PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangEksploitasi energi fosil berupa penambangan batu bara yang dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan berbagai macam permasalahan. Dampak negatif dari penambangan batu bara antara lain tanah menjadi rusak dan tidak dapat diperbaharui, sumber air yang tercemar, terjadi polusi udara, serta kesehatan masyarakat di sekitar area tambang batu bara akan terancam [Fiyanto et al., 2010]. Di sisi lain, produksi batu bara meningkat setiap tahunnya akibat konsumsi batu bara yang terus meningkat.
Gambar 1.1 Grafik tingkat produksi dan penjualan batu bara tahun 2003 - 2013 [Zed et al., 2014].
Menurut data statistik dari Kementerian ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), produksi batu bara dari tahun 2003 sampai tahun 2013 terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsumsi batu bara [Zed et al., 2014]. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa total produksi batu bara pada tahun 2003 sebesar 114 juta ton meningkat menjadi 449 juta ton pada tahun 2013.
Produksi batu bara meningkat akibat konsumsi batu bara untuk komoditi ekspor juga meningkat sebesar 85 juta ton pada tahun 2003 menjadi 431 juta ton pada tahun 2013.
Batu bara menjadi kebutuhan energi primer untuk beberapa negara di dunia. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar utama generator uap (steam generator) pada industri pembangkit listrik tenaga uap (power plant). Terdapat 4 (empat) bagian utama pada sistem power plant, yaitu boiler atau generator uap (steam generator), turbin uap yang terhubung pada generator listrik, kondensor, dan pompa, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Skema sistem pembangkit listrik dengan menggunakan tenaga uap [Moran dan Saphiro, 2006].
Pada sistem power plant, kondensor merupakan bagian yang mempunyai nilai efisiensi exergy paling rendah. Berdasarkan hasil pengamatan oleh Agustian Pratamahendra Ismantoro di PLTGU PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan Semarang (2016) melaporkan bahwa nilai efisiensi exergy terendah terletak pada bagian kondensor. Hal tersebut diakibatkan karena banyaknya kalor yang dipindahkan dari dalam sistem menuju ke lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya laju kerusakan exergy yang besar pada kondensor. Laju kerusakan exergy yang besar pada kondensor diakibatkan oleh sistem pendinginan pada
kondensor yang tidak optimal. Kondensor digunakan secara rutin untuk proses pendinginan uap panas dengan temperatur tinggi, sehingga mengakibatkan kinerja kondensor akan berkurang. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi yang dapat digunakan untuk sistem pendinginan pada power plant, sehingga dapat meningkatkan kinerja kondensor. Steam ejector merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk sistem pendinginan pada power plant. Steam ejector dapat digunakan untuk proses pendinginan uap panas yang berasal dari turbin uap sebelum didinginkan kembali oleh kondensor. Proses pendinginan uap panas yang pertama kali dilakukan oleh steam ejector dapat meringankan kerja kondensor. Skematik sederhana dari steam ejector yang digunakan untuk sistem pendinginan pada power plant ditunjukkan pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Skematik sederhana steam ejector sebagai sistem pendinginan [Petrenko V. O., 2014].
Steam ejector merupakan suatu aplikasi sistem refrijerasi yang ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk sistem refrijerasi dengan skala besar [Chunnanond dan Aphornratana, 2004]. Dari sisi efisiensi energi, steam ejector lebih unggul daripada sistem refrijerasi yang lainnya. Steam ejector tidak membutuhkan listrik untuk mengoperasikannya, karena sistem refrijerasi pada steam ejector dapat memanfaatkan panas sisa (waste heat) yang dihasilkan oleh
berbagai macam proses industri menjadi media pendingin yang berguna [Ruangtrakoon et al., 2013].
Beberapa kelebihan pada steam ejector yaitu struktur desain yang praktis, tingkat umur pakai yang lama, hemat biaya (baik dari biaya produksi maupun biaya operasi), dapat digunakan untuk berbagai macam jenis refrijeran sebagai fluida kerja, serta perawatan sistem yang mudah [Chandra dan Ahmed, 2014]. Steam ejector juga telah digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang Aerospace Engineering, steam ejector digunakan untuk daya dorongan tambahan pada pesawat luar angkasa. Sedangkan dalam bidang industri, steam ejector banyak digunakan untuk memompa cairan yang bersifat korosif dan berbagai macam tipe gas yang sulit untuk ditangani [Chandra dan Ahmed, 2014].
Gambar 1.4 Constant-pressure Mixing Ejector (kiri) dan Constant-area Mixing Ejector (kanan) [Tashtoush et al., 2015].
Ejector merupakan bagian terpenting dari sistem refrijerasi pada steam ejector, sehingga optimalisasi pada desain ejector dan prediksi performa pada ejector sangat diperlukan [Cardemil dan Colle, 2012]. Ejector diklasifikasikan menjadi 2 (dua) tipe berdasarkan posisi nozzle, yaitu constant-pressure mixing ejector dan constant-area mixing ejector seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.4. Sedangkan untuk mengetahui performa pada ejector terdapat 3 (tiga) parameter penting, yaitu entrainment ratio, pressure lift ratio, dan expansion ratio. Entrainment ratio adalah rasio antara secondary mass flow rate dengan primary mass flow rate, pressure lift ratio (compression ratio) adalah rasio antara
tekanan kondensor (condenser back pressure) dengan tekanan evaporator (secondary pressure), dan expansion ratio adalah rasio antara tekanan boiler (primary pressure) dengan tekanan evaporator (secondary pressure) [Chandra dan Ahmed, 2014].
