• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Dayasaing Pala Indonesia Periode 2007 sampai 2011

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah,

H0 : error term menyebar normal H1 : error term tidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Dayasaing Pala Indonesia Periode 2007 sampai 2011

Hasil estimasi nilai RCA pala Indonesia selama periode 2007-2011 di masing-masing negara tujuan utama ekspor, yaitu Belanda, Belgia, Singapura, Italia, Amerika dan Jerman dapat dilihat pada Tabel 5. Keenam negara ini secara kontinyu selama periode 2001-2011 rutin melakukan impor pala dari Indonesia. Dari keenam negara tersebut, empat diantaranya berasal dari benua Eropa, sedangkan sisanya berasal dari Asia dan Amerika.

Apabila diperhatikan pada Tabel 5 nilai RCA indonesia ke negara tujuan ekspor pala sangat berfluktuaktif. Keseluruhan negara peserta impor pala Indonesia ini memiliki nilai RCA yang jauh lebih dari satu yang artinya komoditi

Tabel 4 Selang nilai statistik durbin Watson serta keputusannya Nilai Durbin-Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelsi

Tabel 5 Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor periode 2007-2011 Tahun Nilai RCA Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor

Belanda Belgia Singapura Italia Amerika Jerman

2007 76,95 155,58 15,65 87,13 86,9 61,47 2008 53,13 140,97 15,62 103,08 86,04 86,2 2009 48,99 111,02 6,73 96,66 97,04 96,88 2010 95,83 146,56 8,58 67,75 90,05 140,51 2011 71,02 72,09 4,2 131,69 85,51 141,36 Rata-rata 69,184 125,244 10,156 97,262 89,108 105,284

22

pala Indonesia memiliki nilai komparatif yang tinggi di keenam negara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pala Indonesia memiliki dayasaing yang kuat sehingga dapat menguasai secara penuh perdagangan pala di pasar Belanda, Belgia, Singapura, Italia, Amerika Serikat dan Jerman.

Beberapa negara dari seluruh belahan dunia memiliki potensi besar sebagai eksportir utama komoditi pala, diantaranya Grenada, Indonesia, India, Sri lanka dan Malaysia. Dari gambar 3 terlihat, Indonesia menguasai 34 persen pasar pala dunia. Merujuk dari hasil RCA yang menunjukkan tingginya nilai komparatif pala Indonesia di keenam negara tujuan ekspor dan membandingkannya dengan data kontribusi Indonesia terhadap pala dunia mengindikasi bahwa pala Indonesia diminati pasar internasional.

Sumber: UN COMTRADE 2012

Gambar 3 Kontribusi negara eksportir pala dunia periode 2001-2011

Metode Export Product Dynamic (EPD) digunakan dalam sebuah penelitian untuk dapat mengidentifikasi suatu produk yang kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) pada sebuah aliran ekspor. Jika suatu produk memiliki pertumbuhan diatas rata-rata secara kontinyu selama kurun waktu tertentu, maka produk ini mungkin dapat menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut.

Sumber: UN COMTRADE 2012 (diolah)

Gambar 4 Hasil estimasi EPD pala Indonesia ke negara tujuan ekspor periode 2007-2011

23 Berdasarkan Gambar 4, hasil estimasi mengungkapkan bahwa komoditi pala Indonesia yang diekspor ke negara Belanda, Italia, Amerika dan Jerman, berada diposisi “Rising Star”. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi pala tersebut mempunyai keunggulan kompetitif di pasar dunia selama periode 2007-2011 dan berada pada pangsa pasar yang ideal dimana terjadi peningkatan yang pesat dan kontinyu pada pangsa ekspornya. Sehingga dapat dikatakan bahwa komoditi pala mempunyai keunggulan kompetitif di pasar keempat negara tujuan ekspor tersebut. Maka komoditi ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi Indonesia untuk tujuan ekspor ke keempat negara tersebut.

Sedangkan untuk pala yang diekspor ke negara Belgia dan Singapura, hasil estimasi menempatkan keduanya pada posisi “Lost Opportunity”. Pada posisi ini, pertumbuhan pangsa pasar mulai menurun sedangkan permintaan ekspor akan komoditi pala dikedua negara tersebut terus meningkat. Artinya, produk pala Indonesia kurang kompetitif apabila dipasarkan ke kedua negara tersebut walaupun kebutuhan akan komoditi pala di Belgia dan Singapura sangat dinamis.

