• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Program Pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB)-IPB merupakan suatu unit yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan proses belajar mengajar bagi mahasiswa baru IPB selama tahun pertama. Program TPB-IPB dibentuk pada tahun 1973 sebagai wujud kepedulian IPB terhadap pembangunan bangsa yang dilakukan melalui penerimaan mahasiswa baru dengan undangan ke sekolah menengah di seluruh pelosok tanah air. Tahun 2001, para mahasiswa mulai diwajibkan untuk menetap di asrama TPB-IPB selama tahun pertama perkuliahan. Di dalam satu kamar asrama TPB-IPB dihuni oleh empat orang mahasiswa dengan fasilitas empat tempat tidur susun, meja belajar, rak handuk, gantungan pakaian, dan lemari. Berdekatan dengan asrama tersedia kantin, cafeteria, rumah makan, wartel, rental komputer, apotek dan toko untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Asrama tidak sekedar untuk tempat tinggal, tetapi yang lebih penting adalah merupakan wahana program pembinaan akademik dan multibudaya. Program ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus, dunia kemahasiswaan dan mengasah kemampuan soft skill, seperti dalam berkomunikasi, berorgansiasi, dan memahami kemajemukan. Untuk tujuan itu, maka Asrama TPB-IPB dilengkapi dengan organisasi pembinaan yang disebut Badan Pengelola Program Akademik, Multi Budaya dan Asrama TPB-IPB, yang di dalamnya terdapat Kepala Asrama, Manajer Unit dan Kakak Asrama. Kakak Asrama (Senior Residence) adalah kakak kelas yang tinggal di Asrama TPB-IPB untuk membantu mahasiswa menghadapi masalah-masalah akademik dan non-akademik.

Selain pendampingan terhadap mahasiswa baru dengan pendekatan program dan kepengurusan Asrama TPB-IPB, di IPB juga tersedia Tim Bimbingan Konseling (BK), yang terdiri dari dosen-dosen senior IPB. Para mahasiswa dapat berkonsultasi segala urusan dengan Tim BK ini. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan antara lain pengajian lorong, makan bersama,

social gathering (soga) lorong, soga gedung ,dan sebagainya. Semua kegiatan

wajib tersebut dilaksanakan dalam rangka membangun kebersamaan dan membina mental mahasiswa asrama TPB-IPB. Rasa kebersamaan yang dibangun di asrama TPB-IPB, ternyata merupakan suatu aset emosional yang

26

sulit dicari padanannya. Saling tolong-menolong dalam suka dan duka, secara tidak langsung sangat membantu dalam memperlancar studi. Umumnya, suasana emosional untuk saling membantu, terus dibawa setelah keluar dari Asrama TPB-IPB. Selain itu kegiatan terbesar yang dilaksanakan tiap tahun adalah LFAD (Let’s Fight Against Drug) dan diselenggarakan untuk semua

mahasiswa TPB-IPB yang bertujuan untuk mengingatkan mahasiswa akan bahaya narkoba.

Karakteristik Responden Usia Responden

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (1997) menyatakan beberapa ciri masa remaja antara lain, masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik, dan ambang masa dewasa. Para ahli psikologi pada umumnya membagi masa remaja menjadi beberapa fase seperti diungkapkan oleh Monks et al. (1998) yaitu fase remaja awal (usia antara 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia antara 15-18 tahun) dan fase remaja akhir (usia antara 18-21 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (54,5%) usia responden adalah 19 tahun yang terkategori pada fase remaja akhir, baik anak sulung (57,6%), anak tengah (51,5%), dan anak bungsu (54,5%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi usia responden

Usia

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % 17 tahun 2 6,1 1 3,0 3 9,1 6 6,1 18 tahun 11 33,3 13 39,4 12 36,4 36 36,4 19 tahun 19 57,6 17 51,5 18 54,5 54 54,5 20 tahun 1 3,0 2 6,1 0 0 3 3,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata±SD 18,6±0,7 18,6±0,7 18,4±0,7 18,5±0,7 p-value 0,6 Asal Daerah

Tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja menurut Hurlock (1997) salah satunya adalah merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang di kenalnya. Perbedaan asal daerah responden