Bourhan Tashtoush et al. (2015) melakukan penelitian tentang hubungan antara entrainment ratio dan back pressure untuk temperatur boiler yang berbeda dengan menggunakan constant-pressure mixing ejector dan constant-area mixing ejector. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya temperatur boiler dan tekanan saturasi akan mengakibatkan entrainment ratio menurun dan back pressure semakin meningkat. Semakin meningkatnya temperatur dan tekanan saturasi pada boiler mengakibatkan rasio antara primary mass flow rate lebih besar daripada secondary mass flow rate, sehingga entrainment ratio mempunyai nilai yang rendah. Semakin rendah nilai entrainment ratio mengakibatkan nilai compression ratio meningkat [Ma et al., 2012]. Dari kedua tipe ejector, constant-pressure mixing ejector memiliki nilai compression ratio yang lebih besar daripada constant-area mixing ejector [Tashtoush et al., 2015]. Semakin tinggi nilai compression ratio mengakibatkan meningkatnya nilai critical point. Di sisi lain, dengan semakin meningkatnya nilai compression ratio dapat menyebabkan nilai back pressure meningkat akibat tekanan pada kondensor lebih besar daripada tekanan pada evaporator. Hal inilah yang menyebabkan constant-pressure mixing ejector dapat menerima back pressure lebih besar daripada constant-area mixing ejector [Tashtoush et al., 2015].
Dapat diketahui dari hasil penelitian Bourhan Tashtoush et al. (2015) bahwa besarnya nilai back pressure dipengaruhi oleh besarnya nilai generator temperature (primary temperature) dan nilai entrainment ratio. Sedangkan besarnya nilai entrainment ratio dipengaruhi oleh 2 (dua) tipe ejector yang digunakan. Perbedaan kedua tipe ejector terletak pada posisi primary nozzle exit position (NXP). Constant-pressure mixing ejector mempunyai NXP yang terletak di area suction chamber, sedangkan constant-area mixing ejector mempunyai NXP yang terletak di constant-area suction inlet. Oleh karena itu diperlukan
penelitian tentang variasi ukuran NXP dengan menggunakan variasi pada primary pressure dan secondary temperature yang mempunyai pengaruh terhadap performa pada steam ejector.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian ini. Beberapa permasalahan tersebut antara lain:
a. Pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada setiap secondary temperature.
b. Pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi secondary temperature pada setiap primary pressure.
c. Pengaruh secondary temperature terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada setiap primary nozzle exit position (NXP).
d. Pengaruh primary pressure terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi secondary temperature pada setiap primary nozzle exit position (NXP).
e. Pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap hubungan antara nilai expansion ratio dan nilai entrainment ratio pada setiap secondary temperature.
f. Pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap hubungan antara nilai expansion ratio dan nilai entrainment ratio pada setiap primary pressure.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini, maka terdapat beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai. Tujuan penelitian tersebut antara lain:
a. Mengetahui pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada setiap secondary temperature.
b. Mengetahui pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi secondary temperature pada setiap primary pressure.
c. Mengetahui pengaruh secondary temperature terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada setiap primary nozzle exit position (NXP).
d. Mengetahui pengaruh primary pressure terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi secondary temperature pada setiap primary nozzle exit position (NXP).
e. Mengetahui pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap hubungan antara nilai expansion ratio dan nilai entrainment ratio pada setiap secondary temperature.
f. Mengetahui pengaruh primary nozzle exit position (NXP) terhadap hubungan antara nilai expansion ratio dan nilai entrainment ratio pada setiap primary pressure.
1.4. Batasan Masalah
Terdapat beberapa batasan permasalahan yang digunakan pada penelitian ini. Beberapa batasan permasalahan tersebut antara lain:
a. Penelitian dilakukan dengan menggunakan fluida kerja air. b. Tidak diteliti kondisi fase uap panas pada primary fluid.
c. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan variasi primary nozzle exit position (NXP) +5 mm, 0 mm, dan -5 mm.
d. Eksperimen dilakukan dengan melakukan variasi primary pressure pada tekanan 1 bar, 2 bar, 3 bar, dan 4 bar.
e. Eksperimen dilakukan dengan melakukan variasi secondary temperature pada temperatur 50 ˚C, 60˚C, 70˚C, dan 80˚C.
f. Tidak memperhitungkan nilai kerugian yang diakibatkan oleh belokan pada pipa.
g. Tidak memperhitungkan nilai kerugian yang diakibatkan oleh gesekan pada dinding pipa.
1.5. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diperoleh setelah melakukan penelitian ini antara lain:
a. Menambah ilmu dan wawasan tentang pemanfaatan waste heat yang dapat digunakan untuk melakukan efisiensi energi sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang berbagai macam fenomena aliran fluida dan mekanisme aliran fluida yang terjadi pada steam ejector.
c. Mengetahui performa kerja dari sistem steam ejector terhadap variasi yang dilakukan pada primary pressure dan secondary temperature untuk setiap primary nozzle exit position (NXP).
d. Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian tentang steam ejector selanjutnya.
9