• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

PELET KOMERSIAL

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra (Danio rerio) yang menggunakan pakan uji dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan pelet komersial yang umum dipakai oleh pembudidaya ikan hias. Pakan komersial yang digunakan adalah pakan udang dan pakan ikan hias. Tiga pakan perlakuan yaitu pakan A (pakan udang komersial), pakan B (pakan ikan hias komersial) dan pakan C (pakan uji) diberikan kepada induk ikan zebra. Kandungan asam lemak pakan udang (pakan A) pada penelitian ini adalah 2,81% n-3, 0,85% n-6 dikombinasikan dengan vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan, sedangkan kandungan asam lemak pakan ikan hias (pakan B) pada penelitian ini adalah 0,75% 3, 1,06% n-6 dikombinasikan dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Pakan uji (pakan C) yang digunakan merupakan pakan dengan kandungan protein 37% dan energi pakan 3261 kkal digestible energy/kg pakan) dengan kandungan vitamin E 258 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6. Ikan diberi pakan secara at satiation selama 60 hari pemeliharaan. Selama masa pemberian pakan, tingkat kematangan gonad diperiksa secara teratur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrien pada pakan komersial yang umum digunakan sebagai pakan induk hanya sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan zebra untuk pembesaran, sehingga kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai pakan induk. Kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan uji dengan kandungan vitamin E sebesar 258 mg/kg dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 lebih baik dibandingkan dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet komersial.

98

ABSTRACT

This experiment was conducted to characterize the response of three test feed on the reproductive performance of Danio rerio. Three practical diets, namely diets A, B, and C with different levels of essential fatty acid and vitamin E were fed to zebrafish broodstock. The broodstock were cultivated in aquaria. Diet A (shrimp postlarvae feed) contained 25 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 2,81% n-3 and 0,85% n-6, while diets B (commercial ornamental fish feed) contained 18 mg vitamin E/kg diet combined respectively with 0,75% n-3 and 1,06% n-6, and diet C (test feed) contained 258 mg vitamin E /kg diet combined respectively with 1,03 % n-3 fatty acids and 2,04 % n-6 fatty acids, Fish were fed at satiation for 60 days using these diets. During feeding period, gonad maturation stages were examined. The dietary with different level of vitamin E and essential fatty acid affected the gonad somatic index, fecundity, total number of normal larvae, and survival rate of larvae produced. The results showed that the best test feed; 258 mg vitamin E/kg feed in the diet combined respectively with 1,03% n-3 fatty acids and 2,04% n-6 fatty acids; improved reproductive performance of zebrafish better than commercial feed.

99

PENDAHULUAN

Potensi ikan hias di Indonesia tersebar antara lain di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jenis ikan hias yang diperdagangkan di dunia tahun 2003 mencapai 8.000 jenis. Sedangkan potensi ikan hias Indonesia yang sudah teridentifikasi mencapai 4.500 jenis, dan yang diekspor baru sekitar 300 sampai 500 jenis. Jenis ikan hias yang dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia baru sekitar 50 jenis. Indonesia relatif masih tertinggal dari negara-negara lain, baik dari segi kelembagaan, sarana dan prasarana pemasaran serta manajemen pengelolaan bisnis ikan hias.

Salah satu faktor pembatas utama pada kegiatan pemeliharaan ikan hias, khususnya kegiatan budidaya ikan hias skala massal adalah ketidaktentuan dan bervariasinya mutu reproduksi induk yang akan mempunyai dampak terhadap mutu dan jumlah benih yang dihasilkan. Keterbatasan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perbaikan pada nutrisi induk yaitu dengan pemberian pakan bermutu yang mengandung asam lemak esensial dan vitamin yang diketahui penting untuk kebutuhan reproduksi.

Pakan khusus untuk induk ikan hias yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk reproduksi di Indonesia masih sulit untuk didapatkan, sehingga umumnya pembudidaya ikan hias mempergunakan pakan alami yang ketersediaannya masih sangat tergantung kepada musim atau bahkan menggunakan pelet udang sebagai pakan induk yang belum diketahui jelas dampaknya terhadap ikan hias. Salah satu upaya awal untuk membuat pakan khusus untuk induk adalah dengan membuat suatu formula dasar pelet induk yang kandungan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan reproduksi ikan.

