• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang

Minyak sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Sejak tahun 2006 Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia (USDA 2007). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan bahwa volume produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 25 juta ton, dengan volume ekspor hingga 18 juta ton (GAPKI 2012). Berdasarkan data Direktorat Jenderal

Perkebunan, Departemen Pertanian RI (Ditjenbun 2011), produk minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) Indonesia tahun 2010 sekitar 19.85 juta ton. Dengan sedemikian besarnya volume produksi dan ekspor minyak sawit Indonesia, maka upaya peningkatan efisiensi produksi serta penanganannya perlu terus dilakukan agar daya saing minyak sawit Indonesia semakin meningkat.

Menurut Basiron (2005), sekitar 90% dari total produksi minyak sawit digunakan untuk produk pangan, dan 10% lainnya digunakan untuk produk non- pangan. Data terbaru dari MPOC (2012) menyatakan bahwa penggunaan minyak sawit untuk produk non-pangan telah meningkat menjadi 20%. Data distribusi penggunaan CPO Indonesia pada tahun 2006 menurut Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia (DJIAK, 2009) mencakup pemenuhan kebutuhan ekspor 4.84 juta ton (30.25%), minyak goreng 9.705 juta ton (60.65%), margarin dan shortening 0.695 juta ton (4.34%), serta oleokimia 0.761 juta ton (4.76%). Sebagai salah satu komoditas pangan berbasis minyak dan lemak, CPO mudah mengalami kerusakan. Menurut CAC (2005), terdapat tiga penyebab kerusakan yang dapat terjadi selama penyimpanan dan transportasi minyak nabati, yaitu terjadinya reaksi oksidasi, reaksi hidrolisis, dan terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu setiap tahap proses yang diterapkan harus berlangsung pada kondisi yang terkontrol, sehingga mutu CPO dapat dipertahankan sebaik mungkin selama penanganan dan transportasinya.

2

Dalam sistem produksi minyak sawit yang berlanjut dengan mata rantai perdagangan dalam negeri dan luar negeri, produk minyak sawit melalui tahap transportasi yang cukup panjang. CPO yang diproduksi di pabrik kelapa sawit (PKS), umumnya mengalami transportasi menuju lokasi industri pemurnian minyak sawit maupun menuju pelabuhan menggunakan moda transportasi darat dengan truk tangki dan kereta api tangki, yang selanjutnya ditransportasikan ke negara tujuan ekspor dengan menggunakan moda transportasi laut.

Khususnya untuk transportasi CPO dari PKS menuju industri pengolah CPO maupun menuju tangki penyimpanan di pelabuhan, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Transportasi CPO secara bulk melalui jalur darat membutuhkan alat transportasi dengan biaya operasional yang cukup tinggi. Selain membutuhkan energi bahan bakar minyak (BBM) untuk menjalankan alat transportasi tersebut, saat kembali menuju PKS terjadi inefisiensi dimana alat transportasi tersebut kembali tanpa muatan. Penggunaan moda transportasi darat juga membutuhkan sarana jalan yang memadai yang terkadang tidak sebanding dengan jumlah alat transportasi yang beroperasi, sehingga mengakibatkan kepadatan dan kemacetan lalu lintas. Kerusakan jalan akibat beban truk tangki yang melebihi batas kemampuan daya dukung jalan dan frekuensi lalu lintas truk tangki yang tinggi, juga menyebabkan biaya pemeliharaan jalan yang sangat mahal. Menurut DJIAK (2009), infrastruktur pendukung industri CPO antara lain pelabuhan curah cair dan akses jalan di Indonesia masih belum memadai.