Hasil olahan EPD memperlihatkan bahwa Belgia dan Italia yang termasuk dalam satu wilayah Eropa berada pada posisi pasar yang berbeda. Belgia berada pada posisi “Lost Opportunity” sedangkan Italia berada pada posisi “Rising Star”.

Merujuk dari nilai volume ekspor pala Indonesia ke-enam mitra dagang utama (tabel 6), terlihat bahwa rata-rata volume ekspor italia lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata volume ekspor yang dimiliki Belgia. Namun, nilai volume ekspor pala Indonesia di Italia memiliki trend yang meningkat. Hal ini mengindikasikan jika komoditi pala Indonesia di pasar italia memiliki pangsa pasar ekspor yang meningkat. Pada pasar Belgia, terlihat bahwa volume ekspor pala Indonesia memiliki trend yang menurun, hal ini menyebabkan pala Indonesia berada pada posisi “Lost Opportunity”.

Tabel 6 Volume Ekspor pala Indonesia ke enam mitra dagang utama

Tahun Negara

Belanda Belgia Singapura Italia Amerika Jerman 2001 2844239 491024 1797357 198597 2403584 1850145 2002 3572826 579939 1912404 531171 1970567 1356159 2003 1883939 755547 1894231 309879 1572443 1631573 2004 3287002 785798 1798388 684290 1587449 1595385 2005 2603846 403026 1327718 265287 990099 1557056 2006 2231197 531257 822168 466670 1183340 2421230 2007 3025196 1135783 871117 508548 966340 1600032 2008 2067793 698354 738558 535672 1482450 1388498 2009 1818727 818722 961650 446443 1479712 1476372 2010 1671916 541710 533211 480996 1325562 1575970 2011 2038990 520736 707831 1119870 1685583 1898296 Rata-rata 2458697 660172 1214967 504311 1513375 1668247 Sumber: UN COMTRADE (2012) Sumber: UN COMTRADE (diolah)

24

Sumber: UN COMTRADE (2012)

Gambar 5 Kondisi volume ekspor pala Indonesia di pasar Belgia dan Italia

Analisis Intra-Industry Trade (IIT) pada komoditi pala Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor selama periode 2007-2011 dilakukan untuk dapat menunjukkan apakah komoditi yang diteliti memiliki sifat perdagangan yang inter industri ataukah intra industri. Perdagangan inter industri terjadi ketika suatu negara mengekspor dan mengimpor produk yang berbeda klasifikasinya. Perdagangan jenis ini berbeda dengan perdagangan intra industri dimana suatu negara melakukan ekspor dan impor dengan produk yang klafikasinya sama. Pada penelitian ini, metode IIT digunakan untuk melihat aliran perdagangan intra industri komoditi pala Indonesia dan negara-negara ekspornya selama periode tahun 2007-2011. Dalam perhitungan IIT, semakin semakin kecil nilai IIT maka derajat integritas perdagangan antara kedua negara tersebut semakin rendah.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 7, Belgia dan Jerman memiliki rata-rata nilai indeks IIT sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa hanya terjadi satu aliran perdagangan (one way trade) yaitu, ekspor pala dilakukan Indonesia ke Belgia dan Jerman dan Indonesia sama sekali tidak mengimpor pala dari kedua negara tersebut. Hubungan satu arah ini mengindikasi bahwa negara Belgia dan Jerman memiliki ketergantungan impor yang tinggi terhadap komoditi pala Tabel 7 Rata-rata hasil analisis IIT pala Indonesia dengan Negara tujuan ekspor

periode 2007-2011

Negara Rata-rata nilai IIT

Belanda 0,455 Belgia 0,000 Singapura 1,166 Italia 2,819 Amerika 0,231 Jerman 0,000

25 Indonesia, sehingga Indonesia harus meningkatkan produksi pala dan turunannya agar tetap menjadi negara net eksportir bagi kedua negara tersebut.

Sedangkan pada negara-negara seperti Belanda, Singapura, Italia dan Amerika dapat terlihat adanya aktivitas impor yang dilakukan Indonesia terhadap komoditi pala keempat negara tersebut. Namun aktivitas impor ini relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan aktivitas ekspor pala Indonesia ke keempat negara tersebut. Rata-rata nilai indeks IIT Indonesia dengan Italia memiliki rata-rata nilai indeks IIT tertinggi sebesar 2,819. Hal tersebut mengindikasi bahwa selain sebagai negara eksportir Indonesia juga berperan sebagai negara importir. Namun, Indonesia lebih aktif melakukan aktivitas ekspor pala ke Italia dan hanya sedikit melakukan kegiatan impor. Sama halnya dengan Italia, negara lain yang memiliki nilai IIT seperti Belanda, Singapura dan Amerika dengan masing-masing memiliki rata-rata nilai indeks IIT tercatat sebesar 0,455 , 1,166 dan 0,231 artinya adanya keterkaitan perdagangan Indonesia dengan ketiga negara tersebut pada komoditi pala namun keterkaitan ini sangat lemah sehingga negara-negara tersebut lebih menggantungkan impor komoditi pala dari Indonesia dibandingkan mengekspornya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Pala Indonesia

