• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN UMUM

Kakao merupaka n salah satu tanaman perkebunan yang memiliki po tensi untuk dikembangkan, seiring dengan peningkatan kebutuhan dan permintaan terhadap biji kakao yang semakin tinggi. Upaya ini menemui berbagai kendala, salah satunya adalah penyakit busuk buah yang disebabka n oleh infeks i Phytophthora palmivora Butl. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemuliaan tanaman untuk mengembangkan varietas kakao unggul yang tahan terhadap P. palmivora sangat penting untuk dilakukan dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Kultivar unggul kakao yang resisten terhadap infeksi P. palmivora dapat menjadi metode terbaik yang tersedia bagi petani produsen kakao di Indonesia untuk mengatasi masalah serangan pe nyakit busuk b uah kakao d i lapangan.

Bahan tanaman yang unggul dan bermutu dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan benih hibrida F1. Untuk menghasilkan hibrida F1 unggul yang berproduksi tinggi dan resisten terhadap serangan penyakit busuk buah kakao akibat infeksi P. palmivora perlu digunakan tetua do nor yang mempunyai sifat resisten da n tetua pe nerima yang mempunyai daya hasil tinggi. Untuk mendapatkan tetua tersebut diperlukan identifikasi dan analisis keragaman plasma nutfah kakao dari berbagai sentra produksi kakao di Indo nesia. Informasi ini akan sangat bermanfaat untuk mendapatkan hibrida F1 seperti yang diharapka n.

Analisis keragaman genetic dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati karakter morfologi pada plasma nutfah kakao telah dilakukan dengan pengamatan morfologi (Motilal dan Butler, 2003; Bekele et al., 2006), akan tetapi hasilnya masih kurang sempurna karena karakter morfologi dapat berubah dan sangat dipengaruhi lingkungan. Analisis dengan menggunakan marka molekuler dapat menentukan diversitas genetik plasma nutfah kakao sebagai calon tetua yang akan digunakan dalam program pemuliaan tanaman. Untuk meningkatkan kemungkinan didapatkannya kultivar unggul baru, perlu dilakukan persilangan antar dua tetua yang mempunyai jarak genetik yang tinggi. Identitas tetua dengan jarak genetik yang tinggi dapat diketahui dengan menggunakan marka molekuler,

sehingga metode ini dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi program pe muliaan yang aka n dilakuka n.

Analisis terhadap keragaman morfologi dilakukan secara langsung dengan mengamati berbagai karakter morfologi. Sebanyak 22 klon kakao telah berhasil dikarakterisasi dengan menggunakan deskriptor list yang sudah dikembangkan untuk kakao. Bentuk daun kakao bervariasi, mulai dari elips, oblong maupun obovate bergantung kepada klonnya. Demikian pula dengan bentuk ujung dan pangkalnya, memiliki keragaman yang cukup tinggi. Variasi bentuk ujung dan pangkal daun berupa runcing, meruncing, maupun membulat terdapat pada berbagai klon kakao yang diamati. Warna flush atau daun muda juga bervariasi diantara berbagai klon yang berbeda. Kakao memiliki bunga yang berukuran amat kecil jika dibandingkan dengan buahnya, terdiri atas kelopak yang berwarna ungu dan mahkota bunga berwarna putih kekuningan. Bunga kakao muncul dari cabang yang tua (kauliflor).

Kakao berasal dari dua subjenis yang berbeda yaitu tipe Criolo yang tergolong jenis mulia, dan Forastero yang merupakan kakao lindak. Selain itu terdapat kelompok kakao lain yang merupakan persilangan liar antara keduanya yang ke mudian dikenal dengan kelompok Trinitario. Sifat morfologi dan fisiologi keturunannya amat beragam demikian pula daya hasil dan mutu bijinya (Prawoto 2008). Klon-klon kakao yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia pada umumnya termasuk tipe Forastero dan Trinitario, akan tetapi klon-klon mulia seri DR (Djati Runggo) meskipun termasuk jenis Trinitario lebih dikenal dengan sebutan Java Criolo karena menghasilkan biji putih (Susilo 2010).

Keragaman morfologis klon kakao dianalisis dengan menggunakan katalog karakter morfologis yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil pengelompokan (klastering) yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa klon kakao koleksi Puslit Kopi dan Kakao Indonesia memiliki keragaman morfologis yang tinggi. Pengelompokan klon yang diamati terlihat berhubungan dengan progenitor yang menurunkan klon masing- masing. Klon-klon yang diketahui memiliki latar belakang genetik yang sama ternyata juga mengelompok ke dalam grup (klaster) yang sama. Sebagai contoh Sca 12 dan Sca6 yang diketahui

merupakan turunan dari tetua yang sama, mengelompok menjadi satu grup yang sama.

