2.4.1 Menghitung tebal lapis tambah dengan menggunakan lendutan balik. a. Perhitungan lendutan balik.
1. Setelah mendapatkan data-data lapangan yang berupa hasil pembacaan setiap titik dengan cara pemeriksaan lendutan, maka lendutan balik (rebound deflection) tiap-tiap titik dapat dihitung dengan rumus:
d = 2 (d3 –d1) ft x c d = lendutan balik (mm) d1 = pembacaan awal (mm) d2 = pembacaan antara (mm) d3 = pembacaan akhir (mm) C = factor pengaruh air tanah
= 1 apabila pemeriksaan dilakukan pada keadan kritis (misalnya: musim hujan atau kedudukan air tanah tinggi
= 1,5 apabila pemeriksaan dilakukan pada keadan baik (misalnya: musim kemarau atau kedudukan air tanah rendah)
Ft = factor penyesuaian temperature lapis permukaan (t1). T1 = 1/3 (tp + tb + tt)
Tp = temperature permukaan, dari data lapangan Tt = temperature tengah, dari data lapangan. Tb = temperature bawah, dari data lapangan. 2. Menentukan rumus umum dari lendutan balik.
Pada kedudukan I
3. Lendutan turun sebesar = d 4. Pembacaan awal d1 = 0 Pada kedudukan II
- Lendutan kembali (balik) = y
- Pembacaan antara d2 = ½ y (perbandingan 1:2) Pada kedudukan III
- Lendutan kembali kebentuk semula = 0 - Pembacaan akhir d3 = ½ d (perbandingan 1:2)
D1 = 0 d3 = 1/2d Maka: d3 – d1 = 1/2 d
½ d = d3 – d1 d = 2 (d3 – d1)
3. Gambarlah nilai lendutan balik pada titik pemeriksaan yang diperoleh pada no.1, jika tiap titik pemeriksaan menggunakan lebih dari satu alat
Benkelman Beam, maka gambarlah nilai lendutan balik rata –rata dari tiap titik pemeriksaan tersebut.
4. Hubungkan nilai –nilai lendutan balik pada no.3 sehingga membentuk lendutan balik.
5. Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahakan agar tiap –tiap seksi jalan tersebut mempunyai lenbutan balik yang kurang lebih seragam, atau dengan rumus:
untuk 4 ≤ n ≤ 21
( n - FKn-1) FK = s/d x 100% Dimana:
n = faktor keseragaman dengan jumlah titk pemeriksaan = n FKn-1 = faktor keseragaman dengan jumlah titik pemeriksaan = n-1 6. Untuk menentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu seksi
jalan tersebut (representative rebound deflection), dipergunakan rumus-rumus yang disesuaikan dengan fungsi jalan sebagai berikut:
a. D = + 2s untuk jalan arteri atau tol (98%) b. D = + 1,64s untuk jalan kolektor (95%) c. D = + 1,28s untuk jalan local (90%) Dimana:
D = lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan.
= (lendutan balik rata-rata dalam suatu seksi jalan) d = lendutan balik tiap titik didalam seksi jalan.
n = jumlah titik pemeriksaan pada seksi jalan.
S = (standar deviasi)
b. Perhitungan tebal lapis tambah (overlay)
1. Mencari data –data lalu lintas yang diperlukakan pada jalan –jalan yang bersangkutan antara lain:
a. LHR (Lalu lintas Harian Rata –rata) yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median dan untuk masing –masing arah pada jalan dengan median
b. Jumlah lalu lintas rencana (design traffic number) ditentukan atas dasar jalur dan jenis kendaraan.
Tabel 2.2. Presentase kendaraan yang lewat pada jalur rencana
Tipe jalan
Kendaraan ringan* Kendaraan berat** 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 6 jalur 100 60 40 - - 100 50 40 30 20 100 70 50 - - 100 50 47,5 45 40 Ket: * : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
** : bus, truk, traktor, trailer.
Pada jalan – jalan khusus, misalnya jalan bebas hambatan, tipe jalan 2x2 jalur, dengan ketentuan kendaraan yang lewat tidak diambil 50 seperti table di atas, tetapi diambil antara 50 – 100 dari LHR satu arah,
tergantung banyaknya kendaraan yang menggunakan jalur kiri tersebut.
