• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Blum (2002) bahwa mempertahankan turgor atau status air sangat penting dalam toleransi kekeringan Kemampuan ini dapat dikendalikan oleh karakter

PEMBAHASAN UMUM

Salah satu strategi pengembangan tanaman jagung pada lahan yang sering mengalami kondisi cekaman kekeringan adalah penanaman varietas jagung toleran cekaman kekeringan. Varietas tersebut dapat diperoleh dari serangkaian penelitian. Pada tahap awal adalah memperoleh bahan genetik yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan cara melakukan seleksi atau penapisan genotipe untuk mengetahui tingkat toleransinya pada kondisi cekaman kekeringan. Upaya mendapatkan genotipe tersebut perlu didukung tersedianya sumber genetik dan metode seleksi yang efektif dan efisien.

Dalam melakukan seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan diperlukan informasi respon dan mekanisme ketahanan cekaman kekeringan yang berkaitan dengan karakter morfologi dan fisiologi. Informasi tersebut sangat membantu dalam melakukan seleksi yang efektif berdasarkan karakter yang mencirikan toleransi genotipe jagung pada kondisi cekaman kekeringan.

Respon Morofologi dan Fisiologi Tanaman pada Kondisi Cekaman Kekeringan Pada kondisi cekaman kekeringan, tanaman mampu memperlihatkan strategi adapatsi yang berbeda untuk mengurangi efek kerusakan akibat cekaman kekeringan. Adaptasi tersebut dapat terjadi secara mofologi dan fisiologi. Kondisi cekaman kekeringan mengakibatkan rasio bobot kering akar/tajuk (RBKAT) semakin meningkat. Peningkatan tersebut dialami baik pada fase perkecambahan (BAB III ) dan fase pertumbuhan vegetatif (BAB IV). Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan pertumbuhan akar lebih dipacu sedangkan pertumbuhan tajuk lebih tekan. Terjadinya respon tersebut merupakan bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi kekeringan dimana pertumbuhan panjang akar akan memberi peluang yang lebih besar untuk mengabsorbsi air dengan menjangkau lapisan tanah yang lebih dalam dimana kadar air tanahnya lebih tinggi, sedangkan pertumbuhan tajuk ditekan untuk mengurangi kehilangan air dari proses transpirasi (Wu dan Cosgrove, 2000).

Keberlangsungan pertumbuhan akar jagung pada kondisi cekaman kekeringan berkaitan dengan kemampuan tanaman mengakumulasi prolin pada akar primer. Peningkatan kandungan prolin pada akar semakin meningkat bila tanaman dalam keadaan tercekam kekeringan. Peningkatan kandungan prolin pada akar primer jagung berhubungan dengan pertumbuhan panjang akar. Semakin tinggi kandungan prolin yang dihasilkan oleh suatu genotipe jagung kecenderungan semakin besar panjang akar genotipe tersebut (pembahasan BAB III). Menurut Ogawa dan Yamauchi (2006) bahwa akumulasi prolin pada ujung akar primer jagung berperan penting menjaga tekanan turgor sel dan meningkatkan tekanan osmotik sel sehingga absorbsi air pada kondisi cekaman kekeringan dapat keberlangsungan serta pertumbuhan panjang akar dapat berlanjut.

Pertumbahan akar pada kondisi cekaman kekeringan berkorelasi nyata positif dengan kemampuan tanaman untuk mempertahankan produksi pertumbuhan tajuk. Semakin besar bobot kering akar tanaman kecenderungan semakin tinggi produksi bobot kering tajuk (Gambar 5 dalam BAB IV). Pada genotipe medium toleran menunjukkan kemampuan mempertahankan produksi biomas tajuk pada kondisi cekaman kekeringan dengan cara melakukan mekanisme tertentu, salah satunya adalah mampu mengabsorbsi air tanah lebih besar dan menekan kehilangan air melalui transpirasi. Absorbsi air secara maksimal didukung dengan perluasan dan kedalam akar yang besar, sedangkan untuk menekan laju kehilangan air melalui transpirasi adalah memiliki densitas stomata yang lebih kecil, hal ini dapat difahami karena Menurut Banziger et al. (2000) lebih dari 90% air yang ditranspirasikan oleh tanaman melalui stomata (bahasan BAB IV dan VI).