Pada moda transportasi darat juga terdapat peluang pencemaran CPO selama kegiatan bongkar muat. Beberapa kasus transportasi CPO melalui jalur darat mencatat adanya kejadian kecelakaan dan pencurian CPO selama perjalanan. Peluang terjadinya kerusakan selama transportasi darat juga cukup besar karena waktu tempuh alat transportasi yang terkadang tidak dapat dipastikan. Haryati et al. (1997) juga mengungkapkan bahwa moda transportasi dengan truk tangki membutuhkan proses pemanasan yang berulang saat bongkar muat, karena CPO harus dialirkan ke dalam dan keluar tangki pada suhu 50-55 oC sesuai rekomendasi CAC dalam CAC/RCP 36 (CAC 2005). Frekuensi pemanasan dapat meningkat bila hanya sebagian CPO yang dikeluarkan dari tangki. Pada prakteknya di lapangan, suhu bongkar muat juga seringkali jauh lebih tinggi dari

3 55 oC (hingga mencapai 80 oC). Selain karena alasan agar proses pemanasan berlangsung lebih singkat, juga karena CPO ingin dipertahankan tetap cair tanpa perlu pemanasan kembali saat bongkar muat karena pada umumnya truk tangki tidak dilengkapi dengan sistem pemanas. Berbagai permasalahan tersebut menuntut perlunya pengembangan alternatif moda transportasi CPO yang lebih efisien, sehingga dapat memenuhi tuntutan akan kecenderungan produksi CPO Indonesia yang terus meningkat.

Terdapat alternatif moda transportasi lain yang lebih efisien untuk bahan berbentuk cair yaitu menggunakan moda transportasi melalui pipa. Transportasi moda pipa telah diterapkan untuk beberapa fluida yang membutuhkan transportasi secara bulk. Moda pipa memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat mengurangi pemakaian BBM, mengurangi okupansi jalan, dan peluang terjadinya kontaminasi lebih rendah. Penggunaan moda pipa juga lebih efisien karena tidak memerlukan tahap bongkar muat pada alat transportasi dari dan ke dalam tangki penyimpanan CPO. Pootakham dan Kumar (2010a dan 2010b) telah melakukan kajian perbandingan antara sistem transportasi moda pipa dengan moda truk tangki untuk bio-oil. Berdasarkan hasil penelitiannya, transportasi moda pipa lebih menguntungkan untuk transportasi bahan skala besar dan untuk jarak tempuh yang jauh.

Sejalan dengan upaya pemerintah Republik Indonesia dalam penerapan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), telah dilakukan pengembangan klaster industri hilir kepala sawit (Lakitan 2012). Salah satu permasalahan yang masih dihadapi terkait pengembangan klaster industri hilir kepala sawit tersebut adalah jumlah dan kualitas infrastruktur transportasi yang belum memadai (Wargadalam 2012). Transportasi moda pipa dapat menjadi salah satu alternatif yang sesuai untuk menghubungkan antara unit produksi CPO dengan unit produksi produk turunan minyak sawit lainnya dalam kawasan klaster industri hilir kelapa sawit tersebut.

Hingga saat ini, pemanfaatan moda pipa sebagai alternatif transportasi CPO baru diterapkan di industri pada jarak dekat untuk menghubungkan antara tangki penyimpanan ke alat transportasi CPO maupun ke tangki penyimpanan lainnya. Jarak terjauh proses pengaliran CPO dalam sistem pipa yang telah diaplikasikan

4

di salah satu industri pengolah sawit di Indonesia adalah sepanjang 3 km, yaitu yang dimiliki oleh Wilmar Group di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Pipa tersebut menghubungkan antara tangki penyimpanan di PKS dengan dermaga kapal pengangkut CPO. Untuk menempuh jarak tersebut, proses pengaliran dilakukan pada suhu tinggi sekitar 55oC, mengikuti rekomendasi CAC/RCP 36 dimana suhu pengaliran untuk bongkar muat adalah pada suhu 50-55 oC (CAC 2005). CPO harus terus dipertahankan pada kisaran suhu tersebut agar CPO berada dalam fase cair yang dapat dialirkan dan tidak mengalami kristalisasi yang berlebihan. Karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, proses pengaliran CPO tersebut dapat dipertahankan tetap berlangsung pada suhu tinggi. Upaya untuk mempertahankan suhu agar tetap tinggi antara lain dengan penggunaan insulasi di sepanjang pipa dengan material yang dapat menghambat terjadinya pelepasan panas yang berlebihan dari CPO bersuhu tinggi ke lingkungan.