100 Keberadaan dan komposisi nutrien berupa asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang berperan penting bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup larva (Meinelt et al., 2004). Kandungan asam lemak esensial linoleat (18:2n-6) dan linolenat (18:2n-3) dalam pakan maupun dalam tubuh ikan berhubungan erat dengan kandungan vitamin E dalam pakan maupun dalam tubuh ikan (Fernandez-Palacios et al., 1998). Dengan demikian perlu diketahui secara tepat peranan n-3, n-6, dan vitamin E dalam proses reproduksi ikan serta perlu dikaji dosis yang tepat untuk kombinasi n-3, n-6 dengan vitamin E dalam pakan untuk dapat memperbaiki kinerja reproduksi induk melalui perbaikan nutrisi.

Formulasi pakan uji dilakukan dengan mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, dimana diperoleh formula dasar dengan kadar protein 37%, kadar energi 3295 kkal digestible energy/kg pakan) dengan kandungan vitamin E 258 mg/kg pakan yang dikombinasikan dengan 1,03% asam lemak n-3 dan 2,04% asam lemak n-6. Diperlukan suatu penelitian lanjutan untuk membuktikan bahwa formula pakan uji tersebut layak dipakai sebagai acuan formulasi pakan induk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja reproduksi ikan zebra yang menggunakan formula pakan uji hasil penelitian sebelumnya dengan kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pakan pelet komersial.

101

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya ikan hias merupakan suatu kegiatan usaha perikanan yang mempunyai potensi ekonomi cukup tinggi. Berdasarkan data FAO (2004), produksi serta perdagangan ikan hias dan tanaman hias hasil budidaya air tawar masih memiliki kontribusi yang besar terhadap industri ikan hias dunia. Nilai industri ikan hias dunia diestimasi bervariasi antara 1-5 milyar USD. Sementara itu nilai ekspor ikan hias dan tanaman hias dunia tahun 2003 sekitar 200 juta USD atau mengalami peningkatan 7-8% per tahun sejak tahun 1990-an. Produsen ikan hias dunia masih didominasi oleh Asia dengan kontribusi 65%, sedangkan selebihnya disuplai oleh Eropa dengan kontribusi 19%; dan Oceania, Afrika dan Amerika Utara dengan kontribusi sebesar 16%. Perkembangan pasar tujuan menunjukkan bahwa AS masih menjadi pasar utama. Pada tahun 2003, AS mengimpor ikan hias dengan nilai 41 juta USD berasal dari 60 negara eksportir yang didominasi oleh Thailand (18,2%) dan Singapura (18,2%), serta Indonesia (12,2%). Pada tahun 2004, Singapura dengan pangsa pasar 19,4% telah mengungguli Thailand (19,1%), sementara Indonesia mengalami penurunan menjadi 12,1%.

Pakan induk harus memenuhi persyaratan nutrisi untuk perkembangan dan pematangan gonad. Asam lemak linoleat dan linolenat yang merupakan prekursor yang sangat diperlukan untuk sintetis produk lain, tidak dapat disintetis oleh ikan (asam lemak esensial). Setelah masuk dalam tubuh, asam linoleat dapat dirubah menjadi asam linolenat dan arakidonat yang hanya dapat dibuat dari asam linoleat. Molekul ini adalah asam lemak yang sangat penting karena menjadi prekursor esensial pada hampir semua senyawa prostaglandin. Menurut Lehninger (2003) prostaglandin G1 diturunkan dari eikosatrienoat, sedangkan prostaglandin E2, F2α dan prostaglandin G2 diturunkan dari penguraian arakidonat. Prostaglandin yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh tersebut merupakan pengatur kerja hormon termasuk diantaranya adalah hormon-hormon reproduksi.

102 Kandungan asam lemak esensial yang berlebihan pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan aksi hormonal karena kelebihan EPA maupun DHA diketahui mengurangi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary (Izquierdo et al.; 2001). Berdasarkan hasil penelitian I dapat dikatakan bahwa penampilan reproduksi pada ikan zebra tidak hanya dipengaruhi kadar asam lemak n-6 saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 dalam pakan. Secara umum, ikan zebra membutuhkan asam lemak 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 dalam pakan untuk menghasilkan kinerja reproduksi yang terbaik.

