• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luas luka yang telah ditutupi epitel X 100%

Penapisan Fitokimia

Hasil pengamatan penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa pada kunyit yang dapat tertarik oleh pelarut etanol yang disajikan pada Tabel 1. Senyawa-senyawa yang dilakukan pengujian adalah alkaloid, flavonoid, tanin dan polifenol, saponin, serta kuinon. Etanol yang merupakan pelarut polar hanya dapat menarik senyawa-senyawa yang juga bersifat polar (Houghton dan Raman 1998).

Tabel 1 Hasil penapisan fitokimia ekstraksi rimpang kunyit dengan pelarut etanol

Senyawa dalam kunyit Pelarut

Etanol Alkaloid +

Flavonoid -

Tanin dan Polifenol -

Saponin -

Kuinon + Keterangan : ( + ) Etanol dapat menarik senyawa tersebut

( - ) Etanol tidak dapat menarik senyawa tersebut

Berdasarkan penapisan fitokimia yang dilakukan, senyawa yang dapat tertarik dari proses ekstraksi rimpang kunyit memakai pelarut etanol adalah alkaloid dan kuinon. Alkaloid merupakan golongan zat sekunder yang terbesar. Alkaloid sering kali bersifat racun bagi manusia dan banyak memiliki kegiatan fisiologi yang menonjol sehingga sering digunakan secara luas pada bidang pengobatan (Harborne 1987). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi adapula yang berguna bagi pengobatan. Misalnya adalah morfin, dan striknin yang terkenal memiliki efek fisiologis dan psikologis (Leny 2006). Keberadaan alkaloid pada ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki peran menenangkan penderita luka sehingga dapat mengurangi rasa sakit.

Kuinon adalah senyawa berwarna (Harborne 1987). Menurut Robinson (1995), kuinon berperan sebagai anti bakteri dan sebagai pewarna. Pada persembuhan luka, kuinon berperan dalam proses pencegahan masuknya bakteri pada luka sehingga dapat mempercepat proses persembuhan.

Patologi Anatomi

Hasil pengamatan persembuhan luka berdasarkan gambaran patologi anatomi (PA) pada mencit kontrol positif yang diberi sediaan neomicin sulfat 5%, kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan apapun, serta mencit yang diberikan sediaan ekstrak etanol rimpang kunyit, disajikan dalam Tabel 2 .

Tabel 2. Perbandingan patologi anatomi persembuhan luka kulit antara mencit kontrol negatif dan mencit perlakuan dengan neomycin sulfat 5% dan ekstrak rimpang kunyit etanol

Hari Kontrol Negatif Kontrol Positif Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit

1 Panjang luka 1.5 cm, luka basah, merah dan terbuka

Panjang luka 1.5 cm, luka basah, merah dan terbuka

panjang luka 1.5 cm , basah dan merah

2 Panjang luka 1.36 cm, luka basah, merah dan terbuka

Panjang luka 1.3 cm, luka masih terbuka dan mulai mengering

Luka terbuka, panjang luka 1.3 cm, pinggiran mengering dan mengeras

3 Luka mulai mengering dan

menutup, kulit berwarna merah agak pucat

Luka mengering dan masih terbuka dan berwarna merah pucat

Luka terbuka, pinggiran mengering dan mengeras 4 Panjang luka 1,20 cm, luka

kering dan berwarna merah pucat

Luka menutup dan kering. Panjang luka 1 cm.

Luka mengering, belum menutup, panjang luka 1.3 cm

5 Tepi luka mengeras dan

panjang luka agak mengecil

Luka hampir menutup dan tepi luka mengeras

Luka menutup namun masih terdapat keropeng

6 Tepi luka mengeras dan

panjang luka agak mengecil

Luka hampir menutup dan tepi luka mengeras

Luka menutup namun masih terdapat keropeng 7 Luka semakin menutup,

panjang luka 1,07 cm

Luka mengecil, panjang luka 0,27 cm.

Luka menutup panjang luka 0.98 cm, masih terdapat keropeng.

8 Luka hampir menutup Luka semakin mengecil Luka menutup namun

masih terdapat keropeng

9 Luka semakin mengecil Luka telah menutup Luka menutup namun

masih terdapat keropeng

10 Luka semakin mengecil Luka telah tertutup Luka menutup

11 Luka tertutup Luka telah menutup

semputna

Luka menutup sempurna 12 Luka telah menutup

sempurna

Luka menutup sempurna, terlihat adanya bekas luka

Luka tertutup, masih terlihat bekas luka.