Titik kritis pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman adalah terjadinya kelayuan atau penggulungan daun. Penggulungan daun menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kekurangan suplai air dan indikator tingkat kandungan air daun yang rendah (Sobrado 1987; Banziger et al. 2000). Pada Tabel 50 menunjukkan bahwa pada kondisi cekaman kekeringan skor penggulungan daun (diamati di lapang, BAB V) berkorelasi negatif sangat nyata terhadap panjang akar (diukur pada metode penyiraman PEG di rumah kaca, BAB IV). Hal ini menunjukkan genotipe yang memiliki akar yang pendek kecenderungan cepat mengalami penggulungan daun. Hal ini dikarenakan perakaran yang dangkal tidak dapat

mencapai lapisan tanah yang lebih dalam, dimana pada lapisan tersebut lengas tanah lebih tinggi dibanding pada lapisan yang dekat permukaan tanah, sehingga akar tidak mampu mengabsorbsi air dalam jumlah cukup untuk mempertahankan turgid daun. Hal tersebut yang menyebabkan genotipe peka mengalami penggulungan daun dengan skor yang lebih besar dibanding genotipe medium toleran yang memiliki akar lebih panjang (BAB V).

Tabel 50 Koefesien korelasi antar peubah pada fase perkecambahan, vegetatif dan generatif Peubah Pro_ Kc£ BKA V_P0 BKA_ V£ PA V_P0 PA_V £ BKT_ V£ GD _CKL TT_ CKL ASI_ CKL Hasil_ CKL BKA_Kc£ 0.61* 0.81** 0.78** 0.55* 0.59* 0.68** -0.53* 0.71** -0.37 0.72** Pro_Kc£ 1.00 0.55 0.60** 0.48 0.56* 0.57* -0.20 0.42 -0.27 0.71** BKA_V_P0 1.00 0.90 0.50 0.69** 0.86** -0.57* 0.59* -0.31 0.78** BKA_V£ 1.00 0.49 0.61* 0.93** -0.50 0.66** -0.16 0.81** PA_V_P0 1.00 0.82** 0.27 -0.62* 0.57* -0.24 0.56* PA_V£ 1.00 0.42 -0.66** 0.50 -0.33 0.60* BKT_V£ 1.00 -0.37 0.43 -0.05 0.68** GD_LCK 1.00 -0.60* 0.50 -0.62* TT_LCK 1.00 -0.31 0.79** ASI_LCK 1.00 -0.58*

Keterangan: *berkorlasi nyata pada ά=0.05, ** berkorlasi nyata pada ά=0.01, £diukur pada kondisi cekaman PEG 10%, P0= kondisi optium (PEG 0%), BKA_Kc = bobot kering akar kecambah, Pro_Kc = kandungan prolin pada akar primer kecambah, PA_V= pajang akar pada fase vegetatif, BKA_V = bobot kering akar pada fase vegetatif, TT = tinggi tanaman, GD = skor penggulungan daun, ASI= antesis silking interval, CKL= cekaman kekeringan di lapang.

Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan terpicu untuk memproduksi bentuk-bentuk oksigen reaktif (reactive oxygen spesies, ROS) yang dapat merusak kloroplas dan membran (Levitt 1980), sehingga daun cepat mengalami klorosis dan senensence. Setelah mengalami cekaman kekeringan selama 30 – 60 hari genotipe jagung medium toleran menunjukkan intensitas kerusakan daun (IKD) yang lebih kecil dibanding dengan genotipe peka, hal ini dikarenakan pada genotipe medium toleran mengalami tekanan cekaman kekeringan yang lebih kecil dibanding genotipe peka. Tekanan cekaman kekeringan yang lebih rendah pada genotipe medium toleran didukung dengan perakaran yang besar dan dalam sehingga berpeluang besar mengabsorbsi air dalam jumlah yang cukup pada lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga diduga produksi ROS dalam jaringan tanaman genotipe tersebut lebih sedikit dibanding genotipe peka. Menurut Edmeades et al. (1999); Bänziger et al. (2000) bahwa dalam seleksi toleransi genotipe jagung toleran

cekaman kekeringan perlu memperhitungan kemampuan tanaman untuk memperlambat kerusakan daun atau senenscence dan klorosis.

