• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan kinerja metode BICOV dan MCD dalam AKK melalui data simulasi dimaksudkan untuk mencari metode kekar yang memberikan nilai MSE paling minimum. Kinerja kedua metode diukur melalui berdasarkan berbagai, kondisi pencilan, proporsi pencilan, jumlah pengamatan dan gugus peubah dengan data pencilan. Hasil keseluruhan simulasi dapat diamati pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Penjelasan nilai MSE pada lampiran tersebut digambarkan pada Gambar 4 sampai dengan Gambar 15. Keseluruhan gambar menunjukkan perbandingan kinerja ketiga metode yaitu Klasik (garis dengan simbol lingkaran), BICOV (garis dengan simbol persegi) dan MCD (garis dengan simbol segitiga). Sumbu absis menunjukkan proporsi pencilan dan sumbu ordinat menunjukkan nilai MSE dari korelasi kanonik pertama. Semakin rendah posisi garis semakin kecil nilai MSE yang berarti semakin baik kinerja suatu metode. Sebaliknya, semakin tinggi posisi garis semakin besar nilai MSE yang berarti semakin buruk kinerja suatu metode.

Kinerja Metode

Pada bagian ini ditunjukkan kinerja dari ketiga metode, yaitu metode klasik, BICOV, dan MCD dengan kondisi pencilan shift outlier, scale outlier, dan

radial outlier untuk sejumlah proporsi pencilan dengan jumlah pengamatan

contoh yang berbeda.

Kondisi Shift Outlier

Gambar 4 menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum dengan pola grafik yang konsisten. Keseluruhan nilai MSE memberikan nilai yang sama sebesar 0.02 untuk setiap proporsi pencilan yang berbeda pada gugus X*Y dan gugus X*Y*, sedangkan metode klasik dan MCD tampak tidak kekar. Pola grafik metode klasik menunjukkan bahwa pertambahan proporsi pencilan diikuti bertambahnya nilai MSE. Sebaliknya secara umum nilai MSE dari metode MCD menurun dengan penambahan proporsi pencilan.

Gambar 5 menunjukkan bahwa metode klasik memberikan nilai MSE paling maksimum dengan pola grafik yang berubah-ubah untuk gugus X*Y dan

18

gugus X*Y*. Berbeda dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang konsisten mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 10%, akan tetapi pola grafik berubah pada proporsi pencilan 12%. Dibandingkan kedua metode tersebut, metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum, sebesar 0.02 dengan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan.

(a) (b)

Gambar 4 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier , nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 5 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier , nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

Gambar 6 dan Gambar 7 menggambarkan gugus data dengan kondisi shift

outlier dan serta jumlah pengamatan yang sama Nc=100. Gambar 6 untuk semua proporsi pencilan menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum dengan pola grafik yang konsisten. Pada gugus X*Y dengan proporsi pencilan 2% hingga 10% memberikan nilai MSE yang sama sebesar 0.01 dan 0.02 untuk proporsi pencilan 12%. Sedangkan pada gugus X*Y* memberikan nilai MSE yang sama sebesar 0.01 untuk tiap hasil simulasi dengan proporsi pencilan yang berbeda. Metode klasik dan MCD memberikan nilai MSE yang lebih besar dibandingkan metode BICOV, dengan pola grafik yang tidak konsisten.

19

Berdasarkan grafik pada Gambar 7, terlihat bahwa pola grafik dari metode klasik berubah-ubah dan memberikan nilai MSE paling maksimum. Pada metode MCD, pola grafik menunjukkan kekonsistenan untuk gugus X*Y dengan nilai MSE sebesar 0.02. Namun pada gugus X*Y* pola grafik yang ditunjukkan hanya konsisten sampai proporsi pencilan 10% saja sebesar 0.02, kemudian berubah menjadi 0.3 pada proporsi pencilan 12%. Pola grafik yang konsisten dan memberikan nilai MSE paling minimum adalah metode BICOV. Keseluruhan nilai MSE yang diberikan metode BICOV sebesar 0.01 pada setiap hasil simulasi untuk setiap proporsi pencilan.