13 Terlihat adanya bekas luka Terlihat bekas luka dan mulai ditumbuhi rambut

Terlihat adanya bekas luka

14 Masih terlihat bekas luka dan mulai ditumbuhi rambut

Masih terlihat bekas luka dan ditumbuhi rambut

Luka menutup sempurna mulai ditutupi rambut 15 Masih terlihat bekas luka

dan mulai ditumbuhi rambut

Bekas luka hampir tidak terlihat, dan ditutupi rambut baru

Bekas luka hampir tidak terlihat, ditutupi rambut baru

16-21 Masih terlihat sedikit bekas luka, mulai tertutupi rambut

Bekas luka tidak terlihat dan ditutupi rambut baru

Bekas luka tidak terlihat dan ditutupi rambut baru Pengamatan secara patologi anatomi, memperlihatkan bahwa pada hari

pertama dan kedua keadaan luka pada kulit masih terbuka dan memperlihatkan warna kemerahan baik pada kontrol positf, negatif maupun pelakuan dengan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit. Menurut Spector and Spector (1993), kulit yang tersayat akan kehilangan retraksinya dan membuat celah yang terbuka. Cedera yang mendadak membuat perubahan dalam pembuluh darah kecil yang menyusun reaksi inflamasi akut. Segera setelah terjadinya luka , akan terjadi konstriksi singkat arteriola yang diikuti dengan dilatasi berkepanjangan. Hal ini menyebabkan menjadi merahnya anyaman kapiler darah dan membukanya saluran kapiler yang tidak aktif, selain itu terjadi pula dilatasi vena dan pembuluh limfe. Keadaan ini memungkinkan darah mengalir ke dalam miikrosirkulasi lokal. Kapiler yang awalnya kosong atu sedikit meregang kini mulai terisi dengan darah secara cepat (Price dan Wilson 1992). Hal ini yang menyebabkan luka pada hari ke-1 dan ke-2 menunjukan warna kemerahan atau hiperemi.

Pada hari pertama baik kontrol positif, kontrol negatif, maupun luka dengan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit masih dalam keadaan basah. Menurut Spector and Spector (1993), hal ini terjadi karena seiring dengan percepatan pergerakan cairan yang cepat melalui dinding pembuluh darah ke jaringan peradangan, memungkinkan molekul-molekul kecil lewat. Akan tetapi hal ini menahan protein-protein besar seperti protein plasma tetap berada dalam pembuluh darah. Sifat pembuluh darah yang permeable akan menimbulkan tekanan osmotik yang cenderung menahan cairan di dalam pembuluh darah dengan melawan tekanan hidrostatik. Pada kasus inflamasi, tekanan hidrostatik dalam darah meningkat sehingga mengganggu keseimbangan dan menyebabkan banyak air meninggalkan darah menuju jaringan. Hal ini akhirnya mengganggu pula sistem limfatik yang kemudian memindahkan cairan yang mencapai celah jaringan keluar menuju jaringan, untuk mempertahankan kesetaraan secara normal. Pergeseran cairan pada saat luka terjadi sangat cepat, sehingga eksudat pada masa peradangan mengandung protein plasma yang sangat signifikan. Pada peradangan akut terjadi perubahan permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat kecil di daerah tersebut yang menyebabkan kebocoran protein. Proses ini kemudian diikuti oleh pergeseran keseimbangan osmotik, dan air keluar bersama

protein, menimbulkan pembengkakan. Hal ini yang menyebabkan bertambahnya jumlah cairan secara abnormal di kompartemen ekstrasel (Spector dan Spector 1993). Sehingga pada patologi anatomi terlihat adanya udema ditunjukkan dengan keadaan basah di sekitar luka dan terjadi pembengkakan.

Pada hari ke- 4 (Gambar 8) kondisi luka sudah mulai menutup pada ketiga perlakuan hal ini terjadi karena telah terjadinya proliferasi dari sel. Pada saat ini peran fibroblas sangat penting dalam proses persembuhan luka. Fibroblas bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan pada konstruksi jaringan (Tawi 2008). Perbaikan dari sistem sirkulasi menyebabkan tekaan hidrostatik seimbang menyebabkan luka mulai mengering dan oedema berkurang.

