• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Model Fungsi Transfer

BAB IV PENERAPAN MODEL FUNGSI TRANSFER

B. Analisis Data

2. Pendugaan Parameter Model Fungsi Transfer

Menurut Makridakis (1999: 407) terdapat dua cara yang mendasar untuk melakukan pendugaan parameter, yaitu:

a. Dengan cara mencoba-coba, yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan diduga) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residuals).

b. Perbaikan secara iteratif, yaitu memilih penduga awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus pendugaan tersebut secara iteratif.

Setelah dilakukan pendugaan parameter maka parameter tersebut perlu diuji signifikasinya. Langkah-langkah dalam pengujian signifikansi adalah sebagi berikut:

a. AR (Autoregressive)

0: � = 0, di mana = 1, 2,…, (AR tidak signifikan dalam model)

1: � ≠0 (AR signifikan dalam model)

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

hitung = �

SE(� )

dengan � adalah estimator dari � , sedangkan SE(� ) adalah standar eror yang diduga dari � .

Kriteria keputusan untuk menolak �0 adalah jika � >�

2, , = − , dengan adalah banyaknya pengamatan dan adalah banyaknya parameter. Hasil keputusan yang diharapkan adalah �0 ditolak, atau AR signifikan dalam model.

b. MA (Moving Average)

0: � = 0, di mana = 1, 2,…, (MA tidak signifikan dalam model)

1: � ≠0 (MA signifikan dalam model)

hitung = �

SE(� )

dengan � adalah estimator dari � , sedangkan SE(� ) adalah standar eror yang diduga dari � .

Kriteria keputusan untuk menolak �0 adalah jika � >�

2, , = − , dengan adalah banyaknya pengamatan dan adalah banyaknya parameter. Hasil keputusan yang diharapkan adalah �0 ditolak, atau MA signifikan dalam model.

3. Pemeriksaan Diagnostik pada Model

Tahap pemeriksaan diagnostik bertujuan untuk memeriksa apakah model penduga sudah sesuai, yaitu model sudah memenuhi syarat

white noise untuk galat (residual). Hal tersebut dapat dilakukan menggunakan analisis galat untuk otokorelasi. Pengujian auokorelasi untuk galat menggunakan hipotesis sebagai berikut:

0: otokorelasi pada deret galat tidak signifikan

1: otokorelasi pada deret galat tidak signifikan dengan statistik uji sebagai berikut:

� = 2

=1

dengan : � −

: derajat pada transformasi differencing

: lag maksimum

: nilai otokorelasi deret galat pada lag

Hasilnya dibandingkan dengan tabel distribusi �2 dengan derajat bebas

− − . dan merupakan derajat untuk proses autoregressive

dan moving average pada model ARIMA. Kriteria pengambilan keputusannya adalah �0 ditolak jika � �2. Hasil yang diharapkan adalah �0 diterima, artinya otokorelasi pada deret galat tidak signifikan. Secara grafik, lag-lag otokorelasi dari galat tidak signifikan atau mendekati nol. Dengan kata lain otokorelasi dari galat memenuhi proses white noise. Biasanya dalam pemodelan ARIMA dibentuk lebih dari satu model, kemudian dilakukan perbandingan untuk mengetahui model mana yang lebih baik.

4. Kriteria Pemilihan Model

Tahap selanjutnya adalah penentuan kriteria pemilihan model apabila terdapat dua atau lebih model penduga. Tujuannya adalah untuk memilih model terbaik yang layak digunakan dalam peramalan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pemilihan model yaitu pendekatan AIC (Akaike’s Information Criterion). Nilai AIC semakin kecil maka model yang didapatkan semakin baik.

Definisi 2.12 Akaike’s Information Criterion (AIC) Berikut adalah persamaan AIC (Wei, 1990: 153):

AIC M = ln� 2+ 2M (2-48) dengan

: banyaknya pengamatan

2: penduga dari �2

M : banyaknya parameter pada model

Selain memperhatikan nilai AIC, dalam pemilihan model yang terbaik juga perlu dipertimbangkan besarnya rata-rata kuadrat galat dan kesederhanaan model. Model akan semakin baik apabila rata-rata kuadrat galatnya semakin kecil dan model semakin sederhana.