Di dalam pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, perlu dilakukan kajian penjaminan aliran (flow assurance) agar aliran CPO dapat dipertahankan di sepanjang pipa. Terutama mengingat CPO memiliki karakteristik kimia yang istimewa bila dibandingkan dengan lemak nabati lainnya, karena mengandung triacylglycerol (TAG) yang memiliki titik leleh yang bervariasi dengan komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir seimbang (Basiron 2005). Pada suhu tertentu, akan terjadi pemisahan fraksi pada CPO akibat perbedaan titik leleh komponen asam-asam lemak penyusunnya. CPO dapat terpisah menjadi fraksi yang tetap cair karena memiliki titik leleh yang rendah (disebut fraksi olein) dan fraksi yang memadat (mengkristal) karena memiliki titik leleh yang tinggi (disebut fraksi stearin). Pada saat dialirkan dalam pipa di suhu yang cukup rendah, keberadaan fraksi stearin yang mengkristal pada suhu kamar akan menjadi masalah karena dapat menyebabkan hambatan pengaliran dan akhirnya menyebabkan penyumbatan pipa.

Upaya untuk mempertahankan aliran CPO di dalam pipa, sangat ditentukan oleh karakteristik dasar CPO, sistem pengaliran, dan desain jaringan pipa yang dirancang. Pada desain transportasi CPO moda pipa, berbagai variabel proses yang diterapkan pada desain jaringan pipa (seperti daya pompa, jenis dan dimensi

5 pipa, laju aliran, ketinggian pipa, jumlah belokan pipa, jenis dan ketebalan insulasi, dan variabel lainnya) perlu diperhitungkan secara mendetail. Akan tetapi menurut Steffe dan Daubert (2006), variabel utama yang paling menentukan di dalam perhitungan desain perpipaan adalah sifat reologi dari bahan yang akan dialirkan tersebut. Reologi adalah ilmu yang mempelajari sifat deformasi dan aliran bahan.

Yuliati (2001) telah melakukan penelitian mengenai sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh yaitu pada jarak 70 km, 140 km, dan 210 km. Peneliti tersebut menggunakan pendekatan proses pengaliran secara isotermal dengan asumsi suhu CPO dapat terus dipertahankan tetap 55 oC. Sistem pengaliran CPO yang didesain oleh peneliti tersebut mengasumsikan viskositas CPO yang konstan, serta tidak memperhitungkan terjadinya pelepasan panas selama pengaliran CPO. Asumsi tersebut kurang tepat karena sebaik apapun sistem insulasi yang diterapkan, tetap akan terjadi pelepasan panas ke lingkungan, terutama pada jarak tempuh yang jauh. Suhu pengaliran yang terus menurun akan mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik CPO, khususnya sifat reologinya. Saat ini, penerapan moda pipa untuk transportasi CPO pada jarak tempuh yang jauh masih menghadapi kendala, antara lain belum tersedianya data dasar karakteristik CPO, khususnya data sifat reologi dan kristalisasi, yang dibutuhkan dalam perhitungan untuk pengembangan desain transportasi moda pipa yang akurat. Data dasar karakteristik CPO, khususnya CPO yang berasal dari Indonesia, hingga saat ini belum tersedia. Oleh karena itu, karakteristik CPO khususnya terkait dengan sifat reologi dan kristalisasinya perlu dikaji secara lebih mendalam.

Pada sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, suhu awal CPO yang tinggi akan mengalami penurunan akibat pelepasan panas ke lingkungan. Pada saat terjadi penurunan suhu tersebut, karakteristik CPO khususnya sifat fisik densitas, profil SFC, dan sifat reologinya akan mengalami perubahan. Kim et al. (2010) mengemukakan bahwa perubahan suhu yang dialami minyak nabati sangat berpengaruh terhadap sifat reologinya. Menurut Fasina et al. (2006), perubahan sifat reologi akibat pengaruh suhu akan menentukan energi yang dibutuhkan untuk pemompaan minyak dan

6

mempengaruhi kesetimbangan energi mekanis dalam sistem perpipaan yang menentukan berlangsungnya proses pengaliran di sepanjang pipa. Dengan demikian, pengaruh suhu terhadap karakteristik CPO perlu dipelajari lebih lanjut, untuk menjadi dasar di dalam menyusun rancangan teknik kendali agar CPO dapat dialirkan di dalam sistem pipa jarak jauh yang mengalami penurunan suhu.