27

menentukan penyesuaian diri mahasiswi karena jarak dan akses dari asrama ke rumah setiap mahasiswi berbeda-beda. Asal daerah responden cukup bervariasi, namun dalam penelitian ini hanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu responden yang berasal dari Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (48,5%) yang berasal dari Jabodetabek adalah anak sulung, sedangkan yang berasal dari luar Jabodetabek adalah anak tengah (78,8%). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2003) anak kedua atau anak tengah biasanya tidak hidup dengan kecemasan orang tua yang berlebihan. Hal ini mungkin yang menyebabkan anak tengah memiliki persentase terbesar responden yang berasal dari luar Jabodetabek karena orang tua lebih memberikan kebebasan kepada anak tengah sehingga lebih banyak anak tengah yang diberikan kesempatan untuk kuliah di tempat yang agak jauh.

Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan asal daerah dan urutan kelahiran

Asal

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Jabodetabek 16 48,5 7 21,2 14 42,4 37 37,4 Luar Jabodetabek 17 51,5 26 78,8 19 57,6 62 62,6 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Menurut Guhardja et al. (1992), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, pernikahan atau adopsi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Menurut BKKBN (1997) besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga, urutan kelahiran, rata-rata dan standar deviasi responden

Besar Keluarga

Urutan kelahiran

Total Sulung (S) Tengah (T) Bungsu (B)

n % n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 16 48,5 1 3,0 15 45,4 32 32,3 Keluarga sedang (5-7 orang) 16 48,5 25 75,8 15 45,4 56 56,6 Keluarga besar (>7 orang) 1 3,0 7 21,2 3 9,1 11 11,1

Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Rata-rata ± SD 4,9±1,1 6,6±1,5 5,1±1,7 5,54±1,64

28

Berdasarkan Tabel 5, besar keluarga responden berkisar antara 4 sampai 11 orang. Lebih dari setengah responden (56,6 %) berasal dari keluarga sedang dan sebagian kecil lainnya adalah keluarga besar. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata terlihat pada besar keluarga anak tengah yang lebih tinggi dibandingkan besar keluarga anak sulung dan anak bungsu.

Usia Orang Tua

Pembagian masa dewasa biasanya menunjuk pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu. Pembagian masa dewasa menurut Hurlock (1997) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu masa dewasa dini (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa lanjut atau lanjut usia (60 tahun ke atas), namun pembagian ini tidak mutlak dan tidak ketat.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ayah, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ayah

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 1 3,0 1 3,0 0 0,0 2 2,0 Dewasa madya (41-60 tahun) 29 87,9 29 87,9 27 81,8 85 85,9 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 1 3,0 1 3,0 4 12,1 6 6,1

Total *) 31 100 31 100 31 100 99 100

Rata-rata±SD 45±12,5 49,1±10,3 51,0±14,1 48,4±12,5

p-value 0,137

Keterangan : *Anak sulung, tengah dan bungsu dengan ayah yang sudah meninggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ayah responden (85.9%) dan ibu responden (83.8%) berada pada kategori dewasa madya. Sementara itu sebagian kecil ayah (6,1%) dan ibu responden (1,0%) berusia dewasa akhir. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan usia orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan kategori usia ibu, urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi responden

Usia Ibu

Urutan Kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Dewasa dini (18-40 tahun) 10 30,3 1 3,0 1 3,0 12 12,1 Dewasa madya (41-60 tahun) 23 69,7 29 87,9 31 93,9 83 83,8 Dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0

Total *) 33 100 31 100 32 100 99 100

Rata-rata±SD 43,1±4,5 43,8±12,2 47,7±9,6 44,9±9,5

p-value 0,103

29

Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua cukup bervariasi. Persentase terbesar pendidikan ayah pada anak tengah (42,4%) dan anak bungsu (42,4%) berada dalam kelompok perguruan tinggi. Pada anak sulung persentase terbesar (51,5%) pendidikan ayah berada pada kelompok Sekolah Mengah Atas (SMA) dan sederajat. Sementara itu, persentase terbesar pendidikan ibu baik pada anak sulung (33,3%), tengah (45,4%), dan bungsu (36,4%) berada pada perguruan tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendidikan orang tua pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05). Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan orang tua menurut

urutan kelahiran

Pendidikan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%)