Pada hari ke-14 dan ke-21 luka sudah menutup sempurna. Pada saat ini fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh darah mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak memperkuat jaringan parut (Tawi 2008). Hal ini menyebabkan luka pada ketiga kelompok sembuh, ditandai dengan mulai menghilangnya jaringan parut .

A B

C

Gambar 8. Gambaran patologi anatomis luka hari ke-4 pada mencit kelompok kontrol negatif (A), kelompok kontrol positif (B), serta kelompok perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (C).

Hasil Pengamatan Histopatologi Sel Polimorfonuklear

akan ditunjukan pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Rataan jumlah relatif sel polimorfonuklear pada pemeriksaan mikroskopis

Hari ke- Kontrol Positif Kontrol Negatif

Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit 2 9.01±4.40 a 15.71±5.24 a 6.87±2.93a 4 4.07±1.09 a 3.70±1.29 a 5.27±1.57a 7 14.50±0.00 a 10.58±2.99 a 11.70±1.81a 14 0.83±1.44 a 3.00±2.00a 1.33±0.58a 21 0.00±0.00 a 0.00±0.00a 0.00±0.00a

Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan nyata (P>0.05) dari jumlah rataan sel netrofil untuk tiap kelompok (Tabel 3). Pada hari ke-2 diketahui bahwa sel polimorfonuklear (netrofil) telah hadir pada jaringan luka di setiap perlakuan. Menurut Price dan Wilson (1992), pada awal peradangan akut, aliran darah ke daerah yang meradang meningkat. Permeabilitas yang meningkat mengakibatkan cairan darah bocor keluar dari mikrosirkulasi, menyebabkan unsur-unsur darah dalam jumlah banyak (eritrosit, trombosit dan leukosit) tetap tertinggal sehingga viskositas darah meningkat mengakibatkan aliran darah di daerah luka melambat. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran darah melambat, leukosit mulai mengalami marginasi, yaitu bergerak ke arah perifer di sepanjang lapisan pembuluh darah menuju ke daerah luka. Netrofil adalah leukosit yang pertama hadir pada proses persembuhan luka. Setelah terjadinya perlukaan sel-sel netrofil akan mengilfiltrasi jaringan luka dan terakumulasi pada benang-bengang fibrin. Benang-benang fibrin merupakan hasil dari polimerasi fibrinogen di jaringan ekstravaskular. Benang-benang fibrin ini akan mengisolasi jaringan perlukaan agar tidak mengakibatkan hal yang buruk bagi jaringan disekitarnya (McGavin dan Zachari 2007).

Gambar 9. Sel radang netrofil yang mengilfiltrasi jaringan luka dengan perlakuan salep ekstrak etanol rimpamg kunyit pada hari ke 7. Pewarnaan HE. Bar: 20 µm

Netrofil (Gambar 9) merupakan sel pertahanan pertama terhadap kontaminasi mikroba pada peradangan. Fungsi netrofil adalah membersihkan daerah luka dari benda asing dan bakteri (Singer dan Clark 1999). Menurut Spector dan Spector (1993) keberadaan netrofil di daerah luka sangat singkat, sehingga setelah dihasilkannya sitokin, monosit masak akan berubah menjadi makrofag di jaringan dan menggantikan fungsi netrofil. Keberadaan makrofag menjadi prasyarat terjadinya proses persembuhan.

Keberadaan netrofil sudah terlihat pada awal perlukaan (Tabel 2). Netrofil sudah muncul pada hari ke-2 pada ketiga kelompok baik kontrol positif, negatif maupun perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit. Jumlah netrofil tertinggi pada kontrol positif maupun perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit terjadi pada hari ke-7, sedangkan kelompok kontrol negatif jumlah netrofil tertinggi terjadi pada hari ke-2. Pada hari ke -14

kelompok kontrol positif dan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit memperlihatkan penurunan yang cukup signifikan, sedangkan pada kontrol negatif jumlahnya lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Penurunan jumlah netrofil pada kontrol positif dan dengan menggunaka sediaan salep ekstrak etanol rimpang kunyit, dapat disebabkan karena adanya zat anti inflamasi yaitu neoimicin sulfat 5% pada kontrol positif, sedangkan pada sediaan salep ekstrak etanol rimpang kunyit mengandung senyawa kuinon yang berfungsi sebagai anti mikrobial (Robinson 1995).

