritas, dan saling memuji dalam suatu kelompok sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang ramah, sopan, penuh tenggang rasa dan akrab (Tim Redaksi Kanisius).

3) Refleksi

Refleksi berarti mencermati kembali materi yang disampaikan guru, pengalaman, ide, usul-usul, ataupun reaksi spontan agar siswa dapat menangkap makna materi yang diajarkan secara lebih mendalam (Subagya 2012: 53). Refleksi merupakan inti dari pembelajaran dengan berbasis PPR. Melalui refleksi yang dilakukan siswa diharapkan siswa dapat memahami arti dan nilai tentang apa yang sedang dipelajari dan dapat dapat menerapkannya dalam sebuah tindakan dalam kehidupan.

Dalam proses pembelajaran guru memfasilitasi siswa dengan memberikan pertanyaan agar siswa terbantu melakukan refleksi. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang bersifat divergen agar siswa lebih mendalami tentang materi yang sedang dipelajarinya. Diharapkan melalui refleksi siswa dapat membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalaman yang telah mereka peroleh (Tim Redaksi Kanisius)

4) Aksi

Aksi merupakan hasil dari pengalaman belajar yang telah diperoleh dan kemudian direfleksikan. Setelah melakukan refleksi guru dapat memfasilitasi siswa dengan pertanyaan aksi untuk membantu siswa membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksi. Dengan begitu siswa dapat membentuk pribadinya dan secara perlahan dapat menerapkan nilai-nilai yang direfleksikannya.

5) Evaluasi

Evaluasi diberikan untuk mengukur ketercapaian siswa dalam proses pembelajaran dari sisi akademik. Selain itu evaluasi juga perlu dilakukan terhadap dampak penerapan PPR dalam proses pembelajaran baik terhadap suasana kelas maupun terhadap sikap-sikap yang ditunjukkan oleh siswa di sekolah.

KONTEKS PENGALAMAN COMPETENCE CONSCIENCE COMPASSION AKSI REFLEKSI EVALUASI

Gambar 2.2 Tahap-tahap Pelaksanaan PPR

b. Pembelajaran Berpola PPR

Tim Redaksi Kanisius (2008: 51) menyatakan bahwa pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal ini proses pembelajaran disesuaikan dengan konteks siswa dan nilai-nilai kemanusian ditumbuhkembangkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi serta evaluasi yang menjadi akhir dari dinamika proses pembelajaran.

Cara-cara yang dapat dilakukan agar pembelajaran biasa dapat dimodifikasi menjadi pembelajaran berpola PPR menurut Tim Redaksi Kanisius (2008: 54) adalah sebagai berikut.

1) Menyesuaikan kompetensi yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Jika metode atau strategi pembelajaran dan materi yang disampaikan tidak sesuai dan relevan bagi siswa akan mengakibatkan siswa gagal belajar. Proses pembelajaran yang gagal juga akan menyebabkan pola PPR gagal. Sehingga sangat penting bagi guru dalam memperhatikan dan memperhitungkan konteks siswa yang menjadi syarat dalam keberhasilan pembelajaran berpola PPR. 2) Menggunakan metode kerja sama dalam pembelajaran. Dengan

menggunakan metode kerja sama siswa akan mendapatkan pengalaman bersaudara, saling bertanggung jawab, dan saling

menghargai sehingga siswa dapat mengalami sendiri makna persaudaraan.

3) Setelah mendapatkan pengalaman mengalami sendiri, guru memfasilitasi siswa dengan memberikan pertanyaan agar siswa dapat merefleksikan pengalaman yang diperoleh. Sehingga siswa menyadari sendiri manfaat dan makna pembelajaran bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari.

4) Langkah selanjutnya adalah guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa melakukan aksi sehingga membentuk niat siswa yang diharapkan akan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang didasari oleh niat dan kemauannya sendiri.

5) Selanjutnya melakukan evaluasi yang berkaitan dengan dampak pada sikap dan perilaku siswa, dampak pada teman kelas dan komunitas sekolah, serta dampak pada orang tua dan keluarga siswa.

c. Kelebihan-Kelebihan PPR

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki PPR jika diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah menurut Tim Redaksi Kanisius (2008: 57) antara lain sebagai berikut.

1) Pembelajaran berpola PPR tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus sehingga pembelajaran berpola PPR dapat dikatakan murah meriah.

2) PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum karena paradigma ini tidak menuntut adanya penambahan bidang studi maupun jam pelajaran.

3) Melalui PPR perkembangan siswa menjadi pribadi yang dewasa dan manusiawi akan lebih cepat terlihat.

Dokumen terkait