Terkait dengan penggunaan data sifat reologi CPO untuk perhitungan desain perpipaan, maka berbagai variabel proses yang menentukan sifat reologi selama proses pengaliran CPO di dalam pipa perlu dipelajari. Selama pengaliran di dalam pipa, CPO akan mengalami perubahan suhu dan laju geser (shear rate) yang akan mempengaruhi sifat reologi dan kristalisasinya. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian yang mempelajari sifat reologi dan kristalisasi CPO saat mengalami perlakuan kombinasi laju penurunan suhu dan shear rate (dalam penelitian ini disebut kondisi dinamis), dimana sampel masih dapat dialirkan dan belum mengalami tahap kristalisasi yang sempurna.

Berdasarkan data dasar sifat fisik CPO, khususnya data sifat reologi dan kristalisasinya, dapat disusun suatu rancangan teknik kendali karakteristik CPO untuk mencegah terjadinya penyumbatan aliran di sepanjang pipa khususnya untuk jarak tempuh yang jauh. Melalui kajian karakteristik CPO dan rancangan teknik kendalinya, dasar-dasar teknis ilmiah untuk pengembangan transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh akan menjadi lebih kuat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum mempunyai tujuan untuk memperoleh data dasar karakteristik CPO beserta rancangan teknik kendalinya selama proses pengaliran dalam pipa, yang berguna dalam mendukung dan memperkuat dasar- dasar teknis ilmiah terkait upaya pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa di Indonesia, khususnya untuk jarak tempuh yang jauh.

Secara lebih terperinci, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan: 1. Data dasar karakteristik CPO yang mencakup data mutu dan data sifat fisik

7 matematika untuk memprediksi parameter sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutunya.

2. Data pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO beserta pemodelan matematikanya.

3. Data sifat reologi dan kristalisasi lemak CPO pada kondisi dinamis, yang dipengaruhi oleh variabel proses pengaliran yang mencakup pengaruh suhu, laju penurunan suhu, dan shear rate (laju geser) yang diterapkan;

4. Rancangan teknik kendali karakteristik CPO untuk transportasi moda pipa, khususnya untuk jarak tempuh yang jauh.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendukung pengembangan transportasi CPO moda pipa di Indonesia pada jarak tempuh yang jauh, serta membantu upaya pemecahan masalah strategis nasional pada aspek peningkatan mutu dan efisiensi proses transportasi CPO, untuk memperkuat industri minyak sawit Indonesia.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Atribut mutu CPO berkorelasi dengan parameter sifat fisiknya, dan dapat diperoleh persamaan matematika untuk memprediksi parameter sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutunya.

2. Parameter sifat fisik CPO dipengaruhi oleh suhu serta metode penerapan suhu yang diterapkan.

3. Variabel proses pengaliran mencakup suhu, laju penurunan suhu dan shear rate menentukan sifat reologi dan kristalisasi CPO. Kontrol terhadap variabel proses tersebut dapat mempertahankan sifat reologi CPO agar tetap dapat mengalir, serta dapat mencegah terjadinya proses kristalisasi CPO.

4. Karakteristik CPO dapat dikendalikan oleh suatu teknik kendali pengaliran melalui penerapan variabel proses pengaliran dan sistem perpipaan tertentu,

8

melalui pemberian gaya dorong pompa, penggunaan sistem insulasi, dan pemanasan kembali pada titik-titik tertentu sepanjang jalur pipa, sehingga dapat diterapkan pada transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup kajian mengenai karakteristik CPO untuk menghasilkan data dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa. Kajian karakteristik CPO mencakup pengujian mutu dan sifat fisik beberapa sampel CPO, serta penentuan korelasi dan pengembangan persamaan matematika yang dapat digunakan untuk memprediksi parameter sifat fisik berdasarkan atribut mutunya. Selain itu dilakukan pula kajian pengaruh suhu dan metode penerapan suhu terhadap parameter sifat fisik CPO. Pengaruh laju penurunan suhu dan shear rate terhadap sifat reologi dan kristalisasi CPO diterapkan pada kondisi dinamis yang terkontrol, maupun pada kondisi dinamis saat mengalir di dalam pipa. Berdasarkan data dasar yang diperoleh, dalam penelitian ini juga diajukan rancangan teknik kendali karakteristik CPO selama pengaliran di dalam sistem pengaliran tertentu, beserta contoh perhitungan sistem perpipaan secara teoritis. Penelitian ini belum mencakup aspek peningkatan skala (scaling up) sistem perpipaan, maupun aplikasinya lapangan. Diagram alir ruang lingkup penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Kebaruan Penelitian