Tidak tamat SD 6,1 3,0 0,0 6,1 3,0 3,0

Tamat SD/sederajat 3,0 12,1 6,1 12,1 12, 9,1 Tamat SMP/sederajat 0,0 9,1 9,1 9,1 36,4 12,1 Tamat SMA/sederajat 51,5 33,3 42,4 4,3 21,2 33,3 Tamat perguruan tinggi 39,4 42,4 42,4 33,3 45,4 36,4

Total 100 100 100 100 100 100

p-value 0,685 0,909

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

Apabila ditinjau dari sisi pekerjaan orang tua, ayah responden paling banyak berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pada anak sulung (33.3%) dan anak tengah (39,4). Pada anak bungsu persentase terbesar ayah responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebesar 27,3 persen. Sementara itu, persentase terbesar ibu responden tidak bekerja atau ibu rumah tangga baik pada anak sulung (57,6%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6).

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan orang tua dan urutan kelahiran

Pekerjaan Ayah Ibu

S (%) T (%) B (%) S (%) T (%) B (%) Pertanian 3,0 3,0 6,1 3,0 0,0 3,0 Wiraswasta 27,3 9,1 27,3 9,1 9,1 6,1 Tidak bekerja 0,0 3,0 3,0 57,6 45,4 57,6 PNS 33,3 39,4 24,2 24,2 36,4 21,2 Pensiunan 3,0 12,1 9,1 0,0 0,0 3,0 Buruh 9,1 9,1 6,1 0,0 0,0 0,0 Pegawai swasta 6,1 9,1 12,1 6,1 3,0 6,0 Pegawai BUMN 12,1 3,0 6,1 0,0 0,0 0,0 Rohaniawan 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Guru Honorer 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Total *) 100 100 100 100 100 100

Keterangan: S= Sulung, T=Tengah, B=Bungsu

30

Pendapatan Orang Tua

Kondisi ekonomi suatu keluarga akan berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga. Salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit diatas anggota-anggota lain dalam kelompoknya dapat memengaruhi penerimaan remaja dalam anggota kelompoknya (Hurlock 1997).

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan orang tua dan urutan kelahiran

Pendapatan

Urutan Kelahiran

Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % <500.000 0 0,0 4 12,1 5 15,1 9 9,1 500.001-1.000.000 4 12,1 5 15,2 3 9,1 12 12,1 1.000.001-2.500.000 10 30,3 7 21,2 9 36,4 26 26,3 2.500.001-5000.000 12 36,4 11 33,3 7 21,2 30 30,3 ≥5.000.001 7 21,2 6 18,2 9 27,3 22 22,2 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,279

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua responden memiliki pendapatan yang cukup bervariasi, namun persentase terbesar berkisar antara Rp2.500.001-Rp5.000.000 pada anak sulung (36,4%) dan anak tengah (33,3%). Sementara untuk anak bungsu persentase terbesar untuk pendapatan orang tua berkisar antara Rp1.000.001-2.500.000 yaitu sebesar 36,4 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan orang tua responden pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Karakteristik Kelompok Teman Sebaya Jumlah Teman Sebaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar responden (34,3%) memiliki teman sebaya di kelas rata-rata sejumlah 4-6 orang, serupa dengan anak sulung (42,4%). Anak tengah memiliki teman sebaya di kelas dengan persentase yang sama (27,3%) antara 1-3 orang, 4-6 orang dan lebih dari 10 orang. Persentase terbesar anak bungsu (36,4%) memiliki teman sebaya di kelas sebanyak lebih dari 10 orang.

Persentase terbesar anak sulung, anak tengah maupun anak bungsu memiliki jumlah teman sebaya lebih dari 10 orang baik di asrama dan di tempat lain. Jumlah dari hasil penelitian tersebut lebih besar dibandingkan dengan pendapat Hurlock (1997) yang menyebutkan bahwa biasanya remaja memiliki

2-31

3 orang teman dekat. Hasil uji lanjut posthoc pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbedaan secara nyata jumlah teman sebaya pada anak bungsu lebih tinggi daripada anak tengah dan jumlah teman sebaya anak sulung lebih tinggi daripada anak tengah.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kategori jumlah teman sebaya dan urutan kelahiran