Jika dibandingkan ketiga perlakuan baik kontrol positif, kontrol negatif, maupun perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit terlihat bahwa pada hari pertama kontrol positf dan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit memperlihatkan jumlah netrofil yang rendah di hari pertama dan hari ke-4, namun kemudian meningkat pada hari ke-7 dan turun secara signifikan pada hari ke -14 dan 21. Sedangkan pada kontrol negatif jumlah netrofil tertinggi justru terjadi pada hari pertama, sedangkan jumlah netrofil dari hari ke-7 menuju hari ke-14 penurunan jumlah netrofil tidak sebesar pada kelompok kontrol positif maupun perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit. Perbandingan rataan jumlah sel polimorfonuklear disajikan pada grafik pada Gambar 10 berikut ini :

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 2 4 7 14 21 Hari Ke- J u m la h S e l P o li m o rf onuk le a r Kontrol Positif Kontrol Negatif Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit

Gambar 10. Perbandingan rataan jumlah sel polimorfonuklear pada proses persembuhan luka

Neovaskularisasi

Menurut Singer dan Clark (1999) pembentukan pembuluh darah baru memiliki arti penting dalam proses persembuhan luka. Hasil pengamatan mikroskopis jumlah relatif rataan neovaskularisasi, akan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah relatif neovaskularisasi pada pemeriksaan mikroskopis

Hari Kontrol Positif Kontrol Negatif

Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit 2 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 4 0.33±0.58 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 7 8.00±1.73 a 0.67±1.15 b 1.67±0.58 b 14 6.33±2.52 a 5.00±1.00 a 6.67±1.15 a 21 0.00±0.00 a 6.00±1.00 b 1.67±1.53 a

Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Pada hari ke-2 maupun hari ke-4 terlihat ketiga perlakuan baik kontrol positif, kontrol negatif maupun kelompok perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit tidak memperlihatkan perbedaan nyata (P>0.05) (Tabel 4) .Pada hari ke-2 belum terlihat munculnya neovaskularisasi pada ketiga kelompok. Hari keempat mulai terbentuk pembuluh darah baru pada kontrol positif, meskipun jumlahnya relatif masih sedikit.

Pada hari ke-7 terjadi perbedaan nyata (P<0.05) antara kontrol positif dengan kontrol negatif dan perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (Tabel 4). Menurut Martin (1997), keberadaan makrofag yang mengeluarkan FGF2 dan vaskular endotelial growth faktor (VEGF) akhirnya memicu pertumbuhan neovaskularisasi (Gambar 11). Menurut Spector dan Spector (1993) Pembuluh darah baru mulai terlihat tanda-tandanya dalam satu minggu. Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam luka sebagai pita padat dari sel- sel endotel yang tumbuh ke luar sebagai kuncup dari kapiler yang utuh pada tepi luka. Kuncup endotel yang terbentuk kemudian mengalami mitosis dan membentuk simpai serta lengkungan. Pita endotel padat kemudian berkembang menjadi saluran dalam beberapa jam dan darah mulai mengalir. Proses mengalirnya kembali darah menjadi amat penting dalam proses persembuhan

luka. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terjadi keadaan hipoksia (Singer dan Clark 1999).

Pada hari ke-14 ketiga perlakukan kembali tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0.05). Menurut Spector dan Spector (1993), setelah dua minggu arteriola yang baru sudah mulai terbentuk dan memberikan suplai bagi saraf vasomotorik. Pada hari ke-21 terlihat terjadi perbedaan nyata (P<0.05) antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol kunyit (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa kontrol positif dan perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit memberikan hasil yang lebih baik daripada kontrol negatif. Hal ini terjadi kemungkinan karena fase peradangan yang lebih cepat pada kontrol positif dan perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit sehingga memberikan hasil yang lebih baik daripada kontrol negatif.

Gambar 11 Neovaskularisasi yang yang terbentuk pada jaringan luka dengan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit pada hari ke 14. Pewarnaan Masson Trichrome. Bar: 20 µm