K. Deret Geometri Tak Berhingga

Deret geometri tak berhingga digunakan dalam pembahasan bentuk model fungsi transfer pada Bab III. Deret geometri tak berhingga adalah penjumlahan dari 1+ 2+ 3+⋯, dengan = 1, ≠0

= = + + 2+⋯

=1

(2-49) di mana → ∞ dan −1 < < 1 sehingga →0.

Rumus jumlah deret geometri adalah sebagai berikut: = (1− )

1−

(2-50) Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri didapatkan rumus jumlah deret geometri tak berhingga sebagai berikut:

= 1−

Deret geometri tak berhingga ini akan konvergen untuk −1 < < 1. Rumus deret geometri tak berhingga di atas dapat digunakan untuk menunjukkan apabila terdapat fungsi transfer yang dinyatakan dalam bentuk polinomial berderajat tak hingga banyak, dapat diubah menjadi perbandingan dari dan 1− . Tentu saja bentuk perbandingan ini lebih sederhana dibandingkan dengan bentuk polinomial berderajat tak hingga.

L. Distribusi Chi Kuadrat

Distribusi Chi Kuadrat digunakan dalam pembahasan uji diagnosa model fungsi transfer pada Bab III.

Definisi 2.13

Variabel random dikatakan berdistribusi Chi Kuadrat jika mempunyai fungsi densitas seperti berikut:

= 1 Γ( 2)22 2−1 2 (2-52) untuk > 0 dan � adalah derajat bebas dan Γ adalah fungsi Gamma. Distribusi ini dinotasikan dengan ~�2(�).

Distribusi ini merupakan bentuk khusus dari distribusi gamma dengan mengambil =

2 dan � = 2. Jika variabel random berdistribusi chi kuadrat maka rata-ratanya adalah � =� dan variansnya adalah Var = 2�. Distribusi ini digunakan untuk menguji variabel random yang berbentuk kuadrat.

M. Metode Levenberg-Marquardt

Metode Levenberg-Marquardt merupakan metode yang akan digunakan dalam pembahasan mengenai pendugaan parameter model fungsi transfer pada Bab III. Metode Levenberg-Marquardt merupakan salah satu metode iteratif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah kuadrat terkecil nonlinear. Tujuan yang ingin dicapai dalam masalah kuadrat terkecil nonlinear adalah menentukan solusi bagi � yang dinotasikan dengan � yang meminimumkan persamaan berikut:

� = � 2

=1

= (�) (�)

(2-53) Langkah awal yang harus dilakukan dalam metode Levenberg-Marquardt adalah menentukan titik awal. Misalkan ditentukan titik awal

� =�. Setelah menentukan titik awal, langkah selanjutnya adalah menghitung � dan . Untuk menghitung � digunakan rumus sebagai berikut:

�= � (�) (2-54) sedangkan untuk menghitung digunakan rumus sebagai berikut:

= � (�) (2-55) dengan vektor = ( 1,…, ), dan � adalah matriks Jacobian, yakni:

( � ) = �

� � , 1 , 1

Setelah � dan dihitung, langkah selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan berikut:

� merupakan parameter damping dengan �> 0 untuk menjamin bahwa adalah arah turun (descent direction) dan adalah matriks identitas. Persamaan (2-56) di atas diselesaikan dengan tujuan untuk menentukan . Apabila sudah ditentukan, maka dapat dihitung baru, yaitu:

baru = �+ (2-57) Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung � . Dalam prakteknya � adalah salah satu contoh jumlah kuadrat galat. Artinya, tujuan metode Levenberg-Marquardt adalah menemukan solusi �

sedemikian sehingga jumlah kuadrat galat menjadi minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ditentukan nilai � suatu bilangan positif yang digunakan sebagai kriteria penghentian iterasi. Jika jumlah kuadrat galat lebih kecil dari �, maka iterasi dihentikan nilai � yang terakhir merupakan solusi, yaitu � yang meminimumkan jumlah kuadrat galat.

