• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi terhadap intensitas cahaya dilakukan tanaman pada daun karena daun merupakan organ yang aktif berfotosintesis dan dapat menyimpan energi cahaya yang diserap dalam bentuk senyawa organik. Anatomi daun berpengaruh terhadap proses fotosintesis, disebabkan oleh keragaan kloroplas yang menyebabkan perbedaan besar dalam efisiensi penangkapan cahaya (Bolhar-Nordenkampf dan Draxler 1993; Mohr dan Schopfer 1995, Taiz dan Zeiger 2002).

Pengamatan pada daun kedelai genotipe Pangrango, Ceneng, Godek dan Slamet menunjukkan bahwa intensitas cahaya rendah menyebabkan peningkatan luas daun dan penurunan ketebalan daun, panjang palisade serta kerapatan stomata. Genotipe toleran (Ceneng, Pangrango) mempunyai mekanisme penghindaran yang lebih baik dari pada genotipe peka (Godek, Slamet) karena mempunyai kemampuan untuk meningkatkan luas daun dan menurunkan ketebalan daun dan kerapatan stomata lebih tinggi.

Peningkatan luas daun merupakan cara untuk meningkatkan area penangkapan cahaya semaksimal mungkin (Levitt 1980, Taiz dan Zeiger 2002, Buchanan et al. 2000). Meningkatnya luas daun diikuti dengan penurunan tebal daun akibat berkurangnya lapisan dan panjang palisade yang juga merupakan salah satu strategi untuk memaksimumkan jumlah cahaya yang dapat

dimanfaatkan oleh kloroplas (Gardner et al. 1990). Daun yang tipis

memungkinkan orientasi atau posisi kloroplas menjadi terdistribusi secara paralel terhadap permukaan daun bagian atas sehingga memaksimumkan penangkapan cahaya (Taiz dan Zeiger 2002) juga untuk memperpendek jarak yang ditempuh CO2 dari permukaan daun ke kloroplas (Mohr dan Schopfer 1995) sehingga CO2

tersebut dapat segera diman faatkan dalam proses fotosintesis. Tetapi karena laju fotosintesis dan transpirasi rendah maka akan terjadi penurunan kerapatan stomata (Logan et al. 1999) untuk mengendalikan konsentrasi CO2 antar sel (Taiz dan Zeiger 2002).

Pada Intensitas cahaya 50%, kedelai yang diamati menunjukkan peningkatan kandungan klorofil a, b, klorofil total dan indeks warna hijau relatif daun serta penurunan nisbah klorofil a/b. Genotipe toleran Ceneng mempunyai kandungan klorofil a, b, klorofil total, dan indeks warna hijau relatif daun, serta

nisbah klorofil a/b yang lebih tinggi dibanding genotipe lainnya sehingga lebih efisien dalam menangkap energi cahaya pada intensitas cahaya rendah.

Penurunan nisbah klorofil a/b pada intensitas cahaya rendah disebabkan kenaikkan klorofil b yang lebih tinggi daripada klorofil a. Menurut Schoefs dan Berthrand (1997) pada keadaan etiolasi, klorofil b dapat disintesa melalui 3 lintasan salah satunya dengan konversi klorofil a ke klorofil b. Perubahan klorofil

a menjadi klorofil b dan sebaliknya oleh enzim oxigenase (Sandmann dan Scheer 1998) dikendalikan oleh gen CAO (Chlorophyll a oxygenase) dikodekan di inti sel (Tanaka et al. 1998; Klimyuk 1999; Klenell et al. 2005). Konversi klorofil ini memungkinkan regulasi yang fleksibel pada akumulas i klorofil dan komplek protein klorofil yang berperan penting pada pembentukan dan reorganisasi fotosistem sehingga tanaman dapat beradaptasi pada intensitas cahaya rendah dengan menyesuaikan kandungan klorofilnya yang berpengaruh pada nisbah klorofil (Atw ell et al. 1999, Folly dan Engel 1999).