Apabila dibandingkan antara ketiga perlakuan (Gambar 12), terlihat bahwa kontrol positif mulai membentuk neovaskularisasai pada hari ke-4 berbeda dengan kontrol negatif dan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit yang baru membentuk neovaskularisasi pada hari ke-7. Pada kontrol positif puncak jumlah neovaskularisasi terjadi pada hari ke-7 sedangkan pada kelompok negatif maupun perlakuan dengan ekstrak etanol kunyit jumlah pembentukan neovaskularisasi tertinggi terjadi pada hari ke-14. Pada hari ke-21 terlihat penurunan jumlah neovaskularisasi pada kontrol positif dan perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit, sedangkan pada kontrol negatif jumlahnya masih relatif tinggi. Hal tersebut dapat menggambarkan persembuhan luka yang relatif lebih cepat pada kontrol positif maupun perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit. Terjadinya keadaan seperti ini kemungkinan karena pada hari ke-14 dan 21 makrofag telah memfagositosis reruntuhan sel, terbukti dengan jumlah netrofil yang menurun pada kontrol positif maupun perlakuan dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit pada hari ke- 14 dan 21, sedangkan kontrol negatif pada hari yang sama jumlah netrofilnya masih relatif lebih tinggi daripada yang lain. Fagositosit oleh makrofag inilah yang memicu pembentukan pembuluh darah baru (Spector dan Spector 1993).

0 2 4 6 8 10 2 4 7 14 21 Hari Ke- Ju n lah N e o v asku lar Kontrol Positif Kontrol Negatif Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit

Gambar 12. Perbandingan rataan jumlah neovaskularisasi pada proses persembuhan luka

Reepitelisasi

Proses reepitelisasi merupakan serangkaian peristiwa yang terkoordinasi dan terstruktur. Reepitelisasi pada kulit dicapai dengan meningkatkan aktivitas mitosis epitel di tepi luka (Spector dan Spector 1995). Hasil pengamatan mikroskopis mengenai gambaran reepitelisasi pada ketiga perlakuan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Persentase (%) reepitelisasi pada pemeriksaan mikroskopis

Hari Ke- Kontrol Positif Kontrol Negatif

Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit 2 33.33±33.35 a 44.43±19.28a 55.57±19.28 a 4 33.33±33.35 a 33.33±33.35a 22.20±19.23 a 7 77.80±19.23 a 77.80±19.23a 44.47±38.51 a 14 66.67±57.74 a 88.90±19.23a 77.77±38.51 a 21 100.00±0.00 a 100.00±0.00a 100.00±0.00 a Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan

tidak ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Pada proses reepitelisasi terjadi migrasi dan proliferasi dari fibroblas yang akam mengeluarkan keranocyte growth factor, citokin dan reseptor yang akan memproduksi metalloprotein matiks dan inhibitor. Matriks ekstraselular kemudian akan mensintesis fibronectins, vitronectin, dan kolagen (Middelkoop 2005). Menurut Tawi (2008) keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka yang ekstrim dibandingkan dengan luka biasa.

Reepitelisasi (Gambar 13) pada ketiga perlakuan telah terjadi semenjak hari ke-2. Secara statistik ketiga perlakuan tersebut tidak memperlihatkan perbedaan nyata (P>0.05) (tabel 5). Menurut Price dan Wilson (1992), beberapa

hari setelah perlukaan epitel permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi, kemudian lapisan epitel yang tipis akan bermigrasi menuju permukaan atas luka. Setelah itu epitel akan menjadi matang sehingga menyerupai kulit di bawahnya.

Gambar 13. Reepitelisasi persembuhan luka dengan perlakuan salep ekstrak etanol rimpang kunyit pada hari ke-14 dengan menggunakan pewarnaan Masson Trichrome. Bar: 200 µm

Setiap hari pengamatan ketiga perlakuan masih menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan yang terdapat pada kontrol positif yang mengandung neomicin sulfat 5% maupun kandungan dalam salep ekstrak etanol rimpang kunyit tidak memberikan pengaruh pada proses reepitelisasi persembuhan luka.

Apabila kita membandingkan ketiga perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif memberikan hasil yang lebih baik pada hari ke-7 dibandingkan perlakuan pemberian salep etanol rimpang kunyit (Gambar 13). Hal tersebut juga didukung dari data patologi anatomi bahwa pada perlakuan pemberian salep ekstrak kulit etanol pada jaringan perlukaan masih terdapat keropeng dan jaringan parut,

sedangkan pada kelompok yang lain tidak. Menurut Price dan Wilson (1992) matangnya jaringan parut akan bersinergis dengan menebal dan matangnya epitel sehingga menyerupai kulit. Pada perlakuan luka yang diberikan salep ekstrak etanol rimpang kunyit, jaringan parut yang masih hadir hingga hari ke-7 mengakibatkan melambatnya reepitelisasi.