Jika jumlah kuadrat galat lebih besar dari �, maka iterasi akan berulang dengan �= �baru. Kriteria penghentian lain yang dapat digunakan adalah jika perubahan dalam � kecil, yakni:

baru − � � � +� (2-58) Berikut ini akan diberikan contoh penggunaan metode Levenberg-Marquardt untuk menyelesaikan masalah kuadrat terkecil nonlinear. Apabila diberikan fungsi sebagai berikut:

;�0,�1 =�0(1−exp −�1 ) (2-59) dan diberikan data seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Contoh Data 0,25 0,28 0,75 0,57 1,25 0,68 1,75 0,74 2,25 0,79

maka nilai �0 dan �1 dapat ditentukan menggunakan metode Levenberg-Marquardt.

Pada kasus di atas, tujuan dari metode Levenberg-Marquardt adalah untuk menemukan nilai dari �0 dan �1 yang meminimumkan jumlah kuadrat galat dari fungsi pada persamaan (2-59). Nilai dari �0 dan �1

selanjutnya dinyatakan sebagai vektor �. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan menentukan titik awal. Sebagai contoh, titik awal untuk kasus ini dipilih sebagai berikut:

�=�= �0

1

= 1 1

Fungsi pada persamaan (2-59) akan dibawa ke dalam bentuk regresi nonlinear, yaitu sebagai berikut:

= ,� + dengan jumlah kuadrat galat �(�) adalah:

� � = � 2 5 =1 = − ,� 2 5 =1 ,� = ;�0,�1 =�0(1−exp −�1 ) (2-60)

Turunan-turunan parsial dari � terhadap � adalah sebagai berikut: � � �� = exp −�1 −1 (2-61) � � ��1 =−�0 exp −�1 (2-62) Persamaan (2-61) dan (2-62) akan digunakan untuk mencari elemen-elemen pada matriks Jacobian sebagai berikut:

� = exp −� 1 1 −1 −� 0 1exp −� 1 1 exp −� 1 2 −1 −� 0 2exp −� 1 2 exp −� 1 3 −1 exp −� 1 4 −1 exp −� 1 5 −1 −� 0 3exp −� 1 3 −� 0 4exp −� 1 4 −� 0 5exp −� 1 5

Dengan mensubstitusikan titik awal yang telah ditetapkan sebelumnya dan nilai pada tabel, maka menghasilkan matriks Jacobian sebagai berikut:

� = −0,2212 −0,1947 −0,5276 −0,3543 −0,7135 −0,8262 −0,8946 −0,3581 −0,3041 −0,2371 (2-63) Selanjutnya akan dihitung � � sebagai berikut:

,� = � 0(1−exp −� 1 ) � 0(1−exp −� 1 ) � 0(1−exp −� 1 ) � 0(1−exp −� 1 ) � 0(1−exp −� 1 ) = 0,2212 0,5276 0,7153 0,8264 0,8946 � � = − ,� = 0,28−0,2212 0,57−0,5276 0,68−0,7153 0,74−0,8264 0,79−0,8946 = 0,0588 0,0424 −0,0335 −0,0862 −0,1046 (2-64)

Langkah berikutnya adalah menghitung � dengan mensubstitusikan persamaan (2-63) ke dalam persamaan (2-54), dan hasilnya adalah sebagai berikut:

� = � � = 2,3193 0,9489 0,9489 0,4404

Menggunakan persamaan (2-63) dan (2-64) maka dapat dihitung : = � � � = 0,1533

0,0365

Setelah mendapatkan � dan , maka langkah selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan �+� =− untuk mendapatkan . Penyelesaian dari persamaan �+� =− adalah:

= �+� −1(− )

Nilai � yang dipilih adalah �= 0,00001 > 0 dan dengan mensubstitusikan nilai � dan yang telah diperoleh sebelumnya, maka akan didapat:

= −0,50190,2715

sehingga untuk menghitung nilai �baru adalah seperti berikut:

baru = �+ = 0,7285 1,5019

Pada setiap iterasi akan dihitung jumlah kuadrat galatnya untuk dibandingkan dengan nilai � sebagai kriteria penghentian iterasi. Pada iterasi ini penghitungan jumlah kuadrat galat adalah seperti berikut:

� = − ,� 2 5

= 0,0588 2+ 0,0424 2+ −0,0335 2+ −0,0862 2 + −0,1046 2

= 0,024751

Dengan cara yang sama dapat diperoleh iterasi berikutnya sehingga didapat iterasi yang menghasilkan jumlah kuadrat yang paling minimum. Pada kasus ini dipilih kriteria penghentian iterasi, yaitu �= 0,001. Solusi dari kasus ini ditampilkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.3

Iterasi Contoh Penerapan Levenberg-Marquardt

Iterasi �0 �1 Galat

0 1 1 0,024751

1 0,7285 1,5019 0,024255

2 0,7910 1,6776 0,000663

3 0,7919 1,6775 0,000662

Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa solusi dari kasus ini didapatkan pada iterasi ketiga dengan �0 = 0,7919 dan �1 = 1,6775. Dengan mensubstitusikan solusi yang diperoleh ke persamaan (2-59), maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

= 0,7919(1−exp −1,6775 ) (2-65) Berikut diberikan grafik yang menggambarkan scatter plot dari data pada tabel 2.2 beserta persamaan (2-65) yang telah diperoleh:

Gambar 2.13 Scatter Plot Data dan Persamaan Regresinya

Dari grafik di atas tampak bahwa persamaan (2-65) dapat menjelaskan data yang ada dengan cukup baik. Artinya, solusi yang ditemukan untuk menduga parameter pada persamaan (2-65) adalah solusi yang baik.

2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 Xt Y t

BAB III

MODEL FUNGSI TRANSFER

A. Pengantar Model Fungsi Transfer

Model fungsi transfer adalah suatu model yang mencampurkan pendekatan runtun waktu dengan pendekatan kausal. Pendekatan kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Model fungsi transfer merupakan salah satu model peramalan yang dapat digunakan untuk peramalan data runtun waktu berganda. Data runtun waktu berganda adalah data yang mempertimbangkan pengaruh waktu dengan melibatkan lebih dari satu variabel. Model fungsi transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu runtun waktu (disebut deret keluaran) adalah berdasarkan pada nilai-nilai masa lalu runtun waktu itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih runtun waktu (disebut deret masukan) yang berhubungan dengan deret keluaran tersebut.

Beberapa hal yang berkaitan dengan model fungsi transfer adalah deret keluaran, disimbolkan , yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret masukan, disimbolkan , dan seluruh pengaruh lain yang disebut gangguan (noise) �. Seluruh sistem tersebut adalah sistem yang dinamis,

dengan kata lain deret masukan memberikan pengaruhnya kepada deret keluaran melalui fungsi transfer.

Untuk memahami konsep fungsi transfer akan diberikan contoh se-bagai berikut (Makridakis, dkk: 1999:445). Pada 20 hari berturut-turut ter-dapat berkas-berkas surat yang dikirimkan ke kantor pos untuk diantarkan ke alamat tujuan. Kantor pos akan mengantarkan surat-surat tersebut pada hari berikutnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa banyaknya surat yang akan diantarkan ke alamat tujuan dipengaruhi oleh banyaknya surat yang dikirimkan ke kantor pos. Oleh sebab itu, untuk meramalkan jumlah surat yang harus diantarkan pada hari tertentu harus mempertimbangkan juga faktor banyaknya surat yang dikirimkan ke kantor pos.

Apabila banyaknya surat yang harus diantarkan pada hari tertentu dapat diramalkan dengan baik, maka hasil peramalan tersebut dapat ber-manfaat untuk meningkatkan efisiensi kerja di kantor pos. Misalnya dapat diramalkan bahwa pada hari tertentu ada cukup banyak surat yang harus dikirim, maka kantor pos dapat mempersiapkan tenaga pengantar surat yang lebih banyak agar semua surat dapat dikirimkan tepat waktu. Perma-salahan di atas adalah salah satu contoh masalah yang dapat diselesaikan dengan model fungsi transfer.