Seperti telah diuraikan di atas bahwa identifikasi dengan marka morfologi memiliki kelemahan karena karkater tersebut sangat dipengaruhi lingkunga n. Analisis molekuler dapat membantu mengatasi kekurangan tersebut. Berbagai marka molekuler telah dikembangkan untuk analisis keragaman genetik pada berbagai jenis tanaman. Salah satu marka molekuler yang paling efektif untuk tujuan tersebut adalah marka SSR atau dikenal juga dengan mikrosatelit. Mikrosatelit telah digunakan secara luas pada berbagai jenis tanaman karena tingkat polimorfisme yang tinggi, lokus yang spesifik, mudah diperbanyak, hanya membutuhkan sedikit DNA, dan yang terpenting adalah sifatnya yang kodominan (Pugh 2004). Pemanfaatan marka SSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik telah banyak dilakukan pada berbagai jenis tanaman baik tanaman monokotil maupun dikotil. Hal ini menunjukkan bahwa dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, marka SSR sangat potensial untuk dikembangkan sebagai marka molekuler terutama untuk ke perluan ide ntifikasi da n studi keragaman genetik.

Pada tanaman kakao marka SSR telah digunakan untuk berbagai tujuan, seperti karakterisasi dan analisis keragaman genetik (Lanaud et al 1999; Zhang et al. 2006), karakterisasi kakao koleksi internasional (Zhang et al., 2009), dan

pembuatan linkage map (Risterucci et al. 2000; Pugh et al. 2004). Penggunaan

marka SSR juga telah dilakukan unt uk analisis keragamann genetic klon-klon kakao tahan hama penggerek buah kakao (PBK) (Susilo 2010). Pada penelitian ini, dari 39 lokus SSR yang digunakan untuk menganalisis 29 klon kakao, pita polimorfik yang dihasilkan pada 24 lokus menunjukkan adanya keragaman di antara sampel kakao yang dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan marka SSR cukup efektif untuk mempelajari keragaman genetik plasma nutfah kakao (Saunders et al. 2004).

Terka it de ngan tujuan unt uk mencari klon-klon yang memiliki potensi sebagai tetua, hasil analisis dengan marka SSR yang diperoleh juga dapat digunaka n untuk menentuka n jarak ge netik antar klon yang dievaluasi. Besar kecilnya jarak genetik antar klon yang dievaluasi merupakan informasi penting dalam pemanfaatan klon-klon tersebut unt uk pe muliaan tanaman. Dua klon ya ng

mempunyai jarak genetik yang tinggi, apabila disilangkan akan menghasilkan turunan yang variasinya sangat tinggi. Sebaliknya, dua klon yang jarak genetiknya rendah, apabila disilangkan aka n menghasilka n turuna n yang variasinya renda h.

Klon-klon yang digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk mendapatkan bibit unggul harus memiliki karakter agronomis yang baik dan keduanya mempunyai jarak genetik yang tinggi. Dengan menyilangkan dua tetua yang demikian itu maka didapatkan populasi hibrida F1 yang heterogeneous dan mempunyai keragaman yang tinggi. Populasi F1 yang heterogeneous tersebut sangat efektif untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin menjadi kendala di lapangan seperti: stres lingkungan abiotik (seperti: nutrisi, kekeringan, keracunan hara), stres biotik (seperti: serangan hama dan penyakit). Selain itu, karena kedua tetua yang digunakan masing- masing mempunyai karakteristik agronomis yang diinginkan, hibrida F1 yang didapat diharapkan juga mewarisi sifat-sifat baik tetuanya.

Hasil analisis kedekatan genetik mengindikasikan tingkat kesamaan antar individu yang ditentukan berdasarkan koe fisien DICE de ngan menggun akan prosedur SIMQUAL yang tersedia dalam paket perangkat lunak NTSys versi 2.01. Hal ini berarti, jarak genetik antar klon kakao yang diuji menjadi semakin kecil dengan semakin besarnya nilai kesamaan diantara keduanya. Sebaliknya, jarak genetik antar klon kakao yang diuji menjadi semakin besar dengan semakin kecilnya nilai kesamaan diantara keduanya.