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Generatif dan Hasil Kondisi cekaman kekeringan saat fase pembungaan menyebabkan munculnya bunga betina menjadi lebih lambat dibanding bunga jantan sehingga memperkecil peluang keberhasilan penyerbukan dan menyebabkan penurunan persentase tanaman fertil. Pada genotipe medium toleran seperti Anoman dan DTPY-F46-3-9-nB menunjukkan interval waktu muculnya bunga jantan dan betina (anthesis silking interval, ASI) yang kecil yaitu 3.50 dan 3.75 hari dibanding genotipe yang peka seperti CML 161 dan Mr 4 dengan ASI 9.25 dan 9.75 hari. Menurut Earl dan Davis (2003) ASI yang besar akan mengakibatkan perkembangan ovari akan menjadi sink yang lemah, sehingga kesuburan bunga betina menjadi menurun serta mengakibatkan penurunan daya hasil (bahasan BAB V).

Pada kondisi cekaman kekeringan genotiope peka selain mengalami persentase penurunan hasil yang besar, juga tidak mampu menghasilkan biji jika mengalami periode cekaman kekeringan yang lebih lama. Penurunan hasil ditandai dengan penurunan bobot 100 biji, jumlah biji/tongkol, diameter dan panjang tongkol (Tabel 45 pada BAB VI). Penurunan tersebut disebabkan terjadinya penurunan net fotosintesis dan hambatan umpan balik transport fotosintat ke organ sink menjadi sangat terbatas (Jones & Corllet 1992). Pada kondisi cekaman kekeringan dimana pertumbuhan tajuk terhambat dan peningkatan biomas akar lebih besar menyebabkan rasio bobot kering akar/tajuk meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsisi cekaman kekeringan penurunan daya hasil terjadi melalui reduksi source dan sink dimana produksi asimilat lebih banyak dialokasikan untuk pertumbuhan akar atau memproduksi osmotic adjusment seperti prolin.

Evapotranspirasi dan Efisiensi Penggunaan Air pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman melakukan mekanisme menekan kehilangan air dengan cara menekan pertumbuhan tajuk (mengurangi luas daun) dan penggunaan air yang lebih efisien (WUE). Efsiensi penggunaan air pada genotipe

jagung medium toleran lebih tinggi dibanding genotipe peka. Efisiensi penggunaan air pada genotipe medium toleran dilakukan dengan cara mengurangi kehilangan air dari proses transpirasi melalui stomata. Densitas stomata pada genotipe medium toleran lebih rendah dibanding genotipe peka, sehingga genotipe medium toleran diduga mengalami laju kehilangan air melalui stomata lebih kecil.

Sulpai air yang cukup dari perakaran yang dalam dan tingginya efesiensi penggunaan air pada genotipe medium toleran menyebabkan genotipe tersebut mampu mempertahankan pertumbuhan tajuk dan menghasilkan bobot biji yang lebih tinggi dibanding genotipe peka pada kondisi cekaman kekeringan (bahasan BAB VI).

Karakter Seleksi untuk Menduga Toleransi Genotipe Jagung terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

Karakter seleksi toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan menurut Banziger et al. (2000) sebaiknya (a) berkorelasi dengan hasil, (b) sebagai penyebab yang berkaitan dengan hasil, (c) stabil bila diukur dalam periode tertentu dan (d) mudah serta murah dalam pengukuran. Terdapatnya tanggapan genotipe jagung yang berbeda baik secara morfologi dan fisiologi pada kondisi cekaman kekeringan menunjukkan adanya peluang untuk mendapatkan genotipe jagung toleran dan dapat mengetahui karakter yang mencirikan toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan. Berdasarkan respon tanaman terhadap kondisi cekaman kekeringan menunjukkan karakter bobot kering dan panjang akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin, penggulungan daun, densitas stomata, tinggi tanaman, dan ASI merupakan karakter yang dapat mencirikan toleransi genotipe jagung toleran cekaman kekeringan dan karakter tersebut juga berkorelasi dengan hasil (Tabel 50).