Vitamin E berperan sebagai inter dan ekstraselular antioksidan, untuk menjaga homeostatis pada metabolisme sel dan jaringan-jaringan (Gatlin et al.;1992) . Sebagai antioksidan fisiologis, tokoferol berperan untuk melindungi vitamin-vitamin dan asam lemak tidak jenuh dari proses oksidasi. Ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur. Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis. Selain berfungsi sebagai antioksidan, Vitamin E juga mendukung peran enzim sitokrom P450 mensintesis kolesterol untuk pembentukan hormon reproduksi, dalam hal ini 17β-estradiol. Hormon 17β-estradiol menstimulasi sintesis vitelogenin di hati (Meinelt et al., 1999). Kuning telur merupakan sumber utama energi dan materi untuk perkembangan embrio ovipar (Kamler, 1992). Nilai kalori kuning telur dapat diduga berdasarkan diameter telur, volume kuning telur dan bobot telur.

103

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan di Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat bahan pakan dan pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, sedangkan analisis vitamin E dilakukan di Laboratorium INMT, Fakultas Peternakan IPB. Pemeliharaan dan pemijahan ikan dilakukan di Laboratorium Lapangan Gunung Gede, Program Diploma Institut Pertanian Bogor.

Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Foto perkembangan embrio dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas air dilakukan dilakukan di Laboratorium Lingkungan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ikan Uji

Ikan yang digunakan sebagai induk adalah calon induk ikan zebra yang belum pernah memijah (prasalin). Ikan ini berasal dari petani ikan hias Depok, Jawa Barat dengan umur sekitar 25 hari serta memiliki bobot awal berkisar 0.100-0,154 gr/ekor.

Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan merupakan pakan bentuk pasta dengan kadar protein 37,56%, kandungan energi dapat dicerna 326,17 kkal/100 g serta rasio energi protein 8,20. Komposisi pakan yang digunakan didasarkan pada formula dasar pakan yang sudah dipergunakan pada tahap percobaan sebelumnya. Bahan-bahan penyusun pakan terdiri dari tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati. Tepung pollard sebagai sumber karbohidrat. Sumber

104 lemak dan asam lemak berasal dari minyak ikan, minyak jagung dan minyak sawit. Minyak ikan digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-3, minyak jagung digunakan sebagai sumber utama asam lemak n-6 dan minyak sawit digunakan sebagai pelengkap jumlah lemak yang dibutuhkan. Bahan penyusun lain yaitu vitamin campuran; mineral campuran dan sagu, yang berfungsi sebagai pengikat.

Sebelum pakan dibuat, bahan penyusun pakan seperti tepung ikan, tepung kedelai dan pollard dianalisa terlebih dahulu.. Begitu juga pakan yang telah dibuat kemudian dianalisa proksimat dan analisis asam lemak. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan Takeuchi (1988); terdiri atas analisis protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan kadar air. Pengujian asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 dilakukan menggunakan gas liquid chromatography (GLC) dengan silica capillary column (GC-15A, Shimadzu Corp., Japan), pada 500C -2050C (Takeuchi, 1988). Komposisi pakan selengkapnya disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering)

Pelet Komersial A Pelet Komersial B Pakan Uji

Protein 36,48 33,99 37,56 Lemak 11,09 11,57 8,26 Abu 8,73 8,36 9,88 Serat Kasar 7,69 8,04 7,69 BETN 36,01 38,05 36,60 Asam lemak n-3 2,81 0,75 1,03 Asam lemak n-6 0,85 1,06 2,04 Vitamin E (mg/kg) 25,00 18,00 258,00 Keterangan :Pelet komersial A adalah pelet udang starter yang umum dipergunakan petani ikan hias, pelet komersial B adalah pelet ikan hias, pelet uji adalah pelet dengan CP 37,6%, vitamin E 250 mg/kg pakan, asam lemak 1,03% n-3; 2,04% n-6.

105

Rancangan Perlakuan

Penelitian tahap empat ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 3 perlakukan dan 3 ulangan.