(a) (b)

Gambar 6 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier , nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 7 Grafik nilai MSE dengan kondisi shift outlier , nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

Keseluruhan hasil simulasi pada kondisi shift outlier menunjukkan bahwa metode BICOV mampu meminimumkan nilai MSE dengan pola grafik yang konsisten mulai dari gugus data tanpa pencilan sampai dengan proporsi pencilan 12 %, baik untuk gugus X*Y maupun gugus X*Y*.

Kondisi Scale Outlier

Berdasarkan grafik pada Gambar 8 terlihat bahwa pola grafik metode klasik berubah-ubah dan memberikan nilai MSE yang paling maksimum.

20

Sedangkan pada metode MCD, nilai MSE yang diberikan lebih rendah, sebesar 0.08 untuk gugus data tanpa pencilan dan sampai dengan proporsi pencilan 4% untuk gugus X*Y. Kemudian pada proporsi pencilan 6% sampai dengan 12% memberikan nilai MSE sebesar 0.07. Pola grafik yang berubah-ubah juga terlihat pada gugus X*Y* dengan nilai MSE 0.08, 0.07, 0.08 untuk proporsi pencilan 0%, 2%, 4%, kemudian 0.03 untuk proporsi 6%, selanjutnya pada proporsi pencilan 8% sampai dengan 12% menghasilkan nilai MSE yang sama sebesar 0.07. Dibandingkan metode MCD, metode BICOV memberikan nilai MSE lebih minimum, terlihat dengan pola grafik yang paling rendah untuk gugus X*Y dan gugus X*Y* dengan proporsi pencilan mulai dari 2% sampai dengan proporsi pencilan terbesar. Nilai MSE untuk gugus X*Y yaitu 0.02 pada proporsi pencilan 2% sampai dengan 4% dan 0.03 mulai dari 6% sampai dengan proporsi pencilan terbesar. Pada gugus X*Y* dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 10%, nilai MSE yang diberikan sama sebesar 0.02, hanya pada proporsi pencilan 12%, nilai MSE sebesar 0.03.

(a) (b)

Gambar 8 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K1=100, nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 9 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K2=144, nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

Gambar 9 menunjukkan bahwa metode BICOV merupakan metode yang memberikan nilai MSE yang paling minimum untuk setiap jumlah proporsi

21

pencilan yang berbeda pada gugus X*Y dan gugus X*Y*, terlihat dengan pola grafik yang ditunjukkan. Sedangkan kinerja metode klasik dan metode MCD terlihat tidak kekar, yang ditunjukkan dengan pola grafik yang berubah-ubah.

Kondisi yang sama untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*, yaitu scale outlier dengan faktor pengali K= 100 dan K=144 serta jumlah pengamatan Nc=100 yang tertera pada Gambar 10 dan Gambar 11. Berdasarkan grafik pada Gambar 10, pada gugus X*Y menunjukkan bahwa metode klasik menghasilkan nilai MSE paling maksimum, dengan pola grafik yang semakin menaik untuk setiap pertambahan proporsi pencilan mulai dari 2% sampai dengan 12%. Dibandingkan dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang konsisten, dengan memberikan nilai MSE sebesar 0.03 mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 12%. Namun dibandingkan dengan metode MCD, metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum, terlihat dari pola grafik mulai dari gugus pengamatan dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 8% sebesar 0.02 dan 0.01 untuk proporsi pencilan 10% sampai dengan 12% .

Gugus X*Y* pada Gambar 10 menunjukkan bahwa metode klasik tampak tidak kekar terhadap pengamatan pencilan, terlihat dengan pola grafik yang berubah-ubah dan nilai MSE paling maksimum. Berbeda dengan metode klasik, metode MCD menunjukkan pola grafik yang kosisten, dengan memberikan nilai MSE sebesar 0.03 untuk setiap proporsi pencilan. Namun dibandingkan kedua metode tersebut, metode BICOV lebih kekar, terlihat dengan pola grafik yang konsisten dengan nilai MSE paling minimum sebesar 0.01 untuk setiap proporsi pencilan.