Jumlah teman sebaya Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas 1-3 orang 3 9,1 9 27,3 6 18,2 18 18,2 4-6 orang 14 42,4 9 27,3 11 33,3 34 34,3 7-9 orang 6 18,2 6 18,2 4 12,1 16 16,2 >10 orang 10 30,3 9 27,3 12 36,4 31 31,3 Tidak ada 0 0,0 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,633 Di Asrama 1-3 orang 4 12,1 6 18,2 2 6,1 12 12,1 4-6 orang 11 33,3 6 18,2 7 21,2 24 24,2 7-9 orang 6 18,2 7 21,2 7 21,2 20 20,2 >10 orang 12 36,4 14 42,4 17 51,5 43 43,4 Tidak ada 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,304 Di Tempat lain 1-3 orang 1 3,0 5 15,1 1 3,0 7 7,1 4-6 orang 4 12,1 6 18,2 3 9,1 13 13,1 7-9 orang 3 9,1 3 9,1 2 6,1 8 8,1 >10 orang 25 75,8 19 57,6 27 81,8 71 71,7 Tidak ada 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 p-value 0,033

Usia Teman Sebaya

Berdasarkan hasil penelitian, usia teman sebaya responden yang tersebar di kelas, asrama, dan tempat lain dominan berusia sama (seusia) dan campuran. Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki teman sebaya yang seusia dengan responden di kelas (79,8%) dan di asrama (74,7%). Sementara di tempat lain, responden memiliki teman sebaya yang usianya campuran (64,6%). Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas yang dilakukan mahasiswi di luar aktivitas akademis atau kampus, seperti organisasi, teman dari daerah asal, dan lain-lain.

32

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan usia teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Usia teman sebaya Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas Lebih muda 0 0,0 0 0,0 1 3,0 1 1,0 Seusia 27 81,2 27 81,8 25 75,8 79 79,8 Lebih tua 1 3,0 1 3,0 1 3,0 4 4,0 Campuran 5 15,1 5 15,1 6 18,2 15 15,2 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Asrama Lebih muda 0 0,0 1 3,0 1 3,0 2 2,0 Seusia 27 81,8 23 69,7 24 72,7 74 74,7 Lebih tua 1 3,0 2 6,1 1 3,0 4 4,0 Campuran 5 15,1 7 21,2 7 21,2 19 19,2 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Tempat lain Lebih muda 1 3,0 1 3,0 1 3,0 3 3,0 Seusia 12 36,4 8 24,2 10 30,3 30 30,3 Lebih tua 0 0,0 2 6,1 0 0,0 2 2,0 Campuran 20 60,6 22 66,7 22 66,7 64 64,6 Tidak ada 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Pola Hubungan Pertemanan dengan Kelompok Teman Sebaya Frekuensi Pertemuan dan Lama Usia Pertemanan

Tabel 13 menunjukkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya baik di kelas, asrama, maupun di tempat lain. Persentase terbesar responden bertemu dengan teman sebayanya dikelas setiap 5-6 kali dalam seminggu, baik pada anak sulung (51,5%), tengah (45,4%), dan bungsu (57,6%). Frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di asrama terjadi hampir setiap hari dengan persentase pada anak sulung 63,6 persen, anak tengah 87,9 persen, dan anak bungsu 69,7 persen. Sedangkan frekuensi pertemuan responden dengan teman sebaya di tempat lain cukup jarang yaitu sekitar 1-2 kali dalam seminggu baik untuk anak sulung (36,4%) dan anak bungsu (39,4%). Pada anak tengah pertemuan dengan teman sebaya adalah lain-lain (kurang dari seminggu sekali) dengan persentase sebesar 36,4 persen.

Pertemuan responden dengan teman di asrama yang terjadi hampir setiap hari disebabkan karena mahasiswi TPB-IPB memang diwajibkan tinggal di asrama pada tahun pertama perkuliahan. Hal ini juga yang menyebabkan frekuensi pertemuan dengan teman sebaya di tempat lain agak jarang, karena padatnya aktivitas kuliah dan tugas-tugas.

