• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

C. Pengobatan Gangguan Saluran Pencernaan

7. Strategi Terapi

Terapi yang dilakukan dapat dengan terapi non farmakologis dengan masukan makanan yang mengandung serat tinggi misal berasal dari sayuran dan buah-buahan serta masukan cairan yang cukup (misal mengonsumsi air putih minimal 8 gelas sehari) juga perlu latihan otot-otot rectum dengan membiasakan buang air besar setiap hari. Bila dengan terapi non farmakologis tidak berhasil maka dapat diberikan obat pencahar, jenis obat pencahar antara lain:

a. Obat untuk melunakkan feses dalam 1-3 hari

Bulk forming agents: Metilselulosa (4-6 gram per hari), Policarpophil (4-6 gram per hari), dan Psilium (bervariasi tergantung Produk)

Emollients: Natrium Dokusat (50-360 mg per hari), Kalsium Dokusat (50-360 mg per hari), Kalium Dokusat (100-300 mg per hari)

 Laktulosa 15-30 ml per oral  Sorbitol 30-50 gram/ hari per oral  Mineral oil sebanyak 15-30 ml per oral b. Obat untuk melunakkan feses dalam 6-12 jam

 Bisakodil secara per oral 5-15 mg  Phenolptalein 30-270 mg secara per oral

 Senna dengan dosis yang disesuaikan formulasi

 Magnesium Sulfat dengan dosis yang rendah (< 10 gram secara per oral)

c. Obat yang membuat feses menjadi cair dalam 6-12 jam  Magnesium Sitrat18 g dilarutkan pada 300 ml air  Magnesium Hidrooksida 2.4–4.8 g secara per oral

 Magnesium Sulfat (dalam dosis tinggi) 10–30 g secara per oral  Bisacodyl (dalam bentuk suppositoria) 10 mg dimasukkan ke rektal

(Dipiro, 2008). F. Diare

1. Definisi

Diare dapat didefinisikan sebagai defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja (Mansjoer, 2001).

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit (Friedman, 2003).

2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama hingga keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Diare lebih banyak terdapat pada negara yang berkembang daripada negara maju yaitu 12.5 kali lebih banyak dalam kasus mortalitas, di antara banyak bentuk penyakit diare yang dihadapai anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun yang paling parah adalah kolera, infeksi rotavirus, dan disentri (Rachman, 1996).

3. Etiologi

Penyebab diare yang paling sering diseluruh dunia adalah infeksi usus (infectious diarrhea). Frekuensi, jenis dan berat diare ditentukan oleh siapa yang diserang, dimana serta bilamana diare tersebut terjadi.

a. Infeksi

Dapat karena virus (rotavirus, adenovirus, Norwalk), bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli, Vibrio), parasit (protozoa: E. histolytica, G. lamblia, Balantidium coli; cacing perut: Ascaris, Ttrikuris, Strongiloideus; dan jamur: Candida)

b. Malabsorpsi berupa intoleransi laktosa, lemak atau protein

c. Makanan yaitu karena Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Imunodefisiensi

e. Adanya rasa takut dan cemas (Mansjoer, 2001).

4. Patofisiologi

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Wilson, 2003).

5. Manifestasi klinis

Gejala klinis pada diare disertai inflamasi yang menyertai keluhan adalah abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel

leukosit polimorfonuklear. Pada diare tanpa inflamasi mengalami abdomen tidak sakit atau sedikit sakit, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Wilson, 2003).

6. Diagnosis

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan

Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya (Friedman, 2003).

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan

Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran. Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap (Rachman, 1996).

7. Strategi terapi

A. Penggantian cairan dan elektrolit

Terapi intra vena bila diperlukan dengan cairan normotonik seperti cairan normal saline atau Ringer Laktat harus diberikan dengan suplementasi Kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.

B. Antibiotik

Tabel IV. Antibiotik untuk diare akibat bakteri

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua

Campylobacter, Shigella atau Salmonella Ciprofloksasin 500mg oral 2x sehari, 3 – 5 hari Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari Trimetoprim-Sulfometoksazole oral 2x sehari,3 hari Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr

Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg oral 4x sehari, 3 hari Doksisiklin 300mg Oral, dosis tunggal

Resisten Tetrasiklin Ciprofloksacin 1gr oral 1x

Eritromisin 250 mg oral 4x sehari selama 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari dengan oral atau IV

Vancomycin 125 mg oral 4x sehari selama 7-14 hari

(Wilson, 2003).

C. Obat Anti Diare

Dapat digunakan: Loperamid : 4 mg per oral (dosis awal) lalu tiap tinja cair diberikan 2 mg dengan dosis maksimal 16 mg/ hari, Difenoksilat: 4 kali sehari 5 mg, Kodein Fosfat: 15-60 mg tiap 6 jam

b. Obat dengan absorpsi zat toksik

Dapat digunakan Norit sebanyak 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan, dapat digunakan pula attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin dengan efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit

c. Zat hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet

d. Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria

atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Dokumen terkait