• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan histopatologi pada daerah uji kulit punggung kelinci yang telah diradiasi UV A dan mendapatkan perlakuan, baik kontrol positif maupun pemberian ampas wortel. Menurut Tedesco (1997) terdapat perubahan histopatologi pada lapisan epidermis setelah diradiasi UV seiring dengan munculnya eritema. Perubahan tersebut

diantaranya yaitu terjadinya hiperkeratosis (penebalan stratum korneum), spongiosis (udem yang berisi cairan intersel), vesicula, dan yang paling parah adalah kerusakan sel bahkan sampai nekrosis. Hiperkeratosis terjadi karena mekanisme pertahanan kulit yaitu dengan membentuk lebih banyak sel keratin sehigga menjadi tebal. Sedangkan spongiosis terjadi karena adanya gangguan terhadap sel sehingga menyebabkan cairan dalam sel keluar membentuk udema. Vesicula hampir sama dengan spongiosis akan tetapi hanya berongga satu dan hanya sebesar biji kapri. Nekrosis merupakan kerusakan sel permanen atau mati yang disebabkan gangguan yang hebat terhadap sel (Mutschler,1991).

Gambar 12. Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan pada perbesaran 40x

Keterangan :

A : stratum korneum C : stratum spinosum B : stratum granulosum

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga berupa skor sesuai dengan tingkat keparahan yang nampak pada struktur epidermis kulit daerah uji. Selanjutnya data tersebut juga dianalisis secara statistik sama dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-whitney. Hasil analisis statistik dari pemeriksaan histopatologi disajikan dalam tabel VII.

Tabel VII. Hasil uji statistik mean skor histopatologi daerah kulit uji Uji Mann-Whitney Kel. Perlakuan n Mean skor

histopatologi

Uji

Kruskal-Wallis Pembanding Ket.

I sinar UV A 3 3,67 II, V, VI

III, IV, VII, VIII

Bb Btb II krim

Bufacort®

3 1,33 I, III

IV, V, VI, VII, VIII

Bb Btb III Pemberian

ampas 1 hari

3 3 II, V, VI

I, IV, VII, VIII

Bb Btb IV Pemberian

ampas 2 hari

3 2,67 -

I, II, III, V, VI, VII, VIII Bb Btb V Pemberian

ampas 3 hari

3 2 I, III

II, IV, VI, VII, VIII

Bb Btb VI Pemberian

ampas 4 hari

3 2 I, III

II, IV, V, VII, VIII

Bb Btb VII Pemberian

ampas 5 hari

3 2,33 -

I, II, III, IV, V, VI, VIII Bb Btb VIII Pemberian ampas 6 hari 3 2,67 Ada Perbedaan -

I, II, III, IV, V, VI, VII

Bb Btb Keterangan :

Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa mean skor histopatologi paling parah terjadi pada kontrol negatif. Hasil ini juga dapat dilihat dengan jelas pada gambar 13.1. Dalam gambar tersebut terlihat jelas sekali bahwa radiasi UV A tanpa adanya perlakuan lain dapat merubah struktur sel pada lapisan epidermis, yaitu berupa penebalan stratum korneum yang parah dan mendesak ke dalam disertai dengan adanya udem cairan inter sel. Terjadinya peristiwa tersebut kemungkinan dapat disebabkan karena adanya gangguan atau perusakan sel oleh radikal bebas yang berasal dari radiasi UV A. Sedangkan pada kelompok kontrol positif pada gambar 13.2, juga terjadi penebalan stratum korneum yang disertai udem inter sel akan tetapi tidak separah pada kontrol negatif.