Pola grafik pada Gambar 11 terlihat serupa dengan pola grafik pada Gambar 10. Grafik pada gugus X*Y menunjukkan bahwa nilai MSE yang diberikan oleh metode klasik paling maksimum, terlihat dari pola grafiknya yang selalu bertambah untuk setiap pertambahan proporsi pencilan. Sebaliknya, metode BICOV tampak lebih kekar, terlihat dari nilai MSE yang paling rendah dengan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan.

Pola grafik pada gugus X*Y* menunjukkan bahwa metode klasik tampak tidak kekar, ini ditunjukkan dari nilai MSE yang diberikan paling maksimum untuk setiap proporsi pencilan di antara metode lainnya. Sedangkan metode MCD, menunjukkan pola grafik yang konsisten dengan nilai MSE sebesar 0.02 untuk

22

setiap proporsi pencilan. Akan tetapi, dibandingkan dengan metode MCD, metode BICOV tampak lebih kekar, terlihat dengan pola grafik yang konsisten dan nilai MSE yang minimum untuk berbagai proporsi pencilan sebesar 0.01.

(a) (b)

Gambar 10 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K1=100, nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 11 Grafik nilai MSE dengan kondisi scale outlier K2=144, nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

Pada jumlah pengamatan Nc=50 dan Nc=100 dengan kondisi pencilan scale

outlier menunjukkan bahwa metode klasik yang paling buruk dengan nilai MSE

yang paling maksimum dan pola grafik yang berubah-ubah. Sedangkan metode MCD merupakan kinerja metode kekar yang lebih baik dibanding metode klasik. Namun dibandingkan MCD, metode BICOV merupakan metode paling kekar, dengan memberikan nilai MSE paling minimum dan pola grafik yang konsisten untuk setiap proporsi pencilan .

Kondisi Radial Outlier

Gugus data dengan kondisi radial outlier mengandung sifat shift outlier dan scale outlier. Grafik pada Gambar 12 dan Gambar 13 menggambarkan gugus dengan kondisi radial outlier , K=100 dan , K=144 dengan jumlah pengamatan sama Nc=50 untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*.

23

Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum di antara metode lainnya. Nilai MSE metode BICOV untuk gugus X*Y mulai dari proporsi pencilan 2% hingga 12 % adalah 0.02, 0.03, 0.03, 0.03, 0.04, dan 0.04. Sedangkan pada metode MCD memberikan nilai MSE berturut-turut mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan proporsi pencilan terbesar adalah 0.08, 0.07, 0.06, 0.06, 0.06 dan 0.06. Dibandingkan dua metode BICOV dan MCD, metode klasik tampak tidak kekar dengan nilai MSE paling maksimum. Begitu juga pada gugus X*Y*, metode klasik memberikan nilai MSE paling maksimum, terlihat dari pola grafik yang lebih tinggi di antara metode lainnya. Metode MCD memberikan nilai MSE lebih kecil daripada metode klasik, akan tetapi metode BICOV memberikan nilai MSE paling kecil mulai dari proporsi pencilan terkecil sampai dengan proporsi pencilan 12%.

(a) (b)

Gambar 12 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier K1=100,

nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 13 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier K2=144,

nc=50 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

Pola garfik pada Gambar 13 untuk keseluruhan hasil simulasi pada gugus X*Y dan gugus X*Y* dengan proporsi pencilan 2% sampai dengan 12% menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum di antara metode klasik dan metode MCD.

24

Gambar 14 dan 15 merupakan grafik untuk gugus data dengan kondisi

radial outlier , dan , serta jumlah pengamatan yang sama Nc=100. Pola grafik pada Gambar 14 menunjukkan bahwa metode BICOV tampak lebih kekar dibandingkan metode klasik dan MCD, dengan nilai MSE paling minimum sebesar 0.01 untuk setiap proporsi pencilan. Begitu juga pada Gambar 15, metode BICOV menghasilkan nilai MSE paling minimum mulai dari proporsi pencilan 2% sampai dengan 12%, dengan pola grafik yang konsisten.