Intensitas cahaya rendah juga mempengaruhi proses pembentukan, degradasi dan perbaikan aparatus fotosintesis. Pada intensitas cahaya rendah, efisiensi penangkapan cahaya dilakukan tanaman dengan meningkatkan volume kloroplas dan membran tylakoid serta grana (stack granum) (Taiz dan Zeiger 2002). Hal yang sama pada tanaman kedelai dilaporkan oleh Khumaida (2002). Volume membran tilakoid berkorelasi positif dengan kandungan klorofil b dan ekspresi gen lhcp. Namun berko relasi negatif dengan rasio klorofil a/b.

Pengamatan ultrastruktur pada perlakuan tanpa cahaya juga menunjukkan bahwa genotipe toleran Ceneng memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik daripada genotipe peka Godek yang mengalami degradasi kloroplas yang lebih cepat (Gambar 14). Hal ini disebabkan kandungan klorofil, terutama klorofil b, pada genotipe Ceneng masih tetap tinggi. Keberadaan pigmen, terutama klorofil b, menentukan kestabilan pengikatan protein LHC pada membran tilakoid (Beale 1984, Biswal 1997, Morishige dan Dreyfuss 1999). Degradasi pada kondisi gelap 5 hari terjadi karena fotosintesis tidak dapat berlangsung sehingga terjadi perombakan fotosintat, protein, dan lipid yang ada untuk memperoleh energi. Kloroplas sebagai organel sel yang paling banyak mengandung protein dan lipid

akan mengalami degradasi yang pertama kali dibanding organel sel lainnya. Kloroplas yang sedang terdegradasi ini disebut gerontoplas (Srivasta 2002).

Degradasi kloroplas merupakan proses yang komplek, kemungkinan diawali dengan lepasnya klorofil a dari protein yang mengikat pada membran tilakoid. Klorofil tersebut selanjutnya didegradasi oleh enzim chlorophyllase yang terdapat pada membran kloroplas sebelah dalam (Kirk dan Tilney-Bassett 1967, Srivasta 2002) menjadi chlo rophyllide a dan phytol. Phytol akan diakumulasikan dalam plastoglobuli. Chlorophyllide a selanjutnya diubah menjadi pheophorbide

a oleh enzim Mg dechelatase. Kemudian pheophorbide a dibentuk menjadi

senyawa Red Chlorophyll Catabolite (RCC) oleh enzim Pheophorbide a

oxigenase (PaO). RCC segera diubah oleh enzim RCC reductase yang terdapat pada stroma menjadi senyawa Fluoresence Chlorophyll Catabolite (FCC) (Srivasta 2002), proses ini memerlukan oksigen dan Feredoxin (Cinsburg 1994). FCC kemudian dikompartementasi ke dalam vakuola dan diubah menjadi senyawa Nonfluoresence Chlorophyll Catabolite (NCC).

Sedang klorofil b diubah menjadi chlorophyllide a atau pheophorbide a

sebelum terdegradasi (Buchanan et al. 2000). Proses degradasi ini mengakibatkan banyak terbentuk radikal bebas yang merusak membran tilakoid dan membran kloroplas (Ito et al. 1994, Sandmann and Scherr 1998) yang menginduksi fragmentasi pada membran tilakoid dan kloroplas (Hudak 1997).

Pada intensitas cahaya 50% kloroplas genotipe Ceneng mempunyai bentuk cembung yang memungkinkan penangkapan cahaya menjadi maksimal dari berbagai sisi dan mempunyai lipatan grana yang lebih banyak dan lebih panjang (gambar 16). Grana yang banyak meningkatkan kandungan klorofil, karena sebagian besar komplek LHCII tersebar dan terikat pada tumpukan grana, sehingga dengan semakin banyak tumpukan grana maka jumlah LHCII juga semakin banyak. Hal ini berpengaruh pada peningkatan kandungan klorofil, terutama klorofil b, karena sebagian besar klorofil b ditemukan terikat pada LHCII, mendekati 50% dari kandungan klorofil pada LHCII (Paulsen 1995 in

Sandmann dan Scheer 1998). Peningkatan kandungan klorofil b yang lebih tinggi dari klorofil a menurunkan nisbah klorofil a/b. Peningkatan jumlah LHCII berhubungan dengan keberadaan pigmen antena yang lebih banyak (Tanaka et al.