2. Dengan menggunakan perhitungan lendutan balik, menghitung besarnya jumlah ekivalen harian rata-rata dari satuan 8,16 ton (18 kip = 18.000 lbs) beban as tunggal, dengan cara menjumlahkan hasil perkalian masing-masing jenis lalu lintas harian rata-rata tersebut, baik kosong maupun bermuatan dengan faktor ekivalen yang sesuai (faktor ekivalen kosog atau isi).
3. Menentukan umur rencana dan perkembangan lalu lintas.
4. Serta menentukan jumlah lalu lintas secara kumulatif selama umur rencana.
2.4.2 Menghitung lendutan maksimum, lendutan balik dan lendutan sisa. a. Perhitungan lendutan maksimum.
Setelah mendapatkan data-data dari lapangan yang berupa hasil pembacaan tiap titik pemeriksaan dengan cara seperti tersebut diatas pada cara mengukur lendutan maksimum dan cekung lendutan, maka lendutan maksimum pada titik pemeriksaan tersebut dihitung dengan rumus:
Dmaks = 2 (-d1) . ft . C Dimana:
Dmaks = lendut an maksimum.
d1 = pembacaan awal (mm), sejauh 0 cm. C = faktor pengaruh air tanah.
b. Perhitungan lendutan balik
Setelah mendapatkan data-data dari lapangan yang berupa hasil tiap titik pemeriksaan, maka lendutan balik pada pemeriksaan tersebut dapat dihitung dengan rumus:
d = 2 (d3 – d1) . ft . C c. Perhitungan lendutan sisa.
Setelah mendapatkan data-data lapangan yang berupa hasil pembacaan tiap titik pemeriksaan dengan cara seperti diatas pada cara mengukur lendutan maksimum dan cekung lendutan , maka lendutan sisa pada titik pemeriksaan tersebut dapat dihitung dengan rumus:
d = 2 (d3) . ft . C
2.4.3 pengukuran suhu.
Maksud pengukuran suhu adalah untuk mencari faktor oreksi penyelesaian suhu terhadap suhu standard 35°C.
Pengukuran dapat dilakukan terhadap:
Temperature (tu) dan temperature permukaan (tp).
Dengan menggunakan grafik 1a akan diperoleh temperature lapis permukaan (tl) dihitung dengan rumus:
tl = 1/3 (tp + tt + tb)
dengan menggunakan grafik 1 akan diperoleh faktor penyesuaian temperatur. Cara yang umum digunakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga adalah cara pertama, sedang cara kedua dilakukan untuk penelitian-penelitian.
Dalam mencari faktor penyesuaian temperature diperlukan juga tebal dan jeniskonstruksi tebal lapis permukaan, yang sekaligus dilakukan bersama-sama dengan pengukuran temperatur.
1 Peralatan yang digunakan. - Thermometer udara
Dimana suhunya 5° - 70°C dengan pembagian skala 1°C atau 40° - 140°F dengan pembagian skala 1°F
- Thermometer permukaan
Dimana suhunya 5° - 70°C dengan pembagian skala 1°C atau 40° - 140°F dengan pembagian skala 1°F. thermometer dilengkapi kerangka pelindung dan dapat berdiri diatas permukaan jalan.(gambar no. 4)
- Alat-alat sederhana, seperti pahat dan palu.
- Paying atau alat pelindung lainnya terhadap sinar matahari. 2 Cara mengukur temperature udara (tu)
- Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer udara seperti tersebut dalam.
- Pada siang hari pengukuran dilakukan ditempat teduh dan terbuka (dibawah pohon atau pelindung lainnya), sedangkan pada malam hari pengukuran bisa dilakukan langsung ditempat pekerjaan dan terbuka. Pengukuran tidak boleh terpengaruh sumber panas lainnya, seperti mobil/truk, mesin dan api.
- Pembacaan dilakukan setelah pengukuran berjalan sekitar 5 menit. Suhu yang terbaca dicatat dalam formulir yang tersedia.
3 Cara mengukur temperature permukaan (tp).
- Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer permukaan seperti tersebut dalm.