Setelah dilakukan regresi panel data, diperoleh estimasi persamaan yaitu: LNVEijt = 27.34224 - 2.815034 LNJEijt + 0.180632 LNEXjt - 0.291897 LNPDBjt

+ 0.251436 LNPRCt + μit

Dimana VEijt adalah volume ekspor pala dari indonesia ke negara j (Kg), Jeijt adalah jarak ekonomi antar negara Indonesia dan negara tujuan (Km), EXjt

adalah nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap negara tujuan (matauang negara tujuan/Rupiah), PDBj adalah PDBriil perkapita negara j pada tahun ke-t (US$), PRCt adalah harga pala di pasar dunia pada tahun ke-t (US$/kg)),

μ

it adalah error term.

Tabel 8 Hasil estimasi Gravity Model aliran ekspor pala Indonesia dengan data panel menggunakan metode Fixed Effect

Varibel Koefisien Prob

LNGDP 0.291897 0.5831 LNJE -2.815034* 0.0000 LNER 0.180632 0.1326 LNPRC 0.251436* 0.0324 C 27.34224 0.0000 Weighted Statistics

R-squared 0.840965 Sum Squared resid 4.327803

Prob(F-stat) 0 Durbin_watson stat 2.059412

Unweighted Statistics

R-squared 0.839222 Durbin_watson stat 2.091863

Sum Squared resid 4.496956

Sumber: UN COMTRADE (diolah)

26

Perumusan model dibentuk dari penggabungan data time series dan cross section dengan volume ekspor pala sebagai variabel dependennya sedangkan PDB perkapita riil negara tujuan, nilai tukar riil, jarak ekonomi dan harga pala dunia merupakan variabel independennya. Hasil uji t-statistik menunjukkan, PDB perkapita riil negara tujuan dan nilai tukar riil matauang asing terhadap Indonesia tidak signifikan dalam taraf nyata 5 persen. Sedangkan untuk variabel jarak ekonomi dan harga riil pala dunia signifikan pada taraf nyata 5 persen. Adapun analisis gravity model pengaruh variabel terhadap aliran ekspor pala Indonesia akan dijelaskan satu per satu seperti berikut.

1. Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita riil negara tujuan ekspor Salahsatu variabel bebas yang tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen (0.05) adalah variabel logaritma natural PDB perkapita riil negara tujuan. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0.5831 yang lebih besar jika dibandingkan dengan taraf nyatanya. Variabel ini tidak signifikan karena posisi Indonesia sebagai eksportir utama pala dunia dan kondisi keenam mitra dagang utama Indonesia yang tidak mampu memproduksi pala untuk memenuhi permintaan domestiknya mendorong mereka untuk mengimpor pala dari negara lain. Maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menguasai pasar keenam mitra dagang utama dalam mengekspor komoditas pala.

Adanya peningkatan PDB perkapita riil negara tujuan ekspor akan meningkatkan konsumsi negara tersebut terhadap pala Indonesia serta meningkatkan daya beli masyarakat terutama bagi pelaku industri yang menggunakan pala sebagai bahan baku. Namun, kondisi ini tidak berlaku bagi aliran ekspor komoditi pala. Tingginya dayasaing yang dimiliki pala Indonesia di keenam negara tujuan utama ekspor terutama wilayah Eropa dan Amerika menyebabkan dalam kondisi apapun negara-negara tersebut tetap melakukan aliran ekspor pala. Komponen yang terdapat pada buah pala sangat bermanfaat untuk tubuh terutama pada musim dingin dan kondisi alam negara-negara tersebut yang tidak memungkinkan untuk memproduksi pala menjadi alasan mengapa mereka tetap mengimpor pala Indonesia.