B. Model Fungsi Transfer

Model fungsi transfer ditulis dalam dua bentuk umum. Bentuk pertama adalah sebagai berikut: (Makridakis, dkk: 1999:448)

= � � + (3-1)

dengan

: deret keluaran : deret masukan

: seluruh pengaruh lain yang disebut deret gangguan

� : operator backshift

� � =�0+�1�+�22+⋯+� � , adalah derajat fungsi transfer. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, masalah proses peng-antaran surat di kantor pos dapat dimodelkan menggunakan fungsi trans-fer. Telah dijelaskan bahwa jumlah surat yang harus diantarkan pada hari tertentu dipengaruhi oleh jumlah surat yang dikirim ke kantor pos pada hari sebelumnya. Misalkan jumlah surat yang dikirim pada hari � adalah

, dan jumlah surat yang diantarkan pada hari � adalah . Tabel pada lampiran 1 memperlihatkan gambaran data selama 20 hari berturut-turut.

Permasalahan pada kasus tersebut adalah bagaimana meramalkan banyaknya surat yang akan diantarkan pada suatu hari tertentu apabila diketahui banyaknya surat yang dikirim ke kantor pos pada hari tertentu. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan fungsi transfer karena terlihat bahwa nilai didistribusikan secara dinamis melalui periode waktu yang akan datang. Jadi 50 surat yang dikirim dalam satu hari akan diantarkan dengan cara sebagai berikut:

0 (0%) diantarkan pada hari yang sama (hari 1) 5 (10%) diantarkan satu hari kemudian (hari 2)

25 (50%) diantarkan dua hari kemudian (hari 3) 10 (20%) diantarkan tiga hari kemudian (hari 4) 5 (10%) diantarkan empat hari kemudian (hari 5) 5 (10%) diantarkan lima hari kemudian (hari 6)

Sama halnya, apabila fungsi transfer tidak berubah, pengiriman lain

akan didistribusikan menurut persentase yang sama (dinamakan

0,�1,�2,�3,�4, dan �5). Nilai �0 sampai �5 disebut bobot respon impuls atau bobot fungsi transfer. Fungsi transfer itu sendiri dapat ditulis sebagai berikut:

= 0 +1 �−1+�2 �−2+⋯+�5 �−5

= (�0+�1�+�22+⋯+�55) = �(�)

di mana �(�) adalah fungsi transfer.

Deret masukan dan deret keluaran harus memenuhi asumsi kesta-sioneran terhadap variansi maupun rata-rata. Oleh sebab itu, terkadang data perlu ditransformasi untuk memenuhi asumsi tersebut. Deret masuk-an, keluarmasuk-an, dan gangguan yang telah ditransformasi akan ditulis meng-gunakan huruf kecil.

Derajat dari fungsi transfer adalah dan terkadang nilai ini meru-pakan nilai yang besar, sehingga fungsi transfer memiliki derajat yang tinggi. Dari alasan tersebut, model fungsi transfer juga dapat ditulis sebagai berikut:

= � � � � � + � � � � (3-2) dengan

: nilai yang telah ditransformasi

: nilai yang telah ditransformasi

: nilai gangguan random

� : operator backshift

� � =�0− �1� − �22− ⋯ − � � � � = 1− �1� − �22− ⋯ − � � � � = 1− �1� − �22− ⋯ − � � � � = 1− �1� − �22− ⋯ − � �

, , , , dan � adalah suatu konstanta

Bandingkan persamaan (3-2) dengan persamaan (3-1)

� � = �(�)� �(�) (3-3) dan = �(�) �(�) (3-4) Untuk deret gangguan, pernyataan � � menunjukkan operator moving a-verage dengan derajat , sementara � � menunjukkan operator

autoregresif dengan derajat . Persamaan (3-2) merupakan persamaan yang lebih singkat karena �(�) pada persamaan (3-1) yang mempunyai derajat tinggi , dapat ditulis sebagai perbandingan dari � � dan � �

yang berderajat dan . Disarankan bahwa nilai dan sebaiknya tidak lebih besar dari dua (Box, 1994: 385). Misalkan � � = (1,2−0,5�) dan

� � = (1−0,8�), maka � � � � = (1,2−0,5�) (1−0,8�) = 1,2−0,5� (1−0,8�)1

Berdasarkan ekspansi deret geometri tak berhingga, maka diperoleh:

= 1,2−0,5� (1 + 0,8�+ 0,822+ 0,833+⋯)

= 1,2 + 0,46�+ 0,368�2+ 0,294�3+ 0,236�4

Dengan kata lain, �(�) sehubungan dengan rasio � � terhadap � �

akan memiliki suku yang tak terhingga banyak dan oleh karenanya akan terdapat bobot respon impuls � yang tak terhingga banyaknya.