1998). Membesarnya antena pada PSII ini akan mempertinggi efisiensi pemanenan cahaya (Mohr dan Schopfer 1995; Ito et al. 1996; Hudak 1997; Critchley 1999). Peningkatan kandungan pigmen dalam kloroplas juga menjadi sangat penting karena keberadaan pigmen, terutama klorofil b, menentukan pembentukan dan kestabilan pengikatan protein LHC pada membran tilakoid (Morishige dan Dreyfuss 1999).

Kandungan antosianin menurun pada perlakuan intensitas cahaya rendah jangka pendek. Genotipe toleran memiliki kandungan antosianin lebih rendah daripada genotipe peka. Namun demikian pada perlakuan intensitas cahaya rendah jangka panjang kandungan antosianin meningkat. Genotipe Ceneng mempunyai kandungan antosianin yang lebih tinggi daripada genotipe Godek.

Peningkatan kandungan antosianin pada intensitas cahaya rendah jangka panjang terjadi karena pada daun yang beradaptasi pada kondisi naungan, selain pada vakuola sel epidermis, antosianin juga ditemukan pada sel-sel mesofil daun (Woodall et al. 1998; Gould et al. 2000). Antosianin tersebut berfungsi melindungi kloroplas yang beradaptasi dengan kondisi naungan karena kandungan karoten menurun pada intensitas cahaya rendah (Buchanan et al. 2000) dan untuk menjaga resorbsi hara oleh daun (Hoch et al. 2003). Tetapi peningkatan kandungan antosianin pada intensitas cahaya rendah, pembentukannya mengurangi fotosintat sehingga mengurangi efisiensi penggunaan cahaya pada tanaman (Levitt 1980, Buchanan et al. 2000).

SIMPULAN

1. Pada percobaan cahaya jangka pendek, pengaruh cahaya sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati. Genotipe tidak berpengaruh terhadap jumlah stomata, nisbah klorofil a/b dan kandungan antosianin. Tidak terdapat interaksi antara cahaya dan genotipe pada pembentukkan pigmen klorofil dan antosianin.

2. Pada percobaan cahaya jangka panjang pada umur 10 mst, cahaya

berpengaruh sangat nyata terhadap parameter morfologi, anatomi dan kandungan antosianin. Genotipe berpengaruh sangat nyata terdapat tebal daun, panjang palisade, jumlah stomata, kandungan klorofil dan warna daun. Tidak terdapat interaksi antara cahaya dan genotipe pada pembentukkan pigmen klorofil.

3. Efisiensi penangkapan cahaya pada tanaman kedelai dilakukan dengan mekanisme penghindaran yaitu melalui: peningkatan luas daun dan kandungan klorofil dan penurunan nisbah klorofil a/b, ketebalan daun, dan jumlah stomata;

4. Efisiensi penangkapan cahaya pada genotipe toleran, terutama Ceneng lebih baik dibanding genotipe peka. Genotipe Ceneng mempunyai struktur kloroplas yang lebih berkembang pada intensitas 50% dan lebih tahan degradasi, disamping itu peningkatan luas daun, kandungan klorofil terutama klorofil b dan penurunan ketebalan daun, nisbah klorofil a/b lebih tinggi.

5. Kandungan antosianin meningkat pada intensitas cahaya rendah jangka panjang, sebagai respon perlindungan terhadap kloroplas tetapi pembentukannya mengurangi asimilat yang terbentuk sehingga mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya oleh tanaman.

SARAN

1. Kandungan klorofil dan antosianin sebaiknya dianalisa berdasarkan luas daun sampel.

2. Pengamatan melalui pewarnaan dengan Naturstoffreagenz A pada preparat tebal daun perlu dilakukan untuk mengetahui letak antosianin pada daun kedelai.

3. Pengamatan struktur kloroplas perlu diperbanyak pada berbagai perlakuan cahaya jangka pendek yang berganti (on-off).

4. Fiksasi untuk pengamatan struktur kloroplas sebaiknya dilakukan segera setelah sampel daun dipanen dan 1 jam pertama fiksasi disesuaikan dengan kondisi intensitas cahaya tanaman di lapang agar orientasi kloroplas tidak berubah saat fiksasi.

Dokumen terkait