2. Jarak Ekonomi

Variabel jarak ekonomi merupakan transformasi dari biaya transportasi dan jarak geografis memiliki probabilitas t-statistik (0,0000) yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,05). Hal ini mengindikasikan jika jarak ekonomi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Koefisien negatif (-2.815034) pada variabel jarak ekonomi mengandung arti jarak yang semakin jauh. Kenaikan 1 persen jarak ekonomi dapat menurunkan volume ekspor pala Indonesia (cateris paribus). Hal ini dikarenakan jarak akan meningkatkan biaya transportasi sehingga negara-negara importir menurunkan volume ekspor pala dari Indonesia. Sebagai contoh, Singapura yang memiliki jarak yang dekat dengan Indonesia memiliki rata-rata volume ekspor pala Indonesia dari tahun 2001 hingga 2011 sebesar 1.2 ribu ton sedangkan Belgia yang jarak ekonominya lebih jauh memiliki rata-rata volume ekspor pala dari Indonesia sebesar 0.6 ribu ton.

27 3. Nilai Tukar riil

Menurut Mankiw, nilai tukar riil adalah tingkat harga relatif yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Koefisien nilai tukar riil mata uang asing terhadap rupiah tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar riil mata uang asing terhadap rupiah merupakan faktor yang tidak memengaruhi aliran ekspor pala Indonesia. Hal ini dapat tejadi mengingat tingginya dayasaing yang dimiliki pala Indonesia di negara-negara tujuan utama ekspor, terutama di wilayah Eropa dan Amerika. Kondisi menyebabkan negara-negara tersebut tetap melakukan aliran ekspor pala. Kenaikan ataupun penurunan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah tidak akan berdampak pada aliran ekspor pala ke negara-negara tujuan ekspor.

4. Harga Riil

Berdasarkan hasil estimasi variabel harga riil ekspor pala dunia berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. Kondisi ini mengindikai bahwa besarnya harga riil pala dunia memengaruhi volume ekspor pala Indonesia ke negara tujuan. Uji ekonomi menunjukkan bahwa nilai koefisien harga riil sebesar 0.251436. Artinya, kenaikan harga riil ekspor pala dunia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume ekspor pala Indonesia ke negara tujuan sebesar 0.251436 persen, cateris paribus. Apabila harga riil pala dunia meningkat, maka harga ekspor pala negara-negara pengekspor pun akan meningkat. Kondisi inilah yang menyebabkan para produsen pala domestik bersaing untuk meningkatkan produksi pala secara besar-besaran sehingga meningkatkan volume ekspor. Tanaman pala yang hanya dapat tumbuh di iklim yang tropis sedangkan pala sangat sulit untuk tumbuh di negara-negara yang memiliki empat iklim menjadi alasan beberapa negara lebih mengandalkan impor pala dunia. Konsumsi yang tinggi serta tidak didukung produksi yang dapat memenuhi permintaan domestik inilah yang mendorong negara-negara empat musim seperti Eropa dan Amerika lebih memilih mengimpor pala dari negara lain termasuk Indonesia.

Negara–negara tersebut sangat potensial untuk mengimpor pala Indonesia, untuk dapat mengetahui negara mana yang paling potensial untuk menjadi pasar tujuan ekspor pala Indonesia maka perlu dilakukan uji Fixed Effect (Cross) yang dapat menunjukkan faktor pembeda dari setiap cross section (negara). Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki nilai pembeda paling tinggi, yakni sebesar 2.288723. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor komoditi pala

Tabel 9 Uji Fixed Effect (Cross)

No. CROSSID Effect

1 Belanda 1.818312 2 Belgia 0.526686 3 Singapura -6.184727 4 Italia 0.231377 5 Amerika Serikat 2.288723 6 Jerman 1.319630

28

Indonesia ke negara tersebut memiliki rata-rata perubahan yang paling tinggi sebesar 2.288723. Kesimpulan dari uji ini adalah Amerika merupakan pasar tujuan ekspor yang potensial menjadi pasar pala Indonesia.

Penelitian mengenai biji pala sudah dilakukan sebelumnya oleh Yolanda pada tahun 2008 yang menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi aliran perdagangan biji pala Indonesia. Dugaan diramalkan dengan menggunakan model Ordinary Least Square dengan metodologi Box-Jenkins (ARIMA) untuk meramalkan ekspor biji pala. Hasil penelitian pada kegiatan ekspor biji pala menunjukkan peningkatan nilai ekspor biji pala berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia. Artinya, jika nilai yang akan diberikan dari komoditi ini meningkat, maka akan meningkatkan sumbangan sektor perkebunan khususnya komoditi pala terhadap devisa negara. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi biji pala memiliki peran cukupbesar dalam menopang perekonomian Indonesia.

Dokumen terkait