33

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan frekuensi pertemuan teman sebaya menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Frekuensi Pertemuan Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Di Kelas 1-2 kali seminggu 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 3-4 kali seminggu 4 12,1 7 21,2 1 3,0 12 12,1 5-6 kali seminggu 17 51,5 15 45,4 19 57,6 51 51,5 Setiap hari 12 36,4 11 33,3 12 36,4 35 35,3 Lain-lain 0 0,0 0 0,00 1 3,0 1 1,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Asrama 1-2 kali seminggu 1 3,0 0 0,0 0 0,0 1 1,0 3-4 kali seminggu 4 12,1 0 0,0 4 12,1 8 8,1 5-6 kali seminggu 5 15,1 4 12,1 5 15,1 14 14,1 Setiap hari 21 63,6 29 87,9 23 69,7 73 73,7 Lain-lain 2 6,1 0 0,00 1 3,0 3 3,0 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Di Tempat lain 1-2 kali seminggu 12 36,4 9 27,3 13 39,4 34 34,3 3-4 kali seminggu 6 18,2 10 30,3 8 24,2 24 24,2 5-6 kali seminggu 3 9,0 1 3,0 0 0,0 4 4,0 Setiap hari 3 9,0 1 3,0 1 3,0 5 5,0 Lain-lain 9 27,3 12 36,4 11 33,3 32 32,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Berdasarkan lama usia pertemanan, baik teman di kelas maupun di asrama memiliki persentase terbesar pada rentang 6-12 bulan. Hal ini karena lama studi perkuliahan saat pengambilan data sudah berjalan sekitar 10 bulan. Berbeda dengan teman di tempat lain, persentase terbesar lama usia pertemanan lebih dari 12 bulan atau satu tahun.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan lama usia pertemanan menurut lokasi pertemanan dan urutan kelahiran

Lama Usia Pertemanan Sulung Tengah Bungsu Total

n % n % n % n % Kelas <6 bulan 2 6,1 5 15,1 2 6,0 9 9,1 6-12 bulan 16 48,5 20 60,6 20 60,6 56 56,6 >12 bulan 15 45,4 8 24,2 11 33,3 34 34,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Asrama <6 bulan 2 6,1 2 6,0 1 3,0 5 5,0 6-12 bulan 18 54,5 20 60,6 22 66,7 60 60,6 >12 bulan 13 39,4 11 33,3 10 30,3 34 34,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Tempat lain <6 bulan 0 0,0 0 0,0 1 3,0 1 1,0 6-12 bulan 3 9,1 6 18,2 6 18,2 15 15,1 >12 bulan 30 90,9 26 78,8 26 78,8 82 82,8 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

34

Kualitas Hubungan Pertemanan Responden dengan Teman Sebaya Salah satu tugas perkembangan remaja adalah penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi menuju kedewasaan, remaja harus membuat penyesuaian baru. Bagian terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokkan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock 1997).

Tabel15 Sebaran jawaban kualitas hubungan teman sebaya

No Pernyataan Jawaban

1 2 3 4

1 Saya bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan*

46,5 42,4 9,1 2,0 2 Saya merasa takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya

saya

7,1 21,2 51,5 20,2

3 Saya lebih nyaman menceritakan masalah saya kepada kelompok teman sebaya daripada orang tua

10,1 48,5 33,3 8,1 4 Saya rela melakukan apa saja asalkan bisa dterima oleh

kelompok teman sebaya saya*

33,3 58,6 7,1 1,0 5 Pengaruh teman sebaya saya sangat besar terhadap diri saya 6,1 27,3 60,6 6,1 6 Sejak memiliki teman sebaya saya menjadi lebih ekspresif 3,0 17,2 65,7 14,1

7 Saya merasa memperoleh dorongan sosial dan emosional dari kelompok teman sebaya saya (misalkan : memberikan dukungan saat saya sedih dan sedang ada masalah)

2,0 1,0 58,6 38,4

8 Jika teman dalam kelompok teman sebaya saya bertengkar, maka saya akan ikut bertengkar atas dasar solidaritas*

40,4 55,6 2,0 2,0 9 Kelompok teman sebaya sangat peduli dengan saya 0,0 3,0 73,7 23,2