Tingkat kesamaan di antara lima klon kakao yang dijadikan sebagai tetua bervariasi antara 0.15 – 0.48. Hal ini berarti jarak genetik antar tetua yang digunakan untuk menghasilkan galur kakao hibrida F1 berkisar antara 0.52 – 0.85, merupakan nilai relatif tinggi. Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa populasi F1 yang dihasilkan akan mempunyai tingkat keragaman genetik yang tinggi. Keragaman genetik antar individu dalam populasi F1 yang dihasilkan diduga akan terlihat mempunya i nilai yag tinggi, terutama dari hasil kombinasi persilanga n antara: klon kakao DR 1 x Sca 6, ICS 13 x Sca 6, dan ICCRI 3 x Sca 6.

Hasil analisis klaster yang dilakukan juga menunjukan bahwa Sca 6 mempunyai tingkat kesamaan yang paling rendah dengan empat klon kakao yang lain. Sebaliknya, klon kakao TSH 858 dan ICS 13 mempunyai tingkat kesamaan

yang tertinggi diantara lima tetua yang dievaluasi. Berdasarkan informasi genetik yang diperoleh,maka terpilih lima tetua yang digunakan dalam persilanga n tersebut adalah klon kakao ICCRI 3, TSH 858, ICS 13, DR1 dan Sca 6.

Upaya melakukan perakitan klon-klon unggul kakao tidak terlepas dari analisis runutan fragmen DNA yang diduga terkait dengan sifat resistensi kakao terhadap penyakit busuk buah ynag disebabkan P. palmivora. Runutan fragmen DNA hasil sekuensing ditranslasikan menjadi urutan asam amino menggunakan perangkat lunak DNAMAN versi 4. Berdasarkan konserv domain yang dimilikinya, dari lima sekuens yang ditranslasikan menjadi urutan asam amino

hanya diperoleh tiga sekuens yang mengandung konserv domain, yaitu dua unt uk

Catalase dan satu Pto. Urutan asam amino yang diperoleh selanjutnya dianalisis tingkat kemiripannya dengan berbagai jenis tanaman lain yang terdapat di data base Gen Bank, menggunakan algoritma Blast X dan Blast P.

Fragmen DNA Pto ditranlasikan dengan menggunakan program Blast X

untuk mengetahui susunan dan panjang asam amino pada masing- masing fragmen. Runutan asam amino ini mempunyai tingkat homologi yang cukup tinggi (72%) dengan asam amino dari Ricinus communis (XP002534329.1). Runutan asam amino untuk fragmen DNA Pto juga memiliki homologi dengan

Arabidopsis thaliana Oryza sativa Prunus avium

Corylus avellana berturut-turut pada Capsicum chinensis, Potentilla tucumanensis, Cucumis x hytivus (67%), Triticum aestivum (66%), Rosa roxburghii da n Nicotiana repanda (65%), Fragaria x ananassa (62%).

Hasil analisis Fragmen DNA Cat pada kakao setelah ditranslasikan

menghasilkan runutan asam amino yang memiliki homologi tinggi dengan

tanaman lain. Runutan yang memiliki homologi tertingga i adalah Gossypium

hirsutum (94%), selanjutnya berturut-tur ut tanaman Pisum sativum dan Ziziphu s

jujube (91%). Runutan catalase kakao juga memiliki homologi yang tinggi dengan

tanaman dikotil lainnya seperti Nicotiana tabacum (88%), Jatropha curcas (84%),

Arabidopsis thaliana dan Prunus persica (82%), Zea mays (79%), dan Vitis

Secara umum terdapat dua ke lompok utama gen yang mengendalikan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, yang pertama adalah kelompok gen yang terlibat dalam pengenalan patogen dan atau sinyal transduksi disebut gen ketahaman (R gene) yang dikenal juga dengan RGA; yang lainnya terlibat dalam mekanisme ketahanan dan sintesis produk yang dibutuhkan untuk pengenalan pathogen, d ike nal de ngan DGA (Hammond-Kosack dan Jones 1997).

Berdasarkan hasil analisis runutan fragmen DNA yang berhasil diisolasi, gen resisten analog (RGA) yang diperoleh pada penelitian ini adala Pto, yang merupakan salah satu anggota dari kelompok Serine-Threonin Kinase (STK).

Martin et al. (1994) pertama kali menemukan Pto yang berperan dalam

menghasilkan protein ketahanan terhadap bakteri pada tanaman tomat. Lanaud et

al. (2004) telah berhasil menemukan sekuens Pto yang terkait dengan sifat

resistensi terhadap P.palmivora pada kakao, tepatnya berada pada kromosom

nomor 4. Kelompok DGA yang berhasil diisolasi dalam penelitian ini adalah Cat yang menyandi protein Catalase, yaitu termasuk kelompok PR protein bersama dengan chitinase, glucanase, dan peroksidase, yang berperan dalam memicu mekanisme ketahanan pada sel tanaman.

Dokumen terkait