Tabel 24. Matrik penelitian

Perlakuan Jenis Pakan Perlakuan A Pelet Komersial A

Perlakuan B Pelet Komersial B Perlakuan C Pakan Uji

Pemeliharaan Ikan Uji

Wadah pemeliharaan berupa akuarium berukuran 60 x 50 x 40 cm sebanyak 9 buah akuarium yang dilengkapi dengan sistem resirkulasi untuk setiap set penelitian. Sebelum digunakan, akuarium beserta tandon berkapasitas 2 ton dibersihkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Pada awal pemeliharaan dilakukan analisis kualitas air media pemeliharaan. Suhu air pada wadah pemeliharaan berkisar antara 29-31 °C dengan dilengkapi heater untuk menjaga kestabilan suhunya. Untuk menjaga kualitas air tetap baik maka setiap hari dilakukan penyiponan, yaitu pada pagi hari sebelum pakan diberikan.

Pemeliharaan ikan zebra dilakukan dengan kepadatan 25 ekor dalam setiap akuariumnya. Selama pemeliharaan, ikan zebra diberi pakan dalam bentuk pasta secara at satiation dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari, yaitu pada jam 07.00, 11.00, 14.00 dan 15.00 WIB. Ikan zebra dipelihara sampai siap memijah. Untuk mengetahui perkembangan kematangan gonadnya maka dilakukan sampling bobot dan GSI sebanyak 3 ekor/ulangan.

Pemijahan dilakukan pada saat ikan zebra telah siap memijah. Induk betina telah siap untuk dipijahkan apabila nilai GSI sudah di atas 20% dan umumnya juga memiliki ciri ukuran perut yang lebih besar dan bila disentuh bagian anal akan terasa lembek. Apabila ada induk betina yang siap memijah dari setiap perlakuan, maka induk tersebut dipindahkan ke akuarium pemijahan. Wadah pemijahan berupa akuarium berukuran 15 x 15 x 20 cm sebanyak 24 buah untuk setiap set penelitian.

106 Untuk setiap akuarium pemijahan diberi 1 induk jantan dan 1 induk betina per akuarium. Setiap perlakuan diambil 3 ekor betina untuk dipijahkan.

Adapun langkah-langkah persiapan akuarium pemijahan, adalah sebagai berikut :

1. Akuarium dibersihkan terlebih dahulu, menggunakan larutan desinfektan (kaporit).

2. Setiap akuarium diisi air setinggi 10 – 15 cm.

3. Dasar akuarium diberi kain saringan dengan mata jaring 1 mm.

4. Setiap akuarium diisi sepasang induk yang siap memijah. Induk betina dimasukkan terlebih dahulu yaitu pada pagi hari kemudian induk jantan dimasukkan pada sore hari. Pemijahan biasanya terjadi pada pagi hari berikutnya, yaitu pukul 05.30 – 08.30 WIB.

Ketika induk selesai memijah, maka induk jantan dan betina harus segera dipisahkan dan dipindahkan dari akuarium pemijahan, agar tidak memangsa telur yang ada di dasar akuarium. Setiap akuarium yang berisi telur, diberi methylen blue untuk mencegah tumbuhnya jamur.

Fekunditas induk dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah telur per pemijahan (ulangan). Sepuluh butir telur untuk setiap ulangan, diambil dan diukur diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah telur menetas (48–72 jam), maka dihitung jumlah larva untuk mengetahui hatching rate telur tersebut.

Larva yang telah menetas dari setiap ulangan perlakuan, dipelihara di dalam akuarium penetasan. Selama pemeliharaan, larva tidak diberi pakan. Setelah 3 hari yaitu ketika kuning telur habis, jumlah larva dihitung sehingga kita dapat mengetahui suvival rate dan kualitas larva yang diberi perlakuan.

107 % 100 (g) tubuh Bobot (g) gonad Bobot (%) GSI = x Parameter Uji

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut

Laju Pertumbuhan Harian (αααα)

Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan rumus Effendie (1979):

α (%) =         − t wo wt 1 x 100%

Keterangan: Wt = Bobot tubuh akhir percobaan (g) Wo = Bobot tubuh awal percobaan (g) t = waktu pemeliharaan (hari)

α = Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

Gonad Somatik Indeks

Penilaian perkembangan gonad yang hanya berdasarkan pada ciri-ciri morfologi saja adalah subyektif dan kurang informatif karena hanya menerangkan secara kualitatif. Padahal dalam perkembangan gonad tadi selain perkembangan secara mofologi, di dalamnya terdapat perkembangan telur dan sejalan dengan ini terjadi perkembangan berat gonad. Keterangan perkembangan telur dan berat gonad ini dapat memberi informasi tambahan yang dapat dijabarkan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979):