10 Saya lebih memilih nasihat orang tua dibandingkan nasihat dari teman sebaya*

1,0 21,2 46,5 31,3 11 Saya mau berteman dengan siapa saja, tanpa memandang suku,

ras, agama, status sosial ekonomi dan lain-lain

1,0 6,1 23,2 69,7 12 Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman

sebaya saya

3,0 31,3 53,5 12,1

13 Kelompok teman sebaya membuat saya lebih mandiri 2,0 18,2 69,7 10,1

14 Saya menjadi lebih toleran dengan pendapat yang berbeda dengan saya setelah bergaul dengan kelompok teman sebaya

1,0 6,1 71,7 21,2

15 Teman sebaya saya mendukung prestasi akademik saya 1,0 8,1 71,7 19,2

16 Setelah memiliki kelompok teman sebaya, saya tidak memerlukan teman yang lain*

45,5 50,5 2,0 2,0

Keterangan: 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, 4=sangat setuju *)pertanyaan negatif, skor dibalik

Pada Tabel 15 responden setuju bahwa kelompok teman sebaya dapat membuat responden menjadi lebih ekspresif (65,7%), lebih toleran (71,7%), dan lebih mandiri (69,7%). Responden juga mengaku setuju bahwa kelompok teman sebaya memberikan dorongan sosial-emosional (58,6%) dan dukungan prestasi akademik (71,7%). Responden menjawab setuju bahwa kelompok teman sebaya sangat peduli (73,7%) sehingga responden (53,5%) lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman sebayanya. Pengaruh kelompok teman sebaya

35

yang besar (60,6%) menyebabkan responden (51,5%) takut jika diasingkan dari kelompok teman sebaya. Namun, hampir seluruh contoh (46,5% sangat tidak setuju; 42,4% tidak setuju) responden sangat tidak bersedia jika diajak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan. Sebanyak 48,5 persen responden setuju bahwa lebih nyaman untuk menceritakan permasalahannya kepada orangtua dan 46,5 persen setuju untuk memilih nasehat orangtua dibandingkan dengan nasehat teman sebaya. Lebih dari separuh contoh (69,7%) sangat setuju untuk berteman dengan siapa saja. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 1 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama.

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hubungan pertemanan dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Kategori kualitas hubungan pertemanan dengan teman

sebaya

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<33) 0 0,0 1 3,0 0 0,0 1 1,0 Cukup (33-49) 17 51,5 28 84,8 25 75,7 70 70,7 Tinggi (>49) 16 48,5 4 12,1 8 24,2 28 28,3 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 49,1±3,9 47,1±4,6 47,9±3,2 48,0±3,9 p-value 0,127

Hasil penelitian menunjukkan hanya 1,0 persen responden yang memiliki kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada kategori rendah dan hanya terlihat pada anak tengah. Sementara itu, 70,7 persen responden total memiliki kualitas hubungan pertemanan pada kategori cukup, baik pada anak sulung, tengah, maupun bungsu. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas hubungan pertemanan dengan teman sebaya pada berbagai urutan kelahiran (p>0,05).

Strategi Koping

Sebuah strategi koping diperlukan dalam mengatasi stres, terlepas apakah masalah tersebut besar ataupun kecil. Istilah strategi koping memiliki pengertian sebagai cara yang dilakukan untuk mengubah situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi (Rasmun 2004). Lazarus dalam Santrock (2007) percaya bahwa penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Form

Coping Mechanism) dan koping yang berpusat pada emosi (Emotional Focused Form Coping Mechanism).

36

Tabel 17 Sebaran jawaban emotional focused coping No Pernyataan emotional focused coping Jawaban

1 2 3 4 5

1 Memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah 7,1 10,1 46,5 19,2 17,2 2 Berdoa kepada Tuhan dan yakin akan doa yang

dipanjatkan

0,0 0,0 0,0 12,1 87,9 3 Berusaha menguatkan diri bahwa sudah sepantasnya

saya bersyukur dengan apa yang sekarang saya miliki

1,0 1,0 10,1 28,3 59,6 4 Mengungkapkan perasaan pribadi pada teman atau

keluarga

2,0 3,0 16,2 32,3 46,5 5 Mengkonsumsi makanan kesukaan 1,0 15,2 28,3 27,3 28,3 6 Merawat diri sendiri dengan baik 3,0 14,1 21,2 33,3 28,3 7 Tidak menahan diri untuk marah 18,2 23,2 26,3 21,2 11,1 8 Menangis atau meluapkan kekesalan 7,1 11,1 21,2 25,3 35,4 9 Menjelaskan kondisi diri kepada orang lain agar orang lain

memahami

6,1 14,1 41,4 26,3 12,1 10 Bertekad bahwa saya mampu mengatasi masalah sendiri 5,1 13,1 30,3 31,3 20,2 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres,