(1) (2)

Gambar 13. Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran 100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada perbesaran 40x(2)

Keterangan (1) : Keterangan (2) :

A : penebalan stratum korneum A : penebalan stratum korneum B : udem cairan inter sel B : stratum granulosum

C : stratum spinosum

Menurut hasil analisis statistik juga terlihat bahwa tidak terjadi perbedaan yang bermakna antara kontrol positif dengan semua kelompok perlakuan yang lain. Hal ini bisa dikarenakan mekanisme kerja krim hidrokortison asetat adalah menghambat enzim fosfolipase sehingga menghalangi pembentukan prostaglandin dan leukotrien sebagai mediator inflamasi, tidak seperti anti oksidan yang dapat melindungi sel dari serangan radikal bebas. Sehingga pada kelompok perlakuan ini masih tetap terlihat adanya perubahan histopatologi pada daerah uji. Akan tetapi meskipun demikian adanya pemberian tersebut juga dapat mengurangi keparahan histopatologinya.

Pada perlakuan pemberian ampas 1 dan 2 hari terlihat perubahan histopatologi pada daerah uji hampir sama. Secara statistik mean skor histopatologi kedua kelompok perlakuan ini jika dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda tidak berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan tersebut juga

mengalami perubahan histopatologi yang hampir sama parahnya dengan kontrol negatif, yakni dengan adanya gangguan dan kerusakan sel yang menyebabkan penebalan lapisan stratum korneum yang disertai dengan udem inter sel seperti terlihat pada gambar 14.

(1) (2)

Gambar 14. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada perbesaran 40x (1), pemberian ampas wortel 2 hari pada perbesaran 40x (2)

Keterangan :

A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel B : vesikula

C : degenerasi lemak

D : pembuluh darah vasodilatasi

Perubahan histopatologi yang terjadi pada kelompok pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari tidak separah pada kontrol negatif dan kelompok – kelompok perlakuan lainya (pemberian ampas 1, 2, 5, dan 6). Dapat dilihat pada gambar 15. Pada kelompok ini penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang terjadi hanya sedikit atau kecil. Sedangkan untuk kelompok perlakuan pemberian ampas selama 5 dan 6 hari juga mengalami perubahan histopatologi dengan tingkat keparahannya hampir sama dengan kontrol negatif. Hal ini terlihat dari penebalan stratum korneum yang disertai udem inter sel seperti pada gambar 16.

(1) (2)

Gambar 15. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada perbesaran 40x(2)

Keterangan :

A : penebalan stratum korneum B : udem inter sel

C : degenerasi lemak

(1) (2)

Gambar 16. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada perbesaran 40x (2)

Keterangan :

A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel C : degenerasi lemak

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga menunjukkan kemungkinan adanya efek anti inflamasi dari perlakuan pemberian ampas wortel yang dapat dilihat dari perubahan tingkat keparahan yang terjadi. Diduga efek anti inflamasi pada perlakuan ini disebabkan adanya senyawa anti oksidan yang masih

terdapat pada ampas wortel, sehingga mampu menangkap radikal bebas yang berasal dari radiasi UV A. Senyawa anti oksidan yang diduga kuat masih terdapat dalam ampas wortel tersebut adalah beta karoten karena beta karoten merupakan senyawa karotenoid yang memberikan wanra kuning kemerahan dalam wortel. Ampas wortel yang digunakan dalam penelitian ini juga masih berwarna orange sehingga sangat dimungkinkan jika masih mengandung senyawa beta karoten.

Penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang parah pada beberapa kelompok perlakuan dapat disebabkan karena kecilnya beta karoten yang terdapat dalam ampas untuk menghambat radikal bebas akibat UV A seperti pada pemberian ampas wortel selama 1 dan 2 hari. Akan tetapi keparahan tersebut juga dapat terjadi karena karotenoid disisi lain dapat berperan sebagai prooksidan setelah dimodulasi oleh Fe (Halliwel dan Gutteridge,1990 cit Winarsi, 2007). Hal ini juga yang mungkin terjadi pada perlakuan pemberian ampas selama 5 dan 6 hari, dengan asumsi beta karoten pada ampas wortel dapat diserap kulit, karena hingga saat ini belum pernah ada penelitian beta karoten yang diaplikasikan secara topikal. Dari pemeriksaan histopatologi ini juga memperlihatkan bahwa dosis optimal dalam menghambat kerusakan sel akibat radiasi UV A terjadi pada perlakuan pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari.

Dokumen terkait