(a) (b)

Gambar 14 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier dan

K1=100, nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y*

(a) (b)

Gambar 15 Grafik nilai MSE dengan kondisi radial outlier dan

K2=144, nc=100 pengamatan: (a) Gugus X*Y, (b) Gugus X*Y* Pada kasus gugus data dengan kondisi radial outlier, tidak satupun hasil simulasi data menunjukkan metode MCD lebih baik daripada metode BICOV. Sedangkan metode klasik merupakan metode paling buruk di antara metode lainnya. Keseluruhan hasil simulasi menunjukkan bahwa metode BICOV memberikan nilai MSE paling minimum untuk setiap proporsi pencilan 12% untuk gugus X*Y dan gugus X*Y*.

25

Penerapan Metode BICOV

Pada bagian ini dibahas penerapan AKK untuk mengidentifikasi dan mengukur keeratan hubungan antara gugus data struktur ekonomi dengan gugus kesejahteraan rakyat menggunakan metode BICOV.

Pertama dikemukakan statistik deskriptif dari peubah-peubah pada gugus data struktur ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, dilakukan pendeteksian pencilan pada kesuluruhan data pengamatan. Kemudian mengukur keeratan hubungan kedua gugus peubah dengan menggantikan matriks peragam klasik dengan matriks peragam BICOV.

Deskripsi data struktur ekonomi dan data kesejahteraan rakyat disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 menunjukkan simpangan baku yang cukup besar terdapat pada peubah (persentase pekerja di sektor pertanian). Hal ini berarti bahwa pekerja di sektor pertanian cukup beragam di setiap provinsi. Sedangkan pada gugus peubah kesejahteraan rakyat yang tertera pada Tabel 2, peubah yang menunjukkan simpangan cukup besar terdapat pada peubah (persentase rumah tangga dengan perencanaan listrik/petromak) dan (persentase rumah tangga memiliki TV/Video/Laserdisc).

Tabel 1 Statistik deskriptif gugus data struktur ekonomi Peubah Rata-rata Simpangan baku Minimum Maksimum

X1 27.22 10.22 0.22 43.25

X2 52.84 15.94 0.83 74.6

X3 10.55 3.98 6.01 27.07

X4 22.16 7.63 1.69 39.20

Tabel 2 Statistik deskriptif gugus data kesejahteraan rakyat Peubah Rata-rata Simpangan baku Minimum Maksimum

Y1 11.43 6.91 4.56 35.76 Y2 65.14 17.64 27.93 99.52 Y3 38.67 15.75 11.2 83.3 Y4 94.51 4.98 75.55 99.70 Y5 14.9 5.39 8.59 34.07 Y6 3159 604 1834 4152

Tahap berikutnya, pengidentifikasian pencilan dengan jarak Mahalanobis kekar. Pada Tabel 3, ada delapan pengamatan yang teridentifikasi sebagai

26

pencilan, terlihat dari nilai jarak mahalanobis kekar (di2RD) yang dihasilkan lebih besar dari nilai (18.3).

Tabel 3 Jarak Mahalanobis Kekar (di2RD)

Provinsi Jarak Mahalnobis (di 2 RD) Provinsi Jarak Mahalnobis (di 2 RD) DI Aceh 7.88 NTB 165.41* Sumatera Utara 10.67 NTT 10.97

Sumatera Barat 437.56* Timor-Timor 8.13

Riau 9.18 Kalimantan Barat 6.83

Jambi 11.69 Kalimantan Tengah 9.67

Sumatera Selatan 3.42 Kalimantan Selatan 8.21

Bengkulu 96.80* Kalimantan Timur 8.13

Lampung 6.92 Sulawesi Utara 491.22*

DKI Jakarta 740.53* Sulawesi Tengah 10.83

Jawa Barat 11.50 Sulawesi Selatan 289.35*

Jawa Tengah 6.95 Sulawesi Tenggara 13.52

DI Yogyakarta 13.30 Maluku 155.50*

Jawa Timur 11.09 Irianjaya 11.10

Bali 139.36*

Keterangan: *) di2RD >

Hasil korelasi kanonik pertama dari gugus peubah struktur ekonomi dan kesejahteraan rakyat sebesar 0.96. Nilai korelasi tersebut menjelaskan bahwa ada hubungan antara kedua gugus peubah tersebut sebesar 0.96. Nilai tersebut hampir sama dengan nilai korelasi kanonik pertama yang dihasilkan dengan menggunakan peragam klasik sebesar 0.98.

27

Dokumen terkait