2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres

Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa responden mengaku bahwa berdoa kepada Tuhan (87,9%), berusaha menguatkan diri untuk selalu bersyukur (59,6%), menangis atau meluapkan kekesalan (35,4%) dan mengungkapkan perasaan pribadi kepada keluarga atau teman (46,5%) sangat membantu sekali dalam menghadapi stres. Namun dengan memperlihatkan ketegaran dalam menghadapi masalah (46,5%), menjelaskan kondisi diri agar bisa dipahami orang lain (41,4%), serta tidak menahan diri melawan amarah (26,3%) responden merasa hanya cukup terbantu dengan koping tersebut. Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 2 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan capaian emosional focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian Emotional focused

coping

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<24) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (24-37) 11 33,3 19 57,6 18 54,5 48 48,5 Tinggi (>37) 22 66,7 14 42,4 15 45,4 51 51,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100 Rata-rata skor ± SD 38,3±4,8 36,4±5,7 37,6±3,4 37,4±4,7 p-value 0,271

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar total responden berada pada kategori tinggi dalam capaian emotional focused coping, begitu juga pada anak sulung (66,7%). Sementara itu pada anak tengah (57,6%) dan bungsu (54,5%), capaian emotional focused coping persentase terbesarnya berada pada

37

kategori cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan capaian

Emotional focused coping pada urutan kelahiran (p>0,05).

Tabel 19 Sebaran jawaban problem focused coping No Pernyataan problem focused coping Jawaban

1 2 3 4 5

1 Mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas-tugas

0,0 7,1 29,3 40,4 23,2 2 Melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman 0,0 3,0 12,1 34,3 50,5 3 Membangun kembali kedekatan hubungan dengan

keluarga dan teman

2,0 0,0 5,1 25,3 67,7 4 Tidur atau istirahat menjadikan saya lebih baik 1,0 6,1 19,2 32,3 41,4 5 Menjalani aktivitas seperti biasa 2,0 20,2 43,4 21,2 13,1 6 Menjalani hobi yang disenangi 1,0 8,1 19,2 41,4 30,3 7 Terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi 2,0 16,2 43,4 24,2 14,1 8 Pergi berjalan-jalan bersama teman 4,0 8,1 18,2 33,3 36,4 9 Ketika mengalami masalah, saya membaca dari media

mengenai cara mengatasi masalah yang dihadapi

9,1 33,3 40,4 12,1 5,1 10 Melakukan sesuatu untuk diri sendiri 8,1 16,2 31,3 22,2 22,2 Keterangan : 1=sama sekali tidak membantu dalam menghadapi stres,

2=sedikit membantu dalam menghadapi stres, 3=cukup membantudalam menghadapi stres, 4=banyak membantudalam menghadapi stres, 5=sangat membantu sekali dalam menghadapi stres

Pada Tabel 19 menunjukkan responden mengaku bahwa melakukan kegiatan yang menyenangkan dengan teman (50,5%), membangun kembali kedekatan hubungan dengan keluarga dan teman (67,7%), dan tidur atau istirahat (41,4%) sangat membantu responden ketika menghadapi masalah. Namun responden merasa hanya cukup terbantu ketika menghadapi permasalahan saat menjalani aktivitas seperti biasa (43,4%), terlibat dalam aktivitas sosial dan organisasi (43,4%), membaca dari media mengenai cara mengatasi permasalahan (40,4%) serta melakukan sesuatu untuk diri sendiri (31,3%). Sebaran item pernyataan berdasarkan urutan kelahiran pada Lampiran 3 juga memiliki pola jawaban yang relatif sama, kecuali pernyataan anak tengah (39,4%) yang mengaku hanya cukup terbantu ketika mendapatkan bantuan dari orang lain ketika mengerjakan tugas.

Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan capaian problem focused coping dengan urutan kelahiran, rata-rata, dan standar deviasi

Capaian Problem focused coping

Urutan kelahiran

Total Sulung Tengah Bungsu

n % n % n % n % Rendah (<24) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Cukup (24-37) 13 39,4 23 69,7 13 39,4 49 49,5 Tinggi (>37) 20 60,6 10 30,3 20 60,6 50 50,5 Total 33 100 33 100 33 100 99 100

Dokumen terkait