- Bersihkan permukaan yang akan diukur terhadap kotoran atau debu yang melekat.
- Letakkan thermometer pada titik yang diukur tersebut. Lindungi thermometer tersebut terhadap sinar matahari langsung, deengan payung atau alat pelindung lainnya.
- Pembacaan dilakukan setelah pengukuran berjalan sekitar 5 menit. Suhu yang terbaca dicatat dalam formulir yang tersedia.
4 Cara mengukur tebal dan jenis konstruksi lapis permukaan.
- Tebal dan jenis konstuksi lapis permukaan diukur ditepi perkerasan dengan mengadakan penggalian dengan ukuran 10 -10 cm sedalam tebal lapis permukaan.
- Catat tebal dan jenis konstruksi lapis permukaan dalam formulir yang tersedia.
5 Cara mengukur temperature tengah (tt).
- Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer pernukaan seperti tersebut dalam.
- Titik yang akan diukur dapat diambil pada lokasi pengukuran temperature permukaan seperti tersebut dalam.
- Pada titik tersebut dilakukan penggalian permukaan perkerasan dengan ukuran 10 -10 cm (kira-kira cukup untuk memasukkan thermometer pengukuran dengan baik)
Penggalian dilakukan sampai kedalaman setengah lapis permukaan seperti tersebut dalam.
Ratakan galian lubang tersebut sehingga alat thermometer permukaan dapat diletakkan secara baik pada permukaan dasar galian tersebut.
- Letakkan thermometer permukaan tegak lurus pada dasar lubang galian sehingga alat thermometer benar-banar bersinggungan pada permukaan dasar lubang galian tersebut.
Lindungi thermometer tersebut terhadap sinar matahari langsung, dengan payung atau alat pelindung lainnya.
- Pembacaan dilakukan setelah pengukuran berjalan sekitar 5 menit. Suhu yang terbaca dicatat dalam formulir yang tersedia.
6 Cara mengukur temperature bawah (tb).
- Pengukuran dilakukan dengan mengguankan thermometer permukaan. - Titik yang akan diukur diambil pada lokasi pengukuran temperature
tengah.
- Pada titik tersebut dilanjutkan penggalian sampai kedalaman dasar tebal lapis permukaan.
- Ratakan dasar lubang galian tersebut hingga alat thermometer permukaan dapat diletakkan secara baik pada permukaan dasar galian tersebut. - Letakkan thermometer permukaan tegak lurus pada dasar lubang galiab
sehinggaalas thermometer benar-banar bersinggungaan pada dasar lubang galian tersebut.
Lindungi thermometer tersebut terhadap matahari langsung. Dengan paying atau alat pelindung lainnya.
Pembacaan dilakukan setelah pengukuran berjalan selama 5 menit. Suhu yang terbaca dicatat.
7 Cara menggunakan dan membaca alat thermometer.
- Pada setiap akan melakukan pengukuran suhu harus dilihat bahwa semua air raksa didalam thermometer harus saling berhubungan (untuk thermometer yang kurang baik air raksa ini sering dalam keadaan yang terpisah-pisah, sehingga dapat memungkinkan terjadinya salah pembacaan).
- Didalam meletakkan thermometer permukaan harus hati-hati agar benar-benar dapat dipastikan bahwa yang bersinggungan dengan permukaan aspal atau permukaan dasar lubang galian adalah alas dari thermometer tersebut, bukan alas kerangka pelindung thermometer.
- Dalam membaca thermometer harus diusahakan setinggi mata,agar suhu yang terbaca adalah suhu yang sebenarnya (tinggi air raksa tepat pada angka yang terbaca).
2.4.3 Mengkalibrasikan alat Benkelman Beam.
Didalam menggunakan suatu alat terlebih yang bersifat presisi, perlu dilakukan peneraan terlebih dahuluterhadap alat tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah alat tersebut dalam keadaan baik, memenuhi batas-batas ketelitian yang diinginkan,sesuai dengan fungsi kegunaannya.
Didalam penggunaan alat Benkelman beam untuk mengukur lendutan perkerasanjalan, diperlukan ketelitian yang cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan peneraan terlebih dahulu terhadap alat tersebut sebelum dipakai.