Pada hari ke 14 kontrol negatif memperlihatkan reepitelisasi yang lebih baik daripada kedua kelompok lainnya. Pada hari ke-21 reepitelisasi telah terjadi secara sempurna. Hal ini dapat diperkuat dengan data patologi anatomis yang memperlihatkan luka yang telah menutup secara sempurna.

Gambar 14 Perbandingan presentase reepitelisasi pada proses persembuhan luka

Luasan Jaringan Ikat Kolagen

Menurut Drakbar (2008) persembuhan ditandai dengan menyempitnya luka dan tepi luka bersatu menjadi lebih kuat. Penyempitan ini dipengaruhi oleh jaringan ikat yang terdapat pada luka (Gambar 15). Menurut Spector dan Spector (1993), ciri khusus jaringan pengikat yang mengalami rekonstruksi ialah aktivitas fibroblasnya. Fibroblas adalah sel mesenkim dasar jaringan dewasa yang memiliki

0 20 40 60 80 100 120 2 4 7 14 21 Hari Ke- Kontrol Positif Kontrol Negatif Salep Ekstrak Etanol Kunyit

sifat utama untuk mensisntesis komponen-komponen jaringan pengikat, yakni kolagen dan mukopolisakarid. Deposisi dari kolagen dan ikatan silangnya mampu memberikan kekuatan dan integritas pada perbaikan jaringan luka (Spector dan Spector 1993). Tabel 6 akan memperlihatkan hasil pengamatan mikroskopis terhadap jaringan ikat kolagen.

Tabel 6 Presentase (%) luasan jaringan ikat kolagen pada pemeriksaan mikroskopis

Hari Ke- Kontrol Positif Kontrol Negatif

Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit 2 0.00±0.00 a 0.00±0.00a 0.00±0.00 a 4 0.00±0.00 a 0.00±0.00a 0.00±0.00 a 7 66.67±33.35 a 33.30±0.00a 0.00±0.00 b 14 100.00±0.00 a 88.90±19.23a 77.80±19.23 a 21 88.90±19.23 a 77.80±19.23a 77.80±19.23 a Keterangan: Huruf supersript yang sama pada baris yang sama menunjukkan

tidak ada perbedaan nyata. (P>0.05)

Jaringan ikat kolagen (Gambar 15) Pada kontrol positif dan negatif telah terbentuk pada hari ke-7, sedangkan pada perlakuan pemberian salep ekstrak etanol rimpang kunyit, jaringan ikat kolagen pada hari yang sama belum terbentuk. Sehingga dari uji statistik terjadi perbedaan nyata antara kontrol positf dan negatif dengan perlakuan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (Tabel 6). Jaringan ikat kolagen akan terbentuk setelah 3 hari setelah perlukaan. Hal ini terjadi karena setelah 72 jam fibroblas akan memproduksi faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proliferasi sel epitel, yaitu growth factor yang akan menstimulasi hadirnya sel peradangan dan mengaikibatkan dimulainya proses sintesis kolagen (Anonim 2003).

Pada perlakuan dengan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit pembentukan kolagen terjadi lebih lambat yaitu pada hari ke-14 (Tabel 6), menurut Singer dan Clark (1999) kolagen yang matang akan membentuk jaringan parut pada akhir proses persembuhan. Jaringan parut yang terbentuk secara berlebihan disebut dengan keloid. Pencegahan terbentuknya keloid terjadi ketika beberapa sel seperti; makrofag, sel-sel epidermis, endotel dan fibroblas

mensekresi beberapa enzim proteolitik yang disebut matriks metaloprotein. Enzim inilah yang akan mensintesis kolagen. Hal ini didukung dengan persentase reepitelisasi pada sediaan kulit dengan menggunakan salep ekstrak etanol rimpang kunyit pada awal pengamatan yang lebih rendah daripada kedua kelompok lainnya. Selain itu keadaan ini juga terjadi kemungkinan karena adanya kandungan alkaloid pada ekstrak etanol rimpang kunyit yang memberikan respon penenang tubuh (Leny 2006). Berkurangnya rasa sakit pada tubuh membuat respon tubuh terhadap persembuhan menjadi lambat (Spector dan Spector 1993).

Gambar 15 Jaringan ikat berwarna biru pada perlakuan salep ekstrak etanol kunyit pada hari ke-21 dengan pewarnaan Masson Trichrome. Bar 200 µm

Jaringan ikat kolagen akan memiliki pematangan menjadi serabut yang

Dokumen terkait