Metode Seleksi Dini untuk Menduga Toleransi Genotipe Jagung terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

Seleksi dini untuk mengetahui toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan pada fase perkecambahan dan vegetatif dengan pemberian larutan PEG 10% ke dalam media tanam dan mengukur peubah-peubah tertentu. Pada seleksi fase perkecambahan peubah yang digunakan adalah bobot kering akar dan kandungan prolin pada akar primer, sedangkan peubah pada fase

vegetatif adalah bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan prolin pada daun, panjang akar, dan skor penggulungan daun. Metode seleksi tersebut memiliki proporsi kesesuaian yang cukup baik dengan hasil pengelompokan toleransi genotipe jagung di lapang. Proposi kesesuaian metode seleksi tersebut pada fase perkecambahan adalah 0.72 untuk medium toleran dan 0.88 untuk peka, sedangkan pada fase vegetatif adalah 0.72 untuk medium toleran dan 1.00 untuk peka cekaman kekeringan (Tabel 51).

Tabel 51 Karakter seleksi dan kesesuaian pendugaan toleransi jagung terhadap cekaman kekeringan dengan hasil pengelompokan toleransi di lapang Seleksi pada fase Karakter seleksi

Proporsi kesesuaian pengelompokkan di lapang Medium toleran Peka Kecambah* Bobot kering akar dan

kandungan prolin pada akar primer

0.72 0.88 Vegetatif* Bobot kering akar,

panjang akar, bobot kering tajuk, skor penggulungan daun dan kandungan prolin pada daun

0.72 1.00

Keterangan: *kondisi seleksi pada cekaman PEG 10%

Berdasarkan evalusi hasil seleksi toleransi terhadap cekaman kekeringan di lapang, fase perkecambahan dan vegetatif menunjukkan hasil seleksi genotipe yang kurang konsisiten pada fase perkecambahan persentasenya lebih besar yaitu 66.66% dibanding seleksi pada fase vegetatif yaitu 6.66%. Sehingga genotipe yang kurang konsiten berdasarkan seleksi pada fase perkecambahan harus diuji lebih lanjut pada seleksi fase vegetatif samapi generatif untuk memastikan toleransi genotipe tersebut terhadap cekaman kekeringan.

Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan

Karakter toleransi cekaman kekeringan dapat diukur pada kondisi optimum seperti panjang dan bobot kering akar (Tabel 50) dan densitas stomata daun (pembahasan BAB VI). Pengukuran bobot kering dan panjang akar (Tabel 50) serta densitas stomata daun (Tabel 46 dan pembahasan BAB VI) pada kondisi optimum

dapat mengelompokkan toleransi genotipe jagung dan berkorelasi nyata dengan hasil pada kondisi cekaman kekeringan. Genotipe medium toleran kecenderungan memiliki panjang dan bobot kering akar yang lebih dalam dan besar serta memilki densitas stomata yang lebih kecil dibandingkan dengan genotipe peka (bahasan BAB III, IV dan VI). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi toleransi genotipe jagung terhadap cekaman kekeringan dapat dilakukan pada kondisi optimum dengan mengukur karakter akar dan densitas stomata. Menurut Blum (2002) karakter toleransi cekaman kekeringan dapat dipilah menjadi karakter konstitutif dan adaptif. Karakter konstitutif merupakan yang berperan dalam mengendalikan status air jaringan dan produktivitas dalam keadaan kekeringan dan terekspresi tanpa ada pengaruh cekaman. Sedangkan karakter adaptasi adalah karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang terekspresi sebagai respons terhadap cekaman, meliputi kompatibel solut yang berperan dalam menjaga turgor dan melindungi organel seperti prolin. Mekanisme ketahanan cekaman kekeringan yang paling menonjol berdasarkan karakter adapatasi terdapat pada genotipe G18 Seq C2-nB yang mampu mengakumulasi prolin di daun pada kondisi cekaman kekeringan sebasar 611.85% lebih besar dibandingkan kondisi optmum (Tabel 25).

BAB VIII

Dokumen terkait