Di dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa hal penting yang memiliki muatan kebaruan (novelty), yaitu sebagai berikut:

1. Kajian karakteristik sifat fisik CPO yang berasal dari Indonesia, khususnya sifat reologi dan kristalisasinya belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian sebelumnya lebih banyak mengkaji karakteristik RBDPO dan komoditas minyak/lemak lainnya.

9

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian Karakteristik Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil atau CPO) dan Rancangan Teknik Kendalinya untuk Mendukung Pengembangan Transportasi Moda Pipa.

Kajian Mutu dan Sifat Fisik CPO

1. Analisis mutu CPO berdasarkan SNI 01-2901-2006 2. Pengujian sifat fisik CPO

3. Penyusunan persamaan matematika untuk memprediksi parameter sifat fisik CPO berdasarkan atribut mutu

Kajian Sifat Reologi dan Kristalisasi dan CPO pada Kondisi Dinamis

1. Pengujian parameter kristalisasi CPO pada kondisi statis

2. Pengujian sifat reologi dan kristalisasi CPO pada kondisi dinamis terkontrol 3. Pengujian pengaruh suhu isotermal terhadap sifat reologi dan kristalisasi CPO 4. Pengujian karakteristik CPO selama pengaliran dalam pipa sirkulasi

Penyusunan Rancangan Teknik Kendali Transportasi CPO Moda Pipa

1. Rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa dengan sistem pengaliran isotermal

2. Rancangan teknik kendali transportasi CPO moda pipa dengan sistem pengaliran non-isotermal

Kajian Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik CPO

1. Pengukuran sifat fisik CPO pada kisaran suhu 25-55 oC

2. Analisis pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO dan pemodelan matematikanya

3. Penentuan korelasi antar parameter sifat fisik CPO terkait dengan pengaruh suhu

4. Pengujian pengaruh metode penerapan suhu terhadap sifat reologi CPO pada kisaran suhu 25-55 oC

10

2. Metode pengujian sifat reologi dan kristalisasi CPO pada penelitian ini menggunakan kombinasi faktor percobaan pengaruh laju penurunan suhu dan shear rate (gaya geser) atau disebut kondisi dinamis; sedangkan penelitian sebelumnya lebih banyak mengkaji sifat reologi dan kristalisasi sampel minyak/lemak pada kondisi statis hingga sampel padat sempurna, dengan hanya mempelajari salah satu faktor percobaan. Pengamatan dalam penelitian ini lebih fokus dilakukan pada kondisi CPO yang masih dapat dialirkan (belum memadat sempurna).

3. Penelitian ini memperhitungkan terjadinya perubahan karakteristik CPO akibat pengaruh suhu selama pengaliran akibat pelepasan panas di sepanjang pipa. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan asumsi bahwa karakteristik CPO dan suhu tetap konstan selama pengaliran di sepanjang pipa hingga jarak tempuh yang jauh, yang kurang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan.

4. Di dalam penelitian ini, diajukan pendekatan baru dalam sistem pengaliran CPO. Praktek di lapangan dan penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan sistem pengaliran CPO yang isotermal, sedangkan dalam penelitian ini diajukan sistem pengaliran CPO dalam pipa secara non- isotermal dari suhu awal pengaliran 55 oC yang kemudian mengalami penurunan suhu akibat pelepasan panas di sepanjang pipa hingga suhu minimal pengaliran tertentu, dengan memanfaatkan karakteristik reologi CPO pada kondisi metastabil, agar pengaliran CPO dapat berlangsung pada jarak yang jauh.

11

2. KAJIAN MUTU DAN SIFAT FISIK

Dokumen terkait