Benkelman Beam yang masih ada dalam batas-batas toleransi ketelitian yang ada dapat langsung digunakan, sedangkan Benkelman Beam yang menunjukkankelainan diluar batas toleransi ketelitian, perlu diperbaiki sampai batas toleransi ketelitian tersebut terpenuhi.
Peneraan alat Benkelman Beam dengan alat tera ditujukan untuk mengetahui batas – batas toleransi ketelitian alat Benkelman Beam. Apabila batas-batas toleransi ketelitian tersebut dilampaui, maka Benkelman Beam tersebut harus diperbaiki.
1 Alat tera Benkelman Beam(gambar no. 7)
a. Pelat landasan (L) untuk landasan pelat tera dan tiang dudukan arloji pengukur.
b. Pelat tera (T) yang dapat turun dan naik pada salah satu sisi (S) c. Engsel (E) untuk menghubungkan pelat (L) dan (T)
d. Skrup pengatur (SP!), untuk mengatur pelat landasan (T) dalam kedudukan yang stabil (mantap)
e. Sekrup pengatur (SP2), untuk menggerakkan pelat tera (T) turun naik pada bagian sisi (S), yang dihbungkan oleh engsel (E).
f. Tiang (TA), untukdudukan arloji pengukur alat tera. g. Arloji pengukur alt tera (AP1).
2 Cara mengukur ketelitian.
a. Pasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi sambungan kaku.
b. Dengan batang pengukur dalam keadaan terkunci, tempatkan Benkelman Beam pada bidang yang datar, kokoh dan rat, misalnya pada lantai. c. Atur kaki (K) sehingga Benkelman Beam pada keadaan datar.
d. Tempatkan alat tera dalam bidang yang sama atur hingga pelat tera berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur, kemudian atur pelat landasan hingga datar dan mantap.
e. Lepaskan pengunci (P) batang pengukur dan turunkan ujung batang perlahan lahan hingga tumit batang terletak pada pelat tera(T).
f. Atur arloji pengukur (AP2) pada dudukannya hingga ujung batang arloji pengukur bersinggungan dengan bagian belakang natang pengukur, lalu dikunci dengan erat.
g. Atur arloji pengukur alat tera (AP1) pada dudukanya hingga ujung batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat diatas tumit batang (TB), kemudian dikunci dengan erat.
h. Atur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan batang arloji alat tera, sehingga batang arloji bisa bergerak 1.k.5 mm
i. Dalam kedudukan seperti (h) atur kedua jarum arloji pengukur pada angka nol.
j. Hidupkan alat penggetar (B), kemudian turunkan pelat tera dedngan memutar sekru pengatur (SP2), sehingga jarum arloji pengukur alat tera menunjukkan penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm. catat pembacaan kedua arloji pengukur pada formulir yang tela tersedia. (formulir6)
k. Lakukan seperti (10), berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai penurunan 2,50 mm. catat kedua pembacaan arloji pengukur setiap penurunan tersebut.
l. Dalam keadaan kedudukan terakhir (k), naikkan pelat tera berturut –turut pada setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm, sampai mencapai kenaikan 2,50 mm (tumit batang kembali pada keadaan semula).
m. Hasil pembacaan arloji pengukur Benkelman Beam (perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu 0 terhadap jarak antara sumbu 0 sampai ujung belakang batang pengukur).
Untuk alat Benkelman Beam yang umu dipergunakan, deengan factor pembanding 2:1 maka hasil pembacaan arloji pengukur tersebut dikalikan 2.
n. Jika hasil pembacaan pada arloji pengukur Benkelman Beam, berbeda dengan hasil pembacaan pada arloji pengukur alat tera, berarti ada kemungkinan kesalahan pada alat, seperti gesekan pada sumbu yang terlalu longgar.
3 Batas toleransi.
Jika selisih tersebut diatas (n) sama atau lebih kecil 0,05 mm maka alat masih dianggapbaik.
Jika selisih tersebut diatas (n) lebih besar 0,05 mm maka alat tersebut perlu diperiksa dan diperbaiki.