Persamaan (3-2) juga dapat ditulis sebagai berikut:

= � �

� � �−� + � � � �

(3-5) Pada persamaan (3-5) di atas, indeks untuk adalah (� − �). Artinya, terdapat keterlambatan � periode sebelum mempengaruhi .

C. Pembentukan Model Fungsi Transfer

Tahap-tahap dalam membangun model fungsi transfer untuk deret masukan dan deret keluaran adalah dengan cara mengidentifikasi de-ret masukan serta dede-ret keluaran untuk melihat apakah dede-ret tersebut sudah memenuhi asumsi kestasioneran dalam rata-rata dan variansi. Apabila de-ret telah stasioner dalam rata-rata dan variansi, selanjutnya dilakukan transformasi white noise (pemutihan) dan dilanjutkan dengan penghitungan korelasi silang untuk deret masukan dan keluaran yang berguna untuk menentukan nilai , ,�. Setelah itu dilakukan estimasi bobot respon impuls sehingga dapat mengidentifikasi bentuk model fungsi transfer dan gangguan gabungan. Berikut merupakan tahap-tahap pemodelan fungsi transfer. (Makridakis, dkk: 1999: 450)

1. Identifikasi Bentuk Model

a. Mempersiapkan Deret Masukan dan Keluaran

Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi kestasioneran deret masukan dan keluaran. Apabila data mentah tidak stasioner, maka data tersebut perlu ditransformasi terlebih dahulu untuk menghilangkan ketidakstasioneran.

Pertama-tama, biasanya data ditransformasikan ke bentuk logaritma. Apabila data masih belum stasioner, maka perlu dilakukan pembedaan (differencing). Pembedaan yang diterapkan adalah dalam bentuk sebagai berikut:

dengan

: deret yang telah dibedakan : deret masukan yang belum stasioner

� : operator backshift

: derajat pembedaan

Hal lain yang mungkin perlu dilakukan pada tahap persiapan adalah menghilangkan pengaruh musiman pada deret masukan dan keluaran supaya model fungsi transfer yang diperoleh bisa lebih sederhana.

Secara ringkas tahap ini adalah tahap untuk menetapkan apakah transformasi terhadap deret masukan dan keluaran perlu dilakukan, berapa derajat pembedaan yang seharusnya diterapkan agar deret tersebut stasioner, dan apakah deret tersebut perlu dihilangkan pengrauh musimannya. Deret data yang telaah ditransformasi, kemudian disebut dan .

b. Pemutihan Deret Masukan

Pemutihan deret masukan bertujuan untuk membuat deret masukan menjadi lebih dapat diatur dengan menghilangkan seluruh pola yang diketahui sehingga yang tertinggal hanya white noise. Misalkan deret masukan dimodelkan dengan proses ARIMA ( , 0, ), maka deret tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

dengan � adalah operator autoregresif dengan derajat , � adalah operator moving average dengan derajat , dan adalah kesalahan random.

Dengan menggunakan persamaan (3-7) untuk mengubah deret masukan menjadi deret white noise , diperoleh persamaan sebagai

berikut:

� �

� (�) =

(3-8) Inilah yang dimaksudkan dengan pemutihan deret masukan .

c. “Pemutihan” Deret Keluaran

Fungsi transfer adalah fungsi yang memetakan deret masukan ke dalam deret keluaran . Apabila suatu transformasi pemutihan dilakukan untuk , seperti pada persamaan (3-8), maka transformasi

yang sama juga harus diterapkan terhadap agar dapat mempertahankan hubungan fungsional yang memetakan ke dalam

. Transformasi pada tidak harus mengubah menjadi white noise. Berikut merupakan deret yang telah “diputihkan”:

� �

� (�) =

(3-9)

d. Penghitungan Korelasi-silang dan Otokorelasi

Penghitungan korelasi silang dari dan digunakan untuk mengetahui nilai , ,�. Korelasi silang dari dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-11). Setelah korelasi silang dihitung maka selanjutnya adalah menghitung otokorelasi untuk deret masukan dan deret keluaran yang telah diputihkan. Otokorelasi dihitung menggunakan persamaan (2-4)

e. Pendugaan Langsung Bobot Respon Impuls

Bobot respon impuls berguna untuk menghitung deret gangguan. Perhatikan persamaan model fungsi transfer pada persamaan (3-1). Apabila nilai , , dan � dikenai transformasi ()

(�) maka persamaan (3-1) berubah menjadi: � (�) � (�) =� � � � � � +� (�) � (�) (3-10a) yang dapat dinotasikan sebagai

=� � +� (3-10b) di mana � adalah deret galat yang telah ditransformasi. Kemudian kedua sisi persamaan (3-10b) dikalikan dengan �− .

�− = � � �− + �−

= �0 �− +1 �− �−1+⋯+ �−

Setelah itu persamaan di atas diambil nilai harapannya, maka akan diperoleh:

�[ �−] = �0�( �− ) +�1�( �− �−1) +⋯

+�( �−)

− � (�− �) = �0�( �− ) +�1�( �− �−1) +⋯

+�( �−)

Deret dan � adalah deret white noise sehingga dan �

diasumsikan sama dengan nol.

( ) = � � − + 0

Pada persamaan di atas hanya suku � yang terlihat karena �− bebas dari seluruh nilai lainnya. merupakan fungsi kovarian dari deret

masukan dan keluaran yang telah diputihkan. Dengan mensubstitusikan nilai sampel pada persamaan ( ) di atas, maka

akan diperoleh: � = ( ) � − = ( ) 2 = . . 2 = dengan

: nilai korelasi silang lag ke-

: standar deviasi dari deret keluaran yang telah diputihkan

Jadi rumus untuk pendugaan bobot respon impuls secara langsung adalah sebagai berikut:

� =

(3-11)

f. Penetapan ( , ,�) untuk Model Fungsi Transfer

Tiga parameter kunci di dalam model fungsi transfer adalah

( , ,�), di mana menunjukkan derajat fungsi �(�), menunjukkan

derajat fungsi �(�), dan � menunjukkan keterlambatan � periode sebelum mempengaruhi . Ada beberapa aturan yang dapat di-gunakan untuk menduga nilai , ,� dari suatu fungsi transfer.

Nilai � menyatakan bahwa tidak dipengaruhi oleh nilai sampai periode �+�. Atau dapat juga disimbolkan sebagai berikut (Makridakis, dkk, 1999: 460):

= 0 + 0 �−1+ 0 �−2+⋯+�0 �−�

Parameter � adalah nilai yang paling mudah untuk ditentukan. Apabila pengujian korelasi silang menghasilkan kesimpulan 0 =

1 = 2 = 0, tetapi 3 = 0,5, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai �= 3. Dengan kata lain terdapat 3 periode sebelum deret masukan mulai mempengaruhi deret keluaran �.

Selanjutnya nilai menyatakan untuk berapa lama deret keluaran dipengaruhi oleh deret masukan . Secara simbol dipengaruhi oleh ( �−�, �−�−1,⋯, �−�− ).

Akhirnya, nilai menunjukkan bahwa berkaitan dengan nilai-nilai masa lalunya sebagai berikut: dipengaruhi oleh

( �−1, �−2, �−3,⋯, �− ).

g. Pendugaan Awal Deret Gangguan

Bobot respon impuls � diukur secara langsung dan ini memungkinkan dilakukannya penghitungan nilai dugaan dari deret gangguan karena = � � + maka = − � � = −(�0 +1 �−1+�2 �−2+⋯+�� �−� = − �0 − �1 �−1− �2 �−2− ⋯ − �� �−�

di mana � adalah nilai praktis yang dipilih oleh seseorang yang melakukan peramalan.

h. Penetapan ( , ) untuk ARIMA ( ,�, ) dari Deret Gang-guan

Sesudah menggunakan persamaan deret gangguan , kemudian

nilai-nilai dianalisis menggunakan ARIMA biasa untuk menentukan model ARIMA yang tepat sehingga di peroleh nilai dan . Nilai untuk menjelaskan proses otoregresif dan untuk menjelaskan proses moving average. Dengan cara ini fungsi � (�) dan � (�)

untuk deret gangguan dapat diperoleh untuk mendapatkan persamaan

� � = � (�) (3-12)

2. Pendugaan Parameter Model Fungsi Transfer

Langkah berikutnya setelah mengidentifikasi bentuk model adalah pendugaan parameter-parameter model fungsi transfer. Model fungsi transfer yang sementara ini didapatkan adalah seperti pada persamaan (3-5). Model tersebut perlu dilakukan pendugaan untuk

parameter �= �12 � , � = �01 � , �= �12 � , �= �12 � .

Ada dua tahapan utama dalam proses pendugaan parameter model fungsi transfer.

a. Pendugaan Awal Parameter Model

Parameter model fungsi transfer akan diduga menggunakan metode Levenberg-Marquardt. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penentuan nilai awal terlebih dahulu sebelum metode Levenberg-Marquardt diterapkan. Pendugaan awal parameter model fungsi transfer merupakan tahap untuk menentukan nilai awal.

� dan � adalah parameter-parameter dari deret gangguan. Pada tahap penetapan model ARIMA untuk deret gangguan telah dilakukan pendugaan untuk parameter � dan � . Nilai dugaan pada tahap tersebut dijadikan sebagai nilai awal dari parameter � dan � untuk selanjutnya

dilakukan pendugaan lagi menggunakan metode Levenberg-Marquardt pada tahap pendugaan akhir parameter.

Penentuan nilai awal untuk parameter � dan � berkaitan dengan persamaan fungsi transfer berikut ini:

� � = �(�)�

�(�)

(3-13) Persamaan (3-13) di atas dapat ditulis kembali menjadi seperti berikut:

�(�) � � = �(�)�

1− �1� − ⋯ − � � (�0+�1�+�22+⋯) = (�0− �1� − ⋯ − � � ) �

Dari persamaan di atas, maka diperoleh:

� = 0 untuk <� (3-14)

� = �1−1+�2−2+⋯+� � +0 untuk =� (3-15)

� = �11+�22+⋯+� � − �−�

untuk = �+ 1,�+ 2,…,�+ (3-16)

� = �1−1+�2−2+⋯+� � untuk > �+ (3-17) Persamaan (3-14), (3-15), (3-16), dan (3-17) adalah persamaan yang akan membantu dalam tahap pendugaan awal parameter. Dengan menerapkan empat persamaan tersebut pada data yang dimiliki, maka dapat ditentukan nilai awal untuk parameter � dan �.

b. Pendugaan Akhir Parameter Model

Persamaan (3-5) dapat ditulis kembali dalam bentuk sebagai berikut:

� � � � = � � � � �−� +� � �(�) (3-18) atau ekuivalen dengan:

=�−� + (�) (3-19) dengan � =� � � � = 1− �1� − �22− ⋯ − � � (1− �1� − �22 − ⋯ − � � ) = (1− 1� − 22− ⋯ − ++ ) � = � � � � = (1− �1� − �22− ⋯ − � � )( �0− �1� − �22− ⋯ − � � ) = ( 01� − 22− ⋯ − ++ ) � = � � �(�) = 1− �1� − �22− ⋯ − � � (1− �1� − �22− ⋯ − � � ) = (1− 1� − 22− ⋯ − ++ ) Jadi diperoleh = 1 �−1+⋯+ + �− − + 0 �−�1 �−�−1− ⋯ − + �−�− −1 �−1− ⋯ − + �− − (3-20)

Persamaan (3-20) di atas merupakan model untuk menduga nilai

, oleh sebab itu simbol dari dapat ditulis menjadi , dan

persamaan (3-20) dapat ditulis kembali menjadi:

= 1 �−1+⋯+ + �− − + 0 �−�1 �−�−1− ⋯ −

+ �−�− −1 �−1− ⋯ − + �− − (3-21)

Dengan menggunakan persamaan (3-21), maka diperoleh persamaan jumlah kuadrat galatnya adalah sebagai berikut:

�,�,�,� = �,�,�,� 2 �=�0 = 2 �=�0 (3-22) dengan �0 = max + + 1,�+ + + 1

Tujuan metode Levenberg-Marquardt pada kasus ini adalah

Dokumen terkait