Fekunditas

Fekunditas merupakan jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendie, 1979). Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan . (g) induk Bobot diovulasi yang telur Jumlah induk) (butir/g Fekunditas =

108

Diameter Telur

Diameter telur diukur dengan menggunakan mikrometer yang diletakan di lensa okuler. Pengukuran dengan mikrometer dipengaruhi oleh pembesaran lensa objektif. Diameter telur diukur pada bagian yang terpanjang dari telur dengan perhitungan sebagai berikut:

01 . 0 x y x DT= Keterangan : DT = Diameter telur (mm)

x = Nilai diameter telur yang diamati dengan mikroskop y = Nilai perbesaran

Derajat Pembuahan Telur

Derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi yang dapat ditentukan pada saat stadium morula, dengan rumus perhitungan sebagai berikut (Woynarovich dan Hoart ,1980) :

100% telur total Jumlah dibuahi yang telur Jumlah (%)= × Rate ion Fertilizat

Derajat Tetas Telur

Derajat penetasan (hatching rate) adalah persentase jumlah embrio yang menetas dari jumlah telur yang telah dibuahi. Perhitungan derajat penetasan ditentukan setelah penetasan telur seluruhnya dengan perhitungan rumus sebagai berikut (Cinderelas, 2005) : 100% ditetaskan yang telur Jumlah menetas yang telur Jumlah (%)= × rate Hatching

109

Kecepatan Waktu Embriogenesis

Waktu yang dibutuhkan untuk embriogensisi dari masing-masing perlakukan dihitung untuk setiap perlakuan. Sepuluh telur diambil dari akuarium yang berbeda perlakuan untuk pengamatan yang disebar kedalam cawan petri untuk mengamati embriogenesis dengan menggunakan mikroskop. Setiap tahap perkembangannya difoto untuk dokumentasi perubahan bentuk masing-masing stadium terutama stadium–stadium tertentu, sepeti cleavage, morulasi, blastulasi, gastrulasi dan organogenesis sampai telur menetas

Survival Rate Larva (Effendie, 1979)

Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 1979): 100% an pemelihara awal ikan Jumlah an pemelihara akhir ikan Jumlah (%) = × Rate Survival

Persentase Larva Abnormal

Persentase larva abnormal dihitung dengan menggunakan rumus:

% 100 x total Ikan abnormal yang Ikan PLA Σ Σ = Rematurasi

Nilai rematurasi diperoleh dengan menghitung lama waktu yang dibutuhkan oleh induk ikan zebra mulai dari selesai pemijahan sampai dengan matang gonad kembali atau hasil perhitungan selisih waktu yang diperlukan dari satu pemijahan sampai dengan pemijahan berikutnya.

110

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Anova dengan 6 perlakuan dan tiga ulangan. Apabila ada perbedaan antar perlakuan, dilakukan analisis tingkat lanjut dengan uji Duncan. Parameter yang dianalisis adalah laju pertumbuhan harian, GSI, lama pematangan telur, fekunditas, diameter telur, volume kuning telur, derajat pembuahan telur, derajat tetas telur, tingkat kelangsungan hidup larva persentase larva abnormal, serta rematurasi.

111

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan penampilan reproduksi antara ikan zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet ikan hias adalah pada parameter fekunditas dan derajat kelangsungan hidup larva. Sedangkan perbedaan penampilan reproduksi antara ikan uji zebra yang diberi pakan uji dengan yang diberi pakan komersial pelet udang adalah pada parameter fekunditas, diameter telur, volume telur, persentase larva abnormal, serta derajat kelangsungan hidup larva. Hasil penelitian selengkapnya disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Nilai kualitas reproduksi ikan zebra yang diberi berbagai perlakuan tiga jenis pakan uji

Parameter Pelet Komersial A Pelet Komersial B Pelet Uji LPH induk(%/hari) 4,49 ± 0,30a 4,36 ± 0,13 a 4,20 ± 0,27 a GSI (%) 22,10 ± 3,95a 23,59 ± 3,09a 21,18 ± 6,14a LPT (minggu) 8,0 ± 0,0 a 8,0 ± 0,0 a 8,0 ± 0,0 a F(butir/gr ikan) 306,33 ± 128,10a 463,00 ± 45,87b 775,94 ± 58,75c Diameter (mm) 0,87 ± 0,09a 0,91 ± 0,05b 0,92 ± 0,27 b VKT (x 10-3 mm3) 255,81 ± 10,38a 325,96 ± 26,88 b 335,83 ± 24,7 b FR (%) 82,48 ± 17,96a 82,15 ± 18,26 a 89,72 ± 5,74 a HR (%) 66,82 ± 6,35a 74,06 ± 1,70 a 72,09 ± 11,63 a PLA (%) 27,12 ± 12,35 a 8,74 ± 0,56 b 7,12 ± 0,14 b SR larva 3 hari (%) 68,00 ± 1,16 a 75,56 ± 4,82 a 85,54 ± 15,68 b Rematurasi (minggu) 4,0 ± 0,0 a 4,0 ± 0,0 a 3,3 ± 0,3 ab Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak

ada perbedaan (P>0.05)

Berdasarkan hasil analisa laboratorium (Tabel 23), kandungan asam lemak pakan udang pada penelitian ini adalah 2,81% n-3 dan 0,85% n-6, dengan kandungan vitamin E sebesar 25 mg/kg pakan. Kandungan asam lemak n-3 pada pakan udang terlalu tinggi, sedangkan kandungan n-6 dan vitamin E terlalu rendah untuk keperluan reproduksi. Sebagaimana diketahui, bahwa ikan zebra termasuk kedalam tipe ikan air tawar yang membutuhkan asam lemak n-6 yang lebih besar dibandingkan dengan asam lemak n-3, sehingga komposisi pelet udang sebetulnya kurang sesuai untuk dijadikan sebagai pakan induk ikan zebra.

112 Petani ikan hias sering memakai pakan udang sebagai pakan induk ikan hias antara lain karena umumnya pakan udang mempunyai kandungan protein yang tinggi. Secara umum kebutuhan protein untuk ikan berkisar antara 30% - 40% (Hepher, 1990). Protein tersusun dari asam-asam amino esensial dan asam amino non-esensial yang bergabung menjadi molekul kompleks. Dengan kandungan asam-asam amino ini, protein diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh serta reproduksi, termasuk pematangan gonad (Lovell, 1988). Jumlah protein yang tinggi pada pakan udang tersebut karena dikombinasikan dengan kandungan asam lemak esensial dan kandungan vitamin E yang kurang sesuai untuk reproduksi ikan zebra maka menyebabkan kinerja reproduksinya kurang optimal (Tabel 25).

Kandungan asam lemak pakan ikan hias komersial pada penelitian ini (Tabel 23) adalah 0,75% n-3, 1,06% n-6, dengan kandungan vitamin E sebesar 18 mg/kg pakan. Komposisi asam lemak esensial pada pelet ikan hias tersebut kurang sesuai untuk reproduksi karena meskipun perbandingan antara asam lemak n-3/n-6 sudah mendekati ideal, tetapi jumlah asam lemaknya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan reproduksi ikan zebra. Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, kandungan vitamin E pada pakan ikan hias komersial tersebut juga masih kurang untuk memenuhi persyaratan nutrisi untuk reproduksi. Dibandingkan dengan pelet udang, kinerja reproduksi ikan zebra yang diberi pelet ikan hias masih lebih baik terutama pada parameter fekunditas, diameter telur, volume telur, serta persentase larva abnormal (Tabel 25). Berdasarkan komposisi nutrien, terlihat bahwa pelet udang memang ditujukan untuk pakan krustasea air payau sehingga sebetulnya tidak tepat dipergunakan sebagai pakan induk ikan zebra yang merupakan biota air tawar.

Mengacu pada hasil penelitian Meinelt et al. (1999), ikan zebra termasuk tipe ikan air tawar yang membutuhkan n-6 yang lebih besar. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini dimana kinerja reproduksi terbaik ada pada ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan dan asam lemak esensial 1,03% n-3 dan 2,04% n-6 dikombinasikan dengan vitamin E sebesar 258 mg/kg pakan.

113 Fekunditas yang tinggi pada perlakuan pakan uji membuktikan bahwa pakan uji mampu memenuhi kebutuhan komponen biokimia yang dibutuhkan pada proses pembentukan dan pematangan gonad. Nilai fekunditas juga diduga terkait